BAB I PENDAHULUAN. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

JURNAL THE EFECTIVENESS OF SOCIODRAMA TECHNIQUE TO MINIMIZE HIGH BULLYING BEHAVIOR AT EIGHT GRADE OF SMPN 2 PAPAR ACADEMIC YEAR 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sebagai sarana hiburan, informasi, dan komunikasi massa. Media

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB I PENDAHULUAN. siswa sendiri. Bahkan kekerasan tidak hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan perhitungan-perhitungan statistik mengenai tingkat efektivitas

BULLYING. I. Pendahuluan

PENGARUH MODE LEARNING CYCLE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA MAGNET

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan investasi kemanusiaan yang menjadi tumpuan harapan

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan

SOSIALISASI SCHOOL BULLYING SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TERJADINYA TINDAK PIDANA KEKERASAN DI SMPN 3 BOJA KABUPATEN KENDAL

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

PENGARUH BULLYING TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 05 KEDIRI

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENURUNKAN PERILAKU AGRESIF PADA PESERTA DIDIK DI SMP MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

Pengertian tersebut didukung oleh Coloroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan ketiga unsur berikut;

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah suatu lembaga tempat menuntut ilmu pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempelajari fakta dan informasi saja, namun juga harus mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah suatu lembaga tempat menuntut ilmu. Selain itu sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

THE EFFECTIVENESS OF GRUP COUNSELING BASED GAMES TO IMPROVE PEER COMMUNICATION SKILLS OF CLASS VIII-E STUDENTS OF SMP NEGERI 1 TALUN IN ACADEMIC YEAR

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu melanjutkan estafet pembangunan bangsa ini. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMK PADA STANDAR KOMPETENSI MERAWAT BATERAI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kiki Rizqi Nadratushalihah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul

Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

PENGARUH PENDEKATAN TIDWELL DAN BACHUS DALAM LAYANAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP AGRESIVITAS PESERTA DIDIK KELAS VIII PAGI SMPN 9 TAMBUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,

BAB I PENDAHULUAN. Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

BAB I PENDAHULUAN. kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian adalah hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI PERILAKU BULLYING TEMAN KELAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Perilaku Bullying Siswa Di Sekolah

JURNAL EFEKTIVITAS TEKNIK ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI DI SMK PELAYARAN HANG TUAH KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pandu Fauzi Fahmi, 2014 Profil Kualitas Interaksi Sosial Atlet Cabang Olahraga Beladiri

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB III METODE PENELITIAN

FENOMENA BULLYING DI SEKOLAH DASAR NEGERI DI SEMARANG: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian bahwa: Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (1) menegaskan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif dan jauh dari kekerasan. Dengan demikian, perlu adanya pengkondisian pendidikan khususnya di lingkungan sekolah oleh komponen-komponen yang ada yaitu guru dan siswa untuk menciptakan kondisi belajar yang kondusif dan jauh dari kekerasan baik di jenjang pendidikan TK, SD, SLTP, SLTA, maupun di Perguruan Tinggi. Kondisi belajar yang kondusif dan jauh dari kekerasan di setiap jenjang pendidikan masih dirasa belum sepenuhnya terjadi, termasuk di pendidikan Sekolah Dasar. Maraknya perilaku kekerasan di lapangan atau di sekolah yang tidak terkendali merupakan salah satu bentuk dari perilaku agresif atau yang dikenal sebagai bullying. Menurut Tattum dan Tattum (1992 dalam Siswati dan Costrie, G.W.: 2009: 3) bullying adalah.the willful, conscious desire to hurt another and put

2 him/her under stress. Olweus juga mengatakan hal yang serupa bahwa perilaku bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman/terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang repeated during successive encounters. Seseorang dianggap sebagai korban bullying apabila dihadapkan pada tindakan negatif dari seseorang atau lebih, dilakukan berulangulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, perilaku bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korban berada pada kondisi yang tidak berdaya mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya. Menurut Coloroso (2006), bullying akan selalu melibatkan adanya ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai, ancaman agresi lebih lanjut, dan teror. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Olweus (1993) yang menyatakan bahwa, merupakan sebuah perilaku agresif yang berulang, dengan intensi yang negatif, diarahkan dari seorang anak kepada anak yang lain, dan ada kekuatan yang tidak seimbang. Perilaku agresif ini meliputi perilaku fisik atau verbal yang merupakan perilaku terus menerus dan bertujuan untuk menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang lain. Agresivitas dapat menjadi bullying jika seorang anak mempunyai target orang tertentu sehingga perilaku tersebut diarahkan kepada orang yang biasanya lemah dan tidak berdaya (Papalia, 2004). Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh Saripah (2010: 2) terhadap 526 orang siswa SD di Kabupaten dan Kota di Jawa Barat menunjukkan

3 bahwa bullying menjadi masalah terbesar yang dihadapi siswa SD dalam bidang sosial, yakni sebesar 42,59%. Sebanyak 224 orang siswa mengaku sering diganggu, diejek, dimintai uang dan dikucilkan oleh teman atau kakak kelasnya di sekolah. Sementara itu, siswa yang membentuk kelompok atau gang di sekolah mencapai 130 orang atau 24,71%. sebagai perilaku agresif sesungguhnya adalah sebuah situasi yang tercipta ketika tiga karakter tokoh utama melakukan aksinya dan memungkinkan mereka berada dalam satu tempat (Coloroso, 2006). Adapun ketiga tokoh utama tersebut ialah antara pelaku (bully), korban (victim) dan penonton (bystander). Penelitian Banks (1997) di Scandinavia menunjukkan terdapat korelasi yang kuat antara bullying yang dilakukan oleh siswa selama beberapa tahun di sekolah dengan kecenderungan mereka menjadi pelaku kriminal saat dewasa. Penelitan tersebut memberikan gambaran bahwa bullying bisa membentuk sebuah kepribadian yang menempatkan seorang anak pada perjalanan dan pengalaman hidup yang kelam. Menurut Rigby (2002) dampak lain yang dialami pelaku dalam dimensi kognitif dan perilaku adalah terjadinya disfungsi keyakinan dan pemikiran yang irasional bahwa dirinya merasa lebih kuat dan untuk menunjukkan kekuatannya tersebut maka pelaku merasa pantas menindas korban yang lebih lemah. Keyakinan tersebut pada akhirnya dimanifestasikan dalam bentuk tindakan yakni mem-bully korbannya. Pada saat pelaku mem-bully korban, maka dalam diri pelaku muncul rasa superioritas yang mendorong dia untuk terus melakukan

4 bullying. Kondisi interrelasi antara disfungsi keyakinan dan disruptive behavior ini akan terus berlanjut sehingga membentuk vicious circle yang tak terputus. Saripah (2010: 7), di dalam hasil studi pendahuluannya juga menunjukkan akibat permasalahan-permasalahan dalam hubungan sosial dengan teman sebaya khususnya sebagai dampak dari perliku bullying, siswa menjadi mudah bosan (54, 94%), menjadi suka marah-marah (41,83%) dan merasa tidak nyaman atau ketakutan di sekolah (11, 41%). Selain itu, terdapat sebanyak 32 orang siswa (6,08%) yang merasa terkadang ingin bunuh diri karena frustrasi. Sekaitan dengan perilaku agresif, apapun bentuknya, memiliki dampak buruk baik bagi pelaku, maupun bagi korban. Hal ini disebabkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan pada pelaku bullying yang berasal dari kalangan siswa/siswi yang merasa lebih senior melakukan tindakan tertentu kepada korban yaitu siswa/siswi yang lebih junior dan mereka merasa tidak berdaya karena tidak dapat melakukan perlawanan. Dampak negatif yang disebabkan oleh bullying menyebabkan pentingnya untuk mengenali perilaku ini. Mengekplorasi kejadian dan dampaknya akan dapat memberikan informasi mengenai orang-orang yang terlibat, tempat terjadinya, dan urutan perilaku yang terjadi dalam kejadian tersebut. Informasi tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak yang ingin melakukan intervensi terhadap bullying, baik yang ada di lingkungan sekolah yaitu kepala sekolah, guru, dan konselor maupun pihak-pihak yang di luar sekolah misalnya orang tua siswa, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), atau Lembaga Pemerintah.

5 Upaya intervensi untuk menangani perilaku bullying yang terjadi di kalangan para siswa sekolah dasar dapat dilakukan menggunakan teknik atau cara yang sesuai dengan tugas perkembangan dan kebutuhan siswa sekolah dasar. Temuan penelitian Kartadinata, dkk. (1999) menunjukkan bahwa program bimbingan dan konseling di sekolah akan berlangsung secara efektif, apabila didasarkan pada kebutuhan nyata dan kondisi objektif perkembangan peserta didik. Selain itu, karakteristik siswa sekolah dasar juga menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan upaya intervensi terhadap perilaku bullying. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah tentunya tidak akan terlepas dari tujuan pendidikan itu sendiri, yaitu untuk membantu lembaga pendidikan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Selain itu, bimbingan dan konseling tentunya juga harus memberikan kontribusi yang nyata dengan menyelenggarakan atau memberikan intervensi serta bantuan kepada seluruh siswa yang dikemas dalam layanan-layanan bimbingan dan konseling. Uraian di atas menunjukkan bahwa bimbingan dan konseling sebagai bagian dari sistem pendidikan Sekolah Dasar perlu mengarahkan layanannya dalam memberikan upaya intervensi terhadap perilaku bullying siswa. Tujuannya adalah agar tercipta kondisi belajar yang kondusif dan jauh dari kekerasan. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kejelian untuk melaksanakan layanan bimbingan yang sesuai dengan tujuannya. Layanan bimbingan dapat dilaksanakan melalui bimbingan individu, bimbingan kelompok, konseling individu maupun konseling kelompok.

6 Dalam hal ini, salah satu layanan bimbingan konseling yang mampu diterapkan untuk menangani bullying siswa sekolah dasar yang sesuai dengan tugas perkembangan, kebutuhan, dan karakteristik anak Sekolah Dasar adalah menggunakan layanan bimbingan kelompok melalui media permainan atau disebut juga sebagai terapi bermain (Play Therapy) khususnya dengan menggunakan teknik role playing. Melalui bimbingan kelompok, siswa dapat diberikan informasi sehingga membantu untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman dengan lebih baik terhadap suatu permasalahan. Di samping itu, penataan yang berbentuk kelas diharapkan mampu mengatasi keterbatasan tenaga dan waktu sehingga pelaksanaan menjadi efektif dan efisien. Menurut Winkel (1997) bimbingan kelompok sangat bermanfaat karena melalui interaksinya dengan anggota-anggota kelompok mereka memenuhi beberapa kebutuhan psikologis seperti kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk bertukar pikiran dan berbagi perasaan, kebutuhan untuk menemukan nilai-nilai kehidupan sebagai pegangan dan kebutuhan untuk menjadi lebih independen serta mandiri. Selain alasan di atas, melalui bermain anak mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya lebih alami atau natural daripada melakukan komunikasi verbal. Sebagaimana yang disampaikan oleh Pehrsson dan Aguilera (2007) bahwa, Salah satu tujuan dari bermain adalah untuk mengungkapkan pikiran, keinginan dan perasaan. Bermain adalah pengungkapan diri yang lebih baik daripada bahasa. Anak-anak bermain menggunakan pengalaman diri dalam

7 berbagai situasi yang dibayangkan. Selain itu, bermain juga dapat memperjelas abstraksi. Menurut Romlah (2001), teknik role playing adalah suatu alat belajar untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dan pengertian-pengertian mengenai hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi yang paralel dengan yang terjadi dalam kehidupan sebenarnya. Artinya, situasi yang diperankan adalah sesuai dengan kehidupan yang sebenarnya. Sejalan dengan hal tersebut, Watson, dkk (1992) menyampaikan bahwa Keistimewaan dari teknik role playing adalah melibatkan pengalaman anak. Selain itu, Brown (1994) juga mengungkapkan bahwa role playing digunakan untuk membantu individu mengembangkan pemahaman yang lebih baik terhadap diri mereka sendiri, orang lain, atau untuk latihan perilaku. Melalui teknik role playing, anak-anak mengeksplorasi hubungan dengan cara memeragakan dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama dapat mengeskplorasi perasaan, sikap, nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah. Selain itu, dalam teknik role playing berakar pada dua dimensi yaitu dimensi pribadi dan sosial. Dimensi pribadi, membantu anak menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya dan belajar memecahkan masalah pribadi yang sedang dihadapi dengan bantuan kelompok sosial. Dari dimensi kelompok atau sosial, bimbingan kelompok melalui teknik role playing memberikan peluang kepada anak untuk bekerjasama dalam menganalisis situasi sosial terutama mengenai hubungan antar pribadi. Dua dimensi di atas merupakan

8 tujuan pemberian intervensi melalui teknik role playing. Pada dasarnya perilaku bullying erat kaitannya dengan permasalahan-permasalahan pribadi dan sosial individu. Jika anak secara pribadi memiliki kemahiran menangkis celaan dengan santai dan tidak mudah terpancing emosi, maka pelaku bullying tidak akan mendapatkan celah untuk melakukan penyerangan. Begitu pula dengan anak sebagai pelaku bullying, sebaiknya dibangkitkan kesadaran dan belajar bersikap empati terhadap anak yang lain dalam hubungan sosialnya. Uraian di atas menguatkan bahwa teknik role playing merupakan salah satu teknik yang diperlukan untuk menangani perilaku bullying siswa sekolah dasar. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut. Maka sangat perlu diadakan penelitian terhadap fenomena di atas dengan judul Efektivitas Bimbingan Kelompok melalui Teknik Role Playing untuk Menangani Perilaku (Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI). B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat diidentifikasi permasalahan yang erat kaitannya dengan penggunaan teknik role playing dalam menangani perilaku bullying di sekolah dasar. Pertama, meluasnya dampak dari perilaku bullying, menunjukkan bahwa intervensi yang diberikan memiliki fokus pada pelaku bullying. Bentuk-bentuk bantuan yang perlu diberikan kepada pelaku secara spesifik lebih diarahkan kepada upaya menurunkan agresivitasnya dan

9 meningkatkan empatinya (Totten, et al., 2004; Sciara, 2004; Sander & Phye, 2004; Elliot, et al., 2008; dalam Saripah, 2010). Kedua, mengingat dampak negatif yang disebabkan oleh bullying yang semakin meluas baik secara fisik maupun psikologis, menyebabkan pentingnya untuk mengenali perilaku ini. Mengekplorasi kejadian dan dampaknya akan dapat memberikan informasi mengenai orang-orang yang terlibat, tempat terjadinya, dan urutan perilaku yang terjadi dalam kejadian tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya suatu upaya intervensi yang sistematis berdasarkan tugas perkembangan siswa sekolah dasar guna menangani perilaku bullying. Upaya intervensi yang akan diberikan ialah dengan menggunakan bimbingan kelompok melalui terapi bermain, khususnya menggunakan teknik role playing. Tujuannya adalah untuk meningkatkan dua dimensi yang melekat pada diri siswa yaitu dimensi pribadi dan sosial, karena pada dasarnya perilaku bullying ini erat kaitannya dengan permasalahan-permasalahan pribadi dan sosial individu serta bullying merupakan bagian pola perilaku antisosial yang lebih umum, yang berhubungan dengan peningkatan kemungkinan perilaku menyimpang. Penelitian memfokuskan permasalahan pada perilaku bullying siswa sekolah dasar. Hal ini sejalan dengan tujuan utama penelitian yaitu mengukur efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk menangani perilaku bullying siswa sekolah dasar. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, Bagaimanakah bimbingan kelompok melalui teknik role playing dapat menangani perilaku bullying di Sekolah Dasar secara efektif?

10 C. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan menguji efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk menangani perilaku bullying di sekolah dasar. Secara terperinci, penelitian bermaksud mengkaji dan memperoleh gambaran secara teoritis dan empiris mengenai keefektivan bimbingan kelompok teknik role playing untuk menangani perilaku bullying di Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI Bandung. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan mempunyai manfaat dalam pengembangan imlu maupun pelaksanaan bimbingan dan konseling khususnya dalam jalur formal. 1. Manfaat teoretik Penelitian diharapkan dapat memperkaya khazanah pendidikan, khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling mengenai pelaksanaan bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk menangani perilaku bullying. 2. Manfaat praktik Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan rujuan bagi para praktisi dalam menagani perilaku bullying secara lebih komprehensif. Secara spesifik, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: (a) guru bimbingan dan konseling dalam memberikan bantuan dan menangani perilaku bullying siswa; (b) guru

11 bidang studi, seyogyanya memberikan pemahaman tentang sebab dan akibat dari perilaku bullying yang disajikan secara terpadu dalam bidang studi tertentu seperti bidang studi Agama dan PKn ; (c) pihak sekolah khususnya kepala sekolah, untuk mengembangkan kesadaran dalam mengantisipasi gejala daan menangani perilaku bullying melalui program bimbingan dan konseling yang terintegrasi dalam program sekolah; dan (c) para peneliti selanjutnya, untuk memperdalam kajian mengenai perilaku bullying dari berbagai variabel yang memengaruhinya. E. Asumsi Penelitian Asumsi penelitian adalah sebagai berikut. 1. Dibutuhkan suatu upaya intervensi yang tepat untuk menangani perilaku bullying, agar dampak negatif yang dihadapi oleh anak tidak berkepanjangan. Banks (1997 dalam Saripah, 2010: 7) mengemukakan beberapa alasan tentang pentingnya perilaku bullying untuk ditangani segera dan dihentikan sejak dini. Alasan-alasan tersebut adalah: (a) kejadian bullying di dunia terjadi setiap tujuh menit sekali; (b) mayoritas tindakan bullying terjadi di dalam dan di sekitar sekolah; (c) luka emosional akibat bullying dapat bertahan sepanjang waktu; (d) anak yang menjadi korban bullying terkadang memiliki bunuh diri sebagai satu-satunya jalan keluar; (e) anak yang diberi label sebagai pelaku bullying memerlukan dukungan lebih dari orang dewasa, agen pemerintah, lembaga rehabilitasi dan pelayanan kesehatan mental; (f) 24.60% anak yang teridentifikasi sebagai pelaku bullying tercatat sebagai pelaku kriminal di masa dewasanya. Atas dasar alasan tersebut Banks sangat menekankan perlunya

12 penanganan perilaku bullying yang dimulai secara intensif di lingkungan sekolah. Melihat hasil penelitian yang menunjukkan intensitas dari sedang menjadi tinggi maka pemberian intervensi terhadap siswa pelaku bullying dianggap perlu dilakukan sedini mungkin, sebelum intensitas tersebut bereskalasi dari tinggi menjadi tinggi sekali. 2. Bermain merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan anak (Bruner dalam Hurlock, 1980). Oleh karena itu, upaya intervensi yang mampu diterapkan untuk menangani perilaku bullying terhadap siswa sekolah dasar yang sesuai adalah menggunakan bimbingan kelompok melalui sarana permainan atau disebut sebagai terapi bermain (play therapy) khususnya dengan teknik role playing. F. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah: bimbingan kelompok melalui teknik role playing efektif untuk menangani perilaku bullying di Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI Bandung. G. Metode Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Pendekatan ini digunakan untuk memudahkan proses analisis dan penafsiran dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen dengan desain quasi

13 eksperimen nonequivalent (pretest dan posttest) control group design dengan melakukan pengukuran sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan sesudah pemberian perlakuan intervensi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket pengungkap bullying sebagai instrumen utama guna mengungkap bentuk perilaku bullying dan karakteristik perilaku bullying. Pengolahan hasil penelitian diolah dengan menggunakan teknik persentase dan uji normalitas. Digunakan pula t-test untuk mengetahui keefektifan bimbingan kelompok melalui teknik role playing dalam menangani perilaku bullying. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI Bandung dengan subjek penelitian siswa Kelas V, baik untuk kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen.