BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia neonatorum merupakan kejadian gagal bernapas secara spontan dan teratur pada bayi baru lahir. Kelainan ini ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (IDAI, 2004). Asfiksia neonatorum memiliki angka kejadian yang tinggi di negara berkembang dan berkaitan dengan pelayanan antenatal yang kurang memadai. Di Indonesia, kejadian asfiksia neonatorum berkisar antara 3-5% dari jumlah kelahiran. Diperkirakan 250.000 bayi baru lahir mengalami asfiksia setiap tahunnya (Alisjahbana, 2003). Beberapa organ yang dapat mengalami disfungsi akibat asfiksia neonatorum adalah otak, paru, hati, ginjal, jantung, saluran cerna, dan sistem hematologi (Manoe, 2003). Gangguan organ organ tersebut salah satunya adalah otak. Gangguan iskemia pada otak dapat juga memberikan sinyal pada tubuh untuk merubah sitokin sitokin dalam tubuh (Aly et al, 2005). Perubahan sitokin tersebut salah satunya berperan dalam proses imun pada neonatus dan proses peradangan pada tubuh neoantus yang akan berdampak pula pada kejadian sepsis (Fotopoulus et al, 2005). Diagnosis Asfiksia sulit ditegakkan dan prosedur standar baku yang diberlakukan saat ini adalah prosedur analisis gas darah dari arteri umbilikalis yang bersifat invasif (Antonucci, 2014). Beberapa modalitas lain dapat 1
2 digunakan untuk mendiagnosis asfiksia diantaranya adalah nilai APGAR atau skor APGAR tetapi metode ini dinilai tidak spesifik mengingat banyak hal yang tidak terkait asfiksia yang dapat mempengaruhi hasil dan skor (Antonucci,2014). Sepsis merupakan salah satu penyebab terbanyak terkait mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir baik yang cukup bulan maupun yang kurang bulan (Shah, 2014). Bayi dengan asfiksia, memerlukan tindakan resusitasi dengan berbagai metode sesuai dengan tingkat keparahannya. Tindakan resusitasi yang dilakukan untuk meonolong bayi, ternyata dapat juga menimbulkan luaran lain yaitu infeksi yang dapat berakhir pada kejadian sepsis (Anantharaj et al, 2011). Bayi dengan asfiksia merupakan salah satu faktor resiko untuk kejadian sepsis (Leal, 2012). Hal ini dapat terjadi karena pada bayi dengan asfiksia dapat terjadi gangguan sitokin yang berperan dalam proses imun dan peradangan dari bayi (Fotopoulus et al,2005). Selain hal tersebut, juga dapat terjadi perubahan hematologi yaitu neutropenia pada bayi yang mengalami asfiksia (Engle dan Rosenfeld, 1984). Perubahan perubahan pada bayi tersebut membuat bayi dengan asfiksia menjadi rentan atau berisiko untuk mengalami kejadian sepsis (shah, 2014). Setiap bayi yang mengalami asfiksia membutuhkan resusitasi segera. Resusitasi dilakukan bertahap sesuai dengan kebutuhan bayi. Tahap-tahap resusitasi meliputi fase inisiasi, ventilasi, kompresi dada, dan medikasi atau penambahan volume cairan tubuh bayi. Semakin lanjut tahapan yang diambil, semakin menunjukkan keparahan dari asfiksia yang terjadi (Perlman, 2010).
3 Keparahan asfiksia tersebut akan berhubungan dengan luaran kejadian sepsis yang mungkin didapat oleh penderita (Shah, 2014). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengamati hubungan tahapan resusitasi dengan luaran asfiksia yaitu kejadian sepsis. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat hubungan antara tahapan resusitasi terhadap kejadian sepsis pada pasien bayi baru lahir? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tahapan resusitasi terhadap kejadian gangguan sepsis pada pasien asfiksia neonatorum 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diantaranya: 1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petugas kesehatan, peneliti, maupun mahasiswa sebagai tambahan pengetahuan mengenai hubungan tahapan resusitasi dengan kejadian sepsis. Membuktikan hubungan tahapan resusitasi dengan kejadian sepsis sehingga dapat menerapkan pentatalaksanaan yang baik 1.4.2 Bagi masyarakat Hasil penelitian ini akan digunakan sebagai dasar dari penyedia layanan kesehatan khususnya untuk tindakan persalinan untuk lebih mempersiapkan alat
4 bantu penangan maupun tindakan pencegahan (antibiotik profilaksis) pada bayi yang dilakukan resusitasi sesuai dengan tahapannya. Menjadi suatu bahan pertimbangan untuk persiapan pentatalaksanaan sepsis pada neonatus yang mendapat tindakan resusitasi Menjadi bahan pertimbangan untuk mengkontrol infeksi nosokomial pada pentatalaksanaan neonatus dengan asfiksia. 1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan peneliti didapatkan hasil seperti tabel berikut Tabel 1. Keaslian Penelitian Nomer Nama pengarang,tah un Judul Hasil Perbedaan 1. Utomo, 2010 Neonaral Menghubungka Bayi yang Sepsis in n Kejadian diteliti Low Birth sepsis yang hanya yang Weight terjadi pada mengalami Infants in Dr. bayi berat lahir berat lahir Soetomo rendah rendah, General Hospital dengan/tanpa asfiksia. variabel bebas berbeda.
5 2. Engle et al,. Neutropenia Mehubungkan Variabel 1984 in High Risk bayi kurang bebas dan Neonates bilan variabel dengan/tanpa terikat. asfiksia dengan neutropenia 3. Fotopoulus et Inflammator Mehubugkan Variabel al,. 2005 y chemokine kejadian bebas, dan expression in asfiksia denga setting the infeksi pengambila peripheral nosokomial n sampel. blood of neonates with perinatal asphyxia and perinatal or nosocomial infections dengan sepsis luaran