PSIKOLOGI MELATIH KARATE USIA DINI Dipresentasikan pada Penataran Sertifikasi Pelatih Karate Pratama Tahap II Tingkat Nasional Tahun 2008 Manado, 25-27 Juli 2008 Pengurus Besar Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia
(Masutatsu Oyama, 1963) Essentially the art of Karate is the art of selfdefense. In other words, Karate is designed for protective reasons and should never be used to attack an opponent..the guiding principle of Karate never allows you to hurt others unless you are attacked..karate should not be violent; it should deny violence..the moment you strike the opponent is the moment the opponent strikes you.
KARATE DAN MASA DEPAN ANAK FILOSOFI: Karate merupakan SENI BELA DIRI. Karate tidak boleh digunakan untuk menyerang seseorang. Karate tidak boleh digunakan untuk menyakiti orang. Orang yang menguasai ilmu bela diri Karate harus selalu menghindari kekerasan. Saat anda memukul lawan adalah pada saat lawan memukul anda.
You can do anything if you will. Only act with self-confidence..man s mental power is great; his body supported by this great power is mysterious beyond solution by science..the essence of Karate, therefore, is nothing else than a training of mind over body. This is why Karate, capable of such power, should not be used wrongly or violently. The art of Karate seeks for something deeper than simple physical cultivation. (Masutatsu Oyama, 1963)
Kekuatan/Kedahsyatan mental manusia tidak terbatas, seringkali sulit dijelaskan secara ilmiah. Hakekat Karate adalah: mengendalikan fisik/tubuh melalui kekuatan pikiran/mental. Seorang Karateka mampu memiliki kekuatan dahsyat seperti itu. Oleh karena itu Karate lebih dari sekedar mengembangkan kekuatan atau keterampilan bela diri secara fisik saja.
Masa depan kehidupan anak di masyarakat: sarat dengan unsur kompetisi yang harus diperjuangkan, bukan sesuatu yang dapat diperoleh dan diraih dengan mudah tetapi bukan pula sesuatu yang begitu saja diberikan kepada anak
Oleh karena itu program latihan untuk anak usia dini harus didesain sedemikian rupa, sehingga mampu memberikan banyak peluang pada anak untuk bereksperimen dalam mengembangkan empati, rasa percaya diri, rasa hormat, sifat pejuang, dan disiplin; di samping tentu saja aspek keterampilan motorik dan keterampilan bela dirinya sendiri.
ATRIBUT PSIKOLOGIS DAN KETERAMPIAN MENTAL YANG DIPERLUKAN UNTUK MENJADI JUARA: Confidence Ability to cope with and control anxiety Ability to focus Determination Competitiveness
Confidence gained from childhood?
Team Confidence
Filosofi di balik Kemajuan/ Prestasi Anak PENGAKUAN TERHADAP HASIL dari setiap usaha yang dilakukan: misalnya keterampilan/ teknik baru, daya tahan dan stamina fisiknya, pemahaman mengenai peraturan/pertandingan, perkembangan prestasi
Model Pembinaan Olahraga: Model Usia Dini/Remaja 1. Sebagai media edukatif dalam mengembangkan karakteristik fisik dan psikologis yang ideal 2. Lingkungan olahraga dipandang sebagai bagian penting dari lingkungan masyarakat di mana anak/remaja akan hidup kelak
Model Profesional 1. Sifat kegiatannya profesional artinya mengarah pada tujuan komersial 2. Sasarannya mengandung unsur hiburan, di samping memperoleh keuntungan materi 3. Sukses finansial menjadi tujuan dan amat tergantung dari orientasi produk (kemenangan)
Segitiga Pembinaan Olahraga Usia Dini/Remaja PRESTASI ORANGTUA PELATIH ATLET
Pelatih Perlu Mencermati a) Perbedaan antara dua model pembinaan olahraga usia dini/remaja yaitu model profesional dan model ideal, b) Sasaran pembinaan olahraga usia dini/remaja termasuk mempersepsi kemenangan/kekalahan secara sehat, c) Peran dan tanggungjawab orangtua, d) Membina komunikasi dua-arah yang efektif dengan orangtua, e) Mengelola dan menyelenggarakan pertemuan terbuka dengan orangtua.
Sasaran Pembinaan Olahraga Usia Dini/Remaja Secara fisik, mendapatkan keterampilan berolahraga dan meningkatkan tingkat kebugaran jasmani Secara psikologis, menumbuhkan dan mengembangkan kepemimpinan, disiplin diri yang kuat, menghargai otoritas, sifat bersaing yang sehat, kerjasama, sportivitas, rasa percaya diri, self-esteem Secara sosial, mengembangkan keterampilan sosial-emosional di segala aspek kehidupan Membina sikap mental yang tangguh dan karakter yang kokoh
Keterlibatan orangtua memberi peluang lebih banyak untuk membina keutuhan dan menguatkan ikatan keluarga Memberi banyak peluang di mana anak/remaja bisa mengekspresikan diri, bergembira, dan merasa senang Belajar menghadapi kekalahan dan kemenangan dengan bijak Sukses bukan semata berarti kemenangan, dan kegagalan bukan semata berarti kekalahan
Peran dan Tanggung Jawab Orangtua Bertanggung jawab terhadap tercapainya hak anak untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam kegiatan olahraga apapun Mendorong dan memberi semangat pada anak untuk berpartisipasi, dan bukan memaksa, menekan, mengintimidasi, atau menyuap anak agar mau terlibat dalam cabang olahraga yang dikehendaki orangtuanya
Setiap saat bersedia melayani anaknya yang ingin berbincang mengenai keterlibatan di dalam olahraga pilihannya Orangtua wajib menghormati keinginan dan keputusan anak Peran orangtua akan signifikan apabila mereka menunjukkan pengertian dan apresiasi pada pilihan cabang olahraga anaknya
Membina Komunikasi yang Efektif antara Pelatih dan Orang Tua Sama-sama berhak dan bertanggungjawab di dalam proses keterlibatan anak Pelatih bersedia melayani pertanyaan orangtua dan menerima masukannya Pelatih yang terbuka terhadap orangtua biasanya mendapat masukan konstruktif dari orangtua
Membuka komunikasi dua-arah Pelatih harus bersikap tegas dan menumbuhkan respek pada orangtua Interaksi antara pelatih-orangtua kadangkala tanpa kehadiran anak Konflik antara keduanya biasanya disebabkan perbedaan pendapat mengenai kemampuan/kemajuan anak
Pelatih tidak perlu membela diri, tetapi dengarkan apa yang dikatakan orang tua Pelatih memegang kendali akhir, dan menyadari bahwa tidak semua tindakan dan keputusannya memuaskan semua pihak Tipe orangtua: a) ortu yang tidak peduli, b) ortu yang senang berteriak pada saat menonton anaknya, c) ortu sebagai pelatih kedua, d) ortu yang overprotective.
KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI: Kemauan dan kesungguhan dalam mendengarkan Kejelasan berbicara Jangan pernah berhenti menyatakan perasaan pada atlet Menkritik secara konstruktif dengan menjelaskan maksudnya
Apa yang dipikirkan atlet?? Apa sebenarnya tujuan pembicaraan? Apakah arah pembicaraan memang bertujuan untuk meningkatkan prestasi saya? Adakah manfaat yang bisa diambil? Apakah pelatih hanya sekedar melampiaskan emosi? Apakah pelatih benar-benar berniat baik? Adakah manfaatnya untuk bisa mengenal pelatih dengan lebih baik?
TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK 6-11 tahun (kelompok usia muda): a. Tingkat perhatian dan konsentrasi pendek. b. Instruksi sederhana dan singkat. c. Anak perlu diberi semangat atau pengakuan yang positif. d. Anak ingin dihargai usahanya. e. Penekanan latihan kepada rasa senang dan kegembiraan anak.
11-15 tahun (kelompok usia menengah): a. Terjadi perubahan perilaku yang disebabkan oleh proses adaptasi terhadap kehidupan sosial, psikologis, dan perubahan fisiologis tubuh. b. Sudah bisa diberikan instruksi dan strategi permainan yang le.bih rumit. c. Tekankan pelatihan pada peningkatan kemampuan dan keterampilan, bukan pada kemenangan saja. d.anak ingin dihargai dan dikenal, tidak mau lagi diperlakukan seperti anak kecil. e. Pelatih harus lebih banyak mendengarkan daripada memberi perintah.
Atlet akan termotivasi apabila pelatih: - bersikap terbuka dan jujur - tidak pilih kasih - tegas dalam menerapkan aturan - memiliki rasa empati tinggi - mensosialisasikan program - mendampingi atlet dalam menetapkan sasaran latihan
Keterkaitan dua faktor (personal dan situasional) yang terlibat dalam pertumbuhan motivasi Faktor Personal Kebutuhan Ketertarikan Sasaran Kepribadian Interaksi antara atlet dan situasi Faktor Situasional Gaya melatih Fasilitas latihan Rekor kemenangan/ kekakalahan - dsb Atlet Termotivasi
Sekarang untuk sejenak anda pejamkan kedua mata, Bayangkan sebuah timbangan dalam keadaan setimbang sempurna
BALANCED IM INTRINSICALLY MOTIVATED MOTIVATED EM EXTRINSICALLY
SEIMBANG MI MOTIVASI INTRINSIK ME MOTIVASI EKSTRINSIK
INTRINSIC NOT RECOMMENDED EXTRINSIC
INTRINSIK TIDAK DIHARAPKAN TERJADI PADA ANAK EKSTRINSIK
EXTRINSIC EXPECTED INTRINSIC
EKSTRINSIK DIHARAPKAN INTRINSIK
Program pelatihan karate khusus untuk usia dini harus terfokus pada rasa senang pada anak (fun), pengembangan keterampilan, dan partisipasi maksimal dari si anak, Akan menyebabkan anak bertahan dalam kegiatannya dan cenderung meraih kesuksesan di kemudian hari
APA KOMENTAR ANDA? Ilustrator:: Didin Budiman
MENETAPKAN SASARAN Sasaran Jangka Pendek: Sebagai batu loncatan dalam mencapai sasaran jangka menengah dan panjang. Sifatnya realistis, mudah dicapai sesuai tingkat keterampilan atlet. Berperan sebagai motivator kuat untuk mencapai sasaran berikutnya.
CONTOH SASARAN JANGKA PENDEK Bagian dari performa atlet (teknik memukul, menendang, sikap kuda-kuda,) Keterampilan khusus (konsistensi dan penyempurnaan skill, gerakan tubuh dalam menunjang usaha menyerang ) Kebugaran jasmani (berat beban, fleksibilitas tungkai, volume dan intensitas latihan) Kontrol emosi Konsentrasi Aspek sosial
Sasaran Jangka Menengah Pada dasarnya adalah sasaran pertengahan sebelum mencapai sasaran berikutnya (misalnya Kejurnas/Kualifikasi) Sasaran Jangka Panjang Adalah sasaran akhir berupa kualitas permainan pada event sebenarnya.
Penting untuk mengevaluasi sasaran dan disesuaikan kembali bilamana perlu. Hendaknya diperhatikan: Relevansi sasaran saat ini? Kemungkinan tercapainya? Usaha yang harus dilakukan? Evaluasi performa terkait dgn sasaran? Tingkat ketercapaiannya? Beri penghargaan secara periodik!
MENGAPA SEJAK DINI KITA HARUS MENANAMKAN KEARIFAN PADA ANAK UNTUK MENYIKAPI KEMENANGAN ATAU KEKALAHAN DALAM SETIAP USAHANYA????
TERKADANG ANAK MENANG Ilustrator:: Didin Budiman
TERKADANG ANAK KALAH Ilustrator:: Didin Budiman
Kemenangan atau kekalahan adalah hasil akhir suatu prestasi olahraga setelah melalui suatu proses pelatihan yang panjang. Hambatannya, bila anak merasa terlalu ditekan dan dipaksakan menang dalam suatu pertandingan; atau ambisi pribadi pelatih/ortu yang memiliki kepentingan sendiri.
Pernahkah anda seperti ini? Ilustrator:: Didin Budiman
Pernahkah situasi atlet anda seperti ini? Ilustrator:: Didin Budiman
Atlet usia dini harus ditumbuhkan rasa keberhasilan di dalam setiap aktivitas penampilan yang ditunjukkannya. Akibatnya, akan berkembang pula konsepdiri, self-esteem, kemampuan mengendalikan diri dan lingkungannya, dan rasa memiliki kompetensi di dalam keterlibatannya berolahraga. Selanjutnya rasa percaya diri anak makin kuat dan mampu menyikapi situasi kemenangan dan kekalahan dengan arif.
Sukses apabila selama pertandingan: Bermain lepas, selalu optimis, dan menyenangi penampilannya. Selalu berusaha keras dan semangat di dalam penampilannya. Menghargai lawan bermain. Selalu bermain sesuai peraturan.
Sukses, bila setelah pertandingan Ilustrator:: Didin Budiman
Menghargai lawan bermain Ilustrator:: Didin Budiman
Menghormati dan menghargai kerja wasit Ilustrator:: Didin Budiman
Dikatakan belum sukses apabila: Tidak berusaha sebaik mungkin, tidak semangat, cepat marah/tersinggung. Tidak bisa menerima keputusan wasit. Memandang enteng, mencemoohkan, dan melecehkan lawan. Bermain kasar, curang, dan tidak mengikuti peraturan.
Memandang enteng lawan Ilustrator:: Didin Budiman
Ilustrator:: Didin Budiman Akibatnya
Cermati 4 aspek, dari sudut pandang stabilitas & tingkat kendali seseorang 1. Kemampuan (Ability) 2. Kesukaran Tugas (Task Difficulty) 3. Usaha (Effort) 4. Keberuntungan (Luck)
Stabil Internal Ability Eksternal Task Difficulty Tidak Stabil Effort Luck
PENEKANAN KEPADA ANAK HARUS SELALU PADA ASPEK-ASPEK YANG SIFATNYA INTERNAL (ABILITY & EFFORT) KHUSUSNYA PADA: ASPEK EFFORT ATAU SETIAP USAHA YANG DILAKUKAN ANAK YANG SIFATNYA TIDAK STABIL, ARTINYA SELALU BISA BERUBAH atau DIUBAH.
Mahatma Gandhi: Satisfaction lies in the effort, not the attainment. Full effort is full victory.
TERKADANG ANAK BERHASIL Ilustrator:: Didin Budiman
TERKADANG ANAK GAGAL Ilustrator:: Didin Budiman
Persepsi Kegagalan Adalah penting untuk memiliki persepsi yang lain dari kegagalan. Lebih baik mencoba dan gagal, daripada gagal untuk mencoba. Keberhasilan kurang bermakna tanpa pernah mengalami kegagalan. Kegagalan adalah bagian dari proses pendewasaan.
Kegagalan bukan berarti anak adalah seorang pecundang, melainkan dia semata-mata belum berhasil. Kegagalan bukan berarti anak tidak menghasilkan apapun, melainkan dia telah belajar sesuatu yang lain. Kegagalan bukanlah cerminan kebodohan anak dalam berusaha, tetapi sebaliknya berarti dia berani dan bernyali dalam berusaha; oleh karena itu tanamkan kebanggaan pada diri anak.
Kegagalan bukan berarti bahwa anak tidak akan pernah berhasil, tetapi berarti dibutuhkan waktu lebih lama baginya untuk berhasil. Kegagalan bukan akhir dari segala-galanya, melainkan berarti anak memiliki kesempatan baru untuk memulainya kembali dan mencoba sesuatu yang baru pula. Kegagalan bukan berarti bahwa Tuhan telah meninggalkan si anak, melainkan bahwa Tuhan mempunyai rencana lain yang lebih baik baginya. Jadi benar, bahwa kegagalan sama sekali bukan akhir dari sesuatu yang kita lakukan. (Adaptasi: dari Dr. Robert Schuller)
PERSIAPAN MENTAL Anak bukan miniatur orang dewasa. Tingkat maturasi fisik dan mental masih terbatas, terutama dalam menghadapi tekanan-tekanan saat bertanding. Bagi anak, stres yg dirasakan bermula dari persepsi mengenai ke-tidak-mampuan diri menghadapi tuntutan thd performanya, dan konsekuensi kegagalannya.
Biasanya anak takut gagal karena menyadari arti penting dari kemenangan bagi para pembinanya. Ilustrator:: Didin Budiman
Menghindari perasaan stres pada anak: Jangan mengharuskan anak menang. Tidak memaksakan harapan berlebihan. Jangan membanding-bandingkan kemampuan anak dengan orang lain. Hargai semangat dan usaha anak. Hargai setiap kemajuan dalam penampilan. Sikap dan perilaku pelatih yang luwes. Pemanasan yang cukup. Visualisasi positif yang relevan.
ANAK AKAN MERASA KECEWA APABILA: TIDAK DIPERLAKUKAN DENGAN ADIL TIDAK DIHARGAI TIDAK DITERIMA TIDAK DIACUHKAN TIDAK DIAKUI KEBERADAANNYA DSB
Sebagai Orang Lapangan Seorang Pelatih harus selalu mempertajam intuisi, bersifat inovatif, dan berkeinginan mengembangkan wawasan melatih dengan mengacu pada perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pada ilmu keolahragaan khususnya. Ilmu dan seni melatih hendaknya dipadukan dengan bijak, dan berpedoman pada KKN di dalam pelaksanaannya.
Melatih adalah Ilmu dan Seni Mengikuti perkembangan global dalam ilmu kepelatihan Berkarya dan Berprestasi membutuhkan proses Fokus pada pekerjaan, pengakuan akan datang dengan sendirinya
TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA Danu Hoedaya FPOK UPI Free Consultation: 0818 624 398
PSIKOLOGI MELATIH KARATE USIA DINI