PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Dua dari lima indikator sebagai penjabaran tujuan pertama MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita (indikator keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi (indikator kelima). Sejalan dengan upaya mencapai kesepakatan global tersebut dan didasari oleh perkembangan masalah dan penyebab masalah serta lingkungan strategis, Pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014 Bidang Kesehatan, yang mencakup program-program prioritas yaitu: program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat; program Lingkungan Sehat; program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit; dan program Perbaikan Gizi Masyarakat. Salah satu sasarannya adalah menurunnya prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 20% (termasuk penurunan prevalensi gizi buruk menjadi 5 %) pada tahun 2014. Di Provinsi Jawa Timur, berdasarkan data hasil kegiatan Pemantauan Status Gizi pada tahun 2009, terdapat 12,7% angka kejadian gizi buruk dan gizi kurang; sebanyak 34,2% balita mengalami status gizi pendek. Meskipun angka tersebut di bawah capaian nasional yang 17,9%, akan tetapi karena jumlah balita di Jawa Timur cukup besar yaitu kurang lebih 3,7 juta maka sekitar 469.900 balita kita terkena gizi kurang. Di samping
- 2 - Di samping dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian, gizi kurang juga berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80 % terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Diperkirakan bahwa Provinsi Jawa Timur kehilangan 18,5 juta IQ poin akibat kekurangan gizi. Dampak lain dari gizi kurang adalah menurunkan produktivitas, yang diperkirakan antara 20-30%. Berdasarkan hasil pemantauan dan laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) Gizi Buruk di Jawa Timur tahun 2009, diketahui bahwa penyebab gizi buruk adalah karena faktor : 1) Pola Asuh (40,7%); 2). Penyakit Penyerta (23,8%); 3). Kemiskinan (25,1%); dan 4). Faktor lainlain (5,4%). Rendahnya pola asuh ini berkaitan erat dengan masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang gizi serta perilaku gizi yang tidak sesuai. Gambaran perilaku gizi yang belum baik antara lain ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini di Jawa Timur baru sekitar 73% balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan ibu hamil yang mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 73%. Demikian pula dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih rendahnya ibu yang menyusui bayi umur 0 6 bulan secara eksklusif baru mencapai 42%, dan sekitar 85% rumah tangga yang menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat, serta masih adanya sebagian masyarakat dengan pola makan yang belum beragam. Di Jawa Timur telah terjadi perubahan pola makan seperti rendahnya konsumsi buah dan sayur, tingginya konsumsi garam dan meningkatnya konsumsi makananan yang tinggi lemak serta berkurangnya aktifitas olah raga pada sebagian masyarakat terutama di perkotaan. Gaya hidup demikian akan meningkatkan gizi lebih yang merupakan faktor risiko terhadap penyakit tidak menular dan kematian. Disadari
- 3 - Disadari atau tidak, telah banyak makanan dan minuman di Jawa Timur yang jauh dari standar keamanan pangan, contoh tingginya zat pewarna; zat pemanis; zat pengawet, telah dikonsumsi masyarakat terutama anak-anak sekolah dan ibu hamil, yang pada gilirannya akan menurunkan kecerdasan anak kita. Upaya perbaikan gizi di Jawa Timur akan lebih efektif jika merupakan bagian dari kebijakan penanggulangan kemiskinan dan pembangunan SDM. Membiarkan penduduk menderita masalah kurang gizi akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan dalam hal pengurangan kemiskinan. Berbagai pihak terkait perlu memahami problem masalah gizi dan dampak yang ditimbulkan begitu juga sebaliknya, bagaimana pembangunan berbagai sektor memberi dampak kepada perbaikan status gizi, oleh karena itu tujuan pembangunan beserta target yang ditetapkan di bidang perbaikan gizi memerlukan keterlibatan seluruh sektor terkait. Perbaikan gizi di Jawa Timur merupakan investasi yang sangat menguntungkan. Pertama adalah karena perbaikan gizi memiliki economic returns yang tinggi; Kedua intervensi gizi terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi; Ketiga membantu menurunkan tingkat kemiskinan melalui perbaikan produktivitas kerja dan pengurangan hari sakit dan biaya pengobatan. Atas dasar itu, untuk lebih mengoptimalkan perbaikan gizi di Provinsi Jawa Timur perlu diatur dalam Peraturan Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud asas berpihak kepada masyarakat adalah dalam upaya perbaikan gizi di Jawa Timur harus memperhatikan hak setiap warga untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Huruf b
- 4 - Huruf b Yang dimaksud asas bertindak cepat dan akurat adalah dalam upaya perbaikan gizi, tenaga gizi terlatih harus bertindak sesuai prosedur tetap pelayanan gizi dan kode etik profesi. Huruf c Yang dimaksud asas penguatan kelembagaan dan kerja sama adalah upaya perbaikan gizi tidak hanya dapat dilakukan secara sektoral, akan tetapi membutuhkan dukungan sektor dan program lain. Huruf d Yang dimaksud asas transparansi adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal yang berhubungan dengan perbaikan gizi harus dilakukan secara terbuka. Huruf e Yang dimaksud asas peka budaya adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal yang berhubungan dengan perbaikan gizi harus memperhatikan sosio budaya gizi daerah setempat. Huruf f Yang dimaksud asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal yang berhubungan dengan perbaikan gizi harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6
- 5 - Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Yang dimaksud Balita adalah anak usia dibawah lima tahun untuk kepentingan intervensi dan perbaikan gizi dapat dibagi golongan : - Usia bayi ( 0 12 bulan ); - Badita dibawah usia dua tahun; - Batita dibawah usia tiga tahun; dan - Balita dibawah usia lima tahun. Ayat (4) Institusi penyelenggaraan makanan banyak adalah institusi apapun yang memberikan pelayanan gizi pada sekelompok orang. Pasal 9 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Yang dimaksud Surveilans Gizi, Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Gizi dan Tata Laksana Gizi Buruk adalah serangkaian kegiatan dalam mencegah, menemukan dan menanggulangi kasus gizi buruk. Huruf f
- 6 - Huruf f Huruf g Huruf h Pasal 10 Pasal 11 Yang dimaksud standar yang ditentukan adalah penilaian status gizi pada anak di bawah lima tahun berdasarkan indeks berat badan dibanding tinggi badan yang dikonversikan dengan standar tabel resmi NCHS-WHO. Pasal 12 Penanganan kasus gizi buruk dengan komplikasi dilakukan melalui mekanisme rujukan secara berjenjang mulai dari sarana pelayanan kesehatan tingkat bawah dan seterusnya. Sumber dana untuk pos pemulihan gizi berbasis masyarakat dapat melalui anggaran resmi dari Pemerintah, swadana masyarakat, CSR, dan bantuan dari pihak-pihak lain yang tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.. Pasal 13
- 7 - Pasal 13 Surveilans Gizi pada Pengungsi adalah proses pengamatan keadaan gizi pada pengungsi secara terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan intervensi. Yang dimaksud apabila kabupaten/kota tidak mampu menangani kasus bencana alam atau keadaan darurat lain di wilayahnya adalah bila bencana yang terjadi di kabupaten/kota sudah menjadi masalah Provinsi atau bila kabupaten/kota yang terkena bencana tersebut meminta bantuan Pemerintah Daerah Provinsi. Ayat (4) Ayat (5) Pasal 14 Pasal 15 Yang dimaksud menyelenggarakan sistem pengawasan mutu makanan adalah kegiatan yang mengawasi suatu proses dalam kegiatan pengolahan yang meliputi bahan baku, pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian untuk menghasilan produk makanan atau minuman yang aman dan layak dikonsumsi oleh konsumen. Ayat (3
- 8 - Yang dimaksud direkomendasikan oleh tenaga gizi terlatih adalah temuan-temuan hasil produksi makanan atau minuman yang tidak sesuai dengan standar ilmu gizi kepada pihak yang berwenang, dalam hal ini Dinas Kesehatan atau Balai Pengawasan Obat dan Makanan. Pasal 16 Pasal 17 Huruf a Huruf b Jumlah dan mutu yang tepat adalah pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak usia 6 24 bulan dengan bentuk makanan dan nilai gizi yang disesuaikan dengan kecukupan gizi anak. Huruf c Huruf d Ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah keadaan status gizi dimana Lingkar Lengan Atas (LILA) ibu hamil kurang dari 23,5 cm. Huruf e Huruf f Ayat (3
- 9 - Pasal 18 Pasal19 Pasal 20 Pasal 21 Diversifikasi adalah penganekaragaman konsumsi pangan. Suplementasi adalah penambahan zat gizi untuk dikonsumsi. Fortifikasi adalah penambahan zat gizi esensial pada pangan tertentu yang sebelumnya tidak mengandung zat gizi yang bersangkutan dalam rangka pencegahan timbulnya gangguan gizi dan perbaikan status gizi masyarakat. Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25
- 10 - Pasal 25 Kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela untuk mengembangkan masyarakat. Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Yang dimaksud sumber-sumber lain yang tidak mengikat misalnya pihak swasta di bidang makanan dan minuman, funding, Lembaga Swadaya Masyarakat bidang kesehatan dan gizi atau sponsorship. Pasal 33
- 11 - Pasal 33 Yang dimaksud masyarakat adalah Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, Organisasi Massa, sektor swasta, dunia usaha, lembaga donor, dan lain-lain. Pasal 34 Yang dimaksud lembaga yang berwenang adalah BPOM, POLRI dan/atau Pejabat Penerbit Izin Produksi. Pasal 35 Pasal 36 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9