BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan manusia pada umumnya. Pendidikan sendiri merupakan suatu agenda wajib yang mesti dilaksanakan oleh suatu bangsa untuk tetap menjaga eksistensinya. Sehingga setiap bangsa di dunia mengenal sangat baik dengan pendidikan. Era Globalisasi saat ini, setiap bangsa di dunia dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas maupun keterampilan yang tinggi sesuai dengan kemajuan teknologi saat ini. Implikasinya pada setiap negara termasuk Indonesia hendaknya memiliki pendidikan yang mumpuni untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Apabila hal ini tidak dilakukan maka akan tertinggal dalam pergaulan dengan negara-negara lainnya. Melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, kita hadapkan pada suatu masalah bagaimana respon atau tanggapan kita terhadap berbagai informasi yang masuk tanpa adanya suatu batasan. Oleh karena itu, pendidikan sebagai sarana dalam membentuk karakter mulai diarahkan untuk mengajarkan kemampuan dalam berfikir selain juga mengajarkan materi-materi pembelajaran. Hal ini semata-mata bertujuan untuk memberikan peserta didik bekal dan kemampuan berfikir kritis dalam menseleksi arus informasi yang masuk tanpa batasan akibat dari era globalisasi saat ini. Berfikir kritis merupakan suatu tingkatan tertinggi dari kemampuan manusia dalam berfikir, dimana berfikir kritis merupakan suatu proses berfikir yang terarah dan jelas, untuk memecahkan suatu masalah, mengambil suatu keputusan yang sulit dan membaca suatu asumsi ( Johnson, 2011: 183). Synder (2008) dalam The Juornal of Research in Bussnes Education menyatakan bahwa guru hendaknya menanamkan keterampilan berpikir kritis bagi anak didiknya, anak didik tidak hanya dibentuk sebagai penerima informasi tetapi harus menjadi pengolah informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Redhana (2008) juga mendukung pendapat Synder di atas, bahwa program pembelajaran keterampilan 1
2 berpikir kritis sangat efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa yang kemampuan akademiknya sedang sampai kurang. Dengan kemampuan berfikir kritis ini maka peserta didik akan memiliki kemampuan untuk menganalisis masalah yang dihadapi. Sebagai ujung tombak dari pendidikan, guru dituntut untuk memberikan pengajaran dan pendidikan kepada peserta didik dengan baik. Seorang guru dituntut penguasaan berbagai kemampuan sebagai guru yang professional dalam bidangnya. Kemampuan yang dimaksud adalah mulai dari cara mengajar, penguasaan materi, pemilihan berbagai metode mengajar, kemampuan membuat perangkat mengajar, sikap, tauladan dan lain sebagainya. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan anak bangsa yang dapat diandalkan untuk membangun negeri ini. Fakta-fakta yang ditemukan saat observasi awal di lapangan, telah ditemui kendala-kendala dalam pembelajaran yang kerap menghambat proses kegiatan belajar mengajar. Pada tahap awal observasi, diketahui pada saat mengamati keadaan kelas ketika kegiataan belajar mengajar berlangsung di kelas. Problematika yang kerap menjadi kendala dalam pembelajaran adalah kurang kondusifnya ruang belajar sehingga kerap pada saat pembelajaran berlangsung peserta didik tidak terlalu memahami penyampaian materi yang telah disampaikan oleh guru. Suasasana belajar sejarah tidak jarang membosankan bagi peserta didik karena beberapa dari materi pembelajaran sejarah yang disampaikan oleh guru kurang mampu menarik minat belajar dan penyampaian yang telah diberikan guru sulit untuk dipahami oleh siswa. Jika dilihat dari cara mengajar dan apa saja yang dilakukan oleh guru selama proses belajar mengajarnya, guru hanya menggunakan model belajar yang konvensional dengan menggunakan metode ceramah. dimana guru sebagai pusat informasi menerangkan materi dan siswa duduk dengan manis mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Pada masa kini, khususnya bagi guru sejarah perlu mempunyai kemampuan yang khusus untuk dapat menciptakan suasana belajar yang menarik antusias siwa, memberikan keleluasaan untuk berekspersi, dan mampu
3 mengembangkan potensi diri para peserta didik. Tidak dapat dipungkiri guru harus pandai mencari berbagai alternatif cara mengajar yang menyenangkan. Dengan berbagai pertimbangan yang ada didepan mata dan menyesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitar para peserta didik, tentunya perlu ada sebuah pembaharuan dalam meningkatkan cara berfikir dan mengembangkan kemampuan peserta didik secara optimal. Adapun upaya lain yang dilakukan oleh guru adalah dengan mencoba berbagai model dan metode yang mampu merangsang dan memotivasi siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik. Namun pada kenyataannya dilapangan guru masih saja menggunakan metode mengajar seperti ceramah dengan alasan sudah dirasa cukup baik dalam penyampaiannya kepada para peserta didik. Maka dapat disimpulkan bahwa guru belum dapat membuat siswa mengikut pembelajaran dengan antusias dan membuat siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran tersebut. Hal itu berakibat siswa menjadi pasif dan tidak bisa mengembangkan pemikirannya, khususnya kemampuan untuk berpikir kritis. Berdasarkan pada temuan awal di lapangan tersebut, maka dibutuhkan suatu model permbelajaran yang dapat mengakomodasi apa yang dikehendaki guru dan juga dapat membuat peserta nyaman dalam mengikuti pembelajaran yang diberikan. Sekiranya guru harus mampu menjadi fasilitator yang baik untuk perserta didiknya, tentunya untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dan mampu mencapai tujuan dari pembelajaran yang diinginkan. Oleh sebab itu harus ada suatu inovasi yang dapat membantu guru dalam mengembangkan keaktifan belajar, motivasi yang tinggi dan kemudahan bagi peserta didik untuk dapat menangkap maksud dalam pembelajaran dengan mampu berfikir secara kritis. Menurut Trianto (2010: 53) fun gsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Menurut Chauhan (1979), ada beberapa fungsi dari model mengajar, antara lain: (1) pedoman, yaitu sebagai pedoman guru dalam melaksanakan proses mengajar secara komprehensif untuk mencapai tujuan pembelajaran; (2) pengembangan kurikulum, yaitu dapat membantu dalam kurikulum; (3) menetapkan bahan -bahan pengajaran, yaitu menetapkan bahan
4 ajar secara khusus yang akan disampaikan siswa untuk membantu perubahan positif pengetahuan dan kepribadian siswa; (4) membantu perbaikan dalam mengajar, yaitu mampu mendorong atau membantu proses belajar-mengajar secara efektif dalam mencapai tujuan pendidikan; dan (5) mendorong atau memotivasi terjadinya perubahan tingkah laku pada peserta didik secara maksimal sesuai dengan bakat, minat atau kemampuan masing-masing. Saat ini banyak sekali ditemui berbagai macam model-model pembelajaran. Keberagaman model pembelajaran itu sendiri selalu bermula dari keinginan untuk memenuhi keinginan peserta didik itu sendiri. Jika spesifikasi perkakas computer selalu meningkat untuk mencapai kebutuhan desain dan gaming, maka begitu pula spesifikasi pembelajaran dan pengajaran akan meningkat seiring kebutuhan peserta didik yang semakin beragam dari hari ke hari. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka koseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran (Suryani, 2012: 8). Dari berbagai model pembelajaran, terdapat model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru. Kondisi seperti inilah yang sangat diharapkan agar interaksi berjalan dengan baik demi kelancaran pembelajaran. Terdapat banyak model pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah model Problem Based Learning (PBL) dan model Group Investigation (GI). Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge) untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru (Suyatno, 2009: 58). Sedangkan Model Group Investigation (GI) merupakan model pembelajaran yang memberikan peserta didik berpartisipasi pada pembelajaran dan mencari sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Dengan menggunakan model
5 pembelajaran ini maka diharapkan peserta didik akan tumbuh motivasi belajarnya, sehingga memiliki keinginan untuk mendapatkan informasi yang lebih dan merespon positif atas informasi yang diterima dan selektif dalam memilih informasi tersebut yang berguna bagi peserta didik itu sendiri, Oleh karena itu menarik untuk dilakukan suatu penelitian tentang Pengaruh Model Problem Based Lerning (PBL) dan Group Investigation (GI) dalam Pembelajaran Sejarah terhadap Kemampuan Berpikir Kritis ditinjau dari Motivasi Belajar. B. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan yang dihadapi antara lain: 1. Kegiatan belajar dan mengajar masih berorientasi pada guru sebagai pusat pembelajaran. 2. Pembelajaran masih menggunakan metode yang kurang interaktif membuat peserta didik merasa jenuh dalam proses pembelajaran. 3. kurang kondusifnya ruang belajar sehingga kerap pada saat pembelajaran berlangsung peserta didik tidak terlalu memahami penyampaian materi yang telah disampaikan oleh guru. 4. Rendahnya kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran sejarah. 5. Ada kemungkinan rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa tidak hanya diakbatkan proses pembelajaran yang kurang interaktif tetapi karena motivasi belajar yang masih rendah. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini perlu dibatasi masalahnya untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Model Pembelajaran yang digunakan ialah Model Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI) sebagai Variabel Bebas. 2. Motivasi belajar sebagai Variabel Bebas. 3. Kemampuan Berfikir Kritis sebagai Variabel Terikat.
6 4. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Martapura. D. Perumusan Masalah Sesuai dengan batasan masalah yang telah dipaparkan di atas, untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelaahan dalam penelitian ini maka disusunlah perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ada perbedaan pengaruh antara Model Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri di Kota Martapura? 2. Apakah ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMAN di Kota Martapura? 3. Apakah ada interaksi pengaruh antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kemampuan berfikir kritis siswa kelas XI SMAN di Kota Martapura? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menemukan perbedaan pengaruh model Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI) terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik. 2. Menemukan perbedaan pengaruh motivasi belajar peserta didik terhadap kemampuan berfikir kritis peserta didik. 3. Menemukan interaksi pengaruh antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kemampuan berfikir kritis peserta didik. F. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan di atas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada dunia pendidikan. Manfaat penelitian ini ada dua yaitu manfaat teoris dan manfaat praktis. 1. Manfaat teoris Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang positif bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI) pada mata pelajaran Sejarah.
7 Manfaat lainnya adalah agar para guru sejarah dapat mengkaji kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan model Group Investigation (GI) ini. 2. Manfaat Praktis a. Guru dapat mengetahui pembelajaran yang bervariasi, efektif dan efisien sehingga dapat memperbaiki sistem pembelajaran di kelas. b. Guru akan terbiasa menggunakan model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran. c. Membantu peserta didik untuk mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan dapat meningkatkan motivasi belajarnya. d. Memotivasi peserta didik untuk dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis. e. Sebagai tambahan informasi kepada lembaga pendidikan di SMA pada khususnya dalam rangka meningkatkan kualitas belajar mengajar. f. Sebagai bahan pertimbangan dan pengembangan penelitian yang relevan pada masa yang akan datang.