BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari hidup manusia dalam menghadapi berbagai masalah untuk pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi

2016 PROFIL ASPIRASI KARIR PESERTA DIDIK BERDASARKAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN GENDER:

BAB I PENDAHULUAN. kerja dengan pemenuhan kompetensi diberbagai pengembangan. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai pemikir, perencana, penggerak, dan pendukung pembangunan pada

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN VOKASIONAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap orang pada umumnya memerlukan lapangan kerja untuk bertahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Pertanyaan Apa yang akan kulakukan? dan Aku akan jadi apa? sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah siswa SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) di Indonesia ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang harus dilalui yang dimulai sejak lahir sampai meninggal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang

PENINGKATAN KEMATANGAN KARIER SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Lutiyem SMP Negeri 5 Adiwerna, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Setiap jabatan atau tugas tertentu akan menuntut pola tingkah laku tertentu pula.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan kejuruan merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menimbulkan banyak masalah bila manusia tidak mampu mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhibbu Abivian, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kata lain SMK dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja.

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilannya (underemployed) dan tidak menggunakan keterampilannya

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan (Saiman, 2009:22). Masalah pengangguran telah menjadi momok

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. individu. Dalam bekerja, seseorang dituntut untuk melaksanakannya

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, di

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. oleh citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia telah memasuki awal era globalisasi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang dari penelitian ini yaitu permasalahan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komprehensif sebelum mengambil keputusan menentukan pilihan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan

BAB I PENDAHULUAN NURUL FITRI ISTIQOMAH,2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pembangunan

BAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja cenderung mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan tertentu untuk tetap survive. Dunia kerja

KEMATANGAN VOKASIONAL PADA SISWA KELAS XII DI SMA NEGERI 1 KLATEN DITINJAU DARI KEYAKINAN DIRI AKADEMIK DAN JENIS KELAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Pendidikan akan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dipandang sebagai masa permasalahan, frustrasi dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang baru dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Pendidikan sudah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang pendidikan tidak lepas dari berbicara tentang hasil

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Berkenaan dengan tahap-tahap perkembangan, Papalia (Pinasti,2011,

BAB I PENDAHULUAN. membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan dan kegagalan di masa sekarang merupakan prediktor keberhasilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia pada tingkat satuan menengah atas saat ini di

Silabus Bimbingan dan Konseling (01)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR BAGAN... xi DAFTAR GRAFIK...

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. (Winkel & Hastuti, 2006: 633) kematangan karir adalah keberhasilan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu kunci yang penting terutama dalam era globalisasi. Pada era

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya (Sanjaya,2005).

PENINGKATAN PEMAHAMAN PEMILIHAN KARIR MELALUI LAYANAN INFORMASI PADA SISWA KELAS XI IPA 4 SMA NEGERI 1 BERGAS KABUPATEN SEMARANG TAHUN AJARAN

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

UPAYA MENINGKATKAN KEMATANGAN PEMILIHAN KARIR MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PROBLEM SOLVING

remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis diantaranya adalah keinginan untuk studi serta mulai memikirkan masa depannya dengan lebih serius.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karir berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kualitas tenaga kerja merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya bahwa kualitas sumber daya manusia merupakan unsur penentu keberhasilan pembangunan nasional. Pengalaman negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika telah memperkuat kenyataan tersebut (Syahrul, 2011). Sumber daya manusia ini harus dikembangkan untuk menjadi sarana pembangunan sebagai pemikir, perencana, penggerak, pelaksana, dan pendukung pembangunan. Pendidikan nasional ditugaskan untuk mengembangkan manusia Indonesia, bukan hanya sebagai tujuan dari pembangunan, tetapi sekaligus sebagai sarana yang memegang kunci sukses atau gagalnya pembangunan itu sendiri (Winkel & Hastuti, 2004). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, merupakan pendidikan pada jenjang menengah yang menyiapkan peserta didiknya untuk memasuki dunia kerja dengan berbekal ilmu pengetahuan dan keahlian sehingga diharapkan mampu mengembangkan ilmu dan keahlian yang diperoleh demi kemajuan dirinya, masyarakat dan bangsa. Pada kenyataannya, ada sebagian remaja yang masih belum dapat membuat perencanaan karir yang tepat sesuai dengan tahapan perkembangan karirnya. Berdasarkan penelitian terhadap 6.000 remaja di Texas, Amerika 1

2 Serikat, oleh Grotevant and Durret (Papalia & Old, 1993) diketahui bahwa sebagian dari subyek tersebut telah mampu merencanakan jalur pendidikan secara tepat sedangkan separuh subyek lainnya belum mampu membuat pilihan karir berdasarkan minatnya. Kesulitan membuat keputusan karir ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang berbagai jenis pekerjaan yang ada serta ketidakmampuan untuk menyelaraskan antara minat dan kesempatan yang tersedia. Penelitian Hayadin (2006, h.390) di sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jakarta, memberikan gambaran bahwa 35,75% siswa kelas XII sudah mempunyai pilihan pekerjaan dan profesi, sementara 64,25% belum memiliki pilihan pekerjaan dan profesi. Berdasarkan sejumlah fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas XII belum mampu merencanakan karirnya dengan baik. Mempersiapkan karir merupakan salah satu tugas remaja dalam tahap perkembangannya. Jordaan (dalam Fuhrmann, 1990, h.436) menyatakan bahwa yang terpenting dari perkembangan karir adalah konsep kematangan vokasional. Kematangan vokasional adalah kemampuan individu untuk memenuhi tugas perkembangan vokasional dengan baik sesuai dengan tahap perkembangan yang sedang dijalani (Super, dalam Fuhrmann, 1990, h.443). Selain itu, kebingungan remaja dapat disebabkan karena tidak tersedianya informasi mengenai berbagai macam pekerjaan yang diketahui prospeknya, tidak dimilikinya ketrampilan, kemampuan atau pengetahuan yang sesuai, serta adanya

3 tingkat persaingan yang tinggi pada bidang yang dimiliki (Turner & Helms, 1987). Di SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta, tempat kami mengadakan penelitian diperoleh data pada saat sekolah mengadakan layanan bimbingan konseling karir yang meliputi: layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan atau penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling perorangan atau konseling kelompok dan layanan bimbingan kelompok. Ada beberapa siswa yang menanyakan informasi yang diperolehnya pada saat itu dan juga mengemukakan berbagai masalah untuk memilih, mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja. Hasil dokumen sekolah, diperoleh informasi bahwa hasil evaluasi layanan bimbingan konseling karir terhadap 198 siswa dengan hasil sebagai berikut: Analisis Psikis Untuk Memilih Karir terdapat 177 siswa atau 92,18% (Sangat Membutuhkan); Perencanaan Masa Depan terdapat 173 siswa atau 90,10% (Sangat Membutuhkan); Kiat Sukses Menjadi PNS terdapat 161 siswa atau 83,85% (Sangat Membutuhkan); Cara Aman Bekerja Di Luar Negri terdapat 159 siswa atau 82,81% (Sangat Membutuhkan); Tips dan Trik Memilih LPK atau Lembaga Kursus terdapat 151 siswa atau 78,65% (Sangat Membutuhkan); Menjadi Pengusaha Yang Sukses terdapat 115 siswa atau 59,89% (Sangat Membutuhkan). Oleh karena itu, kematangan vokasional sangat dibutuhkan remaja agar mampu untuk memilih, mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja.

4 Kematangan vokasional adalah kemampuan untuk membuat pilihan pekerjaan yang tepat sesuai kemampuan subjek, kepentingan kerja dan preferensi kerja (Sharma & Gaur, 2012). Seseorang dikatakan memiliki kematangan vokasional yang tinggi jika ditandai oleh keajegan memilih pekerjaan yang diharapkan, dan sesuai dengan kemampuan atau sikap terhadap pekerjaan. Hal senada diungkap oleh O Brein and Feather (1990). Dalam penelitiannya, bahwa jika seseorang menemukan kesesuaian antara pekerjaan dengan ketrampilan yang dimiliki, akan mempunyai pengaruh positif terhadap kondisi afeksi dan kontrol persoalannya. Dikatakan oleh Fuhrman (1990), bahwa ketidakpastian kerja pada seseorang disebabkan kurangnya informasi tentang pekerjaan dan rendahnya kualitas pengambilan keputusan. Dalam konsep kematangan vokasional diperlukan kesesuaian antara individu dengan pekerjaan dan bagaimana dinamika psikologis pengambilan keputusan pekerjaan. Individu dikatakan mempunyai kematangan vokasional tinggi jika ditandai oleh keajegan memilih pekerjaan yang diharapkan dan kesesuaian dengan kemampuan dan sikap terhadap pekerjaan (Crites, 1969). Periode antara usia 15-24 tahun menjadi tahap eksplorasi, perlu memiliki individu menyadari berbagai panggilan dan karir yang tersedia di masyarakat dan di lingkungan mereka, menyadari kapasitas pribadi mereka, kemampuan, dan keterampilan khusus yang akan melayani mereka di dunia kerja, kesadaran akan tempat di mana kemampuan mereka terbaik bisa dikembangkan untuk peningkatan diri dan emansipasi sosial. Selanjutnya, individu-individu harus

5 mampu membuat refleksi pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan, keakraban dengan pola kerja dan status dan harus terlibat dalam pembangunan rencana kerja pribadi berdasarkan karakteristik pribadi, pendidikan dan percobaan pengalaman kerja. Semua ini adalah contoh dari fakta bahwa individu menyadari bahwa pekerjaan merupakan bagian penting dari kehidupan (Adegoroye, Batunde, Ibimiluyi & Ajagbe, 2011). Pentingnya kematangan vokasional dan transisi masa sekolah ke dunia kerja dapat dilihat dari hasil Penelitian Tuck (1976) yang didapatkan ada hubungan linear yang kuat antara tingkat aspirasi kerja dengan aspirasi dan pencapaian pendidikan mereka, serta antara tingkat status pekerjaan yang dicapai di tahun pertama setelah keluar dari sekolah dengan pencapaian dan aspirasi pendidikan mereka. Selain itu, ada hubungan yang signifikan tingkat kepercayaan terhadap pilihan karir saat sekolah dengan stabilitas pola karir di tahun pertama mereka keluar dari sekolah. Siswa yang tidak memiliki tingkat kepercayaan terhadap pilihan karir saat sekolah mempunyai pola karir yang tidak stabil pada tahun pertama setelah keluar dari sekolah. Kematangan vokasional dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal terdiri dari keluarga, latar belakang sosial ekonomi, gender, teman sebaya, dan lingkungan sekolah (Seligman, 1994; Rice 1993). Sementara itu, faktor internal terdiri dari intelegensi dan bakat khusus, minat vokasional, kepribadian, nilai, aspirasi karir, dan konsep diri (Seligman, 1994; Rice 1993 & Hasan, 2006).

6 Peningkatan kematangan vokasional harus dilakukan melalui usaha-usaha pendampingan agar remaja dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan karir mereka, sehingga remaja semakin paham akan dirinya sendiri, lingkungan hidupnya, serta proses pengambilan keputusan, dan semakin mantap mempersiapkan diri dalam hal pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai, yang semuanya diperlukan dalam menekuni karirnya. Pendidikan formal diharapkan berpartisipasi aktif dalam mempersiapkan remaja untuk mengambil tempatnya di masyarakat sebagai angkatan kerja melalui layanan bimbingan konseling karir. Bimbingan konseling karir diduga kuat berpengaruh terhadap tingkat kematangan vokasional. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Abimanyu (1990). Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa bimbingan konseling karir berhubungan secara signifikan dengan kematangan vokasional. Bimbingan konseling karir dapat terjadi di rumah maupun di kampus. Di kampus, mahasiswa dapat mengikuti bimbingan konseling karir melalui program bimbingan dan konseling yang ditangani oleh lembaga BK/ unit-unit kegiatan mahasiswa, sedangkan di rumah bimbingan konseling karir dapat dilakukan oleh orang tua maupun anggota keluarga yang lain dengan cara memberikan pemahaman kepada anak dalam hal pemilihan karir berkaitan dengan masa depannya. (Syahrul, 2011). Beberapa penelitian di Barat telah menunjukkan bahwa perkembangan karir atau pekerjaan dan kematangan vokasional seseorang diantara dipengaruhi oleh informasi pekerjaan yang diterima (Crites, 1969). Dikatakan bahwa pentingnya informasi atau pengetahuan tentang bermacam-macam pekerjaan

7 karena informasi ini akan membantu mengenal pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Sebuah program layanan bimbingan konseling karir membantu siswa dalam mengambil keputusan dengan bijaksana dan realistis. Layanan bimbingan konseling karir dapat dilihat sebagai proses membantu seseorang untuk mengembangkan dan menerima gambaran dirinya sendiri secara menyeluruh, dan perannya dalam dunia kerja untuk menguji konsep ini terhadap realitas dan untuk mengubahnya menjadi kenyataan dengan kepuasan kepadanya dan manfaat untuk masyarakat. Winkel dan Hastuti (2004) menyatakan bahwa sikap yang dikomunikasikan guru pada saat layanan bimbingan konseling karir kepada anak didik oleh staf petugas bimbingan dan tenaga pengajar mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam bekerja, tinggi rendahnya status sosial jabatan-jabatan, dan kecocokan jabatan tertentu untuk anak laki-laki dan perempuan, akan berpengaruh terhadap kematangan vokasional remaja. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kematangan vokasional adalah faktor keluarga. Keluarga memainkan peran penting dalam banyak bidang perkembangan remaja. Orang tua dapat menjadi fasilitator dan inhibitor perkembangan psikologis anak-anak mereka. Sebuah tugas perkembangan yang penting dari masa remaja adalah pertumbuhan dan eksplorasi aspirasi masa depan dan tujuan karir (June & Bergen, 2006). Keeves (1972) menyebutkan bahwa latar belakang keluarga lebih dikenal dengan nama status sosial ekonomi yang didalamnya tercakup unsur-unsur: pendidikan

8 orang tua, pekerjaan, jabatan, penghasilan orang dan pemilikan barang-barang berharga. Tingkat pendidikan orang tua akan menentukan cara orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anaknya dalam menghadapi tugas perkembangan vokasionalnya. Selain itu, tingkat pendidikan orang tua juga berpengaruh terhadap pengetahuannya tentang perkembangan vokasioanal remaja. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang tinggi, mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai perkembangan vokasional remaja, sehingga mampu membimbing remaja dalam menghadapi tugas perkembangan vokasionalnya. Informasi yang diberikan orang tua mengenai berbagai jenis pekerjaan yang dapat dipilih remaja sesuai tingkat pendidikannya, karakteristik pekerjaan, dan informasi lain, menjadi informasi yang berguna bagi remaja dalam melakukan pilihan pekerjaan. Selain memberikan informasi, orang tua juga membimbing siswa untuk mengenali segala potensi dirinya dan memberikan bantuan dan pertimbangan pada remaja untuk merencanakan masa depan dan memilih pekerjaan yang diinginkan, memberikan pertimbangan bagaimana cara untuk mempersiapkan diri dalam pekerjaan yang dipilihnya tersebut. Kesemua hal tersebut akan meningkatkan kematangan vokasional remaja. Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa kematangan vokasional sangat dibutuhkan oleh remaja termasuk siswa Sekolah Menengah Kejuruaan agar mampu untuk memilih, mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja. Beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan vokasional dapat peneliti kelompokkan menjadi dua

9 (2), yaitu: faktor dari dalam dan faktor dari luar. Salah satu faktor adalah sikap terhadap layanan bimbingan konseling karir dan tingkat pendidikan orang tua. Atas dasar kenyataan atau keadaan inilah dirasa perlu melakukan penelitian ini. B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: Apakah kematangan vokasional dapat diprediksi berdasarkan sikap terhadap layanan bimbingan konseling karir dan tingkat pendidikan orang tua? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memprediksi kematangan vokasional berdasarkan sikap terhadap layanan bimbingan konseling karir dan tingkat pendidikan orang tua. 2. Manfaat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. a. Manfaat Teoritis: Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan psikologi, khususnya mengenai sikap terhadap layanan bimbingan konseling karir dan hubungannya dengan kematangan vokasional pada siswa SMK.

10 b. Manfaat Praktis, meliputi a. Bagi Siswa SMK: Hasil penelitian ini, dapat menjadi sumber informasi mengenai tugas-tugas perkembangan vokasional remaja, dan bagaimana dapat menerima dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan tersebut secara adekuat; b. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling: Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi mengenai kematangan vokasional remaja serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga dapat menjadi acuan dalam melakukan layanan bimbingan konseling karir; c. Bagi Peneliti Selanjutnya: Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman tentang kematangan vokasional dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian ini berupaya untuk menguji apakah kematangan vokasional dapat diprediksi berdasarkan sikap terhadap layanan bimbingan konseling karir dan tingkat pendidikan orang tua. Beberapa penelitian kematangan vokasional telah dilakukan akan tetapi dengan variabel, karakteristik dan subyek penelitian pada suatu lokasi yang beragam, contoh: Fera Arisatyo Dimyati (1997), meneliti tentang: Pengaruh Pelatihan Ketrampilan Hidup Umum Terhadap Kematangan Vokasional Dan Efikasi Diri Remaja Panti Sosial Bina Remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pelatihan ketrampilan hidup umum terhadap kematangan vokasional dan efikasi diri remaja Panti Sosial Bina Remaja. Subyek penelitian seluruh siswa remaja di Panti Sosial Bina Remaja yang

11 berjumlah 55 orang. Hasil penelitian: Pelatihan ini belum teruji efektivitasnya dalam meningkatkan kematangan vokasional dan efikasi diri, namun meskipun mempunyai keterbatasan dalam hal efektivitas pelatihan ini secara signifikan sudah terbukti mampu meningkatkan kematangan vokasional dan efikasi diri remaja pada Panti Sosial Bina Remaja. Sumiatun (2002), meneliti tentang Pelatihan Kematangan Vokasional Untuk Meningkatkan Konsep Diri Dan Kematangan Vokasional Pada Penyandang Tuna Daksa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji apakah melalui pelatihan kematangan vokasional dapat meningkatkan konsep diri dan kematangan vokasional pada siswa penyandang tuna daksa yang mengikuti pelatihan kematangan vokasional. Subyek penelitian ini adalah siswa penyandang tuna daksa yang sedang menerima pelayanan rehabilitasi vokasional pada Pusat Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa Cibinong Bogor yang mempunyai kriteria lulus SLTA atau sederajat. Hasil penelitian: 1. Hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki konsep diri dan kematangan vokasional yang tinggi; 2. Hasil analisis data menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen yang mendapat pelatihan kematangan vokasional dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan pelatihan kematangan vokasional. Cut Mutia (2004), meneliti tentang Intensi Berwirausaha Pada Mahasiswa Ditinjau Dari Kemandirian Dan Kematangan Vokasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Hubungan antara kemandirian dan kematangan vokasional secara bersama-sama dengan intensi berwirausaha; 2. Hubungan

12 antara kemandirian dengan intensi berwirausaha; 3. Hubungan antara kematangan vokasional dengan intensi berwirausaha. Subyek penelitiannya: mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area yang terdaftar dan berstatus aktif sebagai mahasiswa semester 2 Tahun Akademik 2003/2004. Hasil penelitian: 1. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kemandirian dan kematangan vokasional dengan intensi berwirausaha; 2. Ada hubungan antara kemandirian dengan intensi berwirausaha; 3. Ada hubungan antara kematangan vokasional dengan intensi berwirausaha. Endang Subekti (2006), meneliti tentang Kematangan Vokasional Ditinjau Dari Identitas Diri Dan Kemandirian Para Remaja Akhir. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui: 1. Hubungan antara identitas diri dan kemandirian secara bersama-sama dengan kematangan vokasional; 2. Hubungan antara identitas diri dengan kematangan vokasional; 3. Hubungan antara kemandirian dengan kematangan vokasional. Subyek penelitian ini berjumlah 145 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang berusia 18 tahun sampai 24 tahun (rerata usia 20,46 tahun) belum nikah dan belum bekerja. Hasil penelitiannya: 1. Ada hubungan positif antara identitas diri dan kemandirian secara bersama-sama dengan kematangan vokasional pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta; 2. Ada hubungan positif antara identitas diri dengan kematangan vokasional pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta; 3. Ada hubungan positif antara kemandirian dengan kematangan vokasional pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

13 Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa penelitian yang berjudul: Kematangan Vokasional Dapat Diprediksi Berdasarkan Sikap Terhadap Layanan Bimbingan Konseling Karir Dan Tingkat Pendidikan Orang Tua berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut diatas. Perbedaan yang dapat peneliti jelaskan disini, antara lain: variabel dan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap variabel lain, tempat yang terkait dengan lokasi penelitian, dan subyek penelitian serta hasil penelitian. Oleh karena itu, sejauh sepengetahuan peneliti dengan mencoba mencermati hasil-hasil penelitian yang ada tersebut diatas maka menurut peneliti keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.