BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kualitas tenaga kerja merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya bahwa kualitas sumber daya manusia merupakan unsur penentu keberhasilan pembangunan nasional. Pengalaman negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika telah memperkuat kenyataan tersebut (Syahrul, 2011). Sumber daya manusia ini harus dikembangkan untuk menjadi sarana pembangunan sebagai pemikir, perencana, penggerak, pelaksana, dan pendukung pembangunan. Pendidikan nasional ditugaskan untuk mengembangkan manusia Indonesia, bukan hanya sebagai tujuan dari pembangunan, tetapi sekaligus sebagai sarana yang memegang kunci sukses atau gagalnya pembangunan itu sendiri (Winkel & Hastuti, 2004). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, merupakan pendidikan pada jenjang menengah yang menyiapkan peserta didiknya untuk memasuki dunia kerja dengan berbekal ilmu pengetahuan dan keahlian sehingga diharapkan mampu mengembangkan ilmu dan keahlian yang diperoleh demi kemajuan dirinya, masyarakat dan bangsa. Pada kenyataannya, ada sebagian remaja yang masih belum dapat membuat perencanaan karir yang tepat sesuai dengan tahapan perkembangan karirnya. Berdasarkan penelitian terhadap 6.000 remaja di Texas, Amerika 1
2 Serikat, oleh Grotevant and Durret (Papalia & Old, 1993) diketahui bahwa sebagian dari subyek tersebut telah mampu merencanakan jalur pendidikan secara tepat sedangkan separuh subyek lainnya belum mampu membuat pilihan karir berdasarkan minatnya. Kesulitan membuat keputusan karir ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang berbagai jenis pekerjaan yang ada serta ketidakmampuan untuk menyelaraskan antara minat dan kesempatan yang tersedia. Penelitian Hayadin (2006, h.390) di sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jakarta, memberikan gambaran bahwa 35,75% siswa kelas XII sudah mempunyai pilihan pekerjaan dan profesi, sementara 64,25% belum memiliki pilihan pekerjaan dan profesi. Berdasarkan sejumlah fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas XII belum mampu merencanakan karirnya dengan baik. Mempersiapkan karir merupakan salah satu tugas remaja dalam tahap perkembangannya. Jordaan (dalam Fuhrmann, 1990, h.436) menyatakan bahwa yang terpenting dari perkembangan karir adalah konsep kematangan vokasional. Kematangan vokasional adalah kemampuan individu untuk memenuhi tugas perkembangan vokasional dengan baik sesuai dengan tahap perkembangan yang sedang dijalani (Super, dalam Fuhrmann, 1990, h.443). Selain itu, kebingungan remaja dapat disebabkan karena tidak tersedianya informasi mengenai berbagai macam pekerjaan yang diketahui prospeknya, tidak dimilikinya ketrampilan, kemampuan atau pengetahuan yang sesuai, serta adanya
3 tingkat persaingan yang tinggi pada bidang yang dimiliki (Turner & Helms, 1987). Di SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta, tempat kami mengadakan penelitian diperoleh data pada saat sekolah mengadakan layanan bimbingan konseling karir yang meliputi: layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan atau penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling perorangan atau konseling kelompok dan layanan bimbingan kelompok. Ada beberapa siswa yang menanyakan informasi yang diperolehnya pada saat itu dan juga mengemukakan berbagai masalah untuk memilih, mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja. Hasil dokumen sekolah, diperoleh informasi bahwa hasil evaluasi layanan bimbingan konseling karir terhadap 198 siswa dengan hasil sebagai berikut: Analisis Psikis Untuk Memilih Karir terdapat 177 siswa atau 92,18% (Sangat Membutuhkan); Perencanaan Masa Depan terdapat 173 siswa atau 90,10% (Sangat Membutuhkan); Kiat Sukses Menjadi PNS terdapat 161 siswa atau 83,85% (Sangat Membutuhkan); Cara Aman Bekerja Di Luar Negri terdapat 159 siswa atau 82,81% (Sangat Membutuhkan); Tips dan Trik Memilih LPK atau Lembaga Kursus terdapat 151 siswa atau 78,65% (Sangat Membutuhkan); Menjadi Pengusaha Yang Sukses terdapat 115 siswa atau 59,89% (Sangat Membutuhkan). Oleh karena itu, kematangan vokasional sangat dibutuhkan remaja agar mampu untuk memilih, mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja.
4 Kematangan vokasional adalah kemampuan untuk membuat pilihan pekerjaan yang tepat sesuai kemampuan subjek, kepentingan kerja dan preferensi kerja (Sharma & Gaur, 2012). Seseorang dikatakan memiliki kematangan vokasional yang tinggi jika ditandai oleh keajegan memilih pekerjaan yang diharapkan, dan sesuai dengan kemampuan atau sikap terhadap pekerjaan. Hal senada diungkap oleh O Brein and Feather (1990). Dalam penelitiannya, bahwa jika seseorang menemukan kesesuaian antara pekerjaan dengan ketrampilan yang dimiliki, akan mempunyai pengaruh positif terhadap kondisi afeksi dan kontrol persoalannya. Dikatakan oleh Fuhrman (1990), bahwa ketidakpastian kerja pada seseorang disebabkan kurangnya informasi tentang pekerjaan dan rendahnya kualitas pengambilan keputusan. Dalam konsep kematangan vokasional diperlukan kesesuaian antara individu dengan pekerjaan dan bagaimana dinamika psikologis pengambilan keputusan pekerjaan. Individu dikatakan mempunyai kematangan vokasional tinggi jika ditandai oleh keajegan memilih pekerjaan yang diharapkan dan kesesuaian dengan kemampuan dan sikap terhadap pekerjaan (Crites, 1969). Periode antara usia 15-24 tahun menjadi tahap eksplorasi, perlu memiliki individu menyadari berbagai panggilan dan karir yang tersedia di masyarakat dan di lingkungan mereka, menyadari kapasitas pribadi mereka, kemampuan, dan keterampilan khusus yang akan melayani mereka di dunia kerja, kesadaran akan tempat di mana kemampuan mereka terbaik bisa dikembangkan untuk peningkatan diri dan emansipasi sosial. Selanjutnya, individu-individu harus
5 mampu membuat refleksi pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan, keakraban dengan pola kerja dan status dan harus terlibat dalam pembangunan rencana kerja pribadi berdasarkan karakteristik pribadi, pendidikan dan percobaan pengalaman kerja. Semua ini adalah contoh dari fakta bahwa individu menyadari bahwa pekerjaan merupakan bagian penting dari kehidupan (Adegoroye, Batunde, Ibimiluyi & Ajagbe, 2011). Pentingnya kematangan vokasional dan transisi masa sekolah ke dunia kerja dapat dilihat dari hasil Penelitian Tuck (1976) yang didapatkan ada hubungan linear yang kuat antara tingkat aspirasi kerja dengan aspirasi dan pencapaian pendidikan mereka, serta antara tingkat status pekerjaan yang dicapai di tahun pertama setelah keluar dari sekolah dengan pencapaian dan aspirasi pendidikan mereka. Selain itu, ada hubungan yang signifikan tingkat kepercayaan terhadap pilihan karir saat sekolah dengan stabilitas pola karir di tahun pertama mereka keluar dari sekolah. Siswa yang tidak memiliki tingkat kepercayaan terhadap pilihan karir saat sekolah mempunyai pola karir yang tidak stabil pada tahun pertama setelah keluar dari sekolah. Kematangan vokasional dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal terdiri dari keluarga, latar belakang sosial ekonomi, gender, teman sebaya, dan lingkungan sekolah (Seligman, 1994; Rice 1993). Sementara itu, faktor internal terdiri dari intelegensi dan bakat khusus, minat vokasional, kepribadian, nilai, aspirasi karir, dan konsep diri (Seligman, 1994; Rice 1993 & Hasan, 2006).
6 Peningkatan kematangan vokasional harus dilakukan melalui usaha-usaha pendampingan agar remaja dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan karir mereka, sehingga remaja semakin paham akan dirinya sendiri, lingkungan hidupnya, serta proses pengambilan keputusan, dan semakin mantap mempersiapkan diri dalam hal pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai, yang semuanya diperlukan dalam menekuni karirnya. Pendidikan formal diharapkan berpartisipasi aktif dalam mempersiapkan remaja untuk mengambil tempatnya di masyarakat sebagai angkatan kerja melalui layanan bimbingan konseling karir. Bimbingan konseling karir diduga kuat berpengaruh terhadap tingkat kematangan vokasional. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Abimanyu (1990). Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa bimbingan konseling karir berhubungan secara signifikan dengan kematangan vokasional. Bimbingan konseling karir dapat terjadi di rumah maupun di kampus. Di kampus, mahasiswa dapat mengikuti bimbingan konseling karir melalui program bimbingan dan konseling yang ditangani oleh lembaga BK/ unit-unit kegiatan mahasiswa, sedangkan di rumah bimbingan konseling karir dapat dilakukan oleh orang tua maupun anggota keluarga yang lain dengan cara memberikan pemahaman kepada anak dalam hal pemilihan karir berkaitan dengan masa depannya. (Syahrul, 2011). Beberapa penelitian di Barat telah menunjukkan bahwa perkembangan karir atau pekerjaan dan kematangan vokasional seseorang diantara dipengaruhi oleh informasi pekerjaan yang diterima (Crites, 1969). Dikatakan bahwa pentingnya informasi atau pengetahuan tentang bermacam-macam pekerjaan
7 karena informasi ini akan membantu mengenal pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Sebuah program layanan bimbingan konseling karir membantu siswa dalam mengambil keputusan dengan bijaksana dan realistis. Layanan bimbingan konseling karir dapat dilihat sebagai proses membantu seseorang untuk mengembangkan dan menerima gambaran dirinya sendiri secara menyeluruh, dan perannya dalam dunia kerja untuk menguji konsep ini terhadap realitas dan untuk mengubahnya menjadi kenyataan dengan kepuasan kepadanya dan manfaat untuk masyarakat. Winkel dan Hastuti (2004) menyatakan bahwa sikap yang dikomunikasikan guru pada saat layanan bimbingan konseling karir kepada anak didik oleh staf petugas bimbingan dan tenaga pengajar mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam bekerja, tinggi rendahnya status sosial jabatan-jabatan, dan kecocokan jabatan tertentu untuk anak laki-laki dan perempuan, akan berpengaruh terhadap kematangan vokasional remaja. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kematangan vokasional adalah faktor keluarga. Keluarga memainkan peran penting dalam banyak bidang perkembangan remaja. Orang tua dapat menjadi fasilitator dan inhibitor perkembangan psikologis anak-anak mereka. Sebuah tugas perkembangan yang penting dari masa remaja adalah pertumbuhan dan eksplorasi aspirasi masa depan dan tujuan karir (June & Bergen, 2006). Keeves (1972) menyebutkan bahwa latar belakang keluarga lebih dikenal dengan nama status sosial ekonomi yang didalamnya tercakup unsur-unsur: pendidikan
8 orang tua, pekerjaan, jabatan, penghasilan orang dan pemilikan barang-barang berharga. Tingkat pendidikan orang tua akan menentukan cara orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anaknya dalam menghadapi tugas perkembangan vokasionalnya. Selain itu, tingkat pendidikan orang tua juga berpengaruh terhadap pengetahuannya tentang perkembangan vokasioanal remaja. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang tinggi, mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai perkembangan vokasional remaja, sehingga mampu membimbing remaja dalam menghadapi tugas perkembangan vokasionalnya. Informasi yang diberikan orang tua mengenai berbagai jenis pekerjaan yang dapat dipilih remaja sesuai tingkat pendidikannya, karakteristik pekerjaan, dan informasi lain, menjadi informasi yang berguna bagi remaja dalam melakukan pilihan pekerjaan. Selain memberikan informasi, orang tua juga membimbing siswa untuk mengenali segala potensi dirinya dan memberikan bantuan dan pertimbangan pada remaja untuk merencanakan masa depan dan memilih pekerjaan yang diinginkan, memberikan pertimbangan bagaimana cara untuk mempersiapkan diri dalam pekerjaan yang dipilihnya tersebut. Kesemua hal tersebut akan meningkatkan kematangan vokasional remaja. Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa kematangan vokasional sangat dibutuhkan oleh remaja termasuk siswa Sekolah Menengah Kejuruaan agar mampu untuk memilih, mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja. Beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan vokasional dapat peneliti kelompokkan menjadi dua
9 (2), yaitu: faktor dari dalam dan faktor dari luar. Salah satu faktor adalah sikap terhadap layanan bimbingan konseling karir dan tingkat pendidikan orang tua. Atas dasar kenyataan atau keadaan inilah dirasa perlu melakukan penelitian ini. B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: Apakah kematangan vokasional dapat diprediksi berdasarkan sikap terhadap layanan bimbingan konseling karir dan tingkat pendidikan orang tua? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memprediksi kematangan vokasional berdasarkan sikap terhadap layanan bimbingan konseling karir dan tingkat pendidikan orang tua. 2. Manfaat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. a. Manfaat Teoritis: Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan psikologi, khususnya mengenai sikap terhadap layanan bimbingan konseling karir dan hubungannya dengan kematangan vokasional pada siswa SMK.
10 b. Manfaat Praktis, meliputi a. Bagi Siswa SMK: Hasil penelitian ini, dapat menjadi sumber informasi mengenai tugas-tugas perkembangan vokasional remaja, dan bagaimana dapat menerima dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan tersebut secara adekuat; b. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling: Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi mengenai kematangan vokasional remaja serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga dapat menjadi acuan dalam melakukan layanan bimbingan konseling karir; c. Bagi Peneliti Selanjutnya: Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman tentang kematangan vokasional dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian ini berupaya untuk menguji apakah kematangan vokasional dapat diprediksi berdasarkan sikap terhadap layanan bimbingan konseling karir dan tingkat pendidikan orang tua. Beberapa penelitian kematangan vokasional telah dilakukan akan tetapi dengan variabel, karakteristik dan subyek penelitian pada suatu lokasi yang beragam, contoh: Fera Arisatyo Dimyati (1997), meneliti tentang: Pengaruh Pelatihan Ketrampilan Hidup Umum Terhadap Kematangan Vokasional Dan Efikasi Diri Remaja Panti Sosial Bina Remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pelatihan ketrampilan hidup umum terhadap kematangan vokasional dan efikasi diri remaja Panti Sosial Bina Remaja. Subyek penelitian seluruh siswa remaja di Panti Sosial Bina Remaja yang
11 berjumlah 55 orang. Hasil penelitian: Pelatihan ini belum teruji efektivitasnya dalam meningkatkan kematangan vokasional dan efikasi diri, namun meskipun mempunyai keterbatasan dalam hal efektivitas pelatihan ini secara signifikan sudah terbukti mampu meningkatkan kematangan vokasional dan efikasi diri remaja pada Panti Sosial Bina Remaja. Sumiatun (2002), meneliti tentang Pelatihan Kematangan Vokasional Untuk Meningkatkan Konsep Diri Dan Kematangan Vokasional Pada Penyandang Tuna Daksa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji apakah melalui pelatihan kematangan vokasional dapat meningkatkan konsep diri dan kematangan vokasional pada siswa penyandang tuna daksa yang mengikuti pelatihan kematangan vokasional. Subyek penelitian ini adalah siswa penyandang tuna daksa yang sedang menerima pelayanan rehabilitasi vokasional pada Pusat Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa Cibinong Bogor yang mempunyai kriteria lulus SLTA atau sederajat. Hasil penelitian: 1. Hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki konsep diri dan kematangan vokasional yang tinggi; 2. Hasil analisis data menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen yang mendapat pelatihan kematangan vokasional dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan pelatihan kematangan vokasional. Cut Mutia (2004), meneliti tentang Intensi Berwirausaha Pada Mahasiswa Ditinjau Dari Kemandirian Dan Kematangan Vokasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Hubungan antara kemandirian dan kematangan vokasional secara bersama-sama dengan intensi berwirausaha; 2. Hubungan
12 antara kemandirian dengan intensi berwirausaha; 3. Hubungan antara kematangan vokasional dengan intensi berwirausaha. Subyek penelitiannya: mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area yang terdaftar dan berstatus aktif sebagai mahasiswa semester 2 Tahun Akademik 2003/2004. Hasil penelitian: 1. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kemandirian dan kematangan vokasional dengan intensi berwirausaha; 2. Ada hubungan antara kemandirian dengan intensi berwirausaha; 3. Ada hubungan antara kematangan vokasional dengan intensi berwirausaha. Endang Subekti (2006), meneliti tentang Kematangan Vokasional Ditinjau Dari Identitas Diri Dan Kemandirian Para Remaja Akhir. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui: 1. Hubungan antara identitas diri dan kemandirian secara bersama-sama dengan kematangan vokasional; 2. Hubungan antara identitas diri dengan kematangan vokasional; 3. Hubungan antara kemandirian dengan kematangan vokasional. Subyek penelitian ini berjumlah 145 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang berusia 18 tahun sampai 24 tahun (rerata usia 20,46 tahun) belum nikah dan belum bekerja. Hasil penelitiannya: 1. Ada hubungan positif antara identitas diri dan kemandirian secara bersama-sama dengan kematangan vokasional pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta; 2. Ada hubungan positif antara identitas diri dengan kematangan vokasional pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta; 3. Ada hubungan positif antara kemandirian dengan kematangan vokasional pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
13 Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa penelitian yang berjudul: Kematangan Vokasional Dapat Diprediksi Berdasarkan Sikap Terhadap Layanan Bimbingan Konseling Karir Dan Tingkat Pendidikan Orang Tua berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut diatas. Perbedaan yang dapat peneliti jelaskan disini, antara lain: variabel dan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap variabel lain, tempat yang terkait dengan lokasi penelitian, dan subyek penelitian serta hasil penelitian. Oleh karena itu, sejauh sepengetahuan peneliti dengan mencoba mencermati hasil-hasil penelitian yang ada tersebut diatas maka menurut peneliti keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.