HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan

Gambar 8. Lokasi Peternakan Arawa (Ayam Ketawa) Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor

Gambar 1. Ayam Kampung Betina dan Ayam Kampung Jantan

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Kuswardani (2012) Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B) Sumber: Candrawati (2007)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG DI CIAMIS, TEGAL DAN BLITAR SKRIPSI MURBANDINI DWI WIDIHASTUTI

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

PERBEDAAN MORFOMETRIK PERMUKAAN TUBUH AYAM KAMPUNG CIAMIS, TEGAL DAN BLITAR BERDASARKAN VARIABEL PEMBEDA PERMUKAAN LINEAR TUBUH

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

MATERI DAN METODE. Prosedur

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

IV HASIL dan PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI

Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon. Rumus: T 2 = X X S X X

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

STUDI MORFOMETRIK PENDUGAAN BOBOT BADAN AYAM KAMPUNG DI CIAMIS TEGAL DAN BLITAR MELALUI ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA SKRIPSI INDAH NOVATRIAN PUTRI

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

PROFIL SANITASI SAAT INI

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

IV KONDISI UMUM TAPAK

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km

IV. METODE PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

PERBANDINGAN MORFOMETRIK UKURAN TUBUH AYAM KUB DAN SENTUL MELALUI PENDEKATAN ANALISIS DISKRIMINAN

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2).

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

PENDAHULUAN. ( Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

BAB I PENDAHULUAN. Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Ciamis Jawa Barat Kabupaten Ciamis terletak di provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan di sebelah utara, Kabupaten Tasikmalaya di sebelah barat, Provinsi Jawa Tengah di sebelah timur dan Samudra Indonesia di sebelah selatan. Luas total dari Kabupaten Ciamis adalah 244.479 ha dan secara geografis terletak pada 108 0 20 108 0 40 B dan 7 0 40 0 7 0 41 0 LS. Kabupaten Ciamis merupakan daerah yang baik untuk pengembangan pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan dan pariwisata. Jenis tanah yang mendominasi Kabupeten Ciamis adalah tanah latosol, podsolik, aluvial dan grumusol (Dinas Provinsi Jawa Barat, 2010). Kabupaten Ciamis terletak pada ketinggian 731 mdpl. Suhu udara di Kabupaten Ciamis berkisar 21-31 C; kelembaban sebesar 58-93% dan kecepatan angin sebesar 20 km/jam (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, 2012). Kabupaten Ciamis sangat berpotensi untuk pengembangan ayam Kampung karena populasi ayam Kampung di daerah ini cukup banyak, yaitu 2814759 ekor (Badan Pusat Statistik, 2010). Gambar 10 menyajikan denah lokasi penelitian di daerah Sindangrasa dan Imbanagara Kabupaten Ciamis. Salah satu daerah pengembangan ayam Kampung di Kabupaten Ciamis adalah daerah Sindangrasa dan Imbanaraga. Kedua daerah ini dijadikan pusat ayam Kampung di bawah pengawasan HIMPULI (Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia). Ayam Kampung di daerah ini merupakan ayam dwiguna (sebagai pedaging dan petelur). Sebagian besar masyarakat di kedua daerah tersebut masih memelihara ayam Kampung sebagai tabungan hidup dan untuk menyalurkan hobi, sehingga kepemilikan ayam Kampung berjumlah tidak terlalu banyak. Kandang ayam Kampung dibuat sederhana dan diletakkan di belakang rumah. Sistem pemeliharaan ayam Kampung di daerah Ciamis bersifat semi intensif. Pelepasan ayam sepanjang hari setelah ayam diberi makan pada pagi hari dan ayam akan kembali menjelang sore hari. Pakan yang diberikan pada ayam Kampung di daerah Ciamis berupa limbah dapur ditambah dengan dedak padi. Terdapat pula beberapa jenis tanaman di sekitar rumah peternak seperti pohon mangga, rambutan,

pisang, jati dan pohon bambu yang digunakan ayam sebagai sumber pakan. Selain itu, naungan pohon bambu juga digunakan untuk tempat berlindung dari terik matahari dan hujan. Pemberian vitamin antistres juga dilakukan oleh beberapa warga yang memiliki ayam Kampung, terutama pada jumlah banyak. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian Sumber: Google Earth (2012) Gambar 10. Peta Lokasi Penelitian di Daerah Sindangrasa dan Imbanagara Kabupaten Ciamis Kabupaten Tegal Jawa Tengah Jawa Tengah merupakan provinsi yang memiliki populasi ayam Kampung terbanyak di Pulau Jawa (Badan Pusat Statistik, 2010). Salah satu daerah penyebaran ayam Kampung di Jawa Tengah adalah Kabupaten Tegal dengan populasi ayam Kampung sebanyak 2448752 ekor. Kecamatan Mejasem Timur merupakan salah satu daerah di Kabupaten Tegal yang memiliki potensi ayam Kampung yang cukup tinggi. Sebagian besar warga masyarakat daerah tersebut memelihara ayam Kampung walaupun hanya dalam skala rumah tangga. Ayam Kampung dipelihara hanya dijadikan sebagai tabungan hidup. Gambar 11 menyajikan denah lokasi penelitian di daerah Mejasem Timur Kabupaten Tegal. 50'41" Kabupaten Tegal terletak antara 108 0 57'6" - 109 0 21'30" BT dan antara 60 0 7 0 15'30" LS. Daerah ini memiliki lokasi yang strategis dengan fasilitas pelabuhan karena terletak pada jalur Semarang Tegal Cirebon serta Semarang Tegal Purwokerto dan Cilacap. Kabupaten Tegal memiliki luas total 878,79 Km 2 22

yang terbagi atas tiga daerah yaitu daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi. (Pemerintah Kabupaten Tegal, 2011). Kabupaten Tegal memiliki ketinggian 1200-2050 mdpl. Rata-rata suhu udara daerah Tegal adalah 23-32 C dengan kelembaban sebesar 55-88% serta memiliki kecepatam angin sebesar 25 km/jam (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, 2012). Lokasi Penelitian Sumber: Google Earth (2012) Gambar 11. Peta Lokasi Penelitian di Daerah Mejasem Timur Kabupaten Tegal Pemeliharaan ayam Kampung di Kecamatan Mejasem Timur dilakukan secara semi intensif. Ayam tidak dikandangkan khusus tetapi diberi naungan untuk beristirahat pada malam hari. Naungan dapat berupa rumah kosong yang tidak digunakan, gudang bahkan sudut-sudut dapur yang juga tidak banyak digunakan. Kurungan ayam juga digunakan untuk mempermudah penanganan. Ayam Kampung diberi pakan limbah rumah tangga ditambah dengan dedak padi; yang diberikan pada pagi hari sebelum dilepas. Ayam dilepas untuk mencari makan sendiri di areal sekitar rumah atau pekarangan dan area persawahan. Pekarangan rumah ditanami pohon mangga, pohon pisang, tanaman pagar dan tanaman bunga. Kabupaten Blitar Jawa Timur Kabupaten Blitar merupakan daerah yang memiliki populasi ayam Kampung terbanyak di wilayah Jawa Timur menurut data Badan Pusat Statistik (2010) dengan populasi sebanyak 2039460 ekor. Salah satu daerah pengembangan usaha ayam Kampung di Blitar adalah di daerah Duren Kecamatan Talun. Kabupaten Blitar terletak di kawasan selatan Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Samudera 23

India pada 111 0 40 112 0 10 B dan 7 0 58 8 0 9 51 LS dengan luas total 1.588,79 km 2 (Pemerintah Kabupaten Blitar, 2011). Kabupaten Blitar terletak di ketinggian 150 mdpl. Suhu rata-rata Kabupaten Blitar adalah 20-30 C dengan kelembaban sebesar 60-92% serta memiliki kecepatam angin sebesar 35 km/jam (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, 2012). Gambar 12 menyajikan denah lokasi penelitian di daerah Duren Kabupaten Blitar. Lokasi Penelitian Sumber: Google Earth (2012) Gambar 12. Peta Lokasi Penelitian di Daerah Duren Kabupaten Blitar Tanah di Kabupaten Blitar merupakan tanah regolos yang berwarna abu-abu kekuningan, bersifat masam, gembur dan peka terhadap erosi (Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Timur, 2010). Kabupaten Blitar berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah usaha pertanian dan peternakan. Kesuburan tanah Kabupaten Blitar merupakan sumbangan dari aktivitas Gunung Kelud dengan 32 aliran sungai yang menopang kesuburan areal persawahan, sehingga sumber pakan tersedia sepanjang tahun (Pemerintah Kabupaten Blitar, 2011). Peternakan ayam Kampung di daerah Duren berskala rumah tangga yang yang dipelihara secara semi intensif dengan jumlah kepemilikan ayam Kampung berkisar 1 10 ekor. Beberapa rumah tangga memiliki ayam Kampung lebih dari 10 ekor yang dimanfaatkan sebagai indukan dan sebagai hobi. Ayam dilepas setelah diberi makan pada pagi hari dan dibiarkan sampai dengan kembali ke kandang pada sore hari. Ayam dibiarkan mencari makan secara bebas di sekitar area rumah yang banyak ditumbuhi pohon pisang, pohon mangga, pohon jati dan tanaman bunga. 24

Terdapat pula ayam yang ditempatkan sepanjang hari dengan pakan yang selalu disediakan tetapi ayam masih diberikan kebebasan untuk bergerak di dalam area rumah yang diberi pembatas meskipun beratapkan langit. Bangunan tidak permanen berukuran kecil digunakan ayam untuk beristirahat pada saat berlindung dari hujan dan terik matahari. Bangunan tersebut dibuat dari bambu dengan desain sederhana yang diletakkan di belakang rumah. Pakan yang diberikan berupa limbah dapur yang diberi tambahan dedak padi dan jagung. Vitamin antistres terkadang juga diberikan pada ayam Kampung tersebut. Analisis Statistik Deskriptif Hasil analisis deskriptif pengukuran panjang femur (X 1 ), panjang tibia (X 2 ), panjang shank (X 3 ), lingkar shank (X 4 ), panjang sayap (X 5 ), panjang maxilla (X 6 ), tinggi jengger (X 7 ) dan panjang jari ketiga (X 8 ) ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar; disajikan pada Tabel 3. Ayam Kampung dibedakan menjadi jantan dan betina. Tabel 4 menyajikan rekapitulasi urutan kelas ukuran-ukuran linear permukaan tubuh berdasarkan Tabel 3. Hasil pengukuran beberapa variabel pada tubuh ayam Kampung pada masing-masing lokasi pengamatan menunjukkan bahwa secara umum ukuran linear permukaan tubuh ayam jantan lebih besar. Soeparno (2005) menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan pada ternak. Jenis kelamin yang berbeda menghasilkan hormon kelamin yang berbeda yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan. Herren (2012) juga menyatakan bahwa hormon testostron pada dosis rendah mampu meningkatkan pelebaran epiphysis tulang dan membantu kerja hormon pertumbuhan, sedangkan hormon estrogen justru menghambat pertumbuhan kerangka. Testosteron pada jantan berperan sebagai steroid dari androgen yang memicu pertumbuhan yang lebih cepat. Sulandari et al. (2007 b ) menyatakan bahwa ayam Kampung merupakan ayam tipe dwiguna, karena peternak menyeleksi ke arah pedaging dan petelur. Seleksi ke arah pedaging berdasarkan bobot badan, sedang seleksi ke arah petelur berdasarkan produksi telur. Seleksi ke arah pedaging diperlihatkan dengan hasil keragaman yang relatif rendah pada sifat-sifat ukuran linear permukaan tubuh yang berkorelasi erat dengan bobot badan. Hasil penelitian Kusuma (2002) menyatakan korelasi positif antara bobot badan dan panjang femur (X 1 ), antara bobot badan dan panjang 25

tibia(x 2 ), antara bobot badan dan panjang shank (X 3 ); berturut-turut sebesar 0,396; 0,761 dan 0,706. Tabel 3. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Variabel-Variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh pada Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Ciamis, Tegal dan Blitar Variabel Ciamis (n=101) Tegal (n=109) Blitar (n=118) n=45 n=56 n= 0 n=89 n=38 n=80 ----------------------------------------(mm)----------------------------------------- Panjang Femur (X 1 ) Panjang Tibia (X 2 ) Panjang Shank (X 3 ) Lingkar Shank (X 4 ) Panjang Sayap (X 5 ) Panjang Maxilla (X 6 ) Tinggi Jengger (X 7 ) Panjang Jari Ketiga (X 8 ) 127,39 ± 15,53 (12,19%) 162,11 ± 16,12 (9,95%) 103,22 ± 10,82 (10,48%) 52,63 ± 7,03 (13,36%) 163,55 ± 18,55 (11,34%) 36,36 ± 5,05 (13,89%) 26,55 ± 15,10 (56,87%) 62,16 ± 7,55 (12,15%) 120,12 ± 18,50 (15,40%) 142,64 ± 20,55 (14,41%) 85,48 ± 11,94 (13,97%) 44,82 ± 3,86 (8,61%) 154,67 ± 20,48 (13,24%) 32,86 ± 3,63 (11,04%) 10,76 ± 6,13 (56,99%) 53,72 ± 7,05 (13,12%) 129,45 ± 16,32 (12,61%) 152,70 ± 17,75 (11,62%) 99,10 ± 10,59 (10,68%) 48,85 ± 5,70 (11,66%) 154,06 ± 15,06 (9,77%) 32,46 ± 6,04 (18,59%) 19,23 ± 9,70 (50,42%) 64,33 ± 7,43 (11,54%) 117,63 ± 16,45 (13,98%) 137,86 ± 15,48 (11,23%) 82,04 ± 7,89 (9,62%) 41,83 ± 3,96 (9,45%) 139,96 ± 16,11 (11,51%) 30,41 ± 4,80 (15,78%) 10,58 ± 5,60 (52,95%) 54,46 ± 5,90 (10,84%) 129,57 ± 17,29 (13,34%) 170,02 ± 16,31 (9,59%) 114,95 ± 10,42 (9,06%) 53,08 ± 6,62 (12,48%) 151,75 ± 19,70 (12,98%) 37,11 ± 4,44 (11,97%) 18,79 ± 8,36 (44,47%) 71,35 ± 5,48 (7,68%) 118,12 ± 16,62 (14,07%) 146,02 ± 13,33 (9,13%) 88,18 ± 8,88 (10,07%) 43,40 ± 3,64 (8,39%) 148,12 ± 16,56 (11,18%) 32,52 ± 4,03 (12,40%) 7,85 ± 3,26 (41,55%) 60,79 ± 7,01 (11,53%) Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; n menunjukkan jumlah sampel (ekor) Uraian berikut ini menyajikan kondisi masing-masing populasi ayam Kampung yang diamati berdasarkan nilai rataan dan koefisien keragaman variabel linear permukaan tubuh pada masing-masing lokasi pengamatan (Tabel 4). Lingkar 26

Tabel 4. Urutan Kelas Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh yang Berkorelasi dengan Produksi Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan yang Berbeda Variabel Jantan Betina Ciamis Tegal Blitar Ciamis Tegal Blitar Panjang Femur 3* 2 1 1 3* 2 Panjang Tibia 2 3 1* 2 3 1* Panjang Sayap 1 2* 3 1 3 2* Keterangan: tanda (*) adalah ukuran linear yang terseleksi; 1=besar; 2=sedang; 3=kecil shank (X 4 ) tidak berhubungan langsung dengan produksi daging dan telur. Lingkar shank (X 4 ) dihubungkan dengan kemampuan unggas menopang tubuh (Mulyono et al., 2009). Keragaman lingkar shank (X 4 ) pada ayam betina pada masing-masing lokasi pengamatan ditemukan lebih rendah dibandingkan ayam jantan. Hal yang sama juga pada rataan ukuran lingkar shank (X 4 ). Ukuran lingkar shank (X 4 ) ayam betina lebih kecil dibandingkan ayam jantan. Keseragaman yang tinggi pada ukuran lingkar shank (X 4 ) menunjukkan bahwa ukuran lingkar shank (X 4 ) telah terseleksi sebagai akibat dari seleksi tidak langsung terhadap sifat produksi telur. Betina dengan bobot badan rendah memiliki lingkar shank (X 4 ) yang rendah pula. Pada pengamatan ini secara tidak langsung peternak telah menyeleksi lingkar shank (X 4 ) atau lingkar shank (X 4 ) telah terseleksi. Ayam betina yang berproduksi telur tinggi memiliki ukuran tubuh kecil atau memiliki bobot yang ringan. Korelasi antara produksi telur dan bobot badan ditemukan negatif (Nestor et al., 2000). Secara tidak Tabel 5. Urutan Kelas Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh yang Berkorelasi dengan Daya Adaptasi (Seleksi Alam) pada Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan yang Berbeda Variabel Jantan Betina Ciamis Tegal Blitar Ciamis Tegal Blitar Panjang Maxilla 2 3 1* 1* 3 2 Tinggi Jengger 1 2 3* 1 2 3* Panjang Jari Ketiga 3 2 1* 3 2* 1 Panjang Shank 2 3 1* 2 3* 1 Lingkar Shank 2 3* 1 1 3 2* Keterangan: tanda (*) adalah ukuran linear yang terseleksi; 1=besar; 2=sedang; 3=kecil 27

langsung seleksi bobot badan pada betina ke arah negatif, telah dilakukan oleh peternak. Berikut ini diuraikan perolehan rataan ukuran linear permukaan tubuh dan koefisien keragaman ayam Kampung pengamatan pada sifat-sifat yang berhubungan dengan produksi sebagai akibat tidak langsung dari seleksi peternak terhadap sifat produksi telur dan daging (Tabel 4). Panjang femur (X 1 ) merupakan satu-satunya variabel linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan Ciamis yang terseleksi paling ketat diantara ayam Kampung jantan di lokasi pengamatan lain; dengan rataan terendah (Tabel 4). Panjang tibia (X 2 ) meskipun bukan merupakan variabel yang paling terseleksi diantara ayam Kampung jantan pada lokasi pengamatan lain, tetapi memiliki rataan diantara ayam Kampung jantan Tegal dan Blitar. Panjang sayap (X 5 ) ayam Kampung jantan Ciamis memiliki rataan yang tertinggi. Ayam Kampung betina Ciamis tidak terseleksi paling ketat diantara ayam Kampung betina lokasi pengamatan lain; tetapi memiliki rataan yang paling besar pada panjang femur (X 1 ) dan panjang sayap (X 5 ). Panjang tibia (X 2 ) memiliki rataan diantara ayam Kampung betina Tegal dan Blitar. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa ayam Kampung Ciamis belum mendapatkan seleksi yang lebih mengarah kepada salah satu sifat produksi. Ayam Kampung Ciamis merupakan ayam Kampung tipe dwiguna. Sulandari et al. (2007 b ) menyatakan bahwa ayam kampung merupakan ayam tipe dwiguna, karena peternak menyeleksi ke arah pedaging dan petelur. Seleksi cukup ketat diantara variabel permukaan linear tubuh ayam Kampung jantan ditemukan pada lokasi Tegal. Ayam Kampung jantan Tegal terseleksi ketat pada panjang sayap (X 5 ). Perolehan rataan panjang sayap (X 5 ) pada ayam Kampung jantan di Tegal menempati urutan diantara ayam jantan Ciamis dan Blitar (Tabel 4). Berdasarkan hal tersebut, ayam Kampung jantan Tegal berukuran tubuh kecil. Seleksi ketat pada panjang femur (X 1 ) di temukan pada ayam Kampung betina Tegal dengan rataan paling rendah diantara ayam Kampung betina pengamatan. Panjang tibia (X 2 ) dan panjang sayap (X 5 ) ayam Kampung betina Tegal memiliki rataan yang paling kecil. Berdasarkan hal tersebut, ayam Kampung betina Tegal memiliki tubuh berukuran kecil. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa ayam Kampung Tegal dikategorikan sebagai ayam Kampung tipe dwiguna yang lebih diarahkan ke sifat 28

petelur karena berukuran kecil. Menurut Rasyaf (2002) ayam dengan ukuran kecil dikategorikan sebagai ayam tipe ringan, penghasil telur tinggi. Seleksi cukup ketat ditemukan diantara variabel permukaan linear tubuh ayam Kampung jantan pada lokasi Blitar. Panjang tibia (X 2 ) merupakan variabel yang terseleksi ketat di Blitar dan menempati urutan tertinggi. Berdasarkan hal tersebut, tubuh ayam Kampung jantan Blitar berukuran besar. Seleksi cukup ketat diantara variabel permukaan linear tubuh ayam Kampung betina juga ditemukan pada lokasi Blitar. Panjang tibia (X 2 ) dan panjang sayap (X 5 ) merupakan variabel yang terseleksi ketat di Blitar. Panjang tibia (X 2 ) ayam Kampung betina di Blitar memiliki rataan tertinggi, sedangkan panjang sayap (X 5 ) ditemukan diantara ayam Kampung Ciamis dan Tegal. Berdasarkan hal tersebut, tubuh ayam Kampung betina Blitar berukuran besar. Kondisi ayam Kampung jantan dan betina di lokasi pengamatan Blitar mengindikasikan bahwa seleksi lebih mengarah ke sifat pedaging, meskipun ayam Kampung merupakan ayam tipe dwiguna. Menurut Sulandari et al. (2007 b ) ayam dengan ukuran tubuh besar dikategorikan sebagai ayam penghasil daging. Berikut ini diuraikan perolehan rataan ukuran linear permukaan tubuh dan koefisien keragaman pada sifat-sifat yang berhubungan dengan daya adaptasi ayam Kampung terhadap lingkungan sebagai akibat tidak langsung dari seleksi alam yang mempengaruhi performa ukuran linear permukaan tubuh. Sifat-sifat tersebut adalah panjang shank (X 3 ), lingkar shank (X 3 ), panjang maxilla (X 6 ), tinggi jengger (X 7 ) dan panjang jari ketiga (X 8 ). Panjang shank (X 3 ) memiliki korelasi positif dengan bobot badan (Kusuma, 2002) Lingkar shank (X 4 ) tidak berhubungan langsung dengan produksi daging dan telur. Lingkar shank (X 4 ) dihubungkan dengan kemampuan unggas menopang tubuh (Mulyono et al., 2009). Maxilla merupakan bagian kepala yang salah satunya berfungsi sebagai alat untuk memasukkan makanan ke dalam tubuh ayam (Rusdin, 2007). Jari ketiga pada ayam salah satunya berperan dalam mengatur posisi ayam pada saat bertengger (McLelland, 1990). Jengger sangat berperan dalam sistem sirkulasi darah karena berfungsi sebagai termoregulator tubuh terhadap suhu lingkungan. Saat suhu lingkungan dingin, aliran anastomoses Artery- Venous (A-V) mengirimkan darah arteri menuju vena untuk menghangatkan sebagian darah yang dingin dari kapiler (Lucas dan Stettenheim, 1972). 29

Ayam Kampung jantan dan betina Ciamis memiliki rataan panjang shank (X 3 ) diantara ayam Kampung betina Tegal dan ayam Kampung betina Blitar, meskipun belum terseleksi ketat. Rataan lingkar shank (X 4 ) ayam Kampung jantan Ciamis diantara ayam Kampung betina Tegal dan ayam Kampung betina Blitar, sedangkan ayam Kampung betina Ciamis memiliki rataan tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa belum terjadi seleksi yang mengawah pada sifat produksi tertentu, sehingga ayam Kampung Ciamis merupakan ayam tipe dwiguna (pedaging dan petelur). Ayam Kampung Ciamis jengger (X 7 ) dengan ukuran paling tinggi, baik pada jantan maupun betina, tetapi memiliki ukuran panjang jari ketiga paling rendah (Tabel 4). Ayam Kampung Ciamis telah menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat hidup; berdasarkan ukuran tinggi jengger (X 7 ). Suhu lingkungan Ciamis yang relatif lebih rendah dibanding Tegal menyeleksi ayam Kampung dengan luasan jengger yang besar sebagai upaya ayam Kampung beradaptasi terhadap suhu rendah. Lucas dan Stettenheim (1972) menyatakan bahwa jengger pada ayam berperan dalam sistem termoregulasi. Panjang jari ketiga (X 8 ) yang ditemukan paling rendah pada ayam Kampung Ciamis, diduga berhubungan dengan jari ketiga yang tidak terlalu berfungsi (Tabel 5). McLelland (1990) menyatakan bahwa jari ketiga berfungsi sebagai penentu posisi tubuh pada saat ayam bertengger. Bertengger paling banyak diperlukan ayam pada saat beristirahat. Ayam Kampung Ciamis melakukan aktivitas istirahat di kandang individu yang tidak dilengkapi dengan tempat bertengger. Ayam Kampung yang memiliki ukuran panjang jari ketiga rendah merupakan ayam hasil seleksi alam yang sudah menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat hidup. Ayam Kampung Ciamis betina dibandingkan dengan ayam Kampung lokasi pengamatan lain memiliki ukuran panjang maxilla (X 6 ) yang paling tinggi (Tabel 5). Hal tersebut diduga berhubungan dengan kebutuhan pakan untuk memberikan peranan pada produsi daging yang diperlihatkan dengan perolehan rataan panjang-panjang tulang seperti panjang femur. Panjang maxilla (X 6 ) ayam Kampung jantan Ciamis ditemukan tidak paling besar, tetapi berukuran sedang (Tabel 5). Hal tersebut diduga berhubungan dengan perolehan panjang tulang-tulang tubuh yang berhubungan dengan produksi daging yaitu panjang tibia (X 2 ) yang ditemukan diantara ayam Kampung jantan Blitar dan Tegal. Seleksi alam telah terjadi pada ayam Kampung Ciamis yang tidak 30

bertentangan dengan seleksi peternak ke arah sifat dwiguna, yaitu produksi daging dan telur. Ayam Kampung menurut Sulandari et al. (2007 b ) merupakan ayam tipe dwiguna. Ayam Kampung Tegal memiliki ukuran panjang shank (X 3 ) dan lingkar shank (X 4 ) yang terendah, baik pada jantan maupun betina (Tabel 5). Ukuran panjang shank (X 3 ) pada Ayam Kampung jantan Tegal sudah terseleksi ketat, sedangkan pada Ayam Kampung betina Tegal terseleksi ketat pada lingkar shank (X 4 ). Hal ini mengindikasikan bahwa ayam Kampung Tegal memiliki ukuran tubuh yang kecil. Ayam Kampung Tegal ukuran panjang maxilla (X 6 ) terkecil, baik pada jantan maupun betina (Tabel 5). Hal ini diduga berhubungan dengan kemampuan ayam tersebut memasukkan makanan ke dalam tubuhnya. Ayam Kampung Tegal berukuran maxilla kecil diduga berhubungan dengan jumlah pakan yang tidak banyak, sehingga bobot badan yang dimiliki berukuran kecil. Alam di lingkungan habitat ayam Kampung Tegal menyediakan sumber pakan yang tidak terlalu melimpah. Menurut Nestor et al. (2000) ayam berukuran kecil berproduksi telur yang tinggi yang digolongkan sebagai ayam petelur. Tinggi jengger (X 7 ) dan panjang jari ketiga pada ayam Kampung Tegal berukuran sedang, yaitu diantara ayam Kampung Ciamis dan Blitar, baik pada jantan maupun betina (Tabel 5). Suhu lingkungan Tegal relatif paling tinggi dibandingkan Ciamis dan Blitar. Ayam-ayam Kampung dengan luasan jengger sedang diperlukan pada lingkungan seperti itu. Alam mempertahankan ukuran jengger seperti itu. Lucas dan Stettenheim (1972) menyatakan bahwa sistem termoregulasi pada ayam diatur jengger. Jengger dengan luasan sedang pada ayam Kampung Tegal dibandingkan dengan ayam Kampung Ciamis dan Blitar; ukuran tubuh ayam Kampung Tegal yang relatif kecil. Panjang jari ketiga pada ayam Kampung Tegal berukuran sedang dibandingkan dengan ayam Kampung Ciamis dan Blitar (Tabel 5). Hal tersebut diperlukan karena aktivitas ayam Kampung Tegal tidak banyak digunakan untuk bertengger. Tenggeran tidak melengkapi kandang tempat ayam Kampung Tegal yang sebagian menghabiskan waktunya untuk beristirahat. Seleksi ukuran panjang jari ketiga (X 8 ) berperanan dalam hal ini. Sifat petelur dengan lingkungan tempat hidup ayam Kampung di Tegal mengarahkan ayam Kampung Tegal merupakan ayam tipe 31

dwiguna yang lebih cenderung ke sifat petelur. Menurut Sulandari et al. (2007 b ) menyatakan bahwa ayam Kampung merupakan ayam tipe dwiguna. Ayam Kampung jantan Blitar memiliki rataan panjang shank (X 3 ) tertinggi dan telah terseleksi ketat. Lingkar shank (X 4 ) pada ayam Kampung jantan Blitar memiliki ukuran terbesar (Tabel 5). Ayam Kampung betina Blitar memiliki rataan panjang shank (X 3 ) yang tertinggi, meskipun belum terseleksi ketat. Lingkar shank (X 4 ) pada ayam Kampung betina Blitar memiliki diantara ayam Kampung betina Ciamis dan ayam Kampung betina Tegal dan telah terseleksi ketat (Tabel 5). Panjang shank (X 3 ) memiliki korelasi positif dengan bobot badan (Kusuma, 2002), sehingga dapat diduga bahwa ayam Kampung Blitar memiliki ukuran tubuh yang besar. Lingkar shank yang besar dibutuhkan untuk menopang tubuh yang besar. Tinggi jengger (X 7 ) dan panjang jari ketiga (X 8 ) pada ayam Kampung Blitar, baik jantan maupun betina memiliki kecenderungan yang sama (Tabel 5). Tinggi jengger (X 7 ) ayam Kampung Blitar memiliki ukuran terendah dibandingkan dengan ayam Kampung Ciamis dan Tegal. Menurut Lucas dan Stettenheim (1972) termoregulasi tubuh ayam diatur luasan jengger. Suhu lingkungan tempat ayam Kampung Biltar hidup relatif paling rendah dibanding Ciamis dan Tegal. Ayam Kampung dengan jengger berukuran luasan kecil merupakan jengger yang paling bertahan pada lingkungan tersebut. Panjang jari ketiga (X 8 ) ayam Kampung Blitar berukuran tertinggi, yang mengindikasikan bahwa tenggeran baik di kandang, kayukayu bekas, pagar maupun lingkungan liar tempat tinggal ayam Kampung seperti pepohonan merupakan hal yang banyak ditemukan di Blitar. Alam mempertahankan sifat ukuran panjang jari ketiga (X 8 ) yang tinggi pada ayam Kampung Blitar. Menurut McLelland (1990) panjang jari ketiga (X 8 ) pada ayam berperanan dalam menentukan posisi tubuh saat bertengger, sehingga ayam tidak mudah jatuh saat bertengger. Ayam Kampung jantan Blitar tidak hanya terseleksi ketat pada sifat tinggi jengger (X 7 ) dan panjang jari ketiga (X 8 ), tetapi juga pada panjang maxilla. Panjang maxilla (X 6 ) ayam Kampung jantan Blitar paling terseleksi dengan ukuran tertinggi, sedangkan pada betina diantara ayam Kampung betina Ciamis dan Tegal, atau memiliki ukuran sedang (Tabel 3). Rusdin (2007) menyatakan bahwa panjang paruh atau maxilla berperanan dalam upaya ayam memasukkan pakan ke dalam tubuh. Hal tersebut berakibat ukuran ayam Kampung jantan Blitar besar, sedangkan betina tidak 32

terlalu kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa ayam Kampung Blitar memiliki potensi sebagai ayam pedaging, meskipun dikategorikan sebagai ayam tipe dwiguna. Sulandari et al. (2007 b ) menyatakan bahwa ayam kampung merupakan ayam tipe dwiguna. Hasil Uji T 2 -Hotelling Perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh jantan dan betina ayam Kampung ditemukan pada masing-masing lokasi pengamatan (P<0,01). Hal tersebut berdasarkan hasil statistik T 2 -Hotelling, seperti yang disajikan pada Tabel 6. Ukuran linear permukaan tubuh pada ayam Kampung jantan lebih besar dibanding dengan betina. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan pada ternak (Soeparno, 2005). Dijelaskan lebih lanjut bahwa steroid kelamin memberi peran dalam pertumbuhan dan menyebabkan perbedaan komposisi tubuh diantara jenis kelamin ternak. Herren (2012) menjelaskan bahwa testosteron berperan sebagai steroid dari androgen yang memicu pertumbuhan yang lebih cepat pada jantan. Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Uji Statistik T 2 Hotelling Variabel-Variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh Antara Ayam Kampung Jantan dan Betina di Masing-Masing Lokasi Pengamatan Antara Ayam Kampung Statistik T 2 - Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan Ciamis vs Ciamis 1,698 19,527 0,000 ** egal vs egal 1,374 17,175 0,000 ** Blitar vs Blitar 3,191 43,471 0,000 ** Keterangan: ** = sangat nyata (P<0,01); = jantan; = betina Hasil T 2 -Hotelling menunjukkan terdapat perbedaaan ukuran linear permukaan tubuh diantara lokasi pengamatan pada ayam Kampung jantan. Ukuranukuran tersebut berbeda pada ayam Kampung jantan Ciamis vs Tegal (P< 0,05). Perbedaan sangat jauh (P<0,01) ditemukan pada ayam Kampung jantan Ciamis vs Blitar dan ayam Kampung Tegal vs Blitar. Hal tersebut disajikan pada Tabel 7. Hasil yang hampir sama diperoleh dari hasil statistik T 2 -Hotelling pada ayam Kampung betina. Hasil T 2 -Hotelling menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata (P<0,01) pada ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung betina diantara lokasi pengamatan yang berbeda. Tabel 8 menyajikan hal tersebut. 33

Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Uji Statistik T 2 Hotelling Variabel-Variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh Antara Ayam Kampung Jantan yang Diamati pada Berbagai Lokasi Pengamatan Antara Ayam Kampung Statistik T 2 - Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan Ciamis vs egal 0,381 2,664 0,015 * Ciamis vs Blitar 1,155 10,686 0,000 ** egal vs Blitar 1,046 6,407 0,000 ** Keterangan: * = nyata (P<0,05); ** = sangat nyata (P<0,01); = jantan Fenotip merupakan hasil dari banyak produk gen yang diekspresikan pada suatu lingkungan tertentu (Elrod dan Stanfield, 2002). Mathur (2003) menyatakan bahwa ekspresi fenotipik yang berbeda juga dihasilkan dari interaksi antara genotip dan lingkungan. Pada penelitian ini perbedaan arah seleksi dan lingkungan mempengaruhi performa ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung. Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Uji Statistik T 2 Hotelling Variabel-Variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh Antara Ayam Kampung Betina yang Diamati pada Berbagai Lokasi Pengamatan Antara Ayam Kampung Statistik T 2 - Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan Ciamis vs egal 0,364 6,179 0,000 ** Ciamis vs Blitar 0,582 9,244 0,000 ** egal vs Blitar 0,428 8,564 0,000 ** Keterangan: ** = sangat nyata (P<0,01); = betina Ayam Kampung Ciamis memiliki ukuran-ukuran linear permukaan tubuh diantara Ayam Kampung Tegal dan Ayam Kampung Blitar (Tabel 3). Hal tersebut mengindikasikan bahwa ayam Kampung Ciamis lebih diarahkan ke tipe pedaging dan petelur. Menurut Kusuma (2002) ukuran-ukuran linear permukaan tubuh seperti panjang femur, panjang tibia, panjang shank, panjang sayap dan lingkar shank memiliki korelasi positif terhadap bobot badan pada ayam. Ayam Kampung Tegal memiliki ukuran-ukuran linear permukaan tubuh yang paling kecil (Tabel 3). Hal tersebut mengindikasikan bahwa ayam Kampung Tegal lebih diarahkan ke tipe petelur. Menurut Nestor et al. (2000) korelasi negatif ditemukan antara produksi telur dan bobot badan pada ayam. Hal yang berbeda ditemukan pada ayam Kampung Blitar. Ayam Kampung Blitar memiliki ukuran-ukuran linear permukaan tubuh 34

paling besar (Tabel 3). Hal tersebut mengindikasikan bahwa ayam Kampung Blitar diarahkan ke tipe pedaging, meskipun menurut pendapat Sulandari et al. (2007 b ) ayam Kampung merupakan ayam dwiguna, tetapi arah seleksi yang menentukan tujuan produksi yang berbeda. Lingkungan memberikan pengaruh terhadap performa ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung. Suhu lingkungan yang berbeda memberikan pengaruh terhadap performa tersebut. Suhu lingkungan Ciamis paling rendah dibandingkan Tegal dan Blitar (Dinas Provinsi Jawa Barat, 2010; Dinas Pemerintah Kabupaten Tegal, 2011; Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Timur, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, zona nyaman ayam Kampung ditemukan di daerah Ciamis yang relatif lebih sejuk. Perkandangan memberikan pengaruh terhadap performa ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung. Perkandangan ayam Kampung di Ciamis lebih memenuhi syarat kenyamanan ayam Kampung. Ayam Kampung dikandangkan secara individu. Kandang ayam Kampung di Tegal tidak dibuat secara khusus tetapi diberi naungan, sedangkan ayam Kampung di Blitar dikandangkan secara berkelompok. Jenis dan kualitas pakan mempengaruhi performa ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung. Jenis pakan yang sama yaitu dedak dan limbah dapur belum tentu memiliki kualitas yang sama. Hal tersebut sangat tergantung pada budaya masyarakat setempat. Dedak yang dihasilkan dari jenis padi yang berbeda memiliki kualitas yang berbeda pula. Jenis padi tertentu hanya diperuntukkan pada lingkungan tertentu yang tergantung pada suhu, kondisi tanah dan curah hujan. Metode penggilingan juga mempengaruhi kualitas dedak yang dihasilkan. Limbah dapur yang dihasilkan juga tergantung pada kondisi ekonomi peternak dan budaya setempat. Perbedaan tersebut berkaitan erat dengan kualitas limbah dapur yang dihasilkan. Pemberian vitamin tambahan sebagai anti stress juga mempengaruhi performa ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung. Vitamin tambahan tidak diberikan pada ayam Kampung Tegal. Setiaji dan Sudarman (2005) menyatakan bahwa pemberian vitamin anti stress dilakukan untuk menanggulangi cekaman yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas ayam. 35

Penggolongan Berdasarkan Analisis Diskriminan Fisher dan Wald-Anderson serta Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis Hasil statistik T 2 -Hotelling menyatakan bahwa perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ditemukan diantara ayam Kampung dengan lokasi pengamatan yang berbeda; baik pada jantan maupun betina. Perbedaan ukuranukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan ditemukan nyata antara Ciamis vs Tegal (P<0,05) dan sangat nyata pada ayam Kampung jantan Ciamis vs Blitar (P<0,01); ayam Kampung jantan Tegal vs Blitar (P<0,01). Ayam Kampung betina memperlihatkan perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh yang sangat nyata antara ayam Kampung betina Ciamis vs Tegal (P<0,01); ayam Kampung betina Ciamis vs Blitar (P<0,01); ayam Kampung betina Tegal vs Blitar (P<0,01). Perbedaan pada variabel ukuran linear permukaan yang manakah belum dapat ditentukan melalui statistik T 2 -Hotelling, sehingga diperlukan analisis statistik lain yaitu Analisis Diskriminan Fisher. Berikut ini disajikan uraian mengenai Analisis Diskriminan Fisher, sampai dengan penentuan skor diskriminan berikut penggolongannya dan penggolongan Wald-Anderson serta jarak minimun ketidakserupaan morfometrik D 2 -Mahalanobis. Bahasan akan disajikan setelah uraian hasil. Kelompok Ayam Kampung Jantan Ciamis vs Ayam Kampung Jantan Tegal Hasil uji T 2 -Hotelling menunjukkan bahwa ditemukan perbedaan nyata (P<0,05) antara ayam Kampung jantan Ciamis vs ayam Kampung jantan Tegal, tetapi koefisien korelasi atas pengujian selang kepercayaan 95% pada setiap ukuran linear permukaan tubuh ditemukan tidak nyata pada ayam Kampung jantan Ciamis vs ayam Kampung jantan Tegal (P>0,05). Hal tersebut disajikan pada Tabel 9. Seluruh ukuran linear permukaan tubuh pada kedua kelompok tersebut tidak berbeda, sehingga persamaan diskriminan Fisher antara kelompok ayam Kampung jantan Ciamis vs ayam Kampung jantan Tegal tidak dapat dibentuk. Hasil yang bertentangan ini lebih disebabkan perolehan nilai F hitung yang sedikit lebih tinggi dari F tabel 0,05 pada perhitungan statistik T 2 -Hotelling. Penggolongan berdasarkan kriteria Fisher dan Wald-Anderson tidak dapat dilakukan, demikian juga perhitungan jarak ketidakserupaan morfometrik antara kelompok ayam Kampung jantan Ciamis vs 36

Tabel 9. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan Masing-Masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% pada Ayam Kampung Jantan Ciamis vs Ayam Kampung Jantan Tegal Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95 α = 0,05 Panjang Femur (X 1 ) 0,099 tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,430 tn Panjang Shank (X 3 ) 0,291 tn Lingkar Shank (X 4 ) 0,431 tn Panjang Sayap (X 5 ) 0,410 tn Panjang Maxilla (X 6 ) 0,552 tn Tinggi Jengger (X 7 ) 0,406 tn Panjang Jari Ketiga (X 8 ) 0,216 tn Keterangan: tn = tidak nyata (P>0,05) ayam Kampung jantan Tegal tidak dapat dilakukan. Gaspersz (1992) menyatakan bahwa fungsi diskriminan Fisher berikut penggolongannya, penggolongan Wald- Anderson dan penentuan jarak minimum ketidakserupaan morfometrik D 2 - Mahalanobis; hanya dapat dibentuk apabila ditemukan persamaan diskriminan antara dua kelompok yang diperbandingkan. Kelompok Ayam Kampung Jantan Ciamis vs Ayam Kampung Jantan Blitar Perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ditemukan sangat nyata (P<0,01) pada pengujian T 2 -Hotelling antara ayam Kampung jantan Ciamis vs ayam Kampung jantan Blitar. Tabel 8 menyajikan koefisien korelasi nyata pada panjang shank (X 3 ) dan panjang jari ketiga (X 8 ) yang ditemukan pada kelompok ayam Kampung jantan Ciamis vs ayam Kampung jantan Blitar. Fungsi diskriminan Fisher dapat dibentuk atas pengujian selang kepercayaan 95%. Fungsi diskriminan melibatkan panjang shank (X 3 ) dan panjang jari ketiga (X 8 ), seperti yang disajikan pada Tabel 10. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perbedaan antara ayam Kampung jantan Ciamis vs ayam Kampung jantan Blitar ditemukan pada variabel panjang shank (X 3 ) dan panjang jari ketiga (X 8 ). 37

Tabel 10. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan Masing-Masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Ayam Kampung Jantan Ciamis vs Ayam Kampung Jantan Blitar Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95 α = 0,05 Panjang Femur (X 1 ) 0,063 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,229 1) tn Panjang Shank (X 3 ) 0,649 2) * Lingkar Shank (X 4 ) 0,031 1) tn Panjang Sayap (X 5 ) 0,290 1) tn Panjang Maxilla (X 6 ) 0,074 1) tn Tinggi Jengger (X 7 ) 0,292 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 8 ) 0,809 2) * Fungsi Diskriminan Fisher Y = 0,094 X 3 0,194 X 8 Keterangan: * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata (P>0,05); 1) adalah hasil pengolahan pertama penentuan variabel pembeda; 2) adalah hasil pengolahan kedua penentuan variabel pembeda Skor diskriminan Fisher diperoleh berdasarkan fungsi diskriminan Fisher. Penggolongan dilakukan berdasarkan skor diskriminan Fisher. Hasil penggolongan Fisher menunjukkan bahwa semua data individu ayam Kampung jantan Ciamis digolongkan ke dalam ayam Kampung jantan Blitar, yang secara aktual tidak mungkin, sehingga dilakukan penggolongan berdasarkan skor Wald-Anderson. Hal Tabel 11. Penggolongan Individu Ayam Kampung Jantan Ciamis dengan Ayam Kampung Jantan Blitar Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Aktual Ciamis (n = 45) Blitar (n = 38) Total (n = 83) Penggolongan Ayam Kampung Ciamis 32 Keterangan : n adalah jumlah sampel (ekor) 6 Blitar 13 32 38 45 % Koreksi 32/45 x 100% = 71,11% 32/38 x 100% = 84,21% (83-19)/83 x 100% = 77,11% 38

tersebut disajikan pada Tabel 11. Hasil penggolongan Wald-Anderson menunjukkan bahwa dari data 45 ekor ayam Kampung jantan Ciamis ditemukan data 13 ekor ayam Kampung jantan Ciamis yang digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung jantan Blitar; sedangkan pada ayam Kampung jantan Blitar ditemukan enam ekor ayam Kampung jantan Blitar yang digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung jantan Ciamis. Secara total kelompok ayam Kampung jantan Ciamis vs ayam Kampung jantan Blitar berjumlah 83 ekor, dengan 38 ekor digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung jantan Ciamis dan 45 ekor ke dalam kelompok ayam Kampung jantan Blitar. Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu kelompok ayam Kampung jantan Ciamis vs ayam Kampung jantan Blitar berdasarkan skor Wald-Anderson, disajikan pada Gambar 9. Data kelompok ayam Kampung jantan Ciamis terletak di daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data kelompok ayam Kampung jantan Blitar terletak di daerah grafik sebelah kanan. Pola grafik menunjukkan pola yang saling tumpang tindih yang mengindikasikan bahwa ditemukan data kelompok ayam Kampung jantan Ciamis yang tergolong ke dalam kelompok ayam Kampung jantan Blitar. Gambar 13. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Ayam Kampung Jantan Ciamis vs Ayam Kampung Jantan Blitar 39

Tumpang tindih tersebut terjadi karena variabel-variabel linear permukaan selain panjang shank (X 3 ) dan panjang jari ketiga (X 8 ) secara statistik dianggap berukuran sama antara kelompok ayam Kampung jantan Ciamis vs ayam Kampung jantan Blitar. Dua variabel pembeda memberikan perbedaan antara kedua kelompok ayam Kampung jantan tersebut pada jarak ketidakserupaan morfometrik sebesar 1,699. Hal tersebut disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Rekapitulasi Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis pada Ayam Kampung Jantan di Masing-Masing Lokasi Pengamatan (Telah Diakarkan) Ciamis Tegal Blitar Ciamis - 1,699 Tegal - 1,513 Blitar 1,699 1,513 Panjang shank (X 3 ) dan panjang jari ketiga (X 8 ) pada ayam Kampung jantan Ciamis telah terseleksi dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan ayam Kampung jantan Blitar; berdasarkan Tabel 4. Panjang shank (X 3 ) yang rendah pada ayam Kampung jantan Ciamis merupakan hasil seleksi langsung oleh alam. Seleksi alam berperanan dalam pembentukan panjang jari ketiga ayam Kampung jantan Ciamis. Dijelaskan bahwa tenggeran tidak terlalu banyak digunakan pada peternakan ayam Kampung di Ciamis. Perbedaan arah seleksi pada kedua kelompok ayam Kampung tersebut berakibat pada perbedaan variabel panjang shank (X 3 ) dan panjang jari ketiga (X 8 ). Hasil analisis deskriptif bersesuaian dengan hasil statistik ini yaitu ayam Kampung Ciamis diarahkan ke sifat dwiguna, sedangkan ayam Kampung Blitar ke arah sifat pedaging; meskipun menurut Sulandari et al. (2007 b ) ayam Kampung merupakan ayam tipe dwiguna. Ukuran-ukuran variabel pembeda ayam Kampung Blitar yaitu panjang shank dan panjang jari ketiga ditemukan lebih tinggi. Shank yang panjang berkorelasi dengan bobot badan yang tinggi (Kusuma, 2002). Alam di Blitar memilih ayamayam yang memiliki ukuran panjang shank yang besar agar mampu beradaptasi dengan lingkungan. Pengaruh lingkungan seperti tempat istirahat ayam Kampung saat tidak melakukan aktivitas memberikan peranan dalam pembentukan perbedaan panjang jari ketiga (X 8 ). Lingkungan dengan tenggeran yang banyak, membentuk 40

ayam Kampung dengan ukuran panjang jari ketiga yang tinggi. Menurut McLelland (1990) jari ketiga berperanan dalam mengatur posisi unggas saat bertengger. Alam menyeleksi ayam Kampung yang memiliki ukuran panjang jari ketiga yang tinggi. Kelompok Ayam Kampung Jantan Tegal vs Ayam Kampung Jantan Blitar Hasil uji T 2 -Hotelling menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara kelompok ayam Kampung jantan Tegal vs ayam Kampung jantan Blitar. Pengujian selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa ditemukan variabel pembeda antara kelompok ayam Kampung jantan Tegal vs ayam Kampung jantan Blitar sehingga persamaan dikriminan Fisher dapat dibentuk (Tabel 13). Fungsi dikriminan Fisher menunjukkan bahwa terdapat satu variabel dari delapan variabel yang diukur yang berperanan sebagai variabel pembeda; yaitu panjang shank (X 3 ). Penggolongan dilakukan berdasarkan skor diskriminan Fisher dengan menggunakan persamaan atau fungsi diskriminan, yang hanya melibatkan satu variabel. Hasil penggolongan menunjukkan bahwa semua individu ayam Kampung Tabel 13. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan Masing-Masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Ayam Kampung Jantan Tegal vs Ayam Kampung Jantan Blitar Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95 α = 0,05 Panjang Femur (X 1 ) 0,003 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,487 1) tn Panjang Shank (X 3 ) 0,987 2) * Lingkar Shank (X 4 ) 0,316 1) tn Panjang Sayap (X 5 ) 0,060 1) tn Panjang Maxilla (X 6 ) 0,436 1) tn Tinggi Jengger (X 7 ) 0,024 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 8 ) 0,055 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 0,145 X 3 Keterangan: * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata (P>0,05); 1) adalah hasil pengolahan pertama penentuan variabel pembeda; 2) adalah hasil pengolahan kedua penentuan variabel pembeda 41

jantan Tegal digolongkan ke dalam ayam Kampung jantan Blitar. Hasil penggolongan ini secara aktual tidak mungkin, sehingga dilakukan penggolongan berdasarkan skor Wald-Anderson. Tabel 14 menyajikan penggolongan invidivuindividu pada kelompok ayam Kampung jantan Tegal vs ayam Kampung jantan Blitar berdasarkan penggolongan Wald-Anderson. Hasil penggolongan menunjukkan bahwa dari 20 ekor ayam Kampung jantan Tegal ditemukan sebanyak lima ekor digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung jantan Blitar; sedangkan pada ayam Kampung jantan Blitar ditemukan sebanyak delapan ekor digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung jantan Tegal. Secara total kelompok ayam Kampung jantan Tegal vs ayam Kampung jantan Blitar berjumlah 58 ekor, sebanyak 23 ekor digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung jantan Tegal dan 35 ekor digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung jantan Blitar. Tabel 14. Penggolongan Individu Ayam Kampung Jantan Tegal dengan Ayam Kampung Jantan Blitar Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Aktual Tegal (n = 20) Blitar (n = 38) Total (n = 58) Penggolongan Ayam Kampung Tegal 15 Keterangan : n adalah jumlah sampel (ekor) 8 Blitar 5 30 23 35 % Koreksi 15/20 x 100% = 75% 30/38 x 100% = 78,95% (58-13)/58 x 100% = 77,59% Gambar 14 menyajikan grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu kelompok ayam Kampung jantan Tegal dan ayam Kampung jantan Blitar berdasarkan skor Wald-Anderson. Data kelompok ayam Kampung jantan Tegal terletak di daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data kelompok ayam Kampung jantan Blitar terletak di daerah grafik sebelah kanan. Pola grafik menunjukkan pola yang saling tumpang tindih yang mengindikasikan bahwa ditemukan data kelompok ayam Kampung jantan Tegal yang tergolong ke dalam kelompok ayam Kampung jantan Blitar dan sebaliknya. Tumpang tindih tersebut diperjelas dengan kesamaan variabel yang diamati, yaitu sebanyak tujuh variabel. Jarak minimum D 2 - Mahalanobis atau jarak ketidakserupaan morfometrik antara ayam Kampung jantan 42

Tegal vs ayam Kampung jantan Blitar sebagai akibat dari variabel pembeda ditemukan sebesar 1,513. Hal tersebut disajikan pada Tabel 12. Gambar 14. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Ayam Kampung Jantan Tegal vs Ayam Kampung Jantan Blitar Variabel pembeda antara ayam Kampung jantan Tegal vs ayam Kampung jantan Blitar berdasarkan Tabel 10 adalah panjang shank (X 3 ). Panjang shank pada ayam Kampung jantan Blitar telah terseleksi ketat dengan ukuran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ayam Kampung jantan Tegal (Tabel 4). Ayam Kampung jantan Blitar memiliki panjang shank (X 3 ) tertinggi yang merupakan hasil langsung oleh alam. Panjang shank (X 3 ) memiliki korelasi positif terhadap bobot badan (Kusuma, 2002). Ukuran panjang shank (X 3 ) pada ayam Kampung jantan Tegal yang lebih kecil dibanding Blitar mengindikasikan bahwa rata-rata ayam Kampung jantan Tegal memiliki bobot badan yang lebih kecil dibandingkan dengan ayam Kampung Blitar. Faktor yang lebih dapat menyebabkan perbedaan panjang shank (X 3 ) antara ayam Kampung jantan Tegal dan ayam Kampung jantan Blitar adalah arah seleksi yang berbeda. Ayam Kampung Tegal lebih diarahkan ke tipe petelur, sedangkan ayam Kampung Blitar ke tipe pedaging. 43

Kelompok Ayam Kampung Betina Ciamis vs Ayam Kampung Betina Tegal Hasil uji T 2 -Hotelling pada kelompok ayam Kampung betina Ciamis vs ayam Kampung betina Tegal menunjukkan perbedaan ukuran linear permukaan tubuh yang sangat nyata (P<0,01). Fungsi diskriminan Fisher yang dibentuk antara ayam Kampung betina Ciamis vs ayam Kampung betina Tegal secara nyata (P<0,05) dipengaruhi lingkar shank (X 4 ) dan panjang sayap (X 5 ). Dua variabel tersebut dijadikan variabel pembeda karena menunjukkan hasil yang nyata pada pengujian selang kepercayaan 95%. Persamaan diskriminan Fisher dapat dibentuk diantara kedua kelompok tersebut yang disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan Masing-Masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Ayam Kampung Betina Ciamis vs Ayam Kampung Betina Tegal Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95 α = 0,05 Panjang Femur (X 1 ) 0,117 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,221 1) tn Panjang Shank (X 3 ) 0,285 1) tn Lingkar Shank (X 4 ) 0,712 2) * Panjang Sayap (X 5 ) 0,766 2) * Panjang Maxilla (X 6 ) 0,454 1) tn Tinggi Jengger (X 7 ) 0,025 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 8 ) 0,095 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 0,175 X 4 + 0,042 X 5 Keterangan: * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata (P>0,05); 1) adalah hasil pengolahan pertama penentuan variabel pembeda; 2) adalah hasil pengolahan kedua penentuan variabel pembeda Selanjutnya dilakukan penggolongan data individu berdasarkan skor diskriminan Fisher. Hasil penggolongan diskriminan Fisher menunjukkan bahwa semua individu ayam Kampung betina Tegal digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung betina Ciamis. Hal tersebut tidak aktual, sehingga perlu dilakukan penggolongan lain yaitu penggolongan individu berdasarkan skor Wald-Anderson; yang disajikan pada Tabel 16. Hasil penggolongan Wald-Anderson menunjukkan 44

Tabel 16. Penggolongan Individu Ayam Kampung Betina Ciamis dengan Ayam Kampung Betina Tegal Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Aktual Ciamis (n = 56) Tegal (n = 89) Total (n = 145) Penggolongan Ayam Kampung Ciamis Tegal 39 17 25 64 64 81 % Koreksi 39/56 x 100% = 69,64% 54/80 x 100% = 71,91% (145-42)/145 x 100% = 71,03% Keterangan : n adalah jumlah sampel (ekor) bahwa 17 ekor ayam Kampung betina Ciamis digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung betina Tegal; sedangkan pada ayam Kampung betina Tegal ditemukan 25 ekor digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung betina Ciamis. Secara total kelompok ayam Kampung betina Ciamis vs ayam Kampung betina Tegal berjumlah145 ekor, sebanyak 64 ekor digolongkan ke dalam kelompok ayam Gambar 15. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Ayam Kampung Betina Ciamis vs Ayam Kampung Betina Tegal 45

Kampung betina Ciamis dan 81 ekor digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung betina Tegal. Gambar 15 menyajikan grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu kelompok ayam Kampung betina Ciamis vs ayam Kampung betina Tegal berdasarkan skor Wald-Anderson. Data kelompok ayam Kampung betina Ciamis terletak di daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data kelompok ayam Kampung betina Tegal terletak di daerah grafik sebelah kanan. Pola grafik menunjukkan pola yang saling tumpang tindih yang mengindikasikan bahwa ditemukan data kelompok ayam Kampung betina Ciamis yang tergolong ke dalam kelompok ayam Kampung betina Tegal dan sebaliknya. Tumpang tindih tersebut terjadi karena kesamaan ukuran dari variabel-variabel yang bukan ditetapkan sebagai variabel pembeda, yaitu sebanyak enam buah variabel. Jarak minimum D 2 -Mahalanobis atau jarak ketidakserupaan morfometrik antara ayam Kampung betina Ciamis vs ayam Kampung betina Tegal, sebagai akibat dari dua buah variabel pembeda yaitu lingkar shank (X 4 ) dan panjang sayap (X 5 ); yang ditemukan sebesar 1,072 (Tabel 17). Tabel 17. Rekapitulasi Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis pada Ayam Kampung Betina di Masing-Masing Lokasi Pengamatan (Telah Diakarkan) Ciamis Tegal Blitar Ciamis 1,072 1,006 Tegal 1,072 1,061 Blitar 1,006 1,061 Lingkar shank (X 4 ) dan panjang sayap (X 5 ) merupakan komponen tubuh yang penting bagi unggas, termasuk ayam. Mulyono et al. (2009) menyatakan bahwa lingkar shank pada ayam memiliki peran dalam menopang bobot tubuh. Selain itu, lingkar shank memiliki korelasi positif dengan bobot badan (Kusuma, 2002). Ukuran lingkar shank (X 4 ) dan panjang sayap (X 5 ) pada ayam Kampung betina Ciamis lebih besar dibandingkan dengan ayam Kampung betina Tegal; berdasarkan Tabel 5. Lingkar shank (X 4 ) yang besar pada ayam Kampung betina Ciamis merupakan hasil seleksi langsung oleh alam. Ayam Kampung dengan ukuran lingkar shank kecil lebih cocok untuk daerah Tegal. Lingkar shank yang lebih kecil pada ayam Kampung betina Tegal mengindikasikan bahwa ayam Kampung betina Tegal memiliki bobot badan yang kecil, karena peternak lebih mengarahkan ayam Kampung Tegal ke arah 46