BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masyarakat saat ini sedang menghadapi perubahan dari era modern menuju informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang; ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi. Fenomena yang demikian tentunya mempunyai pengaruh terhadap tatanan dan nilai kehidupan individu maupun organisasi khususnya di lingkungan dunia industri yang dituntut selalu dapat beradaptasi dan berkembang sesuai dengan tantangan yang dihadapi salah satunya adalah pertimbangan efektivitas dalam mencapai tujuan seperti halnya dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kedudukan Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat terikat oleh peraturan hukum dan perundang-undangan serta ketentuan lainnya, mengenai norma dan etika yang disebut dengan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, setiap Pegawai Negeri Sipil terikat dengan Sumpah dan Janji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tertuang dalam PP No. 21 Tahun 1975. Dalam pelaksanaan tugasnya setiap Pegawai Negeri Sipil harus memahami dan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, menjunjung tinggi ketidakberpihakan terhadap semua golongan, masyarakat, individu, serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan. Di samping itu, setiap Pegawai Negeri Sipil harus menunjukkan akuntabilitasnya dengan mempertanggungjawabkan seluruh
pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya baik kepada bangsa dan negara maupun masyarakat melalui pimpinan atau atasan langsungnya. Pegawai Negeri Sipil (PNS) senantiasa menarik untuk diteliti dari mulai permasalahan pelayanan yang dilakukannya, kompetensi yang seharusnya melekat pada pekerjaannya, masalah perilaku, masalah kesejahteraan yang menyangkut faktor gaji dan tunjangan bagi PNS sampai kepada masalah keorganisasian PNS. Efektivitas organisasi mempunyai peranan yang cukup penting sebagai penunjang dalam merealisasikan beberapa tujuan yang telah ditetapkan (Etzioni, 1995). Penjelasan beberapa tokoh di atas agar mudah dipahami tentu ada beberapa kreteria yang dimiliki suatu organsasi. Kriteria yang dapat dipakai untuk memahami keefektifan organisasi yaitu melayani pelanggan mendapatkan keuntungan, mampu bersaing, dan luasnya pangsa pasar (Robbins, 1994). Keefektifan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sungguhsungguh untuk mengubah ketidakefektifan dalam bidang apapun (Steers, 1997). Thoha (2000) menjelaskan keberadaan individu dalam organisasi sangat penting karena dapat menentukan efektif atau tidaknya dalam mencapai suatu tujuan. Manusia merupakan salah satu dimensi yang sangat penting dan salah satu faktor pendukung organisasi. Organisasi dikatakan efektif apabila dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan anggotanya yang menjadi pendukung secara berkelanjutan dalam mencapai tingkatan eksistensi tertentu (Robbins, 1994). Era globalisasi telah membawa dampak terhadap tuntutan kebutuhan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tuntutan yang telah merambah ke
berbagai lini kehidupan tersebut, kini kian menjadi inspirasi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Disadari bahwa kebutuhan masyarakat dari hari ke hari semakin kompleks dan menantang untuk dihadapi secara profesional. Terutama dalam mewujudkan pelayanan masyarakat yang berkualitas oleh berbagai kalangan institusi birokrasi. Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara merupakan bagian integral institusi birokrasi pelayanan publik. Tentunya tidak luput dari tuntutan untuk berkiprah melakukan tugasnya. Pelaksanaan tugas mutlak membutuhkan sumber daya manusia unggul di bidang kompetensi. Keunggulan yang diindikasikan dengan pengetahuan, keterampilan serta perilaku yang memadai. Disiplin merupakan suatu aturan atau norma yang disepakati dan harus ditaati dalam setiap organisasi dan apabila tidak ditaati tentu akan menerima sanksi sesuai dengan aturan/norma yang ada pada setiap organisasi. Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, ketentraman, keteraturan dan ketertiban. (Prijodarminto, 1992). Dalam kaitannya dengan disiplin kerja, Siswanto (1989) mengemukakan disiplin kerja sebagai sikap menghormati, menghargai patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak menerima sanksisanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Sementara itu, Wyckoff dan Unel, (1990) mendefinisikan disiplin sebagai suatu proses kerja yang mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri, dan pada bagian
lain disebutkan bahwa disiplin kerja adalah kesadaran, kemauan dan kesediaan kerja orang lain agar dapat tunduk dan taat terhadap semua peraturan dan norma yang berlaku. Kesadaran kerja adalah sikap sukarela dan merupakan panggilan akan tugas dan tanggung jawab bagi seorang karyawan (personil) dan harus memiliki prinsip dan memaksimalkan potensi kerja personil yang lain mengikutinya sehingga dapat menanamkan jiwa disiplin dalam bekerja. Jackclass (1991) membedakan disiplin dalam dua kategori, yaitu Self Discipline dan Social Discipline. Self Discipline merupakan disiplin pribadi karyawan (personil) yang tercermin dari pribadinya dalam melakukan tugas kerja rutin yang harus dilakukan, sedangkan social discipline adalah merupakan pelaksanaan disiplin dalam organisasi secara keseluruhan. Disiplin menurut (Davis & Newstrom 1985) ada dua bentuk sifat disiplin yang merupakan tindakan manajemen untuk menegakkan standar organisasi, yaitu tindakan bersifat preventif dan tindakan bersifat korektif. Tindakan bersifat disiplin preventif (preventif discipline) adalah tindakan yang dilakukan untuk mendorong personil mentaati standar dan peraturan sehingga tidak terjadi pelanggaran. Tujuan pokoknya adalah mendorong personil untuk memiliki disiplin diri sehingga dengan cara ini para personil berusaha menegakkan disiplin diri ketimbang Pimpinan memaksakannya. Kelompok yang memiliki disiplin diri pada akhirnya merupakan sumber kebanggaan dalam setiap organisasi/satuan. Dalam menciptakan iklim organisasi/satuan dalam rangka pendisiplinan merupakan tanggung jawab Pimpinan. Pendisiplinan preventif adalah suatu sistem yang saling berkaitan, jadi pimpinan perlu bekerjasama dengan semua bagian/satuan untuk mengembangkannya.
Tindakan bersifat disiplin korektif (Corrective Discipline) adalah tindakan yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran peraturan tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pelanggaran lebih lanjut sehingga tindakan di masa yang akan datang akan sesuai dengan standar. Tindakan korektif biasanya berupa hukuman tertentu dan disebut tindakan disipliner dan bertujuan memperbaiki perilaku pelanggar standar, mencegah personil lain melakukan tindakan yang serupa serta mempertahankan standar kelompok yang konsisten dan efektif. Salah satu faktor yang mempengaruhi disiplin kerja adalah motivasi kerja. Motivasi kerja merupakan suatu daya pendorong atau penggerak yang dimiliki atau terdapat dalam diri setiap individu dalam melakukan suatu kegiatan agar individu mau berbuat, bekerja serta beraktifitas untuk menggunakan segenap kemampuan dan potensi yang dimilikinya guna mencapai tujuan yang dikehendaki, sebagaimana ditetapkan sebelumnya. Robbins (2007) mengemukakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang mendorong atau menggerakkan manusia untuk melakukan tingkah laku dan mengarahkannya pada suatu tujuan tertentu. Motivasi dapat dilihat dari cara kerja, sejauh mana kemauan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan berusaha memanfaatkan waktu untuk bekerja seefisien mungkin dengan tanggung jawab didasari oleh motivasi kerja yang tinggi. Motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatankegiatan tertentu. Individu yang memiliki motivasi kerja tinggi akan memiliki
kesadaran terhadap pekerjaan dan akan berusaha mencapai hasil yang sebaiknya, bekerja tanpa motivasi menyebabkan kurangnya tanggung jawab dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dari setiap personil. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi disiplin kerja adalah anggapan individu mengenai sumber kontrol perilakunya. Setiap individu mempunyai anggapan yang berbeda mengenai sumber kontrol yang mempengaruhi perilaku dan hasil yang dicapai dalam hidupnya. Sebagian individu cenderung menganggap bahwa hasil yang dicapai cenderung dikendalikan oleh sumber dari dirinya sendiri (internal), sebagian individu yang lain cenderung menganggap bahwa hal-hal seperti nasib, kesempatan atau kekuatan lain diluar dirinyalah yang mempengaruhi perilaku dan hasilnya. Permasalahannya adalah bagaimana dengan dispilin kerja PNS? Kritik terhadap mutu pelayanan PNS seakan tidak pernah berhenti. Bahkan sejak rezim orde baru telah banyak kritik yang dilontarkan. Terlebih ketika reformasi bergulir dan otonomi daerah telah terwujud maka kritik menjadi lebih gencar dari era sebelumnya. Sejalan dengan perkembangna teknologi informasi, kritik yang dilontarkan tidak hanya terbatas pada saluran media massa, tetapi kritik telah disampaikan secara bebas dan lebih terbuka, baik melalui situs resmi pemerintah maupun melalui situs interaktif yang umumnya menyatakan bahwa hingga saat ini kualitas PNS tidak kompeten. Bukti empiris masih rendahnya mutu PNS telah banyak dilaporkan oleh banyak penelitian. Kajian yang berusaha untuk memberikan penjelasan terhadap faktor penyebab rendahnya mutu PNS di Indonesia telah banyak dilakukan yang memberikan berbagai rekomendasi yang terkait dengan beberapa persoalan utama,
antara lain menyangkut masih rendahnya pendidikan formal, sistem rekrutmen, belum memenuhi standar kebutuhan dan sebagainya. Pada Era Reformasi Nasional disegala bidang dewasa ini, ada banyak kendala dan peluang pembangunan nasional. Penekakan pada 2 (dua) agenda besar kontradiktif yang dihadapi segenap Pegawai Negeri Sipil sebagai birokrat profesional yang merupakan unsur utama aparatur negara, serta seluruh penyelenggara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pertama, arus gelombang dahsyat kemajuan peradaban informasi, khususnya manajemen ilmiah dalam proses organisasi, disertai meningkatnya kompetensi dan profesionalisme SDM handal yang semakin meluas masuk, berasal dari mancanegara. Termasuk dari negara-negara berkembang yang seharusnya tidak lebih maju dari negara kita. Mereka semua mempunyai kapabilitas pada syarat equal work and equal responsibility with equal pay. Kedua, keterpurukan nasib aparatur dan penyelenggara negara dengan segala kelemahannya, akibat keteledoran kita sendiri, lupa dan melupakan jati dirinya sebagai birokrat profesional karier. Bahkan bisa disebut, bangsa Indonesia betul-betul menghadapi dahsyatnya kemajuan organisasi dan SDM global yang sangat menguasai era transparansi, era globalisasi, era persaingan kerja dan perdagangan bebas, era informasi dan komunikasi yang berubah secara dinamis pada abad 21 dewasa ini. Namun secara kontradiktif, dalam kutub yang berlawanan, berkembang kelemahan (akibat keteledoran sendiri) organisasi dan aparatur negara dalam berbagai dimensi budaya
kerjanya, berbagai paradigma pemerintahannya, serta karakteristik governance-nya di era desentralisasi madaniah (civil society) Indonesia. Tidak ada alasan untuk meneruskan keteledoran itu, aparatur negara sudah waktunya untuk memperteguh makna jati diri sebagai birokrat profesional karier. TAP MPR Nomor X Tahun 1998, telah mengamanatkan: Harus diadakan koreksi terhadap wacana pembangunan sebagai dasar pijakan dan sasaran reformasi, dengan pemerintahan yang bersih sebagai pelayan masyarakat untuk mencapai kewibawaan dan legitimasi, dalam sistem kenegaraan yang demokratis. Tidak ada kata terlambat, tidak ada kamusnya untuk gagal. Kita semua tidak boleh kehilangan momentum, harus melaksanakan secara maksimal. Muncul beberapa asumsi bahwa rendahnya kinerja PNS disebabkan gaji yang kecil. Oleh karena itu, menarik untuk diteliti ketika sudah diberlakukan TPP bagi PNS khususnya di Pemprovsu. Jadi penelitian ini mencoba membahas lebih mendalam tentang bagaimana penerapan TPP terhadap peningkatan kinerja dan disiplin kerja pegawai. perlu kita pahami bahwa sebenarnya dalam kajian studi pembangunan pada dasarnya tidaklah hanya membahas tentang konsep-konsep pembangunan ekonomi, melainkan ada hal yang perlu dibahas yaitu tentang pembangunan kinerja dan disiplin kerja. Pembangunan kinerja yang baik akan berhubungan dengan motivasi kerja dan disiplin. Pembangunan kinerja yang baik akan berdampak positif terhadap pembangunan lembaga,pembangunan daerah atau bahkan pembangunan nasional.
Dengan demikian, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Penerapan Tambahan Penghasilan Pegawai DalamMeningkatkan Kinerja dan Disiplin Pegawai Pada Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan dalam pertanyaan penelitian yakni: Bagaimana penerapan tambahan penghasilan pegawai dalam meningkatkan kinerja dan disiplin pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas dapat ditetapkan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui penerapan tambahan penghasilan pegawai dan peranannya dalam meningkatkan kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam upaya peningkatan etos dan displin kerja di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. b. Sebagai suatu sarana pelatihan dan penerapan ilmu yang diperoleh dalam melakukan analisis dan pengambilan kesimpulan terhadap permasalahan penghasilan PNS. c. Bagi Program Magister Studi Pembangunan Pascasarjana Universitas
d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya, yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.