BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang merupakan tanaman serbaguna, sebab semua bagian tanamannya mulai dari bunga, buah, daun, batang hingga akarnya dapat dimanfaatkan. Buah pisang merupakan salah satu komoditas holtikultura yang banyak dijumpai dan penyebaranya merata di seluruh Indonesia dengan nama yang beragam, misalnya gedang di daerah Jawa, galuh di daerah Sumatra, harias di daerah Kalimantan, pitah di daerah Maluku, dan nando di daerah Papua. Beragam nama buah pisang tersebut dapat menjadi bukti jika buah pisang merupakan salah satu buah yang keberadaanya tersebar di seluruh Indonesia. Buah pisang merupakan salah satu buah unggulan yang sangat popular di masyarakat karena mudah dibudidayakan dan dapat dikonsumsi kapan saja dan oleh siapa saja untuk semua tingkatan usia. Ada beberapa alasan mengapa pisang menjadi buah unggulan di Indonesia, yaitu secara teknis mudah ditanam, pohon cepat tumbuh, cepat berkembang biak dan hanya butuh waktu sekitar 10 hingga 12 bulan untuk berproduksi, serta dapat ditanam sebagai tanaman sela, batas pagar sekitar rumah dan ditanam di kebun. Pisang merupakan buah yang memiliki tekstur lunak jika sudah masak, oleh karena itu buah pisang cenderung bersifat mudah rusak dan busuk. Penanganan pasca panen dan alternatif pengolahan buah pisang menjadi sangat penting dilakukan untuk menjaga kualitas buah tetap baik sehingga produk yang 1
dihasilkan dapat diterima oleh konsumen. Terdapat berbagai cara pengolahan pisang seperti dibuat keripik, tepung pisang, kue serta sale pisang. Sale pisang merupakan salah satu bentuk olahan pisang setengah kering yang dibuat melalui proses pengeringan (dengan atau tanpa pengasapan) sampai kadar air tertentu. Pengeringan dapat dilakukan atau dengan alat pengering (oven) (Satuhu, 1992). Berdasarkan proses produksinya, dikenal ada dua macam sale pisang yaitu sale pisang basah (tanpa proses penggorengan) dan sale pisang kering (dengan proses penggorengan). Sifat-sifat penting yang sangat menentukan mutu sale pisang adalah warna, rasa, bau, kerenyahan, dan ketahanan daya simpannya. Sifat tersebut dipengaruhi oleh cara pengolahan, pengepakan, serta penyimpanan produknya. Pada proses pembuatan sale kering irisan pisang dijemur hingga setengah kering, selanjutnya dibalur atau dicelup dalam adonan tepung tertentu kemudian digoreng. Seperti halnya pada produk gorengan lain misalnya peyek, pisang goreng, ayam goreng, tempe goreng dan lainnya, formulasi dan komposisi adonan yang digunakan sangat menentukan sifat produk akhirnya. Penggunaan satu macam tepung saja biasanya kurang menghasilkan produk gorengan yang baik seperti yang diharapkan, sehingga perlu dilakukan pencampuran dengan tepung yang lain. Hal ini dikarenakan setiap tepung mempunyai komposisi amylosaamylopektin yang berbeda, sehingga sifat produk yang dihasilkan juga berbeda. Penggunaan adonan tepung beras saja, biasanya menghasilkan produk gorengan yang cenderung keras tidak renyah. Penggunaan adonan tepung beras saja, biasanya menghasilkan produk gorengan yang cenderung berminyak. Penggunaan 2
adonan tapioka saja, cenderung menghasilkan gorengan yang renyah tetapi cepat melempem karena sangat higroskopis. Oleh karena itu biasanya setiap pengusaha produk gorengan mempunyai formulasi adonan sendiri-sendiri. Sehubungan dengan hal itu maka perlu diketahui formulasi adonan yang paling sesuai untuk produk sale pisang, yaitu apa jenis tepung yang sesuai dan berapa komposisi penyusunnya. Di Indonesia terdapat berbagai jenis pisang dengan kenampakan fisik, warna, tekstur dan rasa yang berbeda, namun hanya beberapa jenis pisang saja yang buahnya enak dimakan, baik dikonsumsi secara langsung maupun dengan pengolahan tertentu. Jenis pisang tersebut adalah Pisang Ambon Kuning, Pisang Ambon Lumut, Pisang Barangan, Pisang Badak, Pisang Raja Besar, Pisang Kepok Kuning, Pisang Susu, Pisang Tanduk dan Pisang Nangka. Diantara jenis pisang tersebut, beberapa diantaranya yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan sale adalah pisang Kepok, pisang Raja, pisang Raja Nangka, pisang Tanduk, pisang Uli, dan pisang Raja Bandung (Santoso,1995). Pisang Uter merupakan salah satu jenis pisang yang banyak tumbuh di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Pisang yang merupakan salah satu kultivar dari Musa paradisiaca L. ini mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh baik di berbagai jenis lahan. Sayangnya didalam buah pisang ini terdapat biji yang berwarna hitam, sehingga pisang jenis ini kurang diminati dan harganya sangat murah di pasaran. Sebagai gambaran, harga pisang Raja per sisir di pasaran mencapai Rp. 15,000.00 dan pisang Kepok Rp. 10,000.00, sedangkan pisang Uter hanya Rp. 3,000.00-Rp. 5,000.00 saja. Harga ini pasti jauh lebih murah di tingkat 3
petani. Hal tersebut menjadikan masyarakat kurang menghargai pisang Uter dan cenderung membiarkan pisang Uter tumbuh liar atau tidak dibudidayakan dengan baik. Terlepas dari adanya biji hitam dalam buah pisang Uter, sebetulnya buah pisang Uter juga manis rasanya tidak kalah dengan rasa buah pisang lainnya. Selain itu, ukuran buahnya juga relatif cukup besar sebanding dengan ukuran pisang Raja. Oleh karena itu sangat disayangkan apabila potensi yang cukup besar tersebut hanya disia-siakan dan tidak dimanfaatkan secara maksimal. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini dipilih pisang Uter sebagai bahan dasar sale pisang untuk meningkatkan nilai ekonomisnya. Perlakuan yang dikaji adalah berapa rasio tepung beras dan tapioka pada tepung penyalut yang mampu menghasilkan sale kering atau sale goreng yang disukai panelis. Tinjauan analisis sifat-sifatnya meliputi karakteristik sifat fisik, kimia, sensoris dan analisis ekonominya (BEP dan B/C rasio). 1.2. Rumusan Masalah Pisang Uter merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan memiliki nilai ekonomis yang rendah. Oleh karena itu, dengan mengolahnya menjadi sale pisang diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis pisang jenis tersebut. Formulasi dan komposisi adonan penyalut produk gorengan sangat menentukan kualitas produk akhirnya. Penggunaan satu macam tepung saja biasanya kurang menghasilkan produk gorengan yang baik seperti yang diharapkan, sehingga perlu dilakukan pencampuran dengan tepung yang lain. 4
Untuk meningkatkan kerenyahannya, dalam penelitian ini akan dilakukan pencampuran tepung beras dengan tapioka. Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka permasalahan spesifik yang perlu dijawab adalah : a. Bagaimana pengaruh rasio penambahan tepung beras dan tepung tapioka pada adonan penyalut terhadap sifat fisik, kimia dan sensoris sale goreng dari pisang Uter yang dihasilkan? b. Bagaimana analisa kelayakan usaha sale goreng dari pisang Uter secara ekonomi? 1.3. Tujuan Penelitian a) Mengetahui pengaruh rasio penambahan tepung beras dan tepung tapioka pada adonan penyalut terhadap sifat fisik, kimia dan sensoris sale goreng dari pisang Uter yang dihasilkan. b) Mengetahui kelayakan usaha pengolahan sale goreng dari pisang Uter secara ekonomis berdasarkan perhitungan BEP dan B/C ratio. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Formulasi adonan tepung penyalut yang dihasilkan dapat digunakan sebagai informasi atau acuan bagi industri pengolahan sale pisang yang telah ada. 5
b. Hasil analisis ekonomi yang diperoleh diharapkan dapat sebagai gambaran dan bahan evaluasi kelayakan usaha calon pengusaha baru sale pisang goreng (kering). 6