BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya ( American Diabetes Association, 2013). Pasien DM dapat mengalami penurunan kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin atau penurunan produksi insulin oleh pankreas (Smeltzer & Bare, 2002). Pada DM tipe 2, terjadi karena kerusakan secara progresif sel beta pankreas dan penurunan sensitivitas sel tubuh terhadap insulin tanpa diawali oleh proses autoimun (Smeltzer & Bare, 2002). Berbagai komplikasi dapat timbul pada organ tubuh pasien DM terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Suyono dkk, 2013). Jumlah pasien DM di seluruh dunia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data epidemologi International Diabetes Foundation (IDF) (2013), diperkirakan jumlah penduduk dunia yang hidup dengan DM pada usia antara 20-79 tahun adalah 285 juta penduduk pada tahun 2009, meningkat menjadi 371 juta penduduk pada tahun 2011, dan 382 juta penduduk pada tahun 2013. Pasien DM di Indonesia diperkirakan berjumlah 7 juta penduduk pada tahun 2009, meningkat menjadi 7,6 juta penduduk pada tahun 2011, dan menjadi 8,5 juta penduduk pada tahun 2013. Jumlah ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-7 pasien DM terbanyak di dunia setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan 1
2 Meksiko. Jumlah pasien DM di Bali adalah 2.210 pada tahun 2011, sebaran paling banyak ada di kabupaten Badung dan kotamadya Denpasar ( Pusat Data & Informasi PERSI, 2011). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi pasien DM di Bali adalah 1,5% dari jumlah penduduk Bali atau sekitar 60.830 penduduk (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Berbagai komplikasi dapat muncul pada pasien DM, salah satunya adalah neuropati DM. Hiperglikemia kronis dapat menyebabkan gangguan pada aktivitas jalur poliol (glukosa-sorbitol-fruktosa) sehingga terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam sel saraf (Price & Wilson, 2002). Penimbunan ini menyebabkan edema sel saraf serta memicu stimulasi berbagai enzim yang dapat merusak sel saraf baik melalui faktor metabolik dan faktor neurovaskular. Gangguan metabolik yang distimulasi oleh penimbunan sorbitol dan fruktosa tersebut dapat secara langsung ataupun tidak langsung merusak sel saraf. Gangguan neurovaskular yang terjadi akan mengganggu suplai darah dan oksigen menuju sel saraf (Subekti, 2009). Kerusakan sel saraf akibat DM atau neuropati DM dapat mengenai seluruh saraf tubuh baik serat saraf sensorik, motorik, dan otonom (Quan, 2014). Menurut American Diabetes Association (ADA) (2013), gejala yang dapat muncul akibat gangguan sensitivitas kaki adalah rasa kesemutan, terbakar, nyeri, terasa sangat panas atau dingin, sensasi seperti sedang menggunakan kaos kaki, sampai ketidakmampuan merasakan nyeri dan membedakan panas atau dingin.
3 Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan hari Sabtu tanggal 29 November 2014 di Royal Diabetes Clinic (RDC) BROS Denpasar dari 12 orang pasien DM yang diwawancarai, terdapat empat pasien yang mengeluhkan gangguan pada kaki seperti kesemutan, rasa tebal, rasa panas dan nyeri. Hasil observasi menunjukkan terdapat dua pasien mengalami penebalan atau penandukan pada kuku kaki. Kerusakan pada serat saraf sensorik kaki berdampak pada penurunan sensitivitas saraf kaki yang berfungsi sebagai sensasi protektif. Kehilangan sensasi protektif menyebabkan pasien DM mudah mengalami ulkus kaki diabetik (Veves, Guirini, dan Lugerfo, 2002). Menurut Suyono dkk (2013), pasien DM mempunyai risiko 5 kali lebih besar mengalami ulkus kaki diabetik. Sekitar 15% pasien DM mengalami komplikasi berupa ulkus kaki diabetik (Widianti, 2010). Ulkus kaki yang terjadi pada pasien DM dapat menghambat proses penyembuhan luka dan sering disertai infeksi yang berakhir dengan amputasi. DM menyebabkan sekitar 40 70% dari seluruh kejadian amputasi ekstremitas bawah (Prabowo, 2007). Angka amputasi pasien DM lebih besar 15 kali daripada yang bukan pasien DM. Berdasarkan data perawatan Penyakit Dalam RSCM tahun 2007, dari 111 pasien DM yang dirawat dengan masalah kaki diabetik terdapat 39 orang atau sekitar 35% yang diamputasi. Amputasi mayor (amputasi diatas pergelangan kaki) dialami oleh sekitar 12 orang (30%) dari jumlah total yang diamputasi dan 27 orang (70%) sisanya diamputasi minor (amputasi dibawah pergelangan kaki). Amputasi kembali atau amputasi ulang terjadi sekitar 30-50% pasca amputasi dalam kurun waktu 1-3 tahun. Insiden kematian akibat
4 amputasi tersebut sekitar 15% dari total pasien DM yang diamputasi (pusat data persi, 2011). Kejadian amputasi dapat menurunkan kualitas hidup pasien DM dalam hal mobilisasi dan aktivitas perawatan diri. Penatalaksanaan sedini mungkin pada pada pasien DM dapat mencegah komplikasi diabetic foot dan amputasi (Maryunani, 2013). Penatalaksanaan sedini mungkin perlu diberikan untuk meminimalisasi komplikasi DM pada kaki. Pasien DM yang sudah mengalami komplikasi maka usaha yang dilakukan untuk menyembuhkannya kembali ke arah normal akan menjadi susah (Suyono dkk, 2013). Dasar dari manajemen dan penatalaksanaan DM untuk mengontrol kadar gula darah adalah diet, latihan fisik, dan terapi obat ditunjang dengan edukasi dan pemantauan yang baik (Smeltzer & Bare, 2002). Penatalaksanaan yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup pasien DM, sehingga dapat menjalani hidupnya secara normal (National Diabetes Information Clearinghouse, 2014). Latihan fisik sebagai salah satu pilar tatalaksana pasien DM sangat bermanfaat dalam kontrol glukosa darah, terutama pada pasien DM tipe 2. Latihan fisik dapat meningkatkan permeabilitas membran sel terhadap glukosa sehingga resistensi insulin berkurang atau sensitivitas/respon reseptor pada sel terhadap insulin meningkat. Manfaat yang didapat dengan latihan fisik akan optimal apabila memperhatikan frekuensi, intensitas, dan durasi latihan (Widianti, 2010). Salah satu latihan fisik yang dianjurkan pada pasien DM adalah senam kaki diabetik (Akhtyo, 2009).
5 Senam kaki diabetik adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan dengan cara menggerakkan otot dan sendi kaki. Senam kaki diabetik dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, serta mengatasi keterbatasan gerak sendi. Otot-otot yang bergerak/beraktivitas, sensitivitasnya terhadap insulin akan meningkat. Insulin yang semula tinggi di pembuluh darah dapat digunakan oleh sel otot sebagai energi. Kadar glukosa darah yang tinggi secara perlahan akan menurun karena digunakan oleh sel otot. Penurunan kadar glukosa darah juga akan mengurangi timbunan glukosa, sorbitol, dan fruktosa pada sel saraf. Hal ini akan meningkatkan sirkulasi dan fungsi sel saraf atau meningkatkan sensitivitas saraf kaki dan menurunkan risiko/mencegah terjadinya ulkus kaki diabetik (Subekti, 2009; Widianti, 2010). Pemantauan atau pemeriksaan juga merupakan hal yang penting dilakukan dalam tatalaksana pasien DM. Pasien DM dengan komplikasi umumnya menunjukkan penurunan fungsi persarafan pada pemeriksaan neurologi (Bowker & Pfiefer, 2008). Semmes-Weinstein Monofilament (SWM) merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dianjurkan untuk memeriksa sensasi protektif pada kaki. SWM bersifat noninvasif, mudah, murah, cepat, dan memiliki kemampuan prediksi yang sangat baik untuk resiko ulserasi atau amputasi. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekankan monofilamen secara tegak lurus sampai monofilament melengkung pada beberapa titik di kaki (20 titik pada kedua kaki) selama 1-1,5 detik, kemudian dievaluasi kemampuan pasien untuk merasakan tekanan tersebut (Veves, Guirini, dan Logerfo, 2002). Pasien DM yang tidak mampu merasakan
6 10-g monofilament pada satu atau lebih titik permukaan plantar pedis dapat dikategorikan mengalami kehilangan fungsi saraf/neuropati (Boulton et al, 2008). Saat ini Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar ikut serta dalam program JADE (Joint Asia Diabetes Evaluation) yaitu suatu program penanggulangan DM berbasis web yang dibuat dan dilaksanakan oleh Asia Diabetes Foundation (ADF) untuk memprediksi faktor risiko individual, mengevaluasi protokol pengobatan dan perawatan yang dianjurkan serta memberdayakan dan memfasilitasi keputusan bersama antara pasien DM dan penyelenggara kesehatan (dokter dan perawat). Menurut register pasien, jumlah pasien DM yang tercatat di register Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar sebanyak 96 orang dalam kurun waktu Januari sampai dengan Oktober 2014. Berdasarkan wawancara terhadap pasien DM yang hadir saat studi pendahuluan yang berjumlah 12 orang, sebagian besar belum mengenal, mengetahui ataupun melaksanakan senam kaki diabetes. Tingginya insiden atau prevalensi pasien DM baik di dunia, di Indonesia maupun di Bali yang juga meningkatkan risiko komplikasi berupa ulkus kaki diabetik dan risiko amputasi pasien dengan ulkus kaki diabetik serta terdapat perbedaan karakteristik tempat penelitian, menjadi alasan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Sensitivitas Kaki pada Pasien DM tipe 2 di Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar. 1.2 Rumusan Masalah Apakah ada pengaruh senam kaki diabetik terhadap sensitifitas kaki pada pasien DM tipe 2 di Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar?
7 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh senam kaki diabetik terhadap sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2 di Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi skor pretest sensitivitas kaki pasien DM tipe 2 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar. b. Mengidentifikasi skor posttest sensitivitas kaki pasien DM tipe 2 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar. c. Menganalisa pengaruh senam kaki diabetik terhadap sensitivitas kaki pasien DM tipe 2 kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh senam kaki diabetik terhadap sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2 yang dapat meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan.
8 1.4.2 Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan/pengetahuan dan masukan bagi perawat sebagai dasar pengembangan askep pasien DM tipe 2. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan agar senam kaki diabetik dapat dijadikan salah satu prosedur tetap penanganan pasien DM tipe 2 di institusi pelayanan rumah sakit. c. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya yang hendak melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh senam kaki diabetik terhadap sensitivitas kaki pasien DM tipe 2. 1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Nasution, J. (2010), Pengaruh Senam Kaki Terhadap Peningkatan Sirkulasi Darah Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus di RSUP Haji Adam Medan. Desain penelitian menggunakan quasi eksperimen with control group design dengan teknik purposive sampling menggunakan sampel sebanyak 10 orang yang terdiri dari 5 orang kelompok intervensi dan 5 orang kelompok kontrol. Analisa data menggunakan uji t dengan hasil terdapat perbedaan sirkulasi darah sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki pada kelompok kontrol dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Sedangkan pada kelompok intervensi juga terdapat perbedaan dengan nilai p=0,002 (p=<0,05). Instrument penelitian menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop.
9 b. Priyatno, S. (2012), Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki dan Kadar Gula Darah Pada Agragat Lansia Diabetes Melitus Di Magelang. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimental dengan pre and post test group design with control group. Metode sampling yang digunakan adalah convenience sampling. Sampel yang diambil sebanyak 125 responden yang terdiri dari 62 responden kelompok intervensi dan 63 responden kelompok kontrol. Intervensi senam kaki diberikan setiap hari selama dua minggu. Menggunakan analisa bivariat uji t. Analisa data menunjukkan ada perbedaan rata-rata sensitivitas kaki sebelum dan setelah diberikan intervensi senam kaki pada kelompok intervensi (t=14,87; p value= 0,000) serta tidak ada perbedaan rata-rata sensitivitas kaki sebelum dan sesudah diberikan intervensi senam kaki pada kelompok kontrol ( t= 1,76; p value= 0,083). Instrumen penelitian menggunakan jarum, sikat, dan kapas. c. Oktaviah, D. (2012), Efektifitas Senam Kaki Diabetik Dengan Bola Plastik Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Desain penelitian yang digunakan yaitu quasi eksperimental dengan nonequivalent control group which divided into exsperimental group and control group. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang dibagi menjadi 15 orang kelompok eksperimen dan 15 orang kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberi perlakuan senam kaki diabetik tiga kali seminggu. Analisa bivariat menggunakan uji t dengan hasil menunjukkan rata-rata sensitivitas kaki sebelum diberikan intervensi senam kaki dengan bola adalah 8,467 dan rata-
10 rata sensitivitas kaki sesudah diberikan intervensi senam kaki dengan bola adalah 9,007. Terdapat peningkatan rata-rata sensitivitas kaki sebelum dan setelah intervensi senam kaki menggunakan bola dengan p value 0,002 (<0,05). Instrumen penelitian menggunakan monofilament. d. Pratama, D. (2013), Pengaruh Pemberian Masase Kaki Terhadap Sensasi Proteksi Pada Kaki Pasien DM tipe II Dengan Diabetic Peripheral Neuropathy di Puskesmas I Denpasar Utara. Desain penelitian yang digunakan yaitu quasi eksperimental dengan non-equivalent control group design. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang dibagi menjadi 10 orang kelompok eksperimen dan 10 orang kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberi perlakuan berupa masase kaki dua kali seminggu selama empat minggu dengan pengukuran sensasi proteksi menggunakan homemade 10-g monofilament. Analisa bivariat menggunakan uji Wilcoxon dan Mann Withney dengan hasil diperoleh rata-rata perubahan skor sensasi proteksi kaki pre-test dan post-test pada kelompok perlakuan sebesar 2,9 sedangkan rata-rata perubahan skor sensasi proteksi kaki pre-test dan post-test pada kelompok kontrol sebesar -0,7. Jadi, terdapat pengaruh pemberian masase kaki terhadap sensasi proteksi pada kaki pasien DM tipe II dengan diabetic peripheral neuropathy di Puskesmas I Denpasar Utara dengan p value 0,003 (<0,05). Instrumen penelitian menggunakan homemade 10-g monofilament.