BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan adalah laporan yang menyediakan informasi kuantitatif yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan baik bagi pihak internal maupun pihak eksternal. Ada dua karakteristik laporan keuangan menurut FASB yaitu relevan dan dapat diandalkan (Tjun et al., 2012). Lebih lanjut Tjun et al. (2012) menyatakan bahwa karakteristik ini susah untuk diukur sehingga perusahaan atau para pemakai jasa membutuhkan jasa pihak ketiga yang independen untuk melakukan penilaian kewajaran penyajian laporan keuangan. Auditor independen atau lebih umum dikenal dengan akuntan publik memiliki fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan.pengauditan ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan terbuka yaitu yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal, perusahaan besar, dan juga perusahaan-perusahaan kecil, serta organisasi-organisasi yang tidak mencari laba (Jusup, Al Haryono 2010:18).Akuntan publik adalah profesi yang memegang peranan penting di masyarakat, terutama dalam hal meningkatkan kredibilitas dan kualitas laporan keuangan suatu entititas. Sehingga nantinya pihak pemakai informasi kreditur dan investor akan sangat dipengaruhi oleh akuntan publik sebelum mereka mengambil keputusan atau memberikan kepercayan mereka (Widyastaryet al., 2014). Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan mengharuskan auditor untuk tetap memperhatikan kualtias auditnya (Tjunet 1
al.,2012). Namun, beberapa kasus mencerminkan bahwa auditor memiliki kualitas audit yang rendah. Halim (2014) menyatakan beberapa peristiwa di Indonesia sempat muncul berkaitan dengan perekayasaan laporan keuangan Emiten yang bisa dijadikan contoh adalah kasus PT Kimia Farma dan PT Bank Lippo. PT Kimia Farma melaporkan laba sebesar Rp 132 miliar, padahal perusahaan seharusnya memperoleh laba sebesar Rp 99 miliar. Sementara itu, PT Bank Lippo melaporkan laba kepada publik sebesar 98 miliar. Namun, beberapa bulan berikutnya laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta disebutkan bahwa perusahaan rugi sebesar Rp 1,3 miliar. Kabiro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Bapepam-Lembaga Keuangan mengutarakan bahwa banyak laporan keuangan auditan tidak mencerminkan kinerja perusahaan yang sebenarnya, sehingga berpotensi menyesatkan.selanjutnya, Kabiro Humas Kemenkeu juga mengemukakan bahwa Menteri Keuangan telah membekukan sementara ini praktik puluhan akuntan publik.mereka dilarang beroperasi selama beberapa bulan, karena tidak memenuhi standar profesional dan kode etik yang berpengaruh pada kualitas laporan auditor independen. Tindakan ini mengakibatkan ratusan laporan audit diragukan kualitasnya. Kualitas audit yang rendah mencerminkan bahwa kinerja auditor yang melakukan proses audit juga rendah. Nugraha (2013) menyatakan bahwa kualitas audit pada umumnya ditentukan dari pihak auditor. Pihak auditor tersebut dituntut untuk menunjukkan kinerja yang tinggi agar dapat menghasilkan audit yang berkulitas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengukuran kualitas proses audit 2
terpusat pada kinerja yang dilakukan auditor dan kepatuhan pada standar yang telah ditentukan. Dalam penelitian yang dilakukan Widyasari (2011) kinerja auditor atau kualitas kerja auditor adalah hasil kerja secara keseluruhan yang dicapai auditor dalam menjalankan aktivitasnya pada kurun waktu tertentu.kinerja auditor ini mencakup kualitas kerja, kuantitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan dan perencanaan pekerjaaan. Fanani et al., (2008) juga menyatakan bahwa pencapaian kinerja auditor yang baik harus sesuai dengan standar dan kurun waktu tertentu, yang terdiri dari kualitas kerja, kuantitas kerja, dan ketepatan waktu. Hal ini membuktikan bahwa kinerja auditor menjelaskan lebih luas termasuk didalamnya kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Untuk mencapai kinerja yang memuaskan, auditor harus memiliki sikap independen dalam melakukan proses audit (Putri dan Dharma, 2013). Independensi adalah penggunaan cara pandang yang tidak bias terhadap hasil pengujian, evaluasi hasil pengujian, dan pelaporan hasil temuan audit. Dimana dalam hal ini auditor bekerja dalam keadaan bebas, tanpa pengaruh dan ketergantungan dari pihak lain (Gartiria dan Anis, 2011).Dalam SA 220 dijelaskan bahwa independensi berarti auditor bekerja tidak terikat atau bergantung pada manajemen perusahaan/klien dalam hal melakukan pemeriksaan, verifikasi dan pelaporan. Independensi juga diartikan sebagai sikap jujur yang dimiliki oleh akuntan publik tidak hanya untuk manjemen dan pemilik perusahaan, tetapi juga pada pihak lain yang memberikan kepercayaan pekerjaan kepada auditor tersebut (Putri dan Dharma, 2013). 3
Pentingnya sikap independensi para akuntan publik adalah kondisi dimana klien dan para pemakai laporan keuangan memiliki kepentingan yang berbeda.klien dapat memiliki kepentingan yang tidak sama, bahkan mungkin bertentangan dengan para pemakai laporan keuangan. Demikian juga, kepentingan para pemakai laporan keuangan yang satu mungkin berbeda dengan yang lain. Sehingga dalam memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksanya, akuntan publik harus bersikap independen terhadap kepentingan kilen, pemakai laporan keuangan maupun kepentingan akuntan publik itu sendiri (Ningrum, 2012). Aryani et al., (2015) menjelaskan kasus pelanggaran sikap independensi yang dilakukan oleh akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk memunculkan pandangan bahwa masalah tersebut tidak mampu dibaca oleh auditor yang mengaudit atau sebenarnya terbaca oleh auditor tersebut namun sengaja dimanipulasi. Apabila auditor ternyata terbukti memanipulasi laporan keuangan tersebut, maka auditor tersebut telah kehilangan sikap independensinya. Kasus lain juga terjadi pada auditor di BUMN yaitu komisaris PT Kereta Api Indonesia mengungkapkan suatu manipulasi laporan keungan BUMN yang seharusnya perusahaan menerima kerugian namun auditor melaporkan perusahan tersebut menerima keuntungan. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa seorang akuntan publik seharusnya mentaati dan memegang teguh Standar Profesional Akuntan Publik. Dari hal diatas maka auditor tidak cukup hanya memiliki sikap independensi dalam menjalakan tugasnya, namun juga perlu ditunjang oleh sikap 4
lain sehingga tetap menghasilkan kinerja yang baik. Standar Auditing 200 menyebutkan bawha auditor juga perlu memiliki sikap profesionalisme yang disebutkan dalam standar tersebut sebagai pertimbangan profesional dalam merencanakan dan melaksanakan audit atas laporan keuangan. Standar ini menyatakan bahwa profesionalisme dalam auditor berarti bahwa auditor bekerja secara cermat dan sungguh sebagai seorang yang profesional, di mana auditor harus menghindari kelalaian dan ketidakjujuran berdasarkan kode etik yang berlaku. Dengan sikap profesionalisme yang dimiliki oleh seorang auditor, maka ia akan dapat menghasilkan informasi-inforamasi yang berguna, memberikan jasa yang berkualitas, dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat (Aryani et al., 2015). Putri dan Dharma (2013) mengatakan bahwa seorang auditor yang memiliki profesionalisme yang tinggi dalam menjalankan tugasnya maka dapat dipastikan bahwa auditor tersebut akan menghasilkan kinerja yang memuaskan. Sehingga akan menambah kepercayaan dari masayakat terhadap auditor tersebut. Maka selain independensi, sangat penting sikap profesionalisme yang dimiliki oleh auditor. Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai independensi dan kinerja auditor.namun, menunjukkan hasil penelitian yang berbeda. Ningrum (2012), Rahayu (2012), dan Saftri (2014) menyatakan bahwa independensi tidak berpengaruh pada kinerja auditor, Sapariyah (2011) menyatakan independensi berpengaruh negatif pada kinerja auditor, sedangkan Aryani et al., (2015), Putri 5
dan Dharma (2013), Arumsari (2014) dan Arifah (2012) menyatakan bahwa independensi berpengaruh positif pada kinerja auditor. Terdapatnya ketidakkonsistenan hasil penelitian tersebut, dapat terjadi karena adanya faktor kontijensi yang mempengaruhi.seperti yang dijelaskan di atas, tidak hanya independensi yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya kinerja audior, namun juga profesionalisme. Halim (2014) meneliti mengenai komitmen profesional dan anggaran waktu sebagai pemoderasi hubungan independensi dan kompetensi pada kualitias audit. Hasil penelitian ini menunjukkan komitmen profesional mampu memperkuat hubungan independensi dan kompetensi pada kualitias audit, sedangkan anggran waktu memperlemah hubungan independensi dan kompetensi pada kualitas audit. Penelitian ini mengambil profesionalisme sebagai pemoderasi pengaruh independensi pada kinerja auditor. Penelitian ini, merujuk pula pada penelitian Halim (2014) dimana profesionalisme sebagai moderasi menggunakan teori sikap Allport (1935) yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan potensial untuk merespon dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon (baik positif maupun negatif). Sehingga sikap profesionalisme dianggap mampu merespon dengan cara tertentu apabila individu yaitu auditor dihadapkan pada stimulus yaitu indpendensi yang menghendaki adanya respon (baik positif maupun negatif) pada kinerja auditor dalam penelitian ini. 6
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian, yaitu: 1) Apakah independensi berpengaruh positif pada kinerja auditor? 2) Apakah profesionalisme memperkuat pengaruh independensi pada kinerja auditor? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pengaruh independensi pada kinerja auditor. 2) Untuk mengetahui kemampuan profesionalisme dalam memperkuat pengaruh independensi pada kinerja auditor. 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun praktis untuk berbagai pihak.adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Kegunaan teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pengetahun yang luas mengenai pengaruh indpendensi pada kinerja auditor dengan profesionalisme sebagai pemoderasinya. Selain itu juga dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori dan sebagai refrensi bagi pembaca atau peneliti selanjutnya. 7
2) Kegunaan praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada KAP khususnya auditor, baik auditor senior maupun junior agar dapat menjalankan pemeriksaan akuntansi secara independen dan profesionalisme berdasarkan prinsip akuntansi yang berlkau umum dan selalu menegakkan Kode Etik Akuntan sebagai profesi akuntan publik. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini tersusun menjadi lima (5) bab yang mana antara bab satu dengan bab lainnya memiliki keterkaitan hubungan. Gambaran dari masingmasing bab adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini menjabarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini menjabarkan teori-teori penunjang terhadap masalah yang diangkat dalam skripsi ini, konsep-konsep, antara lain uraian mengenai teori keagenan, teori kontijensi, teori sikap dan perilaku, due professional care, independensi, kinerja auditor, profesionalisme dan hipotesispenelitian. 8
Bab III Metode Penelitian Bab ini menjabarkan desain penelitian, lokasi penelitian atau ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel dan pengukuran variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, pengujian instrumen penelitian serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian. Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menjabarkan karakteristik responden, hasil penelitian, dan pembahasan hasil dalam penelitian. BAB V Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan tentang simpulan yang diperoleh dari hasil analisis dalam bab pembahasan hasil penelitian dan saran-saran yang diberikan sesuai dengan simpulan yang diperoleh dari penelitian. 9