BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue

dokumen-dokumen yang mirip
Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki posisi yang strategis dalam pembuatan kebijakan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. sehinga dapat memberikan kualitas pelayanan prima terutama dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. public goods and services disebut governance (pemerintahan atau

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal menitik beratkan pada pemerintah daerah. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih terdesentralisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR : 4 TAHUN 2016 T E N T A N G

I. PENDAHULUAN yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. terdiri dari pejabat negara dan pegawai negeri untuk menyelenggarakan tugas

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengendalian intern merupakan salah satu alat bagi manajemen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan bergulirnya era reformasi, maka tuntutan akan. membutuhkan adanya kepastian dalam menerima pelayanan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan. kebijakan yang ditetapkan. (BPPK Depkeu, 2014 )

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. lainnya sehingga harus benar-benar dapat digunakan secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

1. PENDAHULUAN. Perencanaan Dan..., Widyantoro, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, disebutkan bahwa negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

LAKIP INSPEKTORAT 2012 BAB I PENDAHULUAN. manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing,

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

I. PENDAHULUAN. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang

Arsip Nasional Republik Indonesia

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah singkat terbentuknya kantor Inspektorat Pelalawan

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi merupakan salah satu perkembangan yang terjadi ditiaptiap

Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah ( Renstra SKPD )

BAB I PENDAHULUAN. ini disalahgunakan oleh penguasa Orde Baru untuk menguasai struktur birokrasi

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak pada berbagai hal. Salah satu dampak perubahan itu adalah

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. sistem kehidupan Negara. Dalam pemerintah sendiri, sudah mulai ada perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance), sehingga seorang pemimpin

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian dilandasi ruh yang merupakan nilai (value) dan

I. PENDAHULUAN. Manajemen pemerintahan tidak lagi berjalan dengan baik. Persoalan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 86 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) KABUPATEN BADUNG

BABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001

2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (RPJMN) tahun , program reformasi birokrasi dan tata kelola

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. secara berlapis-lapis, seperti BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal, Inspektorat

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. prinsip-prinsip good governance. Selain itu, masyarakat menuntut agar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang dalam tulisan ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk dilakukan karena pengelolaan pegawai di instusi pemerintahan akan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SINJAI

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengelolaan Negara baik secara desentralisasi maupun secara otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan daerah diselenggarakan sesuai dengan yang diamanatkan. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI MAROS PROVINSI SULAWASI SELATAN PERATURAN BUPATI MAROS NOMOR: 08 TAHUN 2016 TENTANG

ANALISIS GAMBARAN TUPOKSI SKPD INSPEKTORAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TENAGA HONORER. harus berdasarkan dan diatur oleh hukum. Pada awalnya masalah kepegawaian,

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi pada abad ke-21 ini, ternyata telah terjadi

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bidang pemerintahan sekarang ini telah terjadi perubahan yang sangat besar. Salah

I. PENDAHULUAN. Kedudukan pemerintah daerah berkaitan dengan otonomi daerah, bergulirnya otonomi

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah sehingga pembangunan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue yang menonjol dalam pengelolaan administrasi publik saat ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi (Sedarmayanti, 2003:4). Good governance merupakan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang universal, karena itu seharusnya diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Apalagi setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang di dalamnya telah diatur secara tegas dan limitatif asas-asas umum penyelenggaraan negara. Good governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service di dalam governance (pemerintahan atau kepemerintahan) sedangkan praktek baiknya disebut good governance (kepemerintahan yang baik). Penyediaan public good and service di dalam praktek good governance erat kaitannya dengan pelayanan publik. 1

Pelayanan publik (public service) merupakan suatu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Kepmenpan No.25/KEP/M.PAN/02/2004). Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, sudah seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut dan tidak menjadikan good governance hanya sebagai sloganistik. Dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang kian semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan daripada pelayanan publik menjadi publiklah yang menjadi pelayan bagi birokrasi. Hal ini membuktikan bahwa pelayanan publik yang selama ini dirasakan masyarakat belum bisa memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri. Selain itu banyak pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat tidak secara efektif dan efisien, dimana pelayanan yang diberikan cenderung kurang memuaskan dan berbelit-belit. 2

Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dimana telah mengalami perubahan sebanyak dua kali, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 dan Undang-Undang No.12 Tahun 2008, telah membawa perubahan besar terhadap bentuk sistem pemerintahan yang sebelumnya menganut sistem sentralisasi (terpusat) menjadi desentralisasi (otonomi daerah). Perubahan sistem ini memberikan dampak besar dalam pelaksanaan administrasi dan manajemen sumber daya manusia sektor publik. Perubahan ini membawa implikasi yang sangat luas bagi pelaksanaan tugas aparatur di daerah. Perubahan yang sangat mendasar adalah kewenangan yang diberikan pemerintah kepada kepala daerah (gubernur, bupati atau walikota) yang sangat besar berkenaan dengan pengelolaan kepegawaian di daerah, mulai dari pengangkatan, promosi dalam jabatan, kenaikan pangkat, hingga kepada pemberhentian pegawai. Kewenangan yang besar tersebut diharapkan akan membantu kelancaran keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, karena sumber daya manusia aparatur di daerah merupakan ujung tombak dalam implementasi kebijakan otonomi daerah. Sesuai dengan pendapat Thoha dalam Torang (2013:50) yang menyatakan bahwa manusia (man) adalah salah satu dimensi dalam organisasi yang amat penting, merupakan salah satu faktor dan pendukung organisasi. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa setelah lebih dari satu dasawarsa pelaksanaan otonomi daerah, masih banyak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah, diantaranya pengangkatan tenaga honorer yang terkesan asal-asalan (tidak memiliki standar dan kompetensi), pengangkatan calon 3

pegawai negeri sipil (CPNS) dan promosi jabatan yang banyak terimplikasi ada praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan pengangkatan jabatan yang tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi. Padahal seharusnya penempatan pegawai disesuaikan dengan keahliannya sesuai prinsip the right man on the right job yang merupakan kaidah dan prinsip yang berlaku secara universal. Apabila hal ini terus terjadi, maka akan mengganggu kinerja sumber daya manusia aparatur secara umum, mengganggu sistem karir dan akan menghambat aktivitas pelayanan publik sehingga berimplikasi terhadap penurunan kepercayaan publik kepada pemerintah daerah dan pada gilirannya akan berimbas kepada sulitnya atau gagalnya pelaksanaan otonomi daerah dalam mewujudkan good governance. Padahal seharusnya good governance digunakan sebagai sebuah kerangka institusional untuk memperkuat otonomi daerah karena secara subtantif desentralisasi dan otonomi daerah bukan hanya masalah pembagian kewenangan antara level pemerintahan, melainkan upaya membawa negara lebih dekat terhadap masyarakat dan good governance adalah basis penyelenggaraan otonomi lokal. Sejalan dengan pendapat Thoha, Tajuddin (2008) juga menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya pelaksanaan good governance sebagian besar tergantung pada pemerintah daerah (local government) yang terdiri dari unsur-unsur pimpinan daerah, DPRD. Disamping itu terdapat aparatur atau alat perlengkapan daerah lainnya yaitu para pegawai daerah itu sendiri. Berdasarkan pendapat ahli tersebut diketahui bahwa salah satu unsur penyelenggaraan pemerintahan yang perlu memperoleh perhatian dalam upaya perwujudan tata kelola kepemerintahan 4

yang baik (good governance) ialah penataan aparatur pemerintah yang meliputi penataan kelembagaan birokrasi pemerintahan, sistem dan penataan manajemen sumber daya pegawai (PNS). Jika diamati dengan seksama, persoalan yang menjadikan aparatur negara kurang amanah salah satunya disebabkan oleh terabaikannya faktor moral dan etika. Konsentrasi aparatur negara lebih banyak bernuansa materi. Vonita (2010), untuk negara yang lebih baik maka terlebih dahulu membangun peradaban manusia-manusia yang baik, hal ini dapat terwujud dengan membangun individuindividu yang membentuk masyarakat itu sendiri. Sebab individu merupakan pondasi dari masyarakat. Tanpa memperhatikan hal tersebut, peradaban yang baik sesuai dengan tujuan bangsa tidak akan terwujud. Fenomena yang terjadi di Indonesia penyebab kurang berhasilnya good governance disebabkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap budaya kerja aparat. Budaya kerja adalah sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan seharihari. Budaya kerja diharapkan bermanfaat bagi pribadi aparat negara maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi memberi kesempatan berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, dan dalam kelompok bisa meningkatkan kualitas kinerja kelompok. Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan dan pengembangan budaya kerja adalah bertumbuh kembangnya nilai-nilai moral dan budaya kerja produktif aparat negara, meningkatnya persepsi, pola pikir, pola sikap, pola tindak, dan perilaku aparat negara sehingga terhindar dari perbuatan KKN, 5

meningkatnya kinerja aparat negara, dan terbentuknya citra aparat negara dan kepercayaan masyarakat (trust). Agar penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih terwujud, maka pengawasan sebagai instrumen dalam manajemen organisasi pemerintahan harus berjalan dan terlaksana secara optimal. Optimalisasi pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selain mewujudkan cita-cita otonomi daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Guna mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka di setiap institusi pemerintah dibentuk lembaga pengawasan internal pemerintah yang secara khusus melaksanakan fungsi pengawasan. Lembaga pengawasan internal pemerintah adalah lembaga yang dibentuk dan secara inheren merupakan bagian dari sistem pemerintahan yang memiliki tugas pokok dan fungsi dibidang pengawasan. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh Inspektorat. Pengawasan sebagai suatu proses merupakan rangkaian tidak terputus, salah satu unsur manajemen pemerintah yang penting untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, efektif, efisien, terarah dan terkoordinasi. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan amanat dari ketentuan Bab XII, Pasal 218 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa 1. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah meliputi : a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintah di daerah. b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. 6

2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundangundangan. Guna mewujudkan pemerintahan yang baik lembaga pengawasan selayaknya memainkan peran aktifnya dalam menghadapi tuntutan perkembangan dan pencapaian sasaran pembangunan sesuai dengan aspirasi reformasi, peranan aparatur negara dan tuntutan masyarakat. Sesuai dengan tuntutan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintah dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance), maka perlu dilakukan upaya perbaikan secara terusmenerus terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah ketidakekonomisan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam praktek manajemen publik baik dimasa lalu maupun yang berpotensi timbul di masa yang akan datang. Perubahan yang terjadi terus menerus juga menuntut peningkatan kompetensi aparat pengawas internal. Pengetahuan dan ketrampilan minimal yang dibutuhkan dari pengawas intern juga mengalami perubahan. Jika dahulu aparat lebih didominasi oleh ilmu akuntansi dan auditing, saat ini pengawas intern membutuhkan berbagai jenis disiplin ilmu untuk mendukungnya (Warta Pengawasan, 2012:9) Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Pembentukan Kabupaten ini sendiri didasarkan pada Undang-Undang No.23 Tahun 2008 tanggal 21 Juli 2008. Sebagai kabupaten baru, peneliti tertarik untuk melihat sejauhmana peran Inspektorat Kabupaten dalam melakukan pengawasan demi mewujudkan good governance. Penelitian Syamsir (2014) mencoba menganalisis hubungan peran inspektorat daerah sebagai lembaga pengawas daerah dan budaya organisasi terhadap penerapan good governance yang mengatakan bahwa inspektorat tidak berpengaruh terhadap penerapan good governance di pemerintahan Kota 7

Bukittinggi, sedangkan budaya organisasi memiliki pengaruh langsung terhadap penerapan good governance. Amelia et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa good governance berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah di Kabupaten Pelalawan sedangkan budaya kerja organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja pemerintah. Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ingin melihat pengaruh budaya kerja dalam mewujudkan good governance. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada (1) objek penelitian, yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam penelitian ini adalah Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara dan (2) penambahan variabel penelitian, yaitu kompetensi sumber daya manusia. Dari uraian diatas dan berdasarkan hasil dari penelitian terdahulu, maka penulis melakukan penelitian ini dengan judul: PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI INSPEKTORAT KABUPATEN LABUHANBATU UTARA. 8

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian terfokus pada : 1. Apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara? 2. Apakah budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara? 3. Apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan beberapa masalah yang yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Untuk menguji apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara 2. Untuk menguji apakah budaya kerja organisasi berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara 3. Untuk menguji apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara 9

1.4. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian mengenai pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja organisasi dalam mewujudkan Good Governance, maka terdapat manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat tersebut adalah : 1. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman mengenai penerapan good governance berkaitan dengan kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja. 2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian dan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa yang akan datang. 3. Bagi Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada aparat pemerintahan sebagai tambahan informasi dan bahan kajian dalam memahami fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan good governance. 10