OBSERVASI AWAN DAN HUJAN MENGGUNAKAN X-DOPPLER RADAR DI SUMATERA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA

AWAN HUJAN DI SERPONG : PENGAMATAN DENGAN BOUNDARY LAYER RADAR

Raindrop size distribution (RDSD) merupakan distribusi butiran hujan per. (Jameson dan Kostinski, 2001). RDSD memiliki banyak kegunaan diantaranya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ISSN Jurnal Fisika Unand Vol. 6, No. 1, Januari 2017

ANALISIS HUJAN DENGAN BOUNDARY LAYER RADAR

ANALISIS STATISTIK PERBANDINGAN TEMPERATUR VIRTUAL RASS DAN RADIOSONDE DI ATAS KOTOTABANG, SUMATERA BARAT SAAT KEGIATAN CPEA CAMPAIGN I BERLANGSUNG

PENGAMATAN AWAN DAN VARIASI CUACA HARIAN MENGGUNAKAN TRANSPORTABLE X-BAND RADAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BADAI TROPIS HAIYAN TERHADAP POLA HUJAN DI INDONESIA

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR

PERBANDINGAN VARIASI DIURNAL DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN HUJAN DI PADANG DAN DI KOTOTABANG

Perbandingan Karakteristik Distribusi Butiran Hujan yang Berasal dari Awan Laut dan Awan Darat di Kototabang

PEMANFAATAN TRANSPORTABLE RADAR CUACA DOPPLER X-BAND UNTUK PENGAMATAN AWAN

ANALISIS HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN RADAR CUACA DI JAMBI (Studi Kasus 25 Januari 2015)

Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.18 No.2, 2017:

ANALISIS PENGARUH EL NINO SOUTHERN OSCILATION (ENSO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTO TABANG SUMATERA BARAT

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA POTENSI CURAH HUJAN BERDASARKAN DATA DISTRIBUSI AWAN DAN DATA TEMPERATURE BLACKBODY DI KOTOTABANG SUMATERA BARAT

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK

PERINGATAN DINI PUTING BELIUNG DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

IDENTIFIKASI KEJADIAN PUTING BELIUNG DENGAN MENGGUNAKAN RADAR CUACA DOPPLER C-BAND DI LOMBOK

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

KLIMATOLOGI BADAI PETIR DI WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA BERDASARKAN OBSERVASI SYNOP TAHUN

ANALISIS PARAMETER RADAR DUAL POLARISASI PADA KEJADIAN HUJAN TANGGAL 14 FEBRUARI 2016 DI WILAYAH DKI JAKARTA

TINJAUAN KEADAAN METEOROLOGI PADA BANJIR BANDANG KOTA PADANG TANGGAL 24 JULI 2012

KEJADIAN POHON TUMBANG DI PANGKALAN BUN TANGGAL 5 APRIL 2017

PROFIL WIND SHEAR VERTIKAL PADA KEJADIAN SQUALL LINE DI SAMUDERA HINDIA PESISIR BARAT SUMATERA

SENSITIVITAS RADAR CUACA DOPPLER C-BAND (CDR) TERHADAP KEJADIAN ANGIN PUTING BELIUNG DI KECAMATAN SIBORONGBORONG TANGGAL 29 JANUARI 2013

ANALISIS PSEUDO-VEKTOR PADA AKTIVITAS KONVEKTIF BENUA MARITIM INDONESIA PSEUDO-VECTOR ANALYSIS ON INDONESIAN MARITIME CONTINENT CONVECTIVE ACTIVITY

OBSERVASI PERTUMBUHAN AWAN DI DAS MAMASA SULAWESI BARAT DENGAN RADAR CUACA

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT

KLIMATOLOGI BADAI PETIR DI WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA BERDASARKAN OBSERVASI SYNOP TAHUN

Simulasi Pelacakan Target Tunggal Untuk Mengetahui Jarak, Sudut Azimuth, Sudut elevasi dan kecepatan target ABSTRAK

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN HUJAN DI PADANG DAN DI KOTOTABANG

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017)

ANALISIS STRUKTUR VERTIKAL MJO TERKAIT DENGAN AKTIVITAS SUPER CLOUD CLUSTERS (SCCs) DI KAWASAN BARAT INDONESIA

KARAKTERISTIK OSILASI CURAH HUJAN DI SUMATRA BARAT BERDASARKAN TRANSFORMASI WAVELET

PEMANFAATAN PRODUK REFLECTIVITY

ANALISIS ANGIN KENCANG DI KOTA BIMA TANGGAL 08 NOVEMBER 2016

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 6

HARIMAU 2010 INTENSIVE OBSERVATIONAL PERIOD (IOP) RAWINSONDE OBSERVATION

PERBANDINGAN CURAH HUJAN HASIL SIMULASI MODEL SIRKULASI UMUM ATMOSFER DENGAN DATA OBSERVASI SATELIT TRMM

PENENTUAN ONSET MONSUN DI WILAYAH INDO-AUSTRALIA BERDASARKAN LOMPATAN ITCZ

ANALISIS AWAN HUJAN DI WILAYAH KOTOTABANG SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN DATA RADAR MISNAWATI

POLA SEBARAN HUJAN DI DAS LARONA

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN DI YOGJAKARTA, SEMARANG, SURABAYA, PROBOLINGGO DAN MALANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN METEOROLOGI TERKAIT HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN SATELIT TRMM, SATELIT MT-SAT DAN DATA REANALISIS (Studi Kasus Banjir di Tanjungpandan)

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

PENERAPAN DISTRIBUSI PELUANG UNTUK IDENTIFIKASI PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN EKSTRIM

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DAN GENANGAN AIR DI KECAMATAN TALAMAU, PASAMAN BARAT TANGGAL 26 NOVEMBER 2016


ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN ES DI KABUPATEN SOLOK TANGGAL 4 JULI 2016

TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016

KAJIAN DAMPAK GELOMBANG PLANETER EKUATORIAL TERHADAP POLA KONVEKTIFITAS DAN CURAH HUJAN DI KALIMANTAN TENGAH.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

PROSPEK IKLIM DASARIAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Update: 01 Februari 2016

ANALISIS EKSTRIM DI KECAMATAN ASAKOTA ( TANGGAL 4 dan 5 DESEMBER 2016 )

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Analisis Hujan Lebat pada tanggal 7 Mei 2016 di Pekanbaru

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

ANALISIS KONDISI ATMOSFER TERKAIT HUJAN LEBAT DI WILAYAH PALANGKA RAYA (Studi Kasus Tanggal 11 November 2015)

ANALISIS KEMUNCULAN AWAN HUJAN BERDASARKAN JENISNYA UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN MODIFIKASI CUACA

(TOPOGRAPHY EFFECT O N THE SIMULATION O F SEASONAL PRECIPITATION IN MARITIM E CONTINENT ( ) USING HadRM3P MODEL AND DATA APHRODITE)

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.17 No.2, 2016:

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI PRAMBON SIDOARJO TANGGAL 02 APRIL 2018

KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF

Pemanfaatan Noise Radar Kapal untuk Pemantauan Curah Hujan Wilayah Lokal

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif

Realisasi Sistem Pemantau Kepadatan Lalu-Lintas Menggunakan Teknologi Radar RTMS G4

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

FENOMENA MADDEN-JULIAN OSCILLATION (MJO) Oleh Rainey Windayati 1) dan Dewi Surinati 2) ABSTRACT

Executive Summary Laporan Kondisi Cuaca di Wilayah Sumatera Barat dan Sekitarnya tanggal September 2009

ANALISIS KLIMATOLOGI BANJIR BANDANG BULAN NOVEMBER DI KAB. LANGKAT, SUMATERA UTARA (Studi Kasus 26 November 2017) (Sumber : Waspada.co.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS KEJADIAN HUJAN SANGAT LEBAT DI CURUG (Studi Kasus Tanggal 9 Februari 2015)

ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DI DUSUN SORIUTU KECAMATAN MANGGALEWA KABUPATEN DOMPU ( TANGGAL 14 NOVEMBER 2016 )

2 BAB II TEORI DASAR

ANALISIS CUACA EKSTRIM NTB HUJAN LEBAT TANGGAL 31 JANUARI 2018 LOMBOK BARAT, LOMBOK UTARA, DAN LOMBOK TENGAH Oleh : Joko Raharjo, dkk

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI SUMATERA BARAT MENGAKIBATKAN BANJIR DAN GENANGAN AIR DI KOTA PADANG TANGGAL 16 JUNI 2016

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

Transkripsi:

OBSERVASI AWAN DAN HUJAN MENGGUNAKAN X-DOPPLER RADAR DI SUMATERA BARAT Wendi Harjupa Stasiun Pengamat Dirgantara Kototabang (SPD) LAPAN Muaro Palupuh, Kanagarian, Kotorantang, Kec. Palupuh, Kab. Agam, Sumatera Barat. Email : wendiharjupa@yahoo.com Abstract XDR (X-Doppler Radar) is a weather radar which is used Doppler effect to measure Object velocity (Cloud and Rain). XDR have been Installed in Sungai puar (0.36_S, 100.41_E, 1121 MSL), agam District, West Sumatera. Range Observation of XDR is about 83 km with antenna azimuth scan 360 degree and antenna elevation is from 0.6 degree until 40 degree. By using DRAFT software which is developed bu Hokkaido University, Japan, RAW data which taken from observation can be changed to XY data, and by using grads, this data will give information to us about PPI, CAPPI, Vertical-Cross Section. Then by using Vis5D we also can figured out two dimensional of cloud. From those data we may know cloud and rain movement pattern in West Sumatera. This is very usefull to study about the weather in West Sumatera Keywords : X-Doppler Radar, DRAFT, Grads, CAPPI, PPI, Vertical Cross Section, Vis5d Abstrak XDR (X-Doppler Radar) adalah radar cuaca yang menggunakan efek Doppler dalam menghasilkan data kecepatan objek (awan dan hujan). XDR telah di Install di daerah Sungaipuar (0.36_S, 100.41_E, 1121 diatas permukaan laut), Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Jarak jangkauan pengamatan XDR adalah sekitar 83 km, dengan scan azimuth antenna 360 derajat dan elevasi antenna dari 0.6 derajat sampai 40 derajat. Dengan menggunakan Software DRAFT yang di kembangkan oleh universitas Hokkaido Jepang, RAW data yang diperoleh dari pengamatan bisa dirubah menjadi data XY yang selanjutnya dengan menggunakan program Grads data tersebut bisa menghasilkan informasi PPI, CAPPI, Vertical-Cross Section, dan dengan menggunakan Vis5d kita juga bisa membuat bentuk awan secara tiga dimensi. Dari data yang di hasilkan maka kita bisa mengetahui pola penyebaran awan dan hujan di daerah Sumatera Barat. Hal ini sangat berguna untuk mempelajari cuaca di Sumatera Barat. Kata kunci : X-Doppler Radar, DRAFT, Grads, CAPPI, PPI, Vertical Cross Section, Vis5d 1. PENDAHULUAN Indonesia terletak di benua maritime yang dapat kita sebut daerah kolam panas dimana aktifitas konvektif sangat intens dari seluruh tempat didunia (Ramage 1968). Konveksi diatas lautan maritime merupakan sebuah sumber panas dominant utnuk sirkulasi atmosfer, dan mempunyai peran penting dalam variasi iklim tropis dan sirkulasi global. Bagaimanapun juga distribusi yang komplek dari beberapa pulau dengan elevasi orografi di daerah ini menyebabkan terjadinya paksaan diurnal yang komplek dari konveksi (e.g., Yang dan Slingo 2001) dan membuat simulasi pengamatan iklim menjadi sulit, sebagai contoh Model Sirkulasi Global (GCM), simulasi oleh Neale dan Slingo (2003) memberikan bukti yang lemah dalam menerangkan variasi hujan harian di wilayah ini. Dengan hasil bias kering yang mengkhawatirkan di wilayah ini dan bias basah di lautan India dan pasifik wilayah konvergensi pasifik Banyak hal yang mempengaruhi iklim di sumatera barat. Mori et al (2004) mengidentifikasi puncak curah hujan bergerak mejauh dari suamtera sebelum bergerak ke 489

pasifik barat (Nitta et al. 1992) menunjukan bahwa pergerakan Super Cloud Culster (SCCs) di blok oleh topografi Sumatera, ketika SCCs tersebut sampai di Sumatera. Di laporkan juga bahwa pergerakan MJO bergabung dengan variasi konveksi harian. Daerah Sumatera Barat yang mempunyai Topografi yang komplek dengan dikelilingi oleh pegunungan mempunyai variasi harian yang komplek dimana awan konvektif yang menjulang dengan sangat tinggi yang menghasilkan hujan besar sangat sering muncul di daerah ini. Hal ini merupakan faktor lain yang mempengaruhi cuaca di daerah Sumatera Barat. Kubota dan Nitta (2001) menemukan variasi hujan harian pada kegiatan Observasi Coupling Process in the Equatorial Atmosphere (CPEA-I), bahwa awan hujan pada siang hari dan awan hujan pada malam hari berbeda. Pada siang hari awah hujan di diminasi oleh tipe Shallow Convektive, dimana terjadi curah hujan yang sangat tinggi dipermukaan. Pada malam hari awan hujan di dominasi oleh tipe stratiform dengan curah hujan yang sedikit dipermukaan. Dengan banyaknya faktor yang mempengaruhi iklim Sumatera Barat maka diperlukan banyak peralatan penelitian untuk pengamatan cuaca. Pengamatan awan dan hujan dengan menggunakan X- Doppler radar telah dilakukan di daerah Sumatera Barat. Dimana X-Doppler radar telah di install di daerah Sungai Puar (0.36_S, 100.41_E, 1121 Diatas permukaan laut). Agam, Sumatera Barat. Lokasi pemasangan X-Doppler radar ini sekitar 20 km tenggara dari SPD kototabang. (0.20_S, 100.32_E). Peta posisi radar dan daerah jangkauannya terlihat pada gambar 1.1. berikut. 2. TEORI DAN METODE Gambar 1.1. Peta Jangkauan Radar Doppler radar adalah peralatan yang menggunakan efek Doppler untuk menghasilkan data kecepatan object. Ini terjadi ketika sinyal microwave di pancarkan ke target yang diinginkan dan menerima pantulan dari objek tersebut. Perbedaan frekuensi dari sinyal yang dikirim dan diterima bisa menentukan pergerakan dari target. XDR (X-Doppler radar) merupakan radar cuaca yang bekerja secara berputar dengan menggunakan sudut-sudut pengamatan yang telah diatur. Radar ini bisa melakukan pengamatan awan, hujan dan salju. Dimana radar ini bisa mendeteksi pergerakan hujan dan mengetahui intensitas hujan. Radar ini menghasilkan data tiga dimensi dari Pantulan dan Kecepatan Doppler setiap 4 menit. Hal ini didapatkan dengan melakukan scan dengan elevasi antenna dari 0.6 o sampai 40 o. Jarak jangkauan pengamatan radar ini adalah sekitar 83 km (Kawashima et al, 2006).. Spesifikasi dari XDR dapat dilihat pada table berikut :. 490

Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer I 2010, 16 Juni 2010, Bandung Tabel 2.1. Spesifikasi XDR. Parameter Frekuensi 9445 Mhz Daya Puncak 40 kw Lebar Pulsa 0.5 us PRF 1800 Hz Lebar Pancaran 1.1 deg Jarak Maksimum 83 km Jarak Sample 250 m Kecepatan rotasi Antena 250 m Kecepatan Nyquist 16 m/s Dari hasil pantulan radar kita dapat menurunkan beberapa informasi yang diperlukan untuk melakukan penelitian tentang awan dan hujan. Berikut adalah beberapa informasi yang dihasilkan oleh pantulan XDR : 2.1. CAPPI (Constant Altitude Plan Position Indicator) CAPPI (Constant Altitude Plan Position Indicator) merupakan tampilan radar pada monitor yang memberikan informasi tentang horizontal cross-section dengan ketinggian tertentu, dimana CAPPI terbentuk dari kumpulan data dari 24 sudut pengamatan radar yang di potong secara horizontal pada ketinggiann tertentu. Contoh pemotongan data tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1. Sedangkan contoh tampilan CAPPI pada monitor di ketinggian 1.5 km dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.1. Sudut pengamatan (http://en. wikipedia.org/wiki/plan_position_indicator). 491

Gambar 2.2. CAPPI pada 1.5Km. (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/constant_altitude_plan_position_indicator) 2.2. PPI (Plan Position Indicator) Data satu buah angle yang berputar seluas 360 derajat kita sebut dengan PPI. Pada Gambar 2.3. diatas dapat kita lihat ada 24 buah sudut pengamatan, yang dapat kita sebut juga ada 24 buah PPI. Tampilan pada monitor 1 buah PPI dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. PPI (http://en.wikipedia.org/wiki/radar_display#plan_position_indicator) Proses terbentuknya PPI ini adalah dimulai dari pengiriman pulsa yang di bentuk di Tranmitter ke Antenna yang selanjutnya di kirim ke atmosfer. Antenna berputar 360 derajat dengan ketinggian tertentu. Echo yang diperoleh dari target akan diterima oleh antenna kembali dan diproses oleh receiver dan seterusnya di tampilkan di layer monitor Komputer pengamatan. 2.3. Horizontal Cross Section Untuk mengetahui struktur vertical dari awan, badai atau level melting layer, kita menggukan data vertical cross section, dimana data ini diperoleh dengan membuat garis lurus secara horizontal dari data CAPPI. 2.4. Vertical Cross Section Untuk mengetahui struktur vertical dari awan, badai atau level melting layer, kita menggukan data vertical cross section, dimana data ini diperoleh dengan membuat garis lurus secara Vertical dari data CAPPI. 492

2.5 Range-Height Indicator (RHI) Data RHI ini diperoleh ketika radar berputar dengan satu arah secara vertical, ini akan mendapatkan data sepanjang arah vertical. Hal ini berbeda dengan Vertical sross section, dimana pada RHI, data tidak diperoleh dari radar yang berputar 360 derajat, tapi hanya satu arah secara vertical. Pada penelitian ini kita menggunakan data pengamatan XDR yang telah di pasang daerah Sungai puar, Agam. Kita mnggunakan data pada proyek penelitian CPEA II. Datadata tersebut diolah dengan menggunakan program khusus disebut dengan DRAFT yang di kembangkan oleh Universitas Hokaido Jepang. Program Draft tersebut di jalankan pada system operasi Vine Linux. Program Draft ini akan merubah Raw data (iris data) hasil pengamatan XDR menjadi rt data. Setelah mendapatkan data rt data, kita rubah menjadi format data xy dengan menggunakan program cappi Data dengan format xy kita plot dengan GRADS untuk melihat PPI (plan position indicator), CAPPI (Constant Altitude Plan Position Indicator), RHI (Range Height Indicator). Dengan menggunakan program lain kita bisa membuat gambar ketinggian awan secara tiga dimensi. Untuk membuat animasi pergerakan awan, kita bisa membuatnya dari beberapa data CAPPI. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. PPI (Plan Posistion Indicator) Gambar 3.1 berikut merupakan PPI hasil pengamatan XDR (a) (b) 493

(c) (d) Gambar 3.1. (a), (b), (c), (d) Data PPI hasil observasi radar. PPI hasil pengamatan XDR terlihat pada Gambar 3.1(a) diatas. Terlihat bahwa pada elevasi 4.1 derajat diperoleh dua buah PPI yaitu data reflectivity radar dan Doppler velocity. Reflectivity merupakan data pantulan dari radar yang mengindikasikan adanya kandungan air (awan dan hujan) yang terpantau oleh radar. Intensitas yang terpantau adalah 20 dbz sampai dengan 40 dbz. Sedangkan profil lain yang terpantau adalah doppler velocity yang merupakan indikator dari kecepatan pergerakan awan dan hujan yang terpantau. Terlihat bahwa pergerakan terpantau dari -8 m/s sampai dengan 8 m/s. Ini menandakan pergerakan objek mendekati radar adalah sekitar 8 m/s dan kecepatan menjauhi radar juga sekitar 8 m/s. Kecepatan objek menjauhi radar didominasi pada kecepatan 6 m/s. Gambar 3.1(b) merupakan PPI reflektivity dan Dopller velocity pada elevasi 5.1 derajat. Terlihat perbedaan pada elevasi 5.1 derajat ini dimana data reflectivity memperlihatkan bahwa pantulan radar dengan intensitas 20 dbz lebih mendominasi. Hal ini berbeda dari Gambar 3.1(a), dimana pentulan dengan intensitas 30 dbz lebih mendominasi. Sedangkan untuk doppler velocity pada Gambar 3.1(b) diperoleh kecepatan pergerakan objek didominasi adalah sekitar 8 m/s menjauhi radar. Reflectivity radar terpantau pada Gambar 3.1(c), yaitu observasi radar pada elevasi 6.3 derajat menunjukan bahwa intensitas pantulan mencapai tingkat 50 dbz, hal ini mengindikasikan bahwa tingkat intensitas kandungan air lebih tinggi pada daerah pengamatan lebih tinggi. Sedangkan doppler velocity pada elevasi 6.3 derajat ini memperlihatkan bahwa kecepatan objek mencapai 8 m/s mendekati radar. Reflectivity awan dan hujan terpantau pada elevasi 7.8 derajat di Gambar 3.1(d) menunjukan bahwa intensitas awan dan hujan berkurang, dimana pantulan terpantau banyak terdapat pada 20 dbz. Hal ini mengindikasikan bahwa intensitas awan dan hujan berkurang seiring dengan bertambahnya elevasi pantauan radar. Sedangkan data doppler velocity memperlihatkan bahwa kecepatan objek pengamatan mencapai 8 m/s di elevasi observasi 7.8 derajat. 494

3.2. CAPPI (Constant Altitude Plan Position Indicator) Hasil CAPPI pada gambar 3.2 berikut. (a) (b) (c) (d) Gambar 3.2. (a), (b), (c), dan (d) : CAPPI data CAPPI merupakan data pengamatan radar pada ketinggian tertentu, dimana data CAPPI ini diperoleh dari data PPI pada elevasi beragam. Data PPI dengan elevasi beragam tersebut di potong secara horizontal pada ketinggian tertentu, sehingga CAPPI bisa juga disebut sebagai Horizontal-Cross section. Gambar 3.2.1(a) merupakan data PPI yang dipotong secara horizontal pada ketinggian 3 km. Terpantau bahwa pada 0.4N sampai 0.5S didapatkan data reflectivity dari objek. Reflectivity terpantau dari -10 dbz sampai dengan 35 dbz. Selanjutnya pada gambar 3.2.1(b), (c) dan (d) terlihat bahwa objek terpantau untuk ketinggian 3.5 km, 4 km dan 4.5 km tidak terlalu berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa bentuk struktur awan dari ketinggian 3 km sampai dengan 4.5 km hampir sama. 3.3. Vertical Cross Section Gambar 3.3 merupakan bentuk potongan data PPI yang dipotong secara vertikal. Data PPI dari beberapa lapisan di potong secara tegak lurus. Dari Gambar 3.3 tersebut terlihat bahwa tinggi objek terpantau oleh radar mencapai 10 km. Tetapi intensitas objek tidak merata sampai ketinggian 10 km. Hal ini mengindikasikan bahwa awan atau hujan pada tiap lapisan sampai ketinggian 10 km tidak sama. Dengan menggunakan data ini kita akan bisa memperlajari fisika awan dan hujan secara mikro di daerah sumatera barat. 495

Gambar 3.3. Vertical Cross Section. 3.4. Bentuk 3 Dimensi Awan Awan dan hujan atau butir air yang terpantau yang terpantau oleh radar dapat di buat bentuk 3 dimensinya. Hal ini bisa kita lihat pada Gambar 3.4, berikut : Gambar 3.4. Bentuk awan dan hujan tiga dimensi Dari data CAPPI satu kolom (35 lapisan) kita bisa mendapatkan data bentuk awan dan hujan. Hal tersebut terlihat pada Gambar 3.4 diatas. Terlihat bahwa objek terpantau radar kita plot menjadi bentuk tiga dimensi. Dari gambar tersebut bisa kita secara jelas struktur kandungan air dari satu volume pengamatan radar. 4. KESIMPULAN Dari hasil yang diperoleh pada bab pembahasan diperoleh bahwa X-Doppler radar (XDR) merupakan radar cuaca untuk pengamatan awan, hujan dan salju yang bekerja secara berputar sejauh 360 derajat dengan menggunakan sudut elevasi tertentu. Data RAW (IRIS) dari hasil pengamatan radar dirubah ke dalam format XY dengan menggunkan software DRAFT, selanjutnya data dengan format XY dapat diplot dengan menggunakan GRADS. Beberapa hasil yang diperoleh dari hasil pengamatan XDR adalah PPI, CAPPI dan vertical cross section. Data yang diperoleh oleh XDR bisa membantu peneliti untuk meneliti iklim di Sumatera Barat 496

UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Yasushi Fujiyoshi dan Mr. Chusei Fujiwara atas pelatihan pengolahan data XDR dan atas data pengamatan XDR. Terima kasih juga untuk semua pihak yang membantu pembuatan makalah ini. DAFTAR RUJUKAN M. Kawashima, Y. Fujiyoshi, M. Ohi, T. Honda, T. Kozu, T. Shimomai, and H. Hashiguchi, 2006 : Overview of Doppler Radar Observations of Precipitating Cloud Systems in Sumatera Island During the First CPEA Campaign. J. Meteor. Soc. Japan, 84A, 33-56. Ramage, C.S., 1968: Role of a tropical maritime continent in the atmospheric circulation. Mon. Wea. Rev., 96, 365 370 Yang, G.-Y., and J. Slingo, 2001: The diurnal cycle in the Tropics. Mon. Wea. Rev., 129, 784 801. Mori, S., J.-I. Hamada, Y.I. Tauhid, M.D. Yamanaka, N. Okamoto, F. Murata, N. Sakurai, and T. Sribimawati, 2004: Diurnal land-sear rainfall peak migration over Sumatera Island, Indonesia maritime continent observed by TRMM satellite and intensive rawinsonde soundings. Mon. Wea. Rev., 132, 2021 2039. Kubota, H., and Ts. Nitta, 2001: Diurnal variations of tropical convection observed during the TOGA-COARE. J. Meteor. Soc. Japan, 79, 815 830. Nitta, Ts., T. Mizuno, and K. Takahashi, 1992: Multi-scale convective systems during the initial phase of the 1986/87 El Nino. J. Meteor. Soc. Japan, 70, 448 466 Neale, R., and J. Slingo, 2003: The Maritime Continent and its role in the global climate: A GCM study. J. Climate, 16, 834 848 http://en.wikipedia.org/wiki/plan_position_indicator, Diakses 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/constant_altitude_plan_position_indicator, Diakses 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/radar_display#plan_position_indicator, Diakses 2010. 497