Data yang dikeluarkan oleh Kantor Distrik Teluk Mayalibit. Tanggal 6 Januari

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengantar A. Latar Belakang

Kearifan Lokal, Usaha Konservasi SDA, Perlawanan Negara dan Masyarakat dalam Wujud Budaya Sasi

Hasil dan Pembahasan

I. Pengantar. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

Persepsi Masyarakat di Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat, Indonesia

2014 PASANG SURUT KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN UJUNG GENTENG

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONFLIK NELAYAN SENGGARANG KOTA TANJUNGPINANG DENGAN NELAYAN TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BUPATI RAJA AMP AT PROVINSI PAPUA BARA T PERATURAN BUPATI KABUPATEN RAJAAMPAT NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fajra Adha Barita, 2015

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atraksi-atraksi yang memikat sebagai tujuan kunjungan wisata. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. adalah lautan. Luas daratan Indonesia adalah km² yang menempatkan


BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN. Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengutamakan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi agenda utama pemerintah Indonesia.

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat membutuhkan devisa untuk membiayai pembangunan Nasional. Amanat

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan, luas wilayah lautnya lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi kesejahteraan masyarakat ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ragam budaya yang berbeda satu sama lain. Keragaman budaya ini

BAB I PENDAHULUAN. Aceh secara geografis terletak di jalur perdagangan Internasional yaitu

I. PENDAHULUAN. berkembangnya pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. utama bagi pengambil kebijakan pembangunan. Laut hanya dijadikan sarana lalu

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

GUBERNUR MALUKU KEPUTUSAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 387 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera. Lampung memiliki banyak keindahan, baik seni budaya maupun

Raja Ampat. Surga kecil yang jatuh ke bumi

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya.

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

D. Analisis Ancaman. 4.0 Peringkat Ancaman 4.1 Lingkup, Intensitas, dan Ketakberbalikan 4.2 Rantai Faktor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

LAPORAN PENGAMATAN INSIDENTAL MAMALIA LAUT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR PERIODE MONITORING TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Bab Satu Pendahuluan Latar Belakang Masalah Kampung Warsambin adalah salah satu kampung yang terletak di distrik Teluk Mayalibit, kabupaten Raja Ampat. Sebelum mengalami pemekaran distrik, Teluk Mayalibit terdiri atas 10 kampung berdasarkan PERDA No. 3 Tahun 2006. Sekarang distrik Teluk Mayalibit dibagi menjadi 2 yaitu distrik Tiplol Mayalibit (6 kampung) dengan ibu kota distrik kampung Go, dan distrik Teluk Mayalibit (4 kampung) dengan ibu kota distrik kampung Warsambin, berdasarkan PERDA No. 2 Tahun 2012. 1 Pada masa sebelum pemekaran kabupaten Raja Ampat, untuk sampai ke Teluk Mayalibit hanya bisa ditempuh dengan menggunakan transportasi laut. Namun setelah pemekaran untuk sampai ke Teluk Mayalibit dari kota Waisai bisa ditempuh dengan kendaraan darat selama ± 1 jam 40 menit dengan kondisi jalan terbuat dari sirtu 2. Pembangunan jalan ini merupakan bagian dari mega proyek Trans-Waigeo yang dicanangkan oleh pemerintah untuk membangun transportasi darat mencapai kampung-kampung yang ada di kepulauan Waigeo. 1 Data yang dikeluarkan oleh Kantor Distrik Teluk Mayalibit. Tanggal 6 Januari 2015. 2 Sirtu adalah kepanjangan dari pasir dan batu. Kondisi jalan ini biasanya merupakan tahap awal untuk pengaspalan jalan. 1

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam Sebagai ibu kota distrik Teluk Mayalibit, kampung Warsambin mengalami perkembangan yang cukup pesat terlebih ketika akses jalan darat mulai terbuka. Perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat sangat terasa. Pengenalan akan teknologi sudah mulai dirasakan masyarakat semenjak kampung Warsambin mulai terbuka dengan adanya akses jalan darat. Misalnya teknologi komunikasi dengan telepon genggam. Hampir sebagian masyarakat memiliki telepon walaupun di kampung tersebut tidak mendapatkan signal selular. Ini bukan berarti di Teluk Mayalibit tidak ada pemancar jaringan selular. Pada tahun 2011 telah dibangun pemancar dari salah satu perusahaan penyedia jasa jaringan selular yaitu TELKOMSEL, tetapi sampai akhir tahun 2011 ketika penulis berada di tempat penelitian, pemancar tersebut belum berfungsi. Bahkan ketika kedua kalinya penulis turun ke lapangan pada Desember 2014 sampai dengan akhir Januari 2015 tower tersebut belum berfungsi. Lalu telepon genggam yang dimiliki oleh masyarakat digunakan untuk apa? Beberapa di antara masyarakat menggunakannya ketika berkunjung ke ibu kota kabupaten Raja Ampat yaitu Waisai. Sedangkan sebagiannya dipergunakan untuk memutar musik. Fenomena ini penulis sampaikan ke pembaca bahwa terbukanya suatu daerah oleh karena pemekaran wilayah dan pembangunan akses transportasi yang lebih mudah memberikan pengaruh besar pada perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat. Perubahan setelah pemekaran kabupaten yang berujung pada pembukaan akses transportasi ternyata memberikan dampak bagi perkembangan pariwisata di Teluk Mayalibit. Kini Teluk Mayalibit menjadi salah satu destinasi wisata di kabupaten Raja Ampat. Teluk Mayalibit yang menyimpan cerita sejarah masyarakat asli kepulauan Waigeo dengan situs-situs bersejarahnya ternyata menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan baik dalam dan luar negeri. Selain terkenal dengan situs-situs bersejarah yang menyimpan cerita sejarah Raja Ampat, Teluk Mayalibit juga terkenal dengan keanekaragaman hayati laut. Teluk mayalibit yang ekosistem pesisirnya relatif didominasi oleh hutan mangrove yang terhampar 2

Pendahuluan mulai dari mulut teluk sampai teluk bagian terdalam. 3 Dengan ekosistem seperti ini, Teluk Mayalibit merupakan kawasan endemik bagi reproduksi biota laut. Maka tentu perairan di Teluk Mayalibit dapat dipastikan memiliki sumber kekayaan alam yang luar biasa. Di sekitar mulut teluk dapat dijumpai paus dan lumba-lumba yang meliputi paus sperma atau sperm whale (Physeter Macrochepalus), paus pembunuh atau killer whale (Orcinus orca), lumba-lumba hidung botol umum (Tursiops truncatus), lumba-lumba hidung botol indopasifik (Tursiops aduncus), paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens), lumba-lumba spinner (Stenella longirostris), lumba-lumba risso (Grampus griseus), lumba-lumba bongkok (Sousa chinensis) di dalam teluk atau masyarakat Teluk Mayalibit menyebut lumba-lumba putih dan dugong/duyung (Dugong dugon). 4 Dengan potensi sumber daya alam dan kondisi ekosistem perairan yang sangat baik ini, bersamaan itu pula ancaman berupa eksploitasi sumber daya alam menjadi persoalan serius yang akan dihadapi oleh masyarakat Teluk Mayalibit secara umum, terlebih khusus masyarakat kampung Warsambin. Mengapa demikian? Masyarakat kampung Warsambin yang kesehariannya menggantungkan hidup pada hasil laut. Masyarakat di kampung Warsambin mayoritas mata pencaharian mereka adalah sebagai nelayan, lebih tepatnya nelayan subsisten. 5 Ketika ada ancaman eksploitasi dan kerusakan lingkungan itu terjadi maka mata pencaharian masyarakat menjadi terganggu. 3 Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. 2012. Rencana Pengelolaan Taman Pulaupulau Kecil Daerah (TPPKD) Raja Ampat : Data dan Analisa, Hal. 96, Raja Ampat, 4 Ibid. 5 Soetrisno, Loekman. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian: Sebuah Tinjauan Sosiologis. Hal. 3, Penerbit Kanisius. Jakarta. Sama halnya dengan petani, nelayan subsisten juga memanfaatkan hasil tangkapan ikannya sebagian besar untuk kepentingan diri sendiri. Dan mereka akan melaut disesuaikan dengan kondisi cuaca, jika musim angin selatan yang mengkibatkan gelombang air laut meninggi, nelayan akan lebih memilih mengganti profesinya untuk sementara menjadi petani. 3

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam Ditengah kekhawatiran inilah, masyarakat lewat kearifan lokalnya menggiatkan kembali budaya sasi dalam rangka memproteksi sumber daya alam yang mereka miliki. Pada tahun 2010 deklarasi sasi Mon atas wilayah perairan adat yang dimiliki oleh masyarakat adat marga Ansan. Dalam pengertiannya sasi adalah suatu bentuk larangan pengambilan sumber daya alam baik darat maupun laut dalam kurun waktu tertentu sehingga memungkinkan sumberdaya alam dapat tumbuh, berkembang dan dilestarikan (Renjaan dkk, 2013). Sasi dilakukan dengan harapan bahwa sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat tidak mengalami eksploitasi dan kerusakan lingkungan. Pemerintah kabupaten Raja Ampat, jauh sebelum itu juga memiliki semangat yang sama dalam memproteksi sumber daya alam di Raja Ampat. Menyusun kebijakan lewat Perda No. 27 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat, Pemerintah menunjukkan iktikad baik untuk melindungi sumber daya alam laut Raja Ampat. Alasan pemerintah dalam menyusun kebijakan ini adalah pemerintah harus mampu meningkatkan kapasitasnya untuk melindungi sumber daya alam laut yang adalah mata pencaharian masyarakat. Pembuatan kebijakan KKLD ini sendiri terinspirasi dari kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat yaitu budaya sasi. Dari kedua sikap yang diambil oleh masyarakat kampung Warsambin dan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, penulis menduga adanya bentuk perlawanan bersama terhadap ancaman eksploitasi sumber daya alam dan kerusakan lingkungan. Dan negara (pemerintah daerah) serta masyarakat menggunakan budaya sasi sebagai bentuk perlawanan. Perlawanan ini dilakukan untuk melawan perilaku eksploitatif yang dilakukan oleh nelayan lokal ataupun nelayan dari luar Raja Ampat. Dengan problematika serta dugaan yang disampaikan penulis diatas, maka penelitian ini dirumuskan dalam 2 pertanyaan penelitian yaitu : (1). Bagaimanakah pelaksanaan budaya sasi yang dilakukan oleh masyarakat kampung Warsambin, distrik Teluk Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat? (2) Bagaimakah bentuk dan strategi perlawanan yang dilakukan oleh negara (pemerintah daerah) dan masyarakat dalam 4

Pendahuluan menjawab ancaman eksploitasi sumber daya alam dan kerusakan lingkungan. Tujuan Penelitian Dengan memahami 2 pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahanan dan informasi bagaimana budaya sasi itu dilaksanakan oleh masyarakat kampung Warsambin, dan memperoleh pemahaman tentang bentuk serta strategi perlawanan negara (pemerintah daerah) dan masyarakat dalam menjawab ancaman eksploitasi sumber daya alam dan kerusakan lingkungan. Melalui penelitian ini pula diharapkan : (1) akan memperkaya khasanah informasi tentang pelaksanaan budaya sasi sebagai kearifan lokal yang mampu menjadi cara masyarakat melindungi sumber daya alam, (2) melengkapi studi-studi kearifan lokal bagi daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya alam, (3) memberikan masukan praktis dalam pengembangan kapasitas oleh pihak-pihak yang berkepentingan, (4) memberikan pemahaman baru tentang relasi negara dan masyarakat yang bisa bersinergi dalam usaha pembangunan daerah. Metode Penelitian Metode sangat dibutuhkan untuk menjawab permasalahanpermasalahan penelitian. Oleh karena itu persoalan penting yang patut diperhatikan dalam metode penelitian adalah dengan cara apa dan bagaimana data yang diperlukan dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian dapat menjawab permasalahan penelitian dan memberikan informasi yang jelas. (Bungin 2003:42). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut Banister, penelitian kualitatif yaitu metode untuk menangkap dan memberikan gambaran terhadap suatu fenomena, sebagai metode untuk mengksplorasi fenomena, dan sebagai metode untuk memberikan penjelasan dari suatu fenomena yang diteliti. Banister menambahkan bahwa esensi dari fenomena biasanya tidak berada di 5

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam atas permukaan, melainkan dibawah permukaan atau tersembunyi. Setiap individu yang memaknai sebuah fenomena tidak lagi lantas dengan mudah menjelaskan makna tersebut. Penelitian kualitatif dengan segala kekhasannya mampu menengok tabir dan menangkap sesuatu yang dimaksud oleh individu, sehingga makna tersebut dapat dipahami dengan lebih mudah dan sederhana. 6 Jenis penelitian ini dipilih untuk mampu memberikan gambaran yang komperhensif mengenai pelaksanaan budaya sasi dan memberikan gambaran tentang perlawanan negara dan masyarakat. Tentu ini akan tersajikan dengan menguak makna-makna dibalik setiap fenomena yang terjadi. Dan untuk pendekatan penelitian, menggunakan pendekatan fenomenologis. Pendekatan fenomenologis ini berguna untuk mengamati fenomena-fenomena konseptual subyek yang diamati melalui tindakan dan pemikirannya guna memahami makna yang disusun oleh subyek di sekitar kejadian sehari-hari. 7 Dengan menggunakan pendekatan ini, diharapkan pengumpulan data dalam bentuk wawancara dan observasi serta analisanya mendapatkan hasil yang maksimal. Pendekatan fenomenologis ini pula mampu mengamati perilaku dan tindakan masyarakat dalam melakukan budaya sasi serta bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, pengumpulan data lewat wawancara menjadi salah satu cara yang ditempuh penulis untuk menggali berbagai informasi. Melakukan wawancara dengan perspektif tradisi lisan sangat membantu penulis untuk mendapatkan informasi. Melihat kondisi masyarakat di tempat penelitian adalah masyarakat tradisional yang mewariskan cerita sejarah dan peristiwa lewat tutur, maka perspektif tradisi lisan diperlukan dalam proses pencapaian informasi. Tradisi lisan diartikan sebagai pesan-pesan lisan yang proses penyampaian pesan lewat perkataan mulut ke mulut selama beberapa waktu sampai pesan tersebut menghilang. Maka dari itu setiap tradisi lisan adalah 6 Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Imu-ilmu Sosial, Hal. 8. Salemba Humanika. Jakarta. 7 George, Ritzer. 2007. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Hal. 37-42, Diterjemahkan oleh Alimandan. PT. Grafindo Persada. Jakarta. 6

Pendahuluan sebuah versi pada satu masa, sebuah elemen dalam sebuah proses pengembangan lisan yang dimulai oleh komunikasi awal. 8 Dalam proses penciptaan pesan ini dikelompokkan menjadi dua jenis kelompok utama: komunikasi yang menyampaikan berita dan komunikasi yang melambangkan sebuah penafsiran dari situasi yang sudah ada. 9 Kedua pengelompokan dari proses penciptaan ini akan sangat berguna dalam memilah-milah data wawancara untuk melihat apakah bagian itu adalah berita ataukah sebuah penafsiran dari kondisi yang pernah terjadi. Lokasi penelitian terletak di kampung Warsambin, distrik Teluk Mayalibit, kabupaten Raja Ampat. Alasan metodologis dalam memilih lokasi penelitian adalah karena tulisan-tulisan akademik yang membahas tentang sasi kebanyakan berada pada kepulauan besar Misool dan Batanta, sedangkan pelaksanaan budaya sasi di kepulauan besar Waigeo belum pernah ada. Alasan lainnya adalah persoalan rentang kendali. Sebagai wilayah yang berkarakter kepulauan tantangan paling berat adalah persoalan transportasi dan cuaca. Satusatunya wilayah yang dapat dijangkau dengan mudah hanyalah kampung Warsambin Teluk Mayalibit. Namun alasan ini tidak sedikitpun mengurangi esensi utama dari penelitian ini. Kerangka Pemaparan Sistematika dari pemaparan ini dibagi menjadi empat bagian besar. Pertama, berisi pendahuluan yang terdiri atas dua bab. Kedua, pengenalan wilayah penelitian yang terdiri atas dua bab. Ketiga, hasil penelitian, analisa dan pembahasan yang terdiri atas dua bab. Keempat, Penutup. Bagian yang pertama, berisi dua bab yaitu pendahuluan dan tinjauan teori. Dalam bagian ini berisikan latar belakang masalah yang menjelaskan tentang apa sebenarnya masalah penelitian. Dan juga 8 9 Vansina, Jan. 2014. Tradisi Lisan Sebagai Sejarah, Hal. 1. Diterjemahkan oleh Astrid Reza dkk. Penerbit Ombak. Yogyakarta. Ibid 7

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam berisi tentang tinjauan teori yang nantinya akan digunakan sebagai pisau analisa dalam bab pembahasan. Bagian yang kedua, berisi dua bab yaitu pengenalan lokasi penelitian secara global yaitu Raja Ampat pada bab tiga, sedangkan bab empat berisikan pengenalan kampung Warsambin. Pada bagian ini pengenalan akan dilakukan dari segi geografis, demografi sampai pada potensi-potensi daerah. Bagian yang ketiga, berisi dua bab yaitu bab hasil penelitian dan bab analisis serta pembahasan. Bagian ini akan berisikan tentang temuan-temuan dilapangan menyangkut pelaksanaan sasi. Dan dilanjutkan bab berikut sebagai pembahasan dengan memakai tinjauan teori yang sudah dibuat. Bagian yang keempat, berisi satu bab yaitu penutup. Pada bagian penutup berisi tentang kesimpulan dan saran. 8