BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kondisi saat ini, ketergantungan masyarakat akan energi listrik sangatlah tinggi, sehingga dituntut ketersediaan dan keandalan yang tinggi dari pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan. Kebutuhan akan energi listrik sangatlah vital bagi kebutuhan rumah tangga sehari-hari maupun industri dalam skala besar. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi tentu saja semakin meningkatkan kebutuhan manusia akan energi listrik. Menurut Ibrahim (2014) dalam bukunya yang berjudul Energi Selamatkan Negeri, selama periode 1971-2010, elastisitas konsumsi listrik rata-rata adalah 2. Artinya untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi 1% dibutuhkan pertumbuhan energi listrik sebesar 2%. Mendekati tahun 2010, elastisitas tersebut semakin kecil. Elastisitas energi adalah besarnya persentase pertumbuhan konsumsi energi untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi atau PDB (Produk Domestik Bruto). Dengan demikian jelas terlihat bahwa energi listrik memegang peranan dalam pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Dalam bukunya Ibrahim (2014) juga menyebutkan 12% dari energi primer adalah energi listrik. Supply energi listrik yang handal tentunya menjadi kunci dalam kegiatan perekonomian dan pembangunan di dalam sebuah negara. Sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK), PT PLN (Persero) didirikan sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha penyediaan dan pendistribusian tenaga listrik dari pusat-pusat pembangkit listrik yang bertenaga air, diesel, gas, uap, panas bumi, tenaga angin maupun tenaga surya ke pengguna akhir. Pengguna akhir atau konsumen dari PT PLN (Persero) antara lain yaitu kawasan industri, komersial, pemukiman maupun sarana publik dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah 1
2 Sebagai satu-satunya perusahaan penyedia listrik di Tanah Air, PT PLN (Persero) mengemban tanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya akan energi listrik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak dan berusaha untuk terus meningkatkan kualitas layanan bagi seluruh komponen masyarakat Indonesia dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum. Penelitian ini dilaksanakan di PT PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban Jawa Bali (P3B Jawa Bali) di Jakarta Selatan. PT PLN (Persero) P3B Jawa Bali yang selanjutnya disebut P3B Jawa Bali, adalah salah satu Unit Induk PLN yang ditetapkan melalui Keputusan Direksi (KepDir) PT PLN (Persero) Nomor 093.K/023/DIR/1995 tanggal 2 Oktober 1995 dengan struktur terbaru 1897.K/DIR/2014. Bidang usaha P3B Jawa Bali adalah usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang berfokus pada proses penyaluran dan pengaturan beban dari pembangkit ke end user melalui PT PLN (Persero) Distribusi. Wilayah kerja P3B Jawa Bali meliputi seluruh Pulau Jawa, Madura, dan Bali. Total aset yang dikelola oleh P3B Jawa Bali sampai tahun 2014 adalah 51 unit trafo 500/150 kv, 60 unit trafo 150/70 kv, 702 unit trafo 150/20 kv, 114 unit trafo 70/20 kv, 7 unit gas insulated switchgear 500 kv dan 75 unit gas insulated switchgear 150 kv. Terdapat pula aset saluran transmisi 500 kv sepanjang 5.052 kms, saluran transmisi 150 kv sepanjang 13.600 kms, saluran transmisi 70 kv sepanjang 3.007 kms, dan saluran transmisi 30 kv sepanjang 96 kms. Selain aset trafo dan transmisi, P3B Jawa Bali juga mengelola aset-aset instalasi penyaluran seperti Circuit Breaker (CB), Disconnector, dan lain-lain yang terdapat di setiap Gardu Induk (GI). Aset-aset tersebut dikelola melalui dua jenis unit pelaksana yaitu; 1. Area Pengaturan Beban (APB) sejumlah 5 unit, yang terdiri dari APB Jakarta dan Banten, APB Jawa Barat, APB Jawa Tengah dan DIY, APB Jawa Timur, dan APB Bali dan Area Pelaksana Pemeliharaan (APP) sejumlah 16 unit, yang terdiri dari APP Cilegon, APP Bogor, APP Durikosambi, APP Pulogadung, APP Cawang, APP Bandung, APP Cirebon, APP Karawang, APP Purwokerto, APP Semarang, APP Salatiga, APP Probolinggo, APP Madiun, APP Malang, APP
3 Surabaya, dan APP Bali. Tugas dari APB adalah bertanggung jawab untuk mengelola operasi sistem di wilayah kerjanya dan APP adalah bertanggung jawab mengelola operasi dan pemeliharaan aset di wilayah kerjanya. Misi dari P3B Jawa Bali adalah sebagai berikut (Kebijakan Manajemen Aset P3B-JB, 2013). 1. Mengelola operasi sistem tenaga listrik secara handal. 2. Melakukan dan mengelola penyaluran tenaga listrik tegangan tinggi secara efisien, handal, dan akrab lingkungan. 3. Mengelola transaksi tenaga listrik secara secara kompetitif, transparan, dan adil. 4. Melaksanakan pembangunan instalasi sistem transmisi tenaga listrik Jawa-Bali. Dengan melihat misi dari P3B Jawa Bali poin pertama dan kedua maka dibutuhkan suatu perencanaan manajemen aset yang baik, efektif, dan efisien agar sistem ketenagalistrikan semakin handal seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik untuk menunjang pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Disamping itu PT PLN (Persero) sebagai perusahaan yang asset sensitive dimana pengelolaan aset memberikan kontribusi yang besar dalam keberhasilan usahanya. Maka dari itu implementasi manajemen aset sangat dibutuhkan. Pengambilan keputusan terhadap aset harus optimal dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti risk, cost, dan performance sehingga aset bisa memberikan manfaat maksimum selama masa pemakaian (Cigre, Technical Brochure 422, 597). Hingga akhir tahun 2014, terdapat 533 Gardu Induk yang beroperasi di Jawa dan Bali. Terdapat dua macam GI yaitu GIS (Gas Insulated Switchgear) yang berjumlah sebanyak 84 unit dan Gardu Induk Konvensional atau yang biasa disebut sebagai AIS (Air Insulated Switchgear) yang berjumlah 449 unit (Perencanaan Sistem Transmisi, 2014). Perbedaannya adalah GIS memakai gas sulfur hexaflouride (SF 6 ) sebagai media insulasi sedangkan AIS menggunakan udara sebagai insulasi.
4 Kemampuan insulasi SF6 yang lebih baik daripada udara menyebabkan GIS dapat dibuat lebih kompak dan praktis, sehingga dapat menggunakan lahan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan AIS. Lokasi penempatan GIS biasanya berada di pusat-pusat beban atau pusat-pusat kota yang memiliki keterbatasan lahan. GIS pertama kali beroperasi di PT PLN (Persero) pada tahun 1985 dan memiliki rata-rata umur operasi 16 tahun (Perencanaan Sistem Transmisi, 2014). GIS yang paling banyak terinstalasi adalah 150 kv dengan 3 fase per kompartemen. Gambar 1.1. Aset GIS milik PT PLN P3B Jawa Bali (Sobarna, dkk (2015)) Gambar 1.2. Kompartemen GIS Berdasarkan hasil wawancara dengan sub bidang perencanaan manajemen aset di P3B Jawa Bali ditemukan kebutuhan mengenai perhitungan untuk mendukung pengambilan keputusan yang digunakan untuk mengoptimalkan resiko-biaya dan performa dalam setiap pengambilan keputusan
5 terhadap aset. Salah satu jenis pengambilan keputusan yang mendapat perhatian penting adalah penentuan pelaksanaan overhaul maintenance (O/H) pada Gas Insulated Swtchgear (GIS). Pada dasarnya GIS dikembangkan dengan konsep less maintenance dan memiliki reliabilitas yang tinggi, tetapi jika GIS mengalami major failure, maka kegiatan perbaikan yang dilakukan akan memakan waktu yang panjang. Salah satu kegiatan maintenance untuk GIS adalah overhaul maintenance, kegiatan maintenance ini merupakan salah satu kegiatan turnaround maintenance yang artinya adalah kegiatan major scheduled maintenance secara periodic meliputi perbaikan, inspeksi suatu plant secara menyeuruh yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Keputusan overhaul maintenance menjadi penting karena kegiatan ini melibatkan anggaran yang besar serta waktu padam yang cukup lama. Tidak seperti AIS, kegagalan fungsi pada AIS akan memerlukan waktu yang sedikit dalam kegiatan maintenance-nya dengan kondisi dimana spare part untuk penggantiannya tersedia. Faktor resiko menjadi salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Resiko dilihat dari dua sudut pandang, yaitu resiko pada level komponen dan resiko pada sistem level. Resiko pada level komponen berarti resiko yang dilihat hanya dari sudut pandang aset itu saja, dalam hal ini resiko sebuah GIS mengalami failure atau gangguan. Sementara resiko pada level sistem yakni resiko yang juga memperhatikan parameter lain di luar aset tersebut. Sebagai contoh resiko kerugian P3B Jawa Bali dalam menyalurkan listrik bila sebuah GIS mengalami gangguan. Resiko pada level komponen didapatkan dari hasil time based assesment yang berasal dari manual book aset GIS dan condition assesment GIS saat ini terkait dengan data gangguan (failure). Sedangkan resiko pada level sistem mempertimbangkan risk cost, energy not served (ENS), dan cost dalam melaksanakan kegiatan overhaul. Kedua analisis ini yang kemudian digunakan untuk mempertimbangkan waktu penjadwalan kegiatan overhaul maintenance yang optimal dilihat dari sisi risk, cost dan performance.
6 Dalam pengelolaan aset-aset yang dimiliki oleh P3B Jawa Bali saat ini, pelaksanaan kegiatan overhaul maintenance belum terjadwal dengan baik dan sering kali melampaui jadwal yang telah ditetapkan di dalam manual book dan hanya mempertimbangkan dari sisi performance-nya saja tidak mempertimbangkan dari sisi biaya dari aset tersebut. Condition assesment sendiri digunakan karena penjadwalan yang telah ditetapkan di manual book memiliki kondisi yang berbeda dengan kondisi yang ada di Indonesia. Ada beberapa kondisi aset tersebut tidak bisa padam karena letaknya yang vital dan penyaluran daya listrik tidak dapat maneuver melalui gardu induk lain. Analisis yang dilakukan menggunakan analisis life cycle cost dengan mempertimbangkan parameter annual cost of ownership. Life Cycle Cost Analysis digunakan sebagai pendukung pengambilan keputusan untuk memilih skenario penjadwalan yang dianggap paling menguntungkan bagi perusahaan. Life cycle cost analysis ini adalah teknik manajemen yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memonitor pembiayaan aset selama umur pakai aset tersebut. Diharapkan penelitian yang dilakukan oleh penulis mampu merancang decision making methods untuk penjadwalan overhaul maintenance dalam jangka waktu yang lama dan efektif dari segi kondisi waktu yang tepat pelaksanaan overhaul maintenance serta efisien dari segi cost. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana merancang perhitungan untuk pengambilan keputusan penjadwalan waktu kegiatan overhaul maintenance yang dianggap paling menguntungkan bagi perusahaan menggunakan analisis life cycle cost dengan parameter risk, cost, dan performane.
7 1.3 Batasan Masalah Asumsi dan batasan masalah yang akan dilakukan pada penelitian ini yakni sebagai berikut. a. Aspek yang diteliti adalah Gas Insulated Switchger yang dikelola oleh P3B Jawa Bali. b. Aset yang diteliti berjumlah 35 karena melihat kelengkapan data yang ada, dengan 33 unit untuk GIS 150 kv dan 2 unit untuk GIS 500 kv. c. Diasumsikan semua aset dapat di maintenance (tidak mempertimbangkan topologi jaringan). d. Overhaul maintenance cost dan routine maintenance cost pada aset GIS 500 kv adalah 3 kali GIS 150 kv e. Analisa perhitungan ENS menggunakan simulasi DIgSilent, dan diasumsikan hasil perhitungan ENS digunakan untuk menghitung risk cost. f. Waktu padam (breakdown time) mengacu pada panduan Teknik Mutu Pelayanan (TMP) milik P3B Jawa Bali. g. Interest rate yang digunakan mengacu pada Bank Indonesia pada bulan Oktober 2015 yaitu 6,25%. h. Reliability dan failure probability dari aset dianggap sama. i. Diasumsikan apabila GIS mengalami kegagalan, maka aset tersebut dianggap breakdown (non maintained system). j. Tarif Dasar Listrik (TDL) yang digunakan adalah Rp. 1.350,00 k. Berdasarkan rekomendasi P3B Jawa Bali, batas bawah reliabilitas untuk GIS adalah 60% 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai di dalam penelitian ini adalah. a. Memilih skenario perencanaan penjadwalan kegiatan overhaul maintenance yang paling menguntungkan bagi perusahaan.
8 b. Merancang perhitungan untuk mendukung pengambilan keputusan pelaksanaan kegiatan overhaul maintenance yang optimal dengan parameter risk, cost, dan performance untuk aset GIS milik P3B Jawa Bali. 1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, di antaranya. a. Sebagai bahan referensi dan masukan bagi P3B Jawa Bali mengenai keputusan yang optimal untuk manajemen aset GIS. b. Sebagai bahan referensi dan rujukan untuk memperkaya khasanah aplikasi ilmu Teknik Industri dalam berbagai bidang, khususnya di bidang energi listrik. c. Sebagai bahan referensi bagi penelitian di masa yang akan datang.