BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, akan dilakukan beberapa langkah untuk mencapai

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 02, No. 02, Juli 2014

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI SPEKTRUM FREKUENSI ISYARAT ELEKTROKARDIOGRAF MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN KOMPETISI PENUH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Implementasi antar muka dalam tugas akhir ini terdiri dari form halaman

BAB III METODE PENELITIAN

PENENTUAN DENYUT PREMATUR ATRIUM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN FITUR INTERVAL RR, INTERVAL QR, INTERVAL RS DAN INTERVAL QRS

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB III METODE PENELITIAN

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat. Alat dan bahan yang digunakan sebelum pengujian:

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)*

Ditulis pada Rabu, 20 September :47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan, elektromedis

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation

Ekstraksi Parameter Temporal Sinyal ECG Menggunakan Difference Operation Method

Intisari. -36 c Jurusan Fisika FMIPA ITS JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 11, NOMOR 1 JANUARI 2015

Mahasiswa: Muhimmatul Khoiro Dosen Pembimbing: M. Arief Bustomi, S.Si, M.Si.

METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. datang berdasarkan keadaan masa lalu dan sekarang yang diperlukan untuk

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

METODOLOGI PENELITIAN

DETEKSI ARITMIA BLOKADE CABANG BERKAS KIRI PADA ELEKTROKARDIOGRAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERDASARKAN FITUR INTERVAL QR DAN RS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MERANCANG SISTEM DETEKSI PENYAKIT APNEA TIDUR OBSTRUKTIF MENGGUNAKAN FAST FOURIER TRANSFORM PADA ELEKTROKARDIOGRAM

UJM 3 (1) (2014) UNNES Journal of Mathematics.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA

BAB III METODE PENELITIAN. Data-data historis beban harian yang akan diambil sebagai evaluasi yaitu

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM. Koefisien Maksimum Energi Maksimum Jarak Gelombang R - R

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

BAB III METODE PENELITIAN. Pemotong an Suara. Convert. .mp3 to.wav Audacity. Audacity. Gambar 3.1 Blok Diagram Penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

ARIEF ADHI NUGROHO M SKRIPSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB I PENDAHULUAN. darah tinggi, stroke, sakit di dada (angina) dan penyakit jantung rematik.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

Implementasi Neural Network pada Matlab untuk Prakiraan Konsumsi Beban Listrik Kabupaten Ponorogo Jawa Timur

Model Arsitektur Backpropogation Dalam Memprediksi Faktor Tunggakan Uang Kuliah (Studi Kasus AMIK Tunas Bangsa)

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

Komparasi Metode Klasifikasi Penyakit Diabetes Mellitus Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector Quantization dan Backpropagation

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK

Gambar 3.1 Desain Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dalam kurung waktu setahun.

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

Presentasi Tugas Akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Sinyal ECG. ECG Signal 1

BAB IV PEMBAHASAN. Proses estimasi pada metode IRLS ini dengan meminimumkan fungsi residu, yang dapat dituliskan sebagai berikut.

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

KONSEP DASAR EKG. Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV)

EKSTRASI CIRI SINYAL JANTUNG MENGGUNAKAN WAVELET HAAR

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK MENGHITUNG RESISTANSI RESISTOR MENGGUNAKAN METODE BACK PROPAGATION

JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG

KLASIFIKASI SINYAL ELEKTROKARDIOGRAF (EKG) DENGAN SHORT TIME FOURIER TRANSFORM (STFT) DAN BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA

BAB III RANCANG BANGUN

BAB III METODE PENELITIAN

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

PREDIKSI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI PADA PEMERIKSAAN MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK

Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rancangan antarmuka (interface) program terdiri dari form cover, form

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena fisika tidak selalu direpresentasikan dalam masalah bendabenda

Rancang Bangun Sistem Monitoring RR Interval pada Data Elektrokardiogram Berbasis Metode First Derivative Based Technique (FDBT) untuk User Bergerak

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK


PERANCANGAN APLIKASI MENGIDENTIFIKASI PENYAKIT MATA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bahkan di Dunia. Penyakit jantung dapat dideteksi dengan alat elektrokardiograf

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL: MEMBANGUN PARADIGMA KEHIDUPAN MELALUI MULTIDISIPLIN ILMU

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI LAJU INFLASI DI KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab IV ini dibahas tentang rangkaian proses pengolahan data EKG. Bagian pertama dibahas proses pengambilan data EKG dan hasil ekstraksi fitur EKG yang digunakan sebagai masukan. Bagian yang kedua dibahas tentang proses pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Bagian yang ketiga dibahas tentang proses pengujian JST, dan pada bagian terakhir diperbandingkan hasil yang diperoleh dari pengujian JST dengan regresi berganda. 4.1. Proses Pengambilan Data dan Ekstraksi Fitur EKG Bagian pengambilan data dan ekstraksi fitur EKG adalah bagian yang paling utama dari proses penelitian ini. Data EKG diperoleh dari organisasi Massachusetts Institute of Technology Beth Israel Hospital (MIT-BIH) database di dalam situs resminya http://www.physionet.org. Jumlah data yang digunakan sebagai sample dalam penelitian ini sebanyak 8870, yang terdiri 7559 data normal dan 1311 data PVC. Data tersebut berasal dari pasien dengan nomor data 116,119, 221, dan 228. Jumlah data yang digunakan pada setiap pasien ditunjukkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Jumlah data normal dan PVC Pasien Normal PVC 116 2297 109 119 1543 444 221 2031 396 228 1688 362 Total data 7559 1311 Proses ekstraksi fitur EKG dilakukan pada masing-masing pasien, dengan jenis fitur gradien puncak gelombang R, interval RR, interval QR, segmen ST, dan interval QRS. Ekstraksi fitur yang pertama adalah penentuan fitur gradien gelombang R. Gambar 4.1. menunjukkan perbedaan commit puncak to user gelombang R normal dan PVC. 40

Amplitudo (Mikrovolt) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 Garis merah menunjukkan gelombang R PVC, sedangkan garis biru menunjukkan gelombang R normal. Garis hitam tebal menunjukkan kemiringan dari gelombang. Pada garis hitam tersebut adalah letak titik-titik kemiringan yang diambil untuk menentukan besarnya gradien puncak gelombang R. Tabel 4.2. Hasil ekstraksi fitur EKG untuk gradient gelombang R Gradien Gelombang R Pasien Normal PVC 116 (0,63 ± 0,18) (0,20 ± 0,10) 119 (0,20 ± 0,10) (0,16 ± 0,04) 221 (0,62 ± 0,11) (0,16 ± 0,06) 228 (0,43 ± 0,11) (0,23 ± 0,08) Rata-rata (0,61 ± 0,17) (0,18 ± 0,07) 1500 Gradien Gelombang Normal dan PVC 1400 1300 R 1200 1100 1000 900 800 700 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 Waktu (s) Gambar 4.1 Puncak gelombang R, dengan biru adalah gelombang normal dan merah adalah PVC Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa lebar puncak gelombang R PVC lebih besar dari pada normal. Hal tersebut berhubungan dengan panjang interval QRS pada PVC yang lebih lebar dari pada QRS normal. Lambatnya konduksi impuls melalui otot ventrikel menyebabkan panjang gelombang QRS pada PVC menjadi lebih lebar dari pada normal. Dengan demikian, kemiringan dari gelombang R normal lebih commit besar dari to user pada kemiringan dari gelombang R

Amplitudo (Mikrovolt) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 PVC, yang ditunjukkan pada tabel 4.2. Nilai rata-rata untuk gradien gelombang R normal dan PVC secara berturut-turut adalah (0,61 ± 0,17) dan (0,18 ± 0,07). Tahap ekstraksi fitur yang ke dua adalah ekstraksi fitur interval RR. Hasil ekstraksi fitur interval RR pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa lebar interval RR normal lebih besar dari pada RR PVC. Nilai rata-rata untuk RR normal adalah (0,86 ± 0,18) detik dan untuk RR PVC adalah (0,52 ± 0,09) detik. Tabel 4.3. Hasil ekstraksi fitur EKG untuk interval RR Interval RR (detik) Pasien Normal PVC 116 (0,76 ± 0,06) (0,50 ± 0,04) 119 (1,02 ± 0,19) (0,51 ± 0,09) 221 (0,80 ± 0,18) (0,47 ± 0,07) 228 (0,95 ± 0,15) (0,57 ± 0,10) Rata-rata (0,86 ± 0,18) (0,52 ± 0,09) 1500 Interval RR Gelombang Normal dan PVC R 1400 1300 R R R 1200 1100 1000 900 800 700 600 500 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Waktu (s) Gambar 4.2. Perbandingan gelombang antara Interval RR normal (biru) dan PVC (merah) Panjang interval RR sebelum gelombang PVC lebih pendek dari pada gelombang normal, hal ini dikarenakan gelombang P pada PVC tidak muncul akibat adanya gangguan konduksi. Sehingga interval RR pada PVC memiliki panjang yang lebih pendek. Interval commit RR to user normal dan PVC ditunjukkan pada

Amplitudo (Mikrovolt) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 Gambar 4.2, dengan garis merah adalah RR PVC dan garis biru adalah RR normal. Ekstraksi fitur yang ke tiga adalah ekstraksi fitur untuk menentukan interval QR. Hasil ekstraksi fitur interval QR pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa interval QR normal lebih kecil dari pada interval QR PVC. Nilai rata-rata untuk QR normal adalah (0,06 ± 0,02) detik dan untuk QR PVC adalah (0,09 ± 0,03) detik. Tabel 4.4. Hasil ekstraksi fitur EKG untuk interval QR Interval QR (detik) Pasien Normal PVC 116 (0,06 ± 0,07) (0,13 ± 0,01) 119 (0,04 ± 0,01) (0,07 ± 0,01) 221 (0,08 ± 0,01) (0,12 ± 0,02) 228 (0,04 ± 0,01) (0,08 ± 0,01) Rata-rata (0,06 ± 0,02) (0,09 ± 0,03) 1500 Interval QR Gelombang Normal dan PVC 1400 1300 R 1200 1100 1000 900 Q 800 700 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 Waktu (s) Gambar 4.3. Perbandingan gelombang antara interval QR normal (biru) dan PVC (merah) Interval QR dari gelombang EKG PVC berbeda dengan gelombang EKG normal. Hal ini dikarenakan depolarisasi ventrikel pada PVC terjadi lebih awal dari pada gelombang normal. Hal tersebut mengakibatkan interval QR pada PVC lebih panjang dari pada gelombang normal. Panjang interval QR normal dan PVC

Amplitudo (Mikrovolt) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 dapat dilihat pada gambar 4.3. Garis merah menunjukkan interval QR PVC sedangkan garis biru menunjukkan interval QR normal. Ekstraksi fitur yang ke empat adalah segmen ST. Hasil ekstraksi fitur segmen ST pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa lebar segmen ST normal lebih besar dari pada ST PVC. Nilai rata-rata untuk ST normal adalah 0,23 ± 0,04 detik dan untuk ST PVC adalah 0,13 ± 0,05 detik. Berdasarkan gambar 4.4 dapat dilihat bahwa panjang segmen ST normal (warna biru) dan panjang segmen ST PVC (warna merah) memilki panjang rentang dan bentuk yang berbeda. segmen ST normal lebih panjang dari pada segmen ST PVC. Selain itu gelombang T normal memilki bentuk defleksi ke atas, sedangkan T PVC memiliki bentuk defleksi ke bawah. Tabel 4.5. Hasil ekstraksi fitur EKG untuk segmen ST Segmen ST (detik) Pasien Normal PVC 116 (0,20 ± 0,01) (0,15 ± 0,01) 119 (0,28 ± 0,01) (0,19 ± 0,01) 221 (0,25 ± 0,02) (0,09 ± 0,02) 228 (0,20 ± 0,02) (0,10± 0,03) Rata-rata (0,23 ± 0,04) (0,13 ± 0,05) 1400 Segmen ST Gelombang Normal dan PVC 1300 1200 1100 1000 900 S T 800 700 600 S T 500 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 Waktu (s) Gambar 4.4. Perbandingan gelombang antara segmen ST normal (biru) dan PVC (merah)

digilib.uns.ac.id 45 Bentuk gelombang T pada PVC terbalik dan segmen ST lebih sempit dipicu karena adanya gangguan depolarisasi dan repolarisasi. Setiap gangguan proses depolarisasi juga sealu diikuti dengan gangguan proses repolarisasi. Gangguan repolarisasi ini menyebabkan gambaran gelombang T yang abnormal, pada kasus ini ditunjukkan bentuk gelombang T terbalik. Selain itu segmen ST pada PVC juga akan memiliki panjang yang lebih sempit dari pada segmen ST normal (Karim, 1996). Ekstraksi fitur yang terakhir adalah interval kompleks QRS. Hasil ekstraksi fitur interval kompleks QRS pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa interval kompleks QRS normal lebih kecil dari pada interval QRS PVC. Nilai rata-rata untuk QRS normal adalah (0,07 ± 0,01) detik dan untuk QRS PVC adalah (0,17 ± 0,03) detik. Tabel 4.6. Hasil ekstraksi fitur EKG untuk interval kompleks QRS Pasien Interval Kompleks QRS (detik) Normal PVC 116 (0,08 ± 0,01) (0,17 ± 0,01) 119 (0,06 ± 0,01) (0,15 ± 0,01) 221 (0,08 ± 0,01) (0,20 ± 0,02) 228 (0,08 ± 0,01) (0,17 ± 0,03) Rata-rata (0,07± 0,01) (0,17 ± 0,03) Panjang interval QRS normal dan PVC dapat dilihat pada gambar 4.5. Garis merah menunjukkan interval QRS PVC sedangkan garis biru menunjukkan interval QRS normal, sehingga dapat dilihat bahwa panjang interval QRS PVC lebih besar dari pada normal. Hal ini dikarenakan impuls ekstrasistol dikonduksi melalui otot ventrikel sehingga lebih lambat dibandingkan dengan konduksi normal melalui berkas his (Karim, 1996). Hal ini menyebabkan panjang interval QRS PVC lebih lebar dari pada QRS normal.

Amplitudo (Mikrovolt) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 1500 Interval Kompleks QRS Gelombang Normal dan PVC 1400 1300 R 1200 1100 1000 900 Q S 800 Q 700 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 Waktu (s) S Gambar 4.5 Perbandingan gelombang antara interval QRS normal (biru) dan PVC (merah) 4.2. Pelatihan JST Tahap pelatihan JST adalah tahap pertama yang dilakukan sebelum tahap pengujian. Tahap pelatihan bertujuan untuk mencari bobot yang akan digunakan sebagai penghitungan dalam tahap pengujian. Ada beberapa parameter yang digunakan dalam tahap pelatihan, diantaranya adalah momentum, lapisan tersembunyi, learning rate ( ), dan sum square error (sse). Momentum adalah salah satu nilai parameter yang ditambahkan pada pelatihan JST. Penambahan momentum ini bertujuan untuk menghindari perubahan bobot yang sangat mencolok akibat nilai masukan fitur yang berbedabeda. Sedangkan parameter yang lain adalah learning rate ( ) yang merupakan parameter laju pelatihan. Keberadaan learning rate ini sangat berpengaruh pada proses pelatihan. Ketika nilai learning rate kecil, maka penurunan gradien akan terlaksana dengan baik, namun hal ini dapat menyebabkan jumlah iterasi pada proses pelatihan meningkat (Jumarwanto dkk, 2009). JST yang digunakan dalam penelitian adalah JST backpropagation. Jenis JST tersebut akan bergerak berulang ke belakang sampai diperoleh nilai sse yang diharapkan. Sse merupakan hasil jumlah kuadrat antara selisih keluaran yang sebenarnya dan keluaran yang diharapkan (Jumarwanto dkk, 2009). Persamaan untuk penghitungan nilai sse ditunjukkan pada persamaan 3.1. Ketika nilai sse

digilib.uns.ac.id 47 telah mencapai nilai yang diharapkan, maka iterasi akan berhenti dan diperoleh nilai bobot. Berdasarkan nilai bobot yang diperoleh, dapat ditentukan nilai sensitifisitas, speifisitas, dan akurasi. Besarnya nilai sensitifitas, spesifisitas, dan akurasi pada tahap pelatihan dapat digunakan sebagai acuan untuk proses pengujian. Apabila hasil ketiga tersebut yang diperoleh pada proses pelatihan baik, maka hasil yang akan diperoleh pada proses pengujian cenderung baik. Namun, akurasi yang diperoleh pada tahap pelatihan cenderung akan lebih tinggi dari pada akurasi pada tahap pengujian. Hal tersebut dikarenakan tahap pelatihan menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk memperoleh nilai bobot yang terbaik. Hasil bobot yang diperoleh dari tahap pelatihan digunakan untuk masukan tahap pengujian. Tabel 4.7. Hasil pelatihan JST Fitur Sensitifitas Spesifisitas Akurasi 2 94,87 99,12 98,50 3 97,44 99,56 99,25 4 100,00 99,56 99,62 5 100,00 100,00 100,00 Keterangan : Fitur 2 : Interval RR dangradien Gelombang R Fitur 3 : Interval RR, QR, dangradien Gelombang R Fitur 4 : Interval kompleks ST, RR, QR, dan Gradien Gelombang R Fitur 5 : Interval kompleks QRS, RR, QR, ST, dan Gradien Gelombang R Proses pelatihan JST dilakukan untuk setiap variasi fitur, yaitu dari 2 fitur, 3 fitur, 4 fitur, dan 5 fitur yang ditunjukkan pada tabel 4.7. Hasil tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan fitur menunjukkan perubahan nilai sensitifisitas, spesifisitas, dan akurasi yang semakin meningkat. Hasil pelatihan yang paling baik adalah pelatihan pada variasi lima buah fitur, dengan nilai sensitifisitas, spesifisitas, dan akurasi secara keseluruhan adalah 100%. Selain hasil sensitifisitas, spesifisitas, dan akurasi, hasil dari proses pelatihan juga berupa grafik hasil pelatihan. Grafik hasil pelatihan ditunjukkan pada gambar 4.6. Sumbu x adalah epoch (jumlah perulangan pembelajaran, bias juga disebut

sse perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 iterasi), sedangkan sumbu y adalah sse (sum square error). Yang mana nilai epoch berbanding terbalik dengan nilai sse. Semakin besar epoch maka nilai sse semakin kecil. Iterasi (epoch) berjalan secara terus menerus sampai diperoeh nilai sse yang diharapkan, yaitu sebesar 0,02. Hal ini dikarenakan semakin kecil nilai sse yang diharapkan, maka hasil sensitifitas, spesifisitas, serta akurasi pada tahap pelatihan dan pengujian juga semakin baik.selama proses perulangan untuk memperoleh nilai sse yang terbaik, maka nilai bobot (w) juga selalu berubah sampai memperoleh nilai sse yang diharapkan, sehingga besarnya nilai sensitifisitas, spesifisitas, dan akurasi juga akan menjadi lebih baik. 70 60 Perbandingan Tingkat Kemiringan Grafik Pelatihan JST Fitur 2 Fitur 3 Fitur 4 Fitur 5 50 40 30 20 10 0 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 Epochs Gambar 4.6. Perbandingan tingkat kemiringan grafik pelatihan JST Kemiringan dari grafik dalam suatu pelatihan menunjukkan seberapa cepat sistem mencapai sse yang diharapkan dalam waktu yang relatif singkat. Berdasarkan perbandingan tingkat kemiringan hasil JST dari empat grafik pada gambar 4.6, grafik yang memiliki kemiringan paling tinggi adalah grafik pada pelatihan lima fitur yang ditunjukkan dengan garis merah. Grafik yang paling kecil kemiringannya adalah grafik pelatihan pada dua fitur, yang ditunjukkan dengan garis warna kuning. Semakin besar banyaknya fitur yang digunakan dalam proses pelatihan maka semakin besar juga kemiringan yang dihasilkan. Dengan

digilib.uns.ac.id 49 kata lain, semakin banyak fitur yng digunakan,kinerja sistem untuk mengenali pola akan semakin baik. Banyaknya jumlah epoch pada setiap variasi fitur ditunjukkan pada tabel 4.8. Semakin banyak jumlah variasi fitur yang digunakan, maka jumlah epoch akan semakin kecil. Hal ini dapat dilihat bahwa jumlah variasi dua fitur menghasilkan jumlah epoch sebesar 780024, variasi tiga fitur menghasilkan jumlah epoch sebesar 431087, variasi empat fitur menghasilkan jumlah epoch sebesar 100353, dan variasi lima fitur menghasilkan jumlah epoch sebesar 9955. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja sistem lebih baik apabila digunakan untuk melatih fitur yang lebih banyak. Tabel 4.8. Banyaknya jumlah epoch pada setiap variasi fitur Jumlah Variasi Fitur Jumlah Epoch 2 780024 3 431087 4 100353 5 9955 Selain pada tabel 4.8, perbandingan waktu iterasi (epoch) pada pelatihan JST semua variasi fitur juga ditunjukkan pada gambar 4.7. Pada grafik tersebut terliht bahwa semakin banyak fitur, maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sse yang diinginkan semakin kecil. Grafik pada pelatihan dua fitur merupakan grafik yang paling panjang di antara grafik pelatihan fitur yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan dua fitur menunjukkan waktu paling lama di antara pelatihan variasi fitur yang lain. Sedangkan pelatihan lima fitur menunjukkan garis yang paling pendek di antara yang lain, sehingga pelatihan lima fitur membutuhkan waktu paling singkat untuk mencapai sse yang diharapkan

sse sse sse sse perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50 50 Fitur 2 80 Fitur 3 40 60 30 20 40 10 20 0 0 2 4 Epochs 6 8 x 10 5 60 Fitur 4 0 0 1 2 3 4 5 Epochs x 10 5 80 Fitur 5 40 60 40 20 20 0 0 2 4 6 Epochs 8 10 12 x 10 4 0 0 2000 4000 6000 8000 10000 Epochs Gambar 4.7. Perbandingan waktu iterasi pelatihan JST pada semua variasi fitur 4.3. Pengujian JST Tahap pengujian JST dilakukan setelah memperoleh nilai bobot dari tahap pelatihan. Tahap pengujian dilakukan pada masing-masing pasien dan juga pada gabungan seluruh pasien. Pengujian menggunakan 97 % persen dari data total, data ini diambil dari sisa pengambilan data acak pada tahap pelatihan. Dengan adanya tahap pengujian, maka dapat diketahui kemampuan suatu sistem untuk mendeteksi suatu pola normal dan PVC. Kemampuan sistem untuk mengenali pola ditunjukkan dengan adanya keluaran hasil pengujian yang berupa sensitifitas, spesifisitas, dan akurasi. Nilai sensitifitas yang tinggi menunjukkan bahwa program mampu mengenali pola PVC dengan baik, begitu juga nilai spesifisitas yang tinggi menunjukkan bahwa sistem dapat mengenali pola normal dengan baik. Selain itu akurasi menunjukkan kinerja secara keseluruhan (sensitifitas dan spesifisitas). Dengan adanya akurasi, maka dapat diketahui seberapa besar sistem dapat mengenali semua pola yang akan dideteksi.

digilib.uns.ac.id 51 Hasil proses pengujian ditunjukkan pada tabel 4.9 untuk dua fitur, tabel 4.10 untuk tiga fitur, 4.11 untuk empat fitur, dan 4.12 untuk lima fitur. Hasil pengujian juga menunjukkan kontribusi setiap fitur terhadap kinerja dari suatu sistem. Dengan demikian dapat ditentukan fitur yang tepat untuk pengenalan pola PVC dengan JST yang diimplementasikan pada software MATLAB. Tabel 4.9. Hasil pengujian dengan 2 fitur Pasien Sensitifitas Spesifisitas Akurasi 116 78,30 99,10 98,16 119 99,77 100,00 99,95 221 99,22 99,80 99,70 228 96,30 98,53 98,14 Gabungan semua pasien 96,93 99,34 98,98 Tahap pengujian yang pertama adalah pengujian fitur gradien gelombang R dan interval RR. Fitur interval RR yang dikaji dalam penelitian ini adalah fitur interval RR sebelum PVC, yang dibandingkan dengan interval RR normal. Hasil pengujian untuk dua fitur menghasilkan nilai sensitifitas, spesifisitas, dan akurasi untuk gabungan semua pasien secara berurutan adaah sebesar 96,93%, 99,34%, dan 98,98%. Pengujian yang ke dua adalah pengujian untuk tiga fitur (gradient gelombang R, interval RR, dan QR). Dalam pengujian ke tiga ini, yang menjadi fitur tambahan adalah interval QR. Hasil pengujian untuk tiga fitur menghasilkan nilai sensitifitas, spesifisitas, dan akurasi untuk gabungan semua pasien secara berurutan adalah sebesar 98,90%, 99,47%, dan 99,37% yang ditunjukkan pada tanel 4.10. Tabel 4.10. Hasil pengujian dengan 3 fitur Sensitifitas Spesifisitas Akurasi Pasien 116 95,28 99,33 99,14 119 99,77 100,00 99,95 221 99,22 99,08 99,11 228 commit 98,29 to user 99,63 99,40 Gabungan semua pasien 98,90 99,47 99,37

digilib.uns.ac.id 52 Pengujian ke tiga adalah pengujian menggunakan empat fitur (gradient gelombang R, interval RR, QR, dan segmen ST). Dalam pengujian empat fitur, interval yang ditambah adalah segmen ST. Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.11, nilai sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi pada pengujian empat fitur pada gabungan semua pasien secara berurutan menunjukkan nilai 99,53%, 99,60%, dan 99,58%. Nilai hasil pengujian tersebut menunjukkan peningkatan apabila dibandingkan dengan pengujian tiga fitur yang hasilnya adalah 98,90%, 99,47%, dan 99,37%, sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan fitur segmen ST memberikan kontribusi yang baik terhadap hasil pengujian. Tabel 4.11. Hasil pengujian JST dengan 4 fitur Pasien Sensitifitas Spesifisitas Akurasi 116 98,11 99,55 99,49 119 99,30 100,00 99,84 221 100,00 99,65 99,70 228 99,43 99,27 99,30 Gabungan semua pasien 99,53 99,60 99,58 Pengujian yang terakhir dilakukan adalah pengujian menggunakan lima buah fitur (gradient gelombang R, interval RR, QR, segmen ST, dan interval kompleks QRS). Fitur yang ditambahkan dalam pengujian ini adalah fitur QRS. Perbedaan antara fitur QRS normal dan PVC dapat dilihat berasarkan lebar intervalnya. Interval QRS PVC lebih lebar dari pada interval QRS normal. Hal ini dikarenakan depolarisasi ventrikel tidak mengikuti jalur konduksi yang normal (Thaler, 2000). Panjang interval kompleks QRS pada PVC lebih lebar dari pada normal, hal ini dikarenakan PVC muncul akibat adanya gangguan depolarisasi ventrikel. Adanya depolarisasi ventrikel ditunjukkan dengan interval kompleks QRS. Sehingga munculnya PVC dapat ditunjukkan dengan lebar interval QRS. Penyebab munculnya PVC adalah adanya gangguan depolarisasi ventrikel. Impuls ekstrasistol dikonduksi melalui otot ventrikel sehingga lebih lambat dibandingkan

digilib.uns.ac.id 53 dengan konduksi normal melalui berkas his (Karim, 1996), sehingga interval kompleks QRS dari PVC lebih lebar dari pada inerval kompleks QRS normal. Tabel 4.12. Hasil pengujian dengan 5 fitur Pasien Sensitifitas Spesifisitas Akurasi 116 97,17 99,91 99,79 119 100,00 100,00 100,00 221 100,00 99,95 99,96 228 99,14 99,82 99,70 Gabungan semua pasien 99,61 99,92 99,86 Nilai sensitifitas, spesifisitas, dan akurasi untuk setiap penambahan fitur menunjukkan hasil pengujian yang lebih baik. Hasil yang paling baik ditunjukkan pada pengujian lima buah fitur dengan nilai sensitifitas, spesifisitas, dan akurasi secara berurutan adalah sebesar 99,61%, 99,92%, dan 99,86% yang ditunjukkan pada tabel 4.12. 4.4. Perbandingan Hasil Pengujian Regresi Berganda dan JST Pada pengujian JST, dapat ditunjukkan bahwa semakin bnyak jumlah fitur, maka semakin besar pula nilai sensitifitas, spesifisitas, dan akurasinya. Tabel 4.13 menunjukkan perbandingan antara hasil pengujian yang diperoleh dengan JST dan dengan metode yang lain, yaitu regresi berganda. Berdasarkan hasil pengujian dengan dua buah metode secara keseluruhan dapat dilihat bahwa metode JST dapat memberikan hasil yang lebih baik dari pada metode regresi berganda. Pada variasi dua fitur, hasil akurasi yang diperoleh dengan regresi berganda dan JST secara berturut-turut adalah 96,08% dan 98,98%. Pada variasi tiga fitur, hasil akurasi yang diperoleh dengan regresi berganda dan JST secara berturut-turut adalah 97,87% dan 99,37%. Pada variasi empat fitur, hasil akurasi yang diperoleh dengan regresi berganda dan JST secara berturut-turut adalah 96,12% dan 99,58%. Sedangkan pada variasi empat fitur, hasil akurasi yang diperoleh dengan regresi berganda dan JST secara berturutturut adalah 99,62% dan 99,86%.

digilib.uns.ac.id 54 Fitur Tabel 4.13. Perbandingan hasil pengujian dengan regresi berganda dan JST Sensitifitas Spesifisitas Akurasi Regresi Berganda JST Regresi Berganda JST Regresi Berganda 2 73,64 96,93 99,95 99,34 96,08 98,98 3 85,92 98,90 99,96 99,47 97,87 99,37 4 73,88 99,53 99,99 99,60 96,12 99,58 5 98,11 99,61 99,89 99,92 99,62 99,86 Keterangan : Fitur 2 : Interval RR dangradien Gelombang R Fitur 3 : Interval RR, QR, dangradien Gelombang R Fitur 4 : Interval kompleks ST, RR, QR, dan Gradien Gelombang R Fitur 5 : Interval kompleks QRS, RR, QR, ST, dan Gradien Gelombang R JST Hasil dari pengujian JST lebih baik dari pada regresi. Hal tersebut dikarenakan pada JST terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi, seperti learning rate, momentum, lapisan tersembunyi, dan sse. Sedangkan pada regresi berganda tidak ada parameter yang mempengaruhi. Selain itu pada JST terdapat perulangan hingga mencapai hasil yang diinginkan, sedangkan pada regresi tidak terjadi perulangan. Hal tersebut membuat JST dapat menghasilkan keluaran yang lebih baik dari pada regresi berganda. Adanya proses perulangan pada metode JST menyebabkan pengolahan menggunakan JST membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada regresi berganda. Selain itu permodelan pada regresi berganda berjalan lebih stabil dari pada model JST. Hal ini dikarenakan pada model JST banyak parameter yang harus diperhatikan sampai diperoleh keluaran yang paling baik. Sehingga ketika kita memberikan nilai parameter yang berbeda, maka hasil keluaran yang dimungkinkan juga pasti akan berbeda (Dewi, 2011).