BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan Keuangan merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi primary users (investor dan kreditor) yang telah dan/atau akan memberikan pendanaan pada sebuah perusahaan. Laporan Keuangan menjadi penilaian kinerja perusahaan yang dijalankan oleh manajemen dalam mengelola sumber daya yang ada pada perusahan pada suatu periode dan juga sebagai sarana pertanggungjawaban manajemen tersebut. Lebih lanjut, dalam Conceptual Framework for Financial Reporting (IASB, 2010) dinyatakan bahwa tujuan dari pelaporan keuangan bertujuan umum adalah untuk menyediakan informasi finansial dari suatu entitas pelaporan yang berguna bagi investor, peminjam, dan kreditor yang telah ada dan yang potensial dalam pengambilan keputusan mengenai penyediaan sumber daya pada entitas. Informasi dari laporan keuangan yang sering digunakan untuk pengambilan keputusan adalah laba perusahaan (earnings) dan Arus Kas (cash flows). Dechow (1994) menyatakan bahwa earnings lebih berhubungan dengan returns saham dibandingkan arus kas realisasi karena adanya akrual pada earnings yang dapat memitigasi persoalan timing dan matching yang menimbulkan masalah besar pada arus kas realisasi. Oleh karena itu, akuntansi akrual lebih merefleksikan ukuran-ukuran short term dari expected cash flows dibandingkan arus kas realisasi. Sloan (1996) menemukan bahwa akrual kurang persistent 1
dibanding arus kas, hal ini mengindikasikan perusahaan dengan tingkat akrual yang tinggi memiliki kualitas laba yang rendah dan mempertanyakan keuntungan dari peranan akrual. Dalam akuntansi akrual sendiri terdapat estimasi-estimasi dan pilihan-pilihan alternatif kebijakan akuntansi yang dapat ditentukan oleh pertimbangan pihak manajemen perusahaan. Hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penetapan estimasi dan manipulasi terhadap earnings karena adanya keleluasan bagi manajemen untuk menetapkan alternatif kebijakan akuntansi. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengukuran untuk menilai kualitas informasi yang terdapat pada laba (earnings). Kualitas laba (earnings quality) walaupun diinterpretasikan berbeda-beda oleh para ahli maupun praktisi akuntansi, namun pada umumnya memiliki kesimpulan yang sama yaitu earnings quality adalah bagaimana komponenkomponen pada laba (earnings) dapat memberikan informasi yang representatif dan relevan bagi para pengambil keputusan dalam membuat keputusan yang tepat terutama di masa yang akan datang (Lev, 1989; Sloan, 1996; Penman dan Zhang, 2002; Schipper dan Vincent, 2003; dan Dechow et al., 2010). Pada banyak penelitian terdahulu baik dari luar negeri (Dechow dan Dichev, 2002; Francis et al., 2005; Zhou, 2007; Johnston, 2009, Lyimo, 2014) dan Indonesia (Tampubolon, 2012; Triningtyas dan Siregar, 2014) menggunakan kualitas akrual (accruals quality) sebagai proxy untuk mengukur kualitas laba (earnings quality). Dechow dan Dichev (2002) mendefinisikan kualitas akrual sebagai besaran akrual terpetakan dalam realisasi arus kas. Kualitas akrual yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian dalam memprediksi cash flows. Selain itu, akrual menjadi penting 2
karena komponen akrual juga memiliki unsur estimasi future cash flows, deferral dari arus kas masa lalu, alokasi dan valuasi, yang semuanya memiliki tingkat subjektivitas yang tinggi (Richardson et al., 2005). Oleh karena adanya semua ini, maka sangat penting untuk mengidentifikasi dan mengukur kualitas akrual. Lebih lanjut, dalam penelitian Francis et al. (2005) kualitas akrual dibagi menjadi dua komponen, yaitu faktor innate accruals dan faktor discretionary accruals. Innate accruals atau non-discretionary accruals merupakan akrual yang berasal dari fundamental bisnis perusahaan seperti model bisnis perusahaan, lingkungan operasi perusahaan, fundamental ekonomi, dsb. Discretionary accruals berasal dari insentif manajemen misalnya manipulasi laba, menyembunyikan kerugian, mencapai target tertentu, dsb. Discretionary accruals memberikan keleluasaan dan fleksibilitas bagi manajemen untuk mengatur atau memanipulasi tingkat akrual perusahaan melalui pertimbangannya baik untuk kepentingan perusahaan maupun pribadi. Menurut Bernard dan Skinner (1996), keputusan manajer terhadap akuntansi akrual dapat merefleksikan sisi informational dan opportunistic, sehingga managerial discretion dapat menurunkan dan menaikan signal value dari laba akuntansi. Botosan dan Plumlee (2013) menyatakan bahwa manajer bisa saja mendapat cost of equity capital yang rendah dengan cara mengambil tindakan memilih kebijakan akuntansi dan praktik pengungkapan (disclosure) yang meningkatkan presisi informasi keseluruhan. Namun dari berbagai pemberitaan dan literatur belakangan ini, manajer cenderung bersikap opportunistic dalam 3
pengaturan akrual untuk melakukan earnings management dan akibatnya, kualitas laba (earnings quality) akan menurun. Dalam berbagai penelitian ditemukan terdapat pengaruh antara kualitas akrual terhadap biaya modal (Francis et al., 2005; Gray et al. 2009; Ng, 2011; Triningtyas dan Siregar, 2014). Penelitian-penelitian ini memberi kesimpulan bahwa kualitas akrual yang tinggi akan dapat mengurangi biaya modal. Penelitian Lambert et al. (2007) juga menemukan adanya korelasi negatif antara kualitas dari informasi akuntansi dan biaya modal. Menurut Johnston (2009), setelah melakukan studi literatur, meyimpulkan bahwa kualitas akrual yang tinggi dapat mengurangi cost of capital karena kualitas akrual yang tinggi meningkatkan presisi informasi yang diakibatkan oleh berkurangnya ketidakpastian informasi, asimetri informasi, dan volatilitas idiosyncratic. Informasi yang berkualitas bagi investor di pasar modal sangat dibutuhkan agar dapat membedakan diantara investasi yang baik dan yang buruk sehingga terjadi alokasi sumber daya yang efisien. Pegerakan harga pasar bergantung pada jumlah relatif dari informasi firm-level dan informasi market-level (Roll, 1988; Morck et al., 2000). Tingkat informasi firm-specific atau market-specific yang terimpound dalam harga saham (Price Synchronity) diukur dari R 2 dari market pricing model. Pasar modal dengan alokasi modal yang baik adalah yang memberi harga (impound) lebih untuk informasi firm-specific pada harga saham individual yang berarti memiliki lebih sedikit sinkronitas harga saham (Wurgler, 2000). Dengan kata lain, saham dengan lebih banyak informasi firm-specific adalah 4
harga saham individual yang lebih tidak sering bergerak seirama dengan pergerakan pasar di mana ia berada atau lebih tidak sinkron. Durnev et al. (2004) dalam penelitiannya menemukan pada negara dengan perekonomian transisi terdapat sinkronitas yang tinggi diantara harga saham. Sinkronitas harga saham yang tinggi tersebut mengindikasikan misalokasi modal dan dapat berakibat pada perlambatan pertumbuhan ekonomi serta menghambat pertumbuhan produktivitas. Kondisi negara dengan perekonomian transisi banyak dijumpai pada negara berkembang, salah satunya Indonesia. Hasan et al. (2013) dalam studinya terhadap kondisi di negara China, yang menjadi contoh emerging market, menyebutkan bahwa dibutuhkan keterbukaan politik, penegakan hukum, dan perlindungan terhadap investor untuk mengurangi tingkat sinkronitas harga saham. Leuz et al. (2003) dalam penelitiannya mengenai earnings management dan perlindungan investor pada 31 negara yang menjadi sampel, dimana salah satunya adalah Indonesia, menunjukkan bahwa posisi Indonesia menjadi yang kedua paling sering terjadi earnings management diantara kelompok negara ASEAN yang menjadi sampel dan yang terburuk dari segi legal enforcement diantara ke-31 negara sampel. Dari segala paparan serta penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai pengaruh dari kualitas akrual terhadap sinkronitas harga saham pada kondisi di Indonesia. Penelitian terdahulu yang telah menunjukkan pengaruh dari kualitas akrual (accruals quality) terhadap stock price synchronity/informativeness telah dilakukan antara lain oleh Zhou (2007), Johnston (2009), dan Lyimo (2014) akan banyak menjadi acuan peneliti. 5
Penelitian yang dilakukan oleh Zhou (2007), Johnston (2009), dan Lyimo (2014) memperoleh hasil bahwa terdapat korelasi negatif antara kualitas akrual dan stock price synchronity/informativeness di pasar modal di Amerika Serikat (Zhou, 2007; Johnston, 2009) dan India (Lyimo, 2014). Sejauh ini, penelitian yang serupa belum peneliti temukan dilakukan pada pasar modal di Indonesia. Seperti halnya Johnston (2009), peneliti juga menambahkan analisis pengaruh dari kualitas akrual innate dan kualitas akrual discretionary terhadap stock price synchronity/informativeness. Untuk itu peneliti menetapkan judul dari penelitian ini adalah: Analisis Pengaruh Kualitas Akrual (Accruals Quality) terhadap Sinkronitas Harga Saham (Stock Price Synchronicity): Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan terlebih dahulu diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh dari kualitas akrual (Accruals Quality) terhadap sinkronitas harga saham (Stock Price Synchronicity) di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah terdapat pengaruh dari komponen kualitas akrual innate terhadap sinkronitas harga saham (Stock Price Synchronicity) di Bursa Efek Indonesia? 6
3. Apakah terdapat pengaruh dari komponen kualitas akrual discretionary terhadap sinkronitas harga saham (Stock Price Synchronicity) di Bursa Efek Indonesia? 4. Manakah diantara komponen kualitas akrual discretionary dan innate yang lebih signifikan berpengaruh terhadap sinkronitas harga saham (Stock Price Synchronicity) di Bursa Efek Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal berikut ini: 1. Untuk menganalisis pengaruh dari kualitas akrual (Accruals Quality) terhadap sinkronitas harga saham (Stock Price Synchronicity) di Bursa Efek Indonesia. 2. Untuk menganalisis pengaruh dari komponen kualitas akrual innate terhadap sinkronitas harga saham (Stock Price Synchronicity) di Bursa Efek Indonesia. 3. Untuk menganalisis pengaruh dari komponen kualitas akrual discretionary terhadap sinkronitas harga saham (Stock Price Synchronicity) di Bursa Efek Indonesia. 4. Untuk mengetahui manakah diantara komponen kualitas akrual discretionary dan innate yang lebih signifikan berpengaruh terhadap sinkronitas harga saham (Stock Price Synchronicity) di Bursa Efek Indonesia. 7
1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi bagi para akademisi mengenai pengaruh dan signifikansi dari kualitas akrual terhadap sinkronitas harga saham di Indonesia. Sehingga dapat berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan akuntansi. 2. Bagi Primary Users (Investor dan Kreditor) Laporan Keuangan Penelitian ini dapat membantu primary users agar dapat melihat bagaimana pengaruh kualitas akrual dengan sinkronitas harga saham di Indonesia. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai kondisi dan tingkat kualitas laporan keuangan dari sisi akrual dan keinformatifan saham yang ada di pasar modal Indonesia sehingga diharapkan pengambil keputusan dapat mengalokasikan modal yang dimiliki secara efisien. 3. Bagi Manajemen Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat mendorong manajemen perusahaan untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas sehingga bisa mendapatkan biaya modal yang lebih rendah bagi perusahaan. 4. Bagi Pemerintah dan Regulator Dengan diketahuinya pengaruh dari kualitas akrual terhadap sinkronitas harga saham di Indonesia, maka diharapkan regulator dan pemerintah 8
dapat mengontrol laporan keuangan agar lebih bekualitas melalui kewenangan dan sarana yang dimilikinya sehingga terjadi alokasi modal yang lebih efisiensi dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Terutama bagi pemerintah karena akrual di Indonesia kedepannya tidak hanya lagi diterapkan pada sektor swasta tetapi juga sektor publik. 9