BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan tersendiri, karena bisa memperoleh uang dan fasilitas-fasilitas yang

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA STRATEGI COPING DENGAN ORIENTASI MASA DEPAN MENGHADAPI PENSIUN. Oleh : RIZKI PRASTINA DEWANTI F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bermakna pada beberapa dekade terakhir ini. Peningkatan tersebut adalah 45,7 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. memberikan nilai dan kebanggaan tersendiri. Individu dapat berprestasi ataupun

BAB I PENDAHULUAN. bagi mereka yang akan menjalaninya. Pada saat seseorang menjalani masa

BABI PENDAHULUAN. Pekerjaan merupakan salah satu aktivitas manus1a yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seseorang perlu melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Nining Sriningsih, 2014

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan, baik perubahan fisik maupun perubahan psikologis.

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bekerja merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. pegawai swasta berdasarkan undang undang republik indonesia nomor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. bekerja, semuanya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Instansi Sipil, Perusahaan Swasta, atau di Dinas Pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gaji tinggi dan sistem kerja yang mudah, profesi ini dicita-citakan banyak orang.

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING PADA PENDERITA PASCA STROKE

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan pada tuntutan-tuntutan, baik dari

I. PENDAHULUAN. perubahan dan globalisasi pasar, perkembangan teknologi yang sangat pesat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hasil yang dituju. Salah satu cara untuk memenuhi semua itu adalah dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangkan kualitas produknya. Karyawan merupakan harta terpenting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. bahwa batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil diperpanjang menjadi 58 tahun

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

PERATURAN BUPATI KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dan menuju usia lanjut, sebuah perjalanan hidup yang memang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumber daya yang dimiliki perusahaan meliputi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Kecemasan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisiologis ini. Jika satu kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk. mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen

BAB I PENDAHULUAN. atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian,

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tenaga kerja harus dijaga dan dikembangkan

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

RETNO SAWITRIAVI F

Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karyawan bekerja untuk mendapatkan penghasilan demi penghidupan

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

`BAB I PENDAHULUAN. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah topik yang hangat dikalangan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Dasar Hukum Terbentuknya Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Latihan Kabupaten Lampung Selatan

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu ciri kehidupan modern dapat dilihat dari semakin kompleknya

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencengahan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting saat ini bahkan dimasa yang akan datang, karena perusahaan tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini masyarakat Indonesia sedang menuju kearah masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan hardiness dan sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada hardiness.

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kepuasan kerja yang baik dan memenuhi standar. Salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2013 tentang perubahan keempat

BABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Liqa Yasifa, 2013

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 23 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 73 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENERJEMAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 6 PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang ditinjau secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Instansi pemerintah merupakan suatu organisasi yang mempunyai berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja adalah kegiatan yang dilakukan individu demi mengharapkan suatu misi yang diinginkan, dengan bekerja individu akan mendapatkan dan merasakan kepuasan tersendiri, karena bisa memperoleh uang dan fasilitas-fasilitas yang diberikan dari hasil bekerjanya, serta memberikan nilai dan kebanggaan bagi seorang individu tersebut, dengan bekerja individu juga bisa menunjukkan produktivitas untuk membuktikan bahwa individu dapat mengaktualisasikan secara optimal mengenai keterampilan dan kemampuan yang dimiliki apabila telah mencapai suatu keberhasilan dalam pekerjaannya. Jika individu memiliki jabatan di tempat bekerjanya, individu juga harus siap melepas jabatan tersebut. Hal ini dikarenakan setiap pegawai pasti akan mengalami pensiun, dimana seorang pegawai akan beranggapan bahwa masa pensiun sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan, sehingga ketika menjelang masa pensiun tiba sebagian individu mengalami kekhawatiran karena tidak tahu kehidupan macam apa kelak yang akan dihadapinya (Suseno, 2012). Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 tercatat jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berusia 51 sampai dengan 55 tahun sebanyak 4.357 orang atau 27% dan yang berusia 55 tahun lebih sebanyak 1.933 orang atau 12% (BPS, 2016). Individu yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil 1

2 (PNS) akan mendapatkan berbagai fasilitas dari pemerintah diantaranya yaitu jaminan kematian dan kecelakaan, mendapatkan tunjangan hari raya, dinaikkannya tunjangan kerja, dan bahkan sampai di buatkan rumah dinas. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki kedudukan di lingkungan Kemenhub, Kementan, dan Kemendag, selain diberikan gaji yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diberikan juga tambahan gaji berupa tunjangan setiap bulannya. Tunjangan ini diberikan kepada pegawai yang memiliki peningkatan kinerja dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Pegawai yang tidak memiliki kedudukan tertentu di lingkungan Kemenhub, Kementan, dan Kemendag tidak akan mendapatkan tunjangan kinerja (Guci, 2016). Pegawai Negeri Sipil dalam hal ini adalah pegawai Pemerintah Kabupaten Kudus juga mendapatkan hal semacam itu. Namun berbagai hal yang didapat selama bekerja tersebut pada akhirnya akan hilang atau berkurang setelah pensiun datang. Sekitar 200 lebih PNS Kabupaten Kudus mengalami pensiun setiap tahun. Berdasarkan pendataan ulang terhadap semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari seluruh Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD) Kabupaten Kudus jumlahnya mencapai sebanyak 9.050 PNS. Dari hasil pendataan itu, dari sebanyak 9.050 PNS sampai dengan akhir 2015 yang teregistrasi sebanyak 8.868 orang, sehingga masih terdapat 182 orang belum terdata. Setelah dilakukan penelusuran dari jumlah itu, ternyata sebanyak 117 orang sudah menerima Surat Keputusan (SK) pensiun, 60 orang dalam proses pengusulan pensiun (Santoso, 2016).

3 Pemerintah Kabupaten Kudus secara struktural dipimpin oleh bupati, kemudian di bawah bupati terdapat sekretariat daerah yang terdiri dari asisten pemerintahan, asisten ekonomi, pembangunan dan kesejahteraan rakyat, asisten administrasi. Di bawah sekretariat daerah terdapat sekretariat DPRD yang terdiri bagian umum, bagian persidangan dan perundang-undangan, bagian keuangan, bagian masyarakat dan pengkajian. Setelah itu, di bawah sekretariat daerah terdapat beberapa dinas di Kabupaten Kudus (Kuduskab, 2012). Kabupaten Kudus memiliki pendapatan perkapita yang tergolong tinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Jawa tengah yaitu pada tahun 2014 sebesar Rp 50.804. 336. Pada tahun 2016 Kabupaten Kudus memiliki UMR (Upah Minimum Regional) sebesar Rp 1.608.200 (Merrie, 2016). Fasilitas yang diberikan setelah pensiun tiba dalam bentuk materi seperti gaji pokok yang berkurang 25%, selain itu tunjangan fungsional dan kesejahteraan personal akan hilang setelah pensiun. Hal ini akan membuat banyak orang menghadapi masa pensiun dengan perasaan negatif atau membuat cemas. Bahkan mereka yang belum siap mentalnya akan mengalami tekanan psikologis yang berat, sebab kejadian tersebut dianggap sebagai kerugian, keaiban, degradasi sosial, sebagai hal yang memalukan dan sebagainya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa pensiun akan menimbulkan gangguan psikologis yang tidak dapat dihindarkan (Kartono, 2000). Individu yang memiliki kekuasaan atau jabatan di instansi tempatnya bekerja kemudian menjadi tidak berkuasa setelah memasuki masa pensiun, biasanya rentan

4 terkena gangguan psikologis. Ketika sudah tidak berkuasa lagi, individu akan mengalami tekanan psikologis atau guncangan kejiwaan terhadap tanggapan dari orang-orang di lingkungan sekitarnya, karena yang bersangkutan tidak lagi dihormati dan di puji-puji seperti ketika masih memegang jabatan. Bagi banyak orang kehilangan hal yang berarti dapat merasa di pinggirkan, disingkirkan, dibuang, di jatuhkan, diabaikan serta di lupakan (Adr, 2013). Menurut Alm dan Laftman (2016) orientasi masa depan adalah sebagai pikiran individu untuk menetapkan rencana, motivasi, harapan dan perasaan tentang masa depannya. Oleh karena itu, orientasi masa depan termasuk kognitif, komponen afektif serta motivasi. Hal ini juga dialami oleh individu dalam menghadapi masa pensiun, alasan dari orang takut atau menderita gangguan psikologis di masa pensiun karena tidak adanya perencanaan di masa muda. Perencanaan harus di buat sejak dini jika perlu bahkan ketika individu mengawali kariernya, individu tersebut juga harus sudah merencanakan pensiunnya. Sebagian besar individu yang berusia diatas 40 tahun tidak realistis dalam menghadapi masa pensiun. Dalam pemikirannya, individu yang sedang menghadapi masa pensiun merasa bisa hidup layak di saat tidak bekerja lagi, namun ternyata dugaan mereka tidak benar bahkan mereka belum pasti memiliki perencanaan di masa pensiun (Gideon, 2015). Gangguan psikologis yang dialami setelah pensiun diawali oleh kondisi depresi pada individu. Data WHO 2016 menunjukkan, terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi (Advertorial, 2016). WHO juga menyebutkan bahwa pada tahun 2020 diperkirakan depresi akan menjadi

5 beban global penyakit kedua di dunia setelah penyakit jantung iskemik. Prevalensi pertahun diperkirakan berkisar 5-10% (Kartika, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tangkeallo dkk (2014) terhadap 114 subjek menunjukkan bahwa sebanyak 13,2% responden memiliki rencana yang sudah jelas dan sebanyak 86,8% responden memiliki rencana yang belum jelas. Hal ini menunjukkan bahwa individu kurang memiliki keyakinan kemampuan yang dimiliki, sehingga kurang mampu membuat perencanaan dari minat dan tujuan masa depan yang jelas dan rinci. Menurut Nurmi (dalam Marliani, 2013) skemata kognitif berperan dalam memberikan gambaran mengenai diri dan lingkungan yang direncanakan di masa depan, sehingga memungkinkan individu untuk berubah dalam konteks kegiatan atau aktivitas yang dilakukan di masa depan. Model penilaian kognitif (cognitive appraisal model), bahwa orang secara sadar memilih cara untuk mengantisipasi ketegangan dengan strategi coping atas dasar bagaimana individu mempersepsikan dan menganalisis situasi. Coping terjadi ketika individu mempersepsikan suatu situasi membebani sumber dayanya, sehingga menuntut untuk mengurangi beban yang dirasakannya. Hal yang termasuk coping adalah seluruh hal yang dipikirkan atau dilakukan individu dalam upaya beradaptasi terhadap stress, terlepas dari berhasil atau tidaknya hal yang dilakukan oleh seorang individu tersebut (Lazarus dan Folkman, dalam Papalia dkk, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustianto (2011) terhadap 84 subjek menunjukkan bahwa munculnya tingkat stress mempengaruhi strategi koping lansia

6 dalam menghadapi pensiunnya. Jika lansia menerima akhir masa bekerjanya atau pensiunnya dan mempersiapkan pensiunnya, maka lansia akan menjalani masa pensiun dengan tenang dan tidak mengalami stress pada masa pasca pensiun. Sebagian besar lansia menggunakan koping problem focused coping (48,8%) di bandingkan emotional focused coping (51,2%). Individu yang bekerja sebagai PNS dan akan menghadapi pensiun seharusnya memikirkan apa yang akan dilakukannya setelah pensiun tiba seperti berkumpul dengan keluarga, membangun usaha, menyibukkan dengan hobinya dan lain sebagainya. Selain itu, individu juga sudah mempersiapkan diri seperti menabung, mengikuti asuransi, dan melakukan investasi, karena setelah pensiun fasilitas tidak ada lagi dan gaji yang di peroleh hanya sedikit, namun pada kenyataannya setelah mendekati masa pensiun kecemasannya tinggi bahkan mengalami gangguan psikologis. Hal ini di sebabkan ketidaksiapan individu dalam menghadapi masa pensiun, ketidaksiapan ini timbul karena adanya kekhawatiran salah satunya yaitu tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu akibat pensiun dan jauh sebelum individu menghadapi masa pensiun tidak ada perencanaan atau gambaran ke depannya seperti kehidupan apa kelak yang akan dihadapi dan aktivitas seperti apa yang akan dilakukan setelah pensiun tiba. Sebagian individu juga masih membiayai anaknya yang masih bersekolah tanpa pembiayaan dari asuransi. Sehubungan dengan masalah diatas maka penulis memandang perlu untuk melakukan penelitian tentang hubungan dan keterkaitan diantara permasalahan yang ada tersebut. Apabila individu mampu memikirkan masa depan dalam menghadapi

7 masa pensiun, diharapkan mampu membuat perencanaan sehingga dalam menjalani kehidupan pensiunnya akan lebih siap dan memaknainya sebagai tahap yang baru dijalani dalam kehidupannya. Atas dasar latar belakang diatas maka perlu di kaji secara lebih mendalam keterkaitan antara strategi coping dengan orientasi masa depan menghadapi pensiun. Oleh karena itu rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini yaitu apakah ada hubungan antara strategi coping dengan orientasi masa depan menghadapi pensiun? B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Hubungan antara strategi coping dengan orientasi masa depan menghadapi pensiun. 2. Tingkat strategi coping dan tingkat orientasi masa depan menghadapi pensiun. 3. Sumbangan efektif strategi coping dengan orientasi masa depan menghadapi pensiun. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang dapat di manfaatkan secara teoritis dan praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Menambah keilmuan atau pengetahuan baru di bidang psikologi klinis mengenai hubungan antara strategi coping dengan orientasi masa depan menghadapi masa pensiun pada Pegawai Negeri Sipil.

8 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pegawai Negeri Sipil Dapat memberikan informasi mengenai bagaimana strategi coping terhadap orientasi masa depan pada Pegawai Negeri Sipil yang memasuki masa pensiun dengan kondisi yang lebih baik dan stabil. b. Bagi Instansi Diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana strategi coping dalam orientasi masa depan menghadapi masa pensiun, sehingga instansi terkait dapat mengambil keputusan yang lebih baik bagi pegawai yang akan pensiun. c. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan dapat memberikan wacana dan sebagai bahan pertimbangan melakukan penelitian selanjutnya, baik dalam tema yang sama maupun tema yang berbeda.