BAB II TINJAUAN GEOLOGI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Geologi Regional

BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

Bab II Tinjauan Umum II.1 Kerangka Tektonik Indonesia II.1.1 Paleosen Eosen ( juta tahun yang lalu )

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian

memiliki hal ini bagian

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

ANALISA STRUKTUR GEOLOGI DESA BHUANA JAYA BAGIAN TIMUR, KECAMATAN TENGGARONG SEBRANG, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN LAPANGAN TANGO

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II TINJAUAN UMUM

Stev. Nalendra Jati Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta. Keywords: geology, distribution pattern, continuities, research location

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

Ciri Litologi

BAB II TINJAUAN UMUM

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III Perolehan dan Analisis Data

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN GEOLOGI II.1 GEOLOGI REGIONAL Kerangka tektonik Kalimantan Timur selain dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi Lempeng Pasifik, Hindia-Australia dan Eurasia, juga dipengaruhi oleh tektonik regional di bagian Asia Tenggara. (Biantoro, E.,1992). Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan tersier yang terbesar di Indonesia, luasnya 165.000 km 2 dan kedalamannya kurang lebih mencapai 14.000 m. Di bagian utara, Cekungan Kutai dibatasi oleh Sesar Sangkulirang dan Sesar Bengalon serta di bagian selatan oleh Sesar Adang. Cekungan Kutai Gambar II.1 Batas Regional Cekungan Kutai (Ken Mcclay, Tim Dooley, Angus Ferguson and Joseph Poblet, 2000) Secara tektonik, Cekungan Kutai dipisahkan dari Cekungan Tarakan oleh Punggungan Mangkalihat di bagian utara dan Adang flexure (Adang patenosfer- Bab I 7

fault) yang memisahkan Cekungan Kutai dari Cekungan Barito. Bagian barat Cekungan Kutai dibatasi oleh Tinggian Kuching yang tersusun oleh batuan metasedimen berumur Kapur dan sedimen berumur Paleosen. Sedangkan bagian timur Cekungan Kutai saat ini terbuka ke Selat Makassar dengan kedalaman air laut mencapai lebih dari 2000 meter (Allen, G.P. and Chambers, J.L.C., 1998) Gambar II.2 Kerangka tektonik regional Cekungan Kutai (Ken Mc Clay, 2000) Bab I 8

Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada kala Eosen Tengah yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah barat laut yang menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang (Ferguson and Ken Mc Clay, 1997). Pada kala Miosen Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah timur sepanjang waktu dan bertindak sebagai pusat pengendapan. Selain itu juga terjadi susut laut yang berlangsung terus menerus sampai Miosen Akhir. II.1.1 Morfologi Regional Cekungan Kutai terbagi menjadi 3 (tiga) Zona Fisiografi, yaitu : Zona Fisiografi Delta Mahakam Purba di bagian timur, Zona Fisiografi punggungan bergelombang (Antiklinorium Samarinda) di bagian tengah dan Zona dataran berawa di bagian barat (S. Supriatna, 1977 o.p cit. H. Darman and Sidi, 2000). Morfologi daerah penelitian secara regional termasuk pada zona fisiografi punggungan bergelombang (Antiklinorium Samarinda) yang didominasi oleh lipatan antiklin sempit dan sinklin lebar serta dataran yang memanjang dengan arah timur laut barat daya (hasil proses tektonik yang bekerja dengan arah tegasan utama barat laut tenggara). Ketinggian topografi bervariasi dari yang terendah adalah 2 m hingga yang tertinggi 87 m. II.1.2 Stratigrafi Regional Sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai di bagian timur sangat tebal dengan fasies pengendapan yang berbeda - beda dan memperlihatkan siklus genang-susut laut (transgresi regresi) seperti halnya cekungan cekungan lain di bagian barat Indonesia. Urutan transgresi ditemukan sepanjang daerah tepi cekungan berupa lapisan klastik berbutir kasar yang bercampur dengan lempung laut dalam, juga paparan karbonat. Pengendapan pada lingkungan laut terus berlangsung hingga Oligosen Bab I 9

dan menandakan periode genang laut maksimum. Secara umum dijumpai lapisan turbidit berselingan dengan serpih laut dalam dan batugamping terumbu ditemukan secara lokal dalam Formasi Antan. Urutan regresif di Cekungan Kutai mencakup lapisan klastik delta hingga paralik yang banyak mengandung lapisan-lapisan batubara dan lignit sehingga membentuk kompleks endapan delta. Siklus delta yang berumur Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah timur dan tenggara. Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya delta berlangsung terus sepanjang waktu diselingi oleh tahapantahapan genang laut secara lokal. Tiap siklus dimulai dengan endapan paparan delta (delta plain) sampai ditempat yang lebih dalam diendapkan endapan delta front dan prodelta. S.Supriatna dan E. Rustandi, 1995 membagi satuan litostratigrafi daerah penelitian menjadi 6 (enam) formasi dengan urutan dari yang tua ke muda adalah: Formasi Pamaluan, terdiri dari batupasir kuarsa sebagai batuan utama, warna kelabu kehitaman coklat, butir halus sedang, karbonatan dan gampingan dengan sisipan batulempung, serpih, batulanau dan lensa lensa batugamping. Setempat dijumpai struktur sedimen silang siur dan perlapisan sejajar. Umur formasi ini adalah Miosen Awal. Ketebalan formasi ini sekitar 3000 m dan merupakan formasi paling bawah yang tersingkap pada lembar Samarinda. Formasi Bebulu, terdiri dari batugamping terumbu dengan sisipan batugamping pasiran dan serpih. Serpih berwarna kelabu kecoklatan berselingan dengan batupasir halus kelabu tua. Setempat batugamping menghablur dan terkekarkan dengan bentuk tak beraturan. Umur Formasi ini adalah Miosen Awal Miosen Tengah, dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Ketebalan formasi sekitar 2000 meter. Formasi Pulaubalang, perselingan antara greywacke dan batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, batugamping, tufa dasit dan batubara. Umur Formasi ini adalah Miosen Tengah, dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Ketebalan formasi sekitar 2750 m. Bab I 10

Formasi Balikpapan, terdiri dari batupasir kuarsa, batulempung dengan sisipan serpih, batugamping, batulanau, dan batubara. Batupasir gampingan mengandung foraminifera kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Lempung, setempat mengandung sisa sisa tumbuhan dan oksida besi mengisi rekahan rekahan setempat mengandung lensa lensa batupasir gampingan Umur Formasi ini adalah Miosen Akhir bagian bawah Miosen Tengah bagian atas, dengan ketebalan berkisar 1000-3000 m. Formasi ini terbentuk dalam lingkungan pengendapan paras delta hingga dataran delta. Formasi Kampungbaru, terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih, lanau, konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih dan lempung, aneka bahan: lignit (tebal 1-2m), gambut dan oksida besi. Umur Formasi ini adalah Pliosen, dengan ketebalan formasi ± 250 900 m dan diendapkan pada lingkungan pengendapan delta. Endapan Aluvial, terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur yang terendapkan dalam lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai. Bab I 11

12 Gambar II.3 Kolom stratigrafi regional daerah Samarinda dan sekitarnya (S.Supriatna dan E. Rustandi, 1995)

13

0 30 00 S 0 45 00 S 1 00 00 S Daerah Penelitian 116 45 00 S 117 00 00 S 117 15 00 S Gambar II.4 Daerah Penelitian pada Peta Geologi Lembar Samarinda Skala 1 : 250.000 (S.Supriatna, Sukardi dan E. Rustandi, 1995) Keterangan : Formasi Pamaluan Formasi Pulaubalang Formasi Balikpapan Formasi Kampung baru Aluvium Bab II 13

II.1.3 Struktur Geologi Regional Pembentukan struktur geologi di Cekungan Kutai sangat dipengaruhi oleh adanya spreading di sepanjang selat Makassar yang menimbulkan sesar sesar mendatar dengan arah pergerakan barat laut - timur tenggara serta memisahkan Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Pola struktur Cekungan Kutai dipengaruhi oleh pengangkatan Tinggian Kuching yang tegasannya berasal dari arah barat laut. Pengangkatan ini terus berlangsung hingga mengakibatkan berkurangnya kestabilan. Akibat ketidakstabilan ini maka terjadi pelengseran batuan ke arah timur. Struktur geologi yang berkembang di dalam Cekungan Kutai adalah lipatan dan sesar. Batuan tua seperti Formasi Pamaluan, Formasi Pulau Balang dan Formasi Bebuluh umumnya terlipat cukup kuat dengan kemiringan sekitar 40 o, tetapi ada juga yang mencapai 75 o. Sedangkan batuan yang berumur lebih muda seperti Formasi Balikpapan dan Formasi Kampung Baru pada umumnya terlipat lemah, namun di beberapa tempat dekat zona sesar ada yang terlipat kuat. Di daerah ini terdapat 3 (tiga) jenis sesar, yaitu : sesar naik, sesar turun dan sesar mendatar. Sesar naik diduga terjadi pada Miosen akhir yang kemudian terpotong oleh sesar mendatar yang terjadi kemudian. Sedangkan sesar turun terjadi pada kala Pliosen (S.Supriatna, Sukardi dan E. Rustandi, 1995). Proses pembentukan lipatan di Cekungan Kutai terdapat dalam dua versi, yaitu : 1. Menurut Ott, 1987 op. Cit. Darman & sidi, 2000 : menyatakan bahwa pola struktur pada Cekungan Kutai disebabkan oleh adanya proses gelinciran akibat gaya gravitasi (gravity sliding) pada batuan dasar yang mempunyai plastisitas tinggi akibat adanya pengangkatan Tinggian Kuching selama jaman Tersier. 2. Menurut Mc Clay dkk, 2000 : menyatakan bahwa struktur di daerah dataran Cekungan Kutai merupakan hasil dari tektonik delta, yaitu gabungan dari sedimentasi yang cepat dan gaya tektonik. Akibat penumpukan terjadi pelengseran lateral yang mengakibatkan pelengseran lateral yang mengakibatkan lipatan dan sesar sesar turun serta kemudian mengalami reaktivasi menjadi sesar naik akibat gaya kompresi. Bab II 14

Menurut S.Supriatna dkk, 1995 : Antiklinorium Samarinda terdiri dari lipatan yang berarah timur laut barat daya dengan sayap di bagian tenggara lebih curam. Antiklinorium ini dicirikan oleh antiklin yang pada umumnya asimetris dan terlipat kuat serta dipisahkan oleh sinklin landai dan lebar, dimana jejak sumbunya mencapai 20-50 km sepanjang jurus berbentuk lurus hingga melengkung. Gambar II.5 Struktur geologi regional Cekungan Kutai (Ken Mc Clay, Tim Dooley, Angus Ferguson and Joseph Poblet, AAPG Bulletin, 2000) Bab II 15

II.2 GEOLOGI LOKAL II.2.1 Morfologi Lokal Perkembangan morfologi pada daerah penelitian dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : litologi, deformasi tektonik (struktur geologi) dan proses proses eksogenik. Faktor struktur geologi sangat berpengaruh dalam pembentukan bentang alam pada daerah penelitian sehingga mengakibatkan lapisan - lapisan batubara mengalami perlipatan dan sebagian lagi tersesarkan. Dalam perkembangannya hingga saat ini, akibat pengaruh proses eksogen seperti erosi dan pelapukan serta aktivitas penambangan, maka morfologi perbukitan pada sebagian daerah penelitian tidak dapat terekspresikan dengan jelas dan memperlihatkan pola kelurusan yang tidak teratur. Foto II.1 Kenampakan topografi perbukitan yang telah mengalami proses eksogen dan aktivitas penambangan pada daerah Palaran Berdasarkan peta geologi dan topografi dasar serta pengamatan di lapangan, maka bentuk lahan pada daerah Palaran didominasi oleh morfologi perbukitan berlereng dengan kemiringan landai : 5 25 sampai curam : 30 60 yang memanjang dengan arah timur laut barat daya dan dataran landai. Seam S pada daerah Palaran terletak pada bentuk lahan perbukitan berlereng landai - curam yang merupakan bagian dari Antiklin Palaran. Berdasarkan pengamatan dan Bab II 16

pengukuran di lapangan, didapati bagian sayap timur dari Antiklin Palaran memiliki kemiringan lebih besar daripada sayap baratnya. Foto II.2 Bentuk lahan dataran pada daerah Palaran Foto II.3 Bentuk lahan perbukitan berlereng landai - curam pada daerah Palaran II.2.2 Stratigrafi Lokal Pada peta geologi lembar Samarinda skala 1 : 250.000 (S.Supriatna, Sukardi dan E.Rustandi, 1995), stratigrafi daerah penelitian termasuk ke dalam Formasi Balikpapan sebagai formasi pembawa batubara (coal bearing formation). Bab II 17

Berdasarkan kesamaan ciri litologi dan dominasinya secara horisontal maupun vertikal, pada daerah penelitian terdapat 3 (tiga) satuan batuan, yaitu : 1. Satuan Batulempung Balikpapan Pola sebaran satuan batuan ini membentuk pola lengkung di bagian selatan satuan batulanau Balikpapan dan lateral di bagian utara satuan batupasir Balikpapan. Secara morfologi, satuan ini menempati bentuk lahan perbukitan antiklin menunjam berlereng landai - curam. Ciri litologi satuan ini adalah batulempung dengan sisipan batupasir, batulanau dan batubara, yang dapat disebandingkan dengan Formasi Balikpapan (S.Supriatna dan E.Rustandi, 1995). Batulempung, berwarna abu-abu sampai abu-abu kehitaman, masif, umumnya mengandung karbon dan yang berada di dekat batubara mempunyai struktur menyerpih dan mengandung pita pita batubara (coal strings). Batupasir: warna coklat keputihan, masif dan ukuran butir pasir halus kasar. Batubara : warna hitam, mengkilap, banded, brittle serta roof dan floor pada beberapa tempat berupa serpih karbonan. 2. Satuan Batulanau Balikpapan Satuan batuan ini terdapat pada bagian selatan satuan batupasir Balikpapan dan menempati bentuk lahan perbukitan antiklin menunjam berlereng landai - curam. Singkapan segar terutama dijumpai pada alur - alur sungai, lereng bukit dan beberapa bagian jalan sepanjang daerah penelitian. Ciri litologi satuan ini adalah batulanau dengan sisipan batupasir, batulempung dan batubara, yang dapat disebandingkan dengan Formasi Balikpapan (S.Supriatna dan E.Rustandi, 1995). Batulanau: berwarna abu abu hingga abu abu kehitaman, masif, bagian di dekat batubara mengandung nodul oksida besi. Batupasir: warna putih kecoklatan (lapuk), masif, ukuran butir pasir halussedang, subrounded rounded, kekompakan sedang, setempat mengandung nodul oksida besi dan dibeberapa tempat mengandung pita pita batubara (coal strings). Bab II 18

3. Satuan Batupasir Balikpapan Pola sebaran satuan ini membentuk pola melengkung yang berada di bagian selatan satuan batulempung Balikpapan dan bagian utara dari satuan batulanau Balikpapan. Satuan ini secara morfologi menempati bentuk lahan dataran dan perbukitan antiklin menunjam berlereng landai - curam. Singkapan segar terutama dijumpai pada alur - alur sungai, lereng bukit dan beberapa bagian jalan sepanjang daerah telitian. Pola sebaran vertikal satuan ini dicirikan oleh litologi : batupasir kuarsa dengan sisipan batulanau, batulempung dan batubara yang dapat disebandingkan dengan Formasi Balikpapan bagian bawah (S.Supriatna dan E.Rustandi, 1995). Batupasir, warna putih kecoklatan (lapuk: coklat kemerahan), ukuran butir pasir halus kerikil, matrik kuarsa, semen silika, struktur masif, perlapisan, graded bedding dan silang-siur serta dibeberapa tempat mengandung oksida besi dengan sisipan batubara (kilap kusam). Batubara : warna hitam, kilap kusam, pecahan uneven, brittle, setempat mengandung resin serta roof dan floor pada beberapa tempat berupa lanau karbonan. II.2.3 Struktur Geologi Lokal Antiklin Palaran terbentuk akibat suatu gaya (stress) yang mengenai daerah penelitian, dimana gaya terbesar mengenai bagian utara, semakin ke arah selatan gaya tersebut semakin berkurang dan akhirnya berhenti, sehingga menyebabkan terjadinya penunjaman. Bentuk antiklin pada daerah penelitian adalah asimetris, karena pada bagian timur antiklin memiliki kemiringan lapisan lebih besar dari bagian barat. Berdasarkan pengukuran data data lapisan batubara di lapangan, didapati bahwa lapisan batubara pada bagian timur daerah Palaran memiliki kemiringan lebih curam (30-60 ) dibandingkan bagian barat (7-25 ). Sementara pada bagian barat daya dijumpai lapisan batubara pada daerah sesar dengan kemiringan lapisan 68-83. Bab II 19

Tabel II.1 Data jurus dan kemiringan lapisan batubara pada antiklin bagian barat SAYAP BARAT Strike Dip Strike Dip N E/... Strike N... E/... Dip N... E/ 105 7 143 14 167 19 149 7 145 14 230 19 145 8 146 14 132 20 149 9 183 14 139 20 173 9 199 14 154 20 174 9 115 15 164 20 100 10 135 15 168 20 110 10 191 15 173 20 101 11 252 15 232 20 119 11 118 16 100 21 135 11 135 16 118 21 142 11 166 16 142 21 191 11 181 16 153 21 122 12 192 16 189 21 156 12 122 17 132 22 164 12 154 17 142 22 100 13 154 17 232 22 103 13 187 17 120 23 108 13 113 18 152 23 114 13 160 18 135 24 115 13 106 19 146 24 170 13 117 19 160 24 114 14 134 19 200 24 115 14 140 19 121 25 124 14 155 19 167 25 Foto II.4 Kenampakan Seam S pada sayap barat yang memiliki kemiringan landai Bab II 20

Tabel II.2 Data jurus dan kemiringan lapisan batubara pada antiklin bagian timur SAYAP TIMUR Strike Dip Strike Dip N E/... Strike N... E/... Dip N... E/ 7 30 44 39 34 49 37 30 45 40 44 49 50 30 39 40 64 50 40 31 22 40 29 50 35 31 41 41 42 50 55 31 36 41 37 50 58 32 30 41 33 50 39 32 49 42 50 51 50 32 47 42 70 52 44 32 34 43 23 52 21 33 48 44 42 53 60 33 32 44 52 53 47 34 29 44 35 53 38 34 35 45 47 54 62 34 45 45 35 54 19 34 58 45 65 54 38 35 30 45 25 54 45 35 34 46 30 55 36 35 24 46 44 55 39 36 46 47 57 55 49 36 35 47 48 56 304 37 22 47 40 56 21 38 50 48 39 57 54 38 38 48 50 57 53 39 32 48 25 59 12 39 38 49 49 60 Foto II.5. Kenampakan Seam S pada sayap timur yang memiliki kemiringan curam Bab II 21

Tabel II.3 Data jurus dan kemiringan lapisan batubara pada daerah sesar Strike LOKASI SESAR Dip Strike Dip N E/... 62 68 18 72 22 69 190 72 199 70 30 80 24 71 204 83 Foto II.6 : Kenampakan Seam S pada daerah sesar a b 100 cm 85 cm 105 cm Foto II.7 : Kenampakan bidang sesar normal dan gores garis pada lapisan batubara dengan kedudukan : N 54 E/ 78 (a) dan sesar-sesar minor berjenjang sebagai indikasi adanya sesar normal (b). Bab II 22