RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

Teknik Budidaya Bawang Merah Ramah Lingkungan Input Rendah Berbasis Teknologi Mikrobia PGPR

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Analisis Finansial Usaha Tani Penangkaran Benih Kacang Tanah dalam satu periode musim tanam (4bulan) Oleh: Achmad Faizin

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN KERING

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula.

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

III. BAHAN DAN METODE

PRODUKSI BENIH SUMBER UBIKAYU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

31/08/2017. Keunggulan budidaya jahe. Penyemaian. Media Polibag dan karung vs lahan. Penanaman. Pemeliharaan

III. BAHAN DAN METODE

3. METODE DAN PELAKSANAAN

Pada umumnya sebagai sumber pangan karbohidrat, pakan ternak dan bahan baku industri olahan pangan. Ke depan peranannya semakin penting dan strategis

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI BERASTAGI MELALUI BERTANAM BAWANG DAUN

Teknologi Produksi Ubi Jalar

A MANAJEMEN USAHA PRODUKSI. 1. Pencatatan dan Dokumentasi pada : W. g. Kepedulian Lingkungan. 2. Evaluasi Internal dilakukan setiap musim tanam.

BAB III METODE PENELITIAN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan

Cara Menanam Cabe di Polybag

PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAMPAK TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH LOKAL PALU TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

PRODUCT KNOWLEDGE PEPAYA CALINA IPB 9

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

MODUL BUDIDAYA KACANG TANAH

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Budidaya Tanaman Obat. Elvira Syamsir

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

PETUNJUK PELAKSANAAN GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA TOMAT

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Sistem Usahatani Jagung pada Lahan Pasang Surut di Kalimantan Selatan (Kasus di Desa Simpang Jaya Kecamatan Wanaraya Kabupaten Barito kuala)

PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. )

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

Teknik Budidaya Singkong Mekarmanik Teknologi MiG-6PLUS

TATA CARA PENELITIAN

Transkripsi:

RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor, 2004

TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN RIMPANG Sri Yuniastuti, Roesmiyanto, P.E.R. Prahardini dan E. Retnaningtyas PENDAHULUAN Konsumsi obat tradisional yang berbahan baku tanaman cenderung meningkat baik di dalam maupun di luar negeri sebagai akibat semakin mahalnya beberapa jenis bahan obat yang terbuat dari bahan kimia atau sintetis lainnya dan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature) atau gelombang hijau (green wave). Hal ini didukung juga tingginya nilai manfaat dengan efek samping yang relatif kecil, serta keterjangkauan dalam mengkonsumsi bila dibandingkan dengan obatobatan kimia. Peningkatan ini ditandai dengan semakin berkembangnya industri jamu baik dalam skala kecil maupun besar, serta semakin meningkatnya impor dunia akan jamu. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas tanaman obat dan prospek pengembangannya cukup cerah mengingat potensi flora, tanah dan iklim yang sesuai untuk tanaman obat. Tanaman obat di lahan pekarangan memberikan sumbangan pendapatan sebesar + 11 24% dari total pendapatan keluarga (Rosmeilisa dan Pribadi, 1993) dan Indonesia setiap tahun berhasil mengekspor jamujamuan senilai US $ 20 juta (Kemala, 1993). Peluang peningkatan ekspor masih terus terbuka, karena berdasarkan data WHO permintaan produk herbal secara keseluruhan di negara Eropa dalam kurun waktu 19992004 diperkirakan mencapai 66% dari permintaan dunia (Wardana et al., 2002). Dari sembilan jenis tanaman obat utama ada lima jenis yang berasal dari rimpang yaitu temulawak, jahe, lengkuas, kunyit, dan kencur yang banyak dicari masyarakat dan mendominasi pasar (Kemala dan Pribadi, 1993; Muhlisah, 1999). Penggunaan simplisia kelima jenis tanaman tersebut di tingkat nasional cukup besar dengan kenaikan ratarata 15% per tahun (Wardana et al., 2002). Adanya peningkatan ekspor dan komsumsi domestik komoditas tersebut mendorong petani untuk mengembangkannya, baik di lahan pekarangan maupun di lahan tegal. PERMASALAHAN Meskipun tanaman rimpang sudah banyak diusahakan petani di pekarangan, tetapi teknologi budidaya yang diterapkan masih sederhana, beragam dan bersifat tradisional sehingga produktivitasnya sangat rendah. Untuk petani yang sudah maju, kebanyakan sasaran budidaya masih terfokus pada peningkatan produksi secara kuantitas, sehingga kualitas kurang diperhatikan. Permasalahan yang seringkali muncul dalam budidaya tanaman rimpang, dari aspek pembibitan adalah kurangnya informasi tentang varietas unggul, sulitnya mendapatkan bibit yang sehat dan berkualitas tinggi. Dari aspek pemeliharaan tanaman sampai penanganan panen adalah dosis pupuk dan jarak tanam yang kurang sesuai dengan varietas, kondisi tanah dan umur panen; adanya penyakit layu bakteri yang sulit dikendalikan maupun penanganan pasca panen yang kurang baik. Padahal dengan digunakannya bibit yang baik diikuti dengan teknologi budidaya yang intensif akan diperoleh produksi yang tinggi (Sudiarto dan Affandi, 1989).

Salah satu kunci utama keberhasilan budidaya tanaman obat adalah penggunaan bahan bibit yang bermutu, karena bahan tanaman yang bermutu tinggi diharapkan dapat tumbuh cepat, seragam baik dalam kondisi optimum maupun suboptimum (Hasanah et al., 1992). Tanaman jahe yang berasal dari bibit tanpa perlakuan pestisida, mulai umur 3 bulan setelah tanam ratarata terserang penyakit layu bakteri dan busuk rimpang dengan tingkat serangan mencapai 25 %, sedangkan dengan adanya seed treatment dapat menekan serangan hingga 50 % (Yuniastuti et al., 2002). Menurut Susilawati dan Sudiarto (1991), untuk memperoleh produksi yang tinggi memerlukan unsur hara dalam jumlah yang cukup, karena kekurangan unsur hara yang diperlukan dapat menghambat pertumbuhan tanaman yang mengakibatkan produksi menjadi rendah. Meskipun dosis pupuk yang diberikan berlebih tetapi berhubung waktu pemberiannya tidak tepat maka pertumbuhan tanaman sama dengan dosis pupuk yang lebih rendah dengan waktu pemberian yang tepat (Yuniastuti et al., 2002). Saat ini telah banyak tersedia hasil penelitian komponen teknologi budidaya tanaman rimpang. Namun dalam penerapan komponen teknologi tersebut, ada beberapa masalah yang menghambat pelaksanaan pengembangan teknologi di lapangan antara lain belum tersedianya/terakitnya komponen teknologi dalam bentuk paket teknologi tepat guna dan kurangnya modal bagi petani untuk pengembangan paket teknologi tersebut. Untuk itu perlu rakitan teknologi budidaya tanaman rimpang yang benar dan peningkatan ketrampilan petani dalam penerapan teknologi tersebut.

RAKITAN TEKNOLOGI Rakitan teknologi budidaya tanaman rimpang meliputi aspek pembibitan, pemeliharaan tanaman di lapang sampai penanganan panen dan prospek pengusahaan agribisnisnya. PEMBIBITAN Secara sepintas memang cukup mudah mendapatkan dan membuat bibit tanaman rimpang, karena di pasar kecilpun bisa diperoleh. Namun mengingat nilai ekonomis menjadi tujuan utama dalam budidaya tanaman rimpang, maka aspek pembibitan tidak boleh diabaikan. Disamping secara kuantitas bisa terpenuhi, maka bibit yang dihasilkan harus berkualitas tinggi. Persyaratan bibit yang baik Bibit yang berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologis (persentase tumbuh yang tinggi) dan mutu fisik (bebas dari patogen, terutama yang tular benih dan bendabenda asing). Selain itu varietas harus jelas dan mempunyai keunggulan pada kondisi tertentu agar tanaman menghasilkan produksi yang baik. Tanaman rimpang pada umumnya diperbanyak secara vegetatif dari rimpang anakan maupun rimpang induk. Bahan bibit harus memenuhi beberapa kriteria yaitu diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar), dipilih dari tanaman yang sudah tua (umur 9 12 bulan), normal dan sehat serta rimpang mulus (tidak lecet, tidak busuk atau terinfeksi cendawan). Beberapa kegiatan dalam proses produksi bahan rimpang: Produksi rimpang Pemupukan yang tepat, cukup air, lingkungan yang baik, pemeliharaan yang baik termasuk pencabutan tanaman yang sakit dan waktu panen yang tepat. Rimpang dibersihkan dari tanah maupun kotoran lain, kemudian ditebar pada lantai jemur selama 4 6 hari, minimal 4 jam per hari dan setelah itu dilakukan sortasi. Sortasi Tujuan sortasi untuk mendapatkan jaminan kepastian mutu bibit, keaslian maupun keseragaman dalam bentuk, ukuran dan warna bibit. Setelah sortasi didapatkan tiga ukuran rimpang, yaitu besar, sedang dan kecil dalam kondisi yang tidak lecet atau memar, belum bertunas, bebas dan bersih dari hama dan penyakit.

Penyimpanan Ruang penyimpanan harus memiliki persyaratan, sirkulasi udara baik, kelembaban udara rendah, cahaya dapat memasuki ruangan, atap tidak bocor dan terhindar dari pencemaran hama, penyakit maupun kotoran dari luar, untuk mencegah kehilangan daya tumbuh bibit. Cara meletakkan bibit dapat dihamparkan, menggunakan rak bambu/kayu, peti kayu atau keranjang bambu dengan ventilasi yang cukup. Bila dalam keadaan terpaksa bibit dapat disimpan dalam karung, tidak diisi penuh dan diatur sedemikian rupa sehingga permukaannya tetap terbuka penuh. Pengujian Pengujian dilakukan terhadap kesehatan bibit dan daya tumbuhnya. Bibit yang sehat adalah bibit yang tidak menunjukkan gejala berlendir atau membusuk dan tidak terdapat bercakbercak baik pada kulit rimpang maupun pada bagian dalamnya. Pengujian daya tumbuh dilaksanakan dengan pengambilan contoh bibit, kemudian ditanam. Apabila daya tumbuhnya (tunas telah mengeluarkan daun pertama) minimal 85 %, berarti bibit masih baik. Beberapa kegiatan dalam proses produksi bibit rimpang: Sebelum rimpang ditanam diperlukan masa pembibitan yang dimulai dari masa penumbuhan tunas sampai pemotongan bibit untuk mendapatkan bibit yang berkualitas. Rimpang yang telah tumbuh tunas akan memudahkan kita untuk menyeleksi bibit yang akan ditanam sehingga pertumbuhan tanaman di lapang lebih seragam. Ruangan pembibitan Seperti halnya ruang penyimpanan, ruang untuk menumbuhkan tunas harus ada ventilasi, cahaya dapat masuk dengan tingkat kelembaban tertentu dan ruangan terhindar dari segala macam pencemaran. Selain di ruangan, penumbuhan tunas dapat dilakukan dengan menimbun rimpang dengan tanah di tempat yang teduh. Rakrak tempat rimpang Dibuat dari bambu atau papan kayu dengan ukuran disesuaikan dengan mudah tidaknya melakukan pemeliharaan. Setiap alas rak perlu diberi jerami, setelah itu rimpang disusun sedemikian rupa sehingga tidak bertumpuk serta ditutup lagi dengan jerami. Setiap rak dapat disusun dua lapis rimpang yang akan ditunaskan. Penumpukan terlalu tebal akan merangsang tumbuhnya cendawan.

Pengendalian hama penyakit Agar rimpang yang dibibitkan tidak terkena hama penyakit, perlu tindakan penyemprotan dengan insektisida dan fungisida pada awal penyimpanan. Penyiraman Penyiraman dilakukan setiap hari untuk menjaga kelembaban atau pada saat diperlukan sampai muncul tunas setinggi 1 2 cm setelah 3 4 minggu. Penyiraman perlu dilakukan dengan hatihati, apabila terlalu basah akan menyebabkan rimpang menjadi busuk. Seleksi dan pemotongan bibit Sebelum bibit ditanam di kebun, perlu dilakukan seleksi dengan memilih bibit yang tidak cacat dan tunas tumbuh seragam. Pemotongan bibit dapat dilakukan bersamaan dengan waktu penyeleksian. Setiap potongan memiliki 2 3 mata tunas yang sudah tumbuh sepanjang 2 3 cm. Karena masingmasing mempunyai spesifikasi fisik yang berbeda maka ukuran dan berat bibit disesuaikan jenisnya. Misalnya untuk jahe, temulawak dan lengkuas panjang 5 7 cm dengan berat 25 g, kencur panjang 3 4 cm dengan berat 10 20 g, kunyit panjang 5 7 cm dengan berat 20 50 g (Rukmana, 1995 a; 1995 b; Muhlisah, 1999; Santoso, 1989). Bibit jahe perlu direndam dalam larutan bakterisida Agrymicin 0,25% atau air panas o C selama 30 menit untuk menghindari penyakit layu atau mencelup bibit dalam larutan fungisida Mankozeb 0,25%, untuk menghindari kemungkinan serangan penyakit busuk rimpang (Asman et al., 1991). Teknik pembuatan bibit dari rimpang induk adalah rimpang induk dibelah menjadi 4 bagian. Tiap bagian diusahakan mengandung 2 3 mata tunas, dengan berat antara 20 30 g. Irisan rimpang induk dijemur 3 4 jam per hari selama 4 6 hari, untuk mengurangi kadar air dalam rimpang sekaligus merangsang keluarnya tunastunas baru (Rukmana, 1995 b). Penyiapan lahan PEMELIHARAAN TANAMAN Penyiapan lahan diawali 1 bulan sebelum tanam dengan pencangkulan sedalam 30 cm dengan cara membalik tanah, kemudian membiarkannya selama 12 minggu. Pencangkulan kedua dilakukan dengan membalik dan menghancurkan bongkahan tanah hingga menjadi remah dan gembur, sekaligus diberi pupuk kandang yang sudah matang. Pada lahan yang kondisi drainasenya jelek sebaiknya dibuat bedenganbedengan dengan ketinggian antara 1520 cm. Penanaman Bibit yang ditanam sebaiknya yang sudah bertunas dan dilakukan pada pagi atau sore hari agar tunas tidak layu. Jarak tanam untuk jahe x 30 cm, kencur 20 x 20 cm, kunyit, temulawak dan lengkuas x cm (Rukmana, 1995 a; 1995 b; Muhlisah, 1999; Santoso, 1989). Pemeliharaan tanaman Sebagian besar petani membiarkan tanamannya tumbuh tanpa pemeliharaan, akibatnya produksi yang didapatkan rendah. Rangkaian kegiatan teknik budidaya yang

meliputi pengairan, penyulaman, penyiangan, pembubunan, pemupukan, pembuatan saluran drainase dan pemanenan. 1. Pengairan Pengairan atau penyiraman dilakukan secara rutin tiap hari sekali. Pengairan berikutnya tergantung dari kondisi tanah dan iklim. Cara pengairan dengan dileb atau disiram, namun apabila pengairan tidak memungkinkan karena faktor luasnya lahan pertanaman dan terbatasnya air, maka penanaman sebaiknya dilaksanakan pada musim penghujan. 2. Penyulaman Penyulaman dilakukan 2 3 minggu setelah tanam. Agar pertumbuhan bibit sulaman tidak jauh tertinggal dengan tanaman yang lain, maka sebaiknya dilakukan penyulaman dengan tanaman yang sudah disiapkan dari pembibitan. Tanaman yang mati karena penyakit layu bakteri tidak perlu disulam, bahkan pada bekas tanaman tersebut segera diberi kapur untuk menghindari penularan. 3. Penyiangan Penyiangan pertama dilakukan pada umur 2 4 minggu, kemudian setiap 3 6 minggu sekali tergantung kondisi gulma. Periode kritis tanaman rimpang terhadap persaingan gulma terjadi saat tanaman berumur 30 90 hari setelah tanam. Penyiangan dapat dilakukan secara manual, menggunakan cangkul, cetok maupun herbisida. Jenis herbisida pratumbuh yang sering digunakan adalah metolakhlor, metobromuron dan prometrin masingmasing dengan dosis 3 l/ha dicampur dengan air 5000 l/ha. 4. Pembubunan Pembubunan dilakukan untuk menggemburkan tanah dan merangsang pembentukan rimpang/anakan, sekaligus menimbun rimpang yang muncul ke permukaan tanah. Rimpang yang terkena sinar matahari berwarna hijau dan keras dan akan menurunkan kualitas rimpang. Pembubunan dilakukan dengan cara menimbun pangkal batang dengan tanah setebal 5 cm waktu pembentukan rumpun/anakan yang terdiri dari 3 4 batang. Umumnya pembubunan dilakukan 2 3 kali, tergantung kondisi tanah dan banyaknya hujan. 5. Pemupukan Selain untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi, pemupukan juga ditujukan untuk memelihara kesuburan serta produktivitas tanah. Pemberian pupuk yang berimbang akan menjamin terpeliharanya kesuburan dan produktivitas tanah. Pupuk organik Pupuk organik (pupuk kandang) yang baik umumnya adalah kotoran sapi atau domba yang sudah masak dan diberikan pada 1 2 minggu sebelum tanam + 20 t/ha atau + 0,5 kg/lubang tanam. Cara pemberian pupuk kandang dibenamkan di dalam tanah, bertepatan dengan pengolahan tanah atau dibenamkan ke dalam lubang tanam sekitar 5 hari sebelum tanam.

Pupuk anorganik Pupuk anorganik yang digunakan adalah dari unsur hara N (Urea), P (SP36), dan K (KCl) dengan dosis antara 200 kg/ha tergantung tingkat kesuburan tanah. SP36 dan KCl diberikan pada saat tanam dan Urea diberikan 3 kali yaitu 1/3 dosis diberikan 1 bulan setelah tanam, 1/3 dosis diberikan 2 bulan setelah tanam dan 1/3 dosis diberikan 3 bulan setelah tanam (Roesmiyanto et al., 2002). Cara pemberian pupuk anorganik diletakkan dalam larikanlarikan di antara barisan tanaman sejauh + 20 cm dari pangkal batangnya, kemudian ditutup dengan tanah. Dapat juga ditugalkan di samping kanan kiri tanaman, kemudian ditimbun tanah. 6. Pengendalian hama penyakit Gangguan hama pada tanaman rimpang sampai saat ini dapat dikatakan belum berarti, sedangkan gangguan penyakit banyak terjadi pada tanaman jahe dan sedikit pada tanaman kencur. Penyakit pada tanaman jahe adalah layu bakteri yang disebabkan Pseudomonas solanacearum, busuk rimpang yang disebabkan Fusarium oxysporium dan Rhizoqtonia sp, dan bercak daun yang disebabkan Phyllosticta zingiberi. Teknik pengendalian penyakit ini dengan menggunakan bibit yang sehat, perlakuan bibit dengan bakterisida+fungisida atau air panas, penerapan pola tanam, penggunaan bakterisida dan fungisida. Penyakit pada tanaman kencur adalah busuk akar rimpang yang disebabkan Phytium sp dan bercak daun yang disebabkan Curvularia sp. Pengendalian kedua penyakit ini dapat dilakukan dengan memperbaiki saluran drainase agar tanah tidak lembab dan penggunaan fungisida efektif. 7. Pembuatan saluran drainase Saluran air dibuat pada lahan yang berdrainase jelek untuk menghindari luapan atau genangan air maupun di lahan sawah. Saluran air dibuat diantara guludan atau bedengan. 8. Pemanenan Rimpang yang akan digunakan untuk manisan atau bumbu dapat dipanen pada umur + 4 bulan, sedangkan apabila akan digunakan untuk bibit minimal harus berumur 10 bulan. Pemanenan dengan cara membongkar tanah secara hatihati jangan sampai rimpang terluka. Tanah dan kotoran yang menempel pada rimpang dibersihkan atau dicuci. ANALISA EKONOMI Keuntungan usahatani tanaman rimpang sangat bervariasi tergantung wilayah penanaman. Di samping itu fluktuasi harga juga sangat tinggi tergantung ketersediaan barang yang ada di pasar. Beberapa komoditas di wilayah tertentu harganya lebih tinggi, bahkan ada yang tidak laku. Oleh karena itu sebelum mengembangkan jenis komoditas tertentu harus dilihat prospek pasarnya. Hasil analisis ekonomi kelima komoditas tanaman rimpang di Trenggalek menunjukkan bahwa usahatani jahe, kencur, temulawak, kunyit dan lengkuas layak dikembangkan karena memberikan keuntungan dengan RC ratio >1 (Tabel 15). Kelima komoditas tersebut dipanen pada umur 10 bulan. Keuntungan terbesar pada usahatani

kencur yaitu Rp 29.025.000,/ha/th dengan RC ratio 2,16. Namun dilihat dari besarnya biaya produksi, maka diperlukan modal yang cukup besar untuk melaksanakan usahatani kencur dan ini merupakan kendala bagi petani miskin pada umumnya. Keuntungan paling sedikit pada usahatani lengkuas yaitu Rp 1.437.500,/ha/th, hal ini dikarenakan pertumbuhan rimpang lengkuas tidak secepat rimpang tanaman yang lain sehingga pada umur 10 bulan tanaman baru menghasilkan rimpang 14 ton/ha, sedangkan untuk temulawak, kunyit dan jahe dalam waktu 10 bulan sudah menghasilkan rimpang 20 ton/ha (Rukmana, 1995 a; 1995 b; Muhlisah, 1999; Santoso, 1989; Mauludi et al., 1993; Pribadi et al., 1993, Rosmeilisa dan Mahdi, 1993). Untuk menekan biaya produksi pada usahatani lengkuas tersebut dianjurkan panen dilaksanakan pada tahun kedua. Meskipun usahatani temulawak memberikan keuntungan yang lebih tinggi (Rp 3.837.500,/ha/th) dibanding kunyit dan lengkuas, namun petani di daerah tertentu kurang berminat menaman komoditi tersebut karena kesulitan memasarkan hasilnya. Kencur, jahe dan kunyit merupakan komoditas yang paling mudah pemasarannya. Tabel 1. Analisa usahatani jahe per ha. 2002. Uraian Fisik (satuan) Nilai (Rp) a. Tenaga kerja (HOK/ha) Pengerjaan lahan Penanaman Pemupukan Penyiangan Pembubunan Penyemprotan Panen 80 90 80 800.000 0.000 900.000 0.000 800.000 Jumlah 450 4.500.000 b. Sarana produksi (kg/ha) Bibit Pupuk kandang Pupuk Urea Pupuk SP36 Pupuk KCl Fungisida Bakterisida 3.000 20.000 10 1 4.500.000 2.000.000 290.000 375.000 450.000 150.000 Jumlah 8.465.000 Total biaya a + b 12.665.000 Produksi jahe (kg/ha) 20.000 Harga jahe (Rp/kg) 1.000 Penerimaan (Rp) 20.000.000 Keuntungan (Rp) 7.335.000 R/C ratio 1,58

Tabel 2. Analisa usahatani kencur per ha. 2002. Uraian Fisik (satuan) Nilai (Rp) a. Tenaga kerja (HOK/ha) Pengerjaan lahan Penanaman Pemupukan Penyiangan Pembubunan Penyemprotan Panen 100 120 80 120 8 150 1.000.000 1.200.000 800.000 1.200.000 80.000 1.500.000 Jumlah 578 5.780.000 b. Sarana produksi (kg/ha) Bibit Pupuk kandang Pupuk Urea Pupuk SP36 Pupuk KCl Fungisida 2.000 20.000 2 16.000.000 2.000.000 290.000 375.000 450.000 80.000 Jumlah 19.195.000 Total biaya a + b 24.975.000 Produksi kencur (kg/ha) 9.000 Harga kencur (Rp/kg) 6.000 Penerimaan (Rp) 54.000.000 Keuntungan (Rp) 29.025.000 R/C ratio 2,16 Tabel 3. Analisa usahatani temulawak per ha. 2002. Uraian Fisik (satuan) Nilai (Rp) a. Tenaga kerja (HOK/ha) Pengerjaan lahan Penanaman Pemupukan Penyiangan Pembubunan Penyemprotan Panen 80 800.000 0.000 0.000 Jumlah 320 3.200.000 b. Sarana produksi (kg/ha) Bibit Pupuk kandang Pupuk Urea Pupuk SP36 Pupuk KCl Pestisida 2000 20000 2.000.000 2.000.000 300.000 262.500 Jumlah 4.962.500 Total biaya a + b 8.162.500 Produksi temulawak (kg/ha) 20.000 Harga temulawak (Rp/kg) 0 Penerimaan (Rp) 12.000.000 Keuntungan (Rp) 3.837.500 R/C ratio 1,47

Tabel 4. Analisa usahatani kunyit per ha. 2002. Uraian Fisik (satuan) Nilai (Rp) a. Tenaga kerja (HOK/ha) Pengerjaan lahan Penanaman Pemupukan Penyiangan Pembubunan Penyemprotan Panen 80 800.000 0.000 0.000 Jumlah 320 3.200.000 b. Sarana produksi (kg/ha) Bibit Pupuk kandang Pupuk Urea Pupuk SP36 Pupuk KCl Pestisida 2.000 20.000 1.0.000 2.000.000 300.000 262.500 Jumlah 4.562.500 Total biaya a + b 7.762.500 Produksi kunyit (kg/ha) 20.000 Harga kunyit (Rp/kg) 500 Penerimaan (Rp) 10.000.000 Keuntungan (Rp) 2.237.500 R/C ratio 1,29 Tabel 5. Analisa usahatani lengkuas per ha. 2002. Uraian Fisik (satuan) Nilai (Rp) a. Tenaga kerja (HOK/ha) Pengerjaan lahan Penanaman Pemupukan Penyiangan Pembubunan Penyemprotan Panen 80 Jumlah 320 3.200.000 b. Sarana produksi (kg/ha) Bibit Pupuk kandang Pupuk Urea Pupuk SP36 Pupuk KCl Pestisida 2000 20000 800.000 0.000 0.000 2.200.000 2.000.000 300.000 262.500 Jumlah 5.162.500 Total biaya a + b 8.362.500 Produksi lengkuas (kg/ha) 14.000 Harga lengkuas (Rp/kg) 700 Penerimaan (Rp) 9.800.000 Keuntungan (Rp) 1.437.500 R/C ratio 1,17 PENUTUP Prospek pengembangan tanaman rimpang sebagai bahan baku obat tradisional mempunyai peluang yang cukup besar baik secara nasional maupun internasional. Untuk mengantisipasi tingginya permintaan bahan baku tersebut perlu perbaikan teknik

budidaya yang mengarah ke peningkatan produksi baik secara kuantitas maupun kualitas. Hasil analisis ekonomi tanaman rimpang dengan menerapkan teknik budidaya anjuran menunjukkan bahwa usahatani jahe, kencur, temulawak, kunyit dan lengkuas layak dikembangkan karena memberikan keuntungan dengan RC ratio >1. Diantara kelima komoditas tanaman rimpang, keuntungan paling banyak pada kencur sedangkan paling sedikit pada lengkuas. DAFTAR PUSTAKA Asman, A., A. Nurawan dan D. Sitepu. 1991. Penyakit tanaman jahe dan cara penanggulangannya dalam Perkembangan Penelitian Jahe. Edisi Khusus Littro Vol. VII (1) : 43 48. Hasanah, M., I Mustika dan D. Sitepu. 1992. Persyaratan Bahan Tanaman Bermutu Tanaman Obat. Dalam Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Hasil Penelitian Plasma Nutfah dan Budidaya Tanaman Obat. Puslitbangtri, Bogor. Kemala, S., 1993. Pengembangan agribisnis rempah, obat dan atsiri menunjang pembangunan pertanian dalam Perkembangan Penelitian Agroekonomi Tanaman Rempah Dan Obat. Edisi Khusus LITTRO Vol. IX (2): 81 91. dan E.R. Pribadi. 1993. Pasokan dan permintaan beberapa jenis tanaman obat. Laporan Hasil Penelitian Balittro. Mauludi, L., E.R. Pribadi dan Wachyudin. 1993. Analisis faktor produksi pada usahatani jahe gajah di daerah sentra produksi propinsi Sumatra Utara dalam Perkembangan Penelitian Agroekonomi Tanaman Rempah Dan Obat. Edisi Khusus LITTRO Vol. IX (2): 29 34. Muhlisah, F., 1999. Temutemuan dan emponempon, budidaya dan manfaatnya.. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Pribadi, E.R., P. Rosmeilisa dan N. Mahdi. 1993. Karakteristik petani dan sumbangan usahatani kencur terhadap pendapatan petani dalam Perkembangan Penelitian Agroekonomi Tanaman Rempah Dan Obat. Edisi Khusus LITTRO Vol. IX (2): 35 42. Roesmiyanto, S. Yuniastuti, P.E.R. Prahardini dan M. Ismail Wahab. 2002. Uji adaptasi teknologi budidaya kencur, kunyit dan temulawak di lahan pekarangan. Laporan Hasil Penelitian BPTP Jawa Timur. Rosmeilisa, P. dan N. Mahdi. 1993. Karakteristik petani dan analisis pendapatan usahatani temulawak dalam Perkembangan Penelitian Agroekonomi Tanaman Rempah Dan Obat. Edisi Khusus LITTRO Vol. IX (2): 43 48. dan E.R. Pribadi. 1993. Pola usahatani pekarangan tanaman obat di kabupaten Bogor dalam Perkembangan Penelitian Agroekonomi Tanaman Rempah Dan Obat. Edisi Khusus LITTRO Vol. IX (2): 75 80. Rukmana, R., 1995 a. Kencur. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.. 1995 b. Temulawak, tanaman rempah dan obat. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Santosa, H.B. 1991. Jahe. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Sudiarto dan S. Affandi. 1989. Temutemuan (Jahe, Temulawak, Kunyit dan Kecur). Ed. Khusus Penel. Tan Pangan Rempah dan Obat. Vol. V. No. 1. 1989. Balitro, Bogor. Pp 74 75. Susilawati, A. dan Sudiarto. 1991. Pemupukan dan jarak tanam pada tanaman jahe dalam Perkembangan Penelitian Jahe Edisi Khusus Littro Vol. VII (1) : 17 23. Wardana, H.D., N.S. Barwa, A. Kongsjahju, M.A. Iqbal, M. Khalid dan R.R. Taryadi. 2002. Budidaya secara organik tanaman obat rimpang. PT Penebar Swadaya. Bogor. Yuniastuti, S., Roesmiyanto, PER Prahardini dan E. Retnaningtyas. 2002. Uji adaptasi teknologi budidaya jahe di lahan kering Jawa Timur. Laporan Hasil Penelitian BPTP Jawa Timur.