BAB I PENDAHULUAN. orang lain yang bergantung hidup kepadanya. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. masalah Penyelesaian Pembagian Sepertiga Harta Bersama yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dan saling berinteraksi. Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa. adanya atau dengan membentuk sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh pasangan suami istri yang terikat

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisa langsung dipahami oleh semua orang.

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat maupun hukum Islam. Dalam hukum adat, harta bersama. masing-masing pihak baik suami maupun istri adalah merupakan harta

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. dalammenjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini,

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. serta membutuhkan manusia lainnya untuk hidup bersama dan kemudian

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia perkawinan merupakan salah satu hal. yang penting terutama dalam pergaulan hidup masyarakat.

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. tidak memungkinkan lagi untuk mewujudkan perdamaian, maka hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut senada dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 1.

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, untuk jangka waktu yang selama mungkin. 1 Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini berjudul Legalitas Perkawinan Yang Dilangsungkan Diluar

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga pasangan tersebut dipisahkan oleh keadaan dimana salah satunya meninggal dunia. Perkawinan di anggap penyatuan antara dua jiwa yang sebelumnya hidup sendiri-sendiri, begitu gerbang perkawinan sudah dimasuki, masing-masing individu tidak bisa lagi memikirkan diri sendiri akan tetapi harus memikirkan orang lain yang bergantung hidup kepadanya. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan tujuan perkawinan menurut UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan adalah bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban. Ikatan hak dan kewajiban antara para 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam, Cet. 1, (Bandung: Citra Umbara, 2012), hal 2.

pribadi kodrati, menimbulkan hubungan hukum di antara mereka. 2 Perkawinan mempunyai akibat hukum yang tidak hanya terhadap diri pribadi mereka yang melangsungkan pernikahan, tetapi mempunyai akibat hukum terhadap harta suami istri tersebut. Awalnya perkawinan ditujukan untuk selama hidupnya dan dapat memberi kebahagiaan yang kekal bagi pasangan suami istri yang bersangkutan. Tetapi banyak faktor yang memicu keretakan bangunan rumah tangga, sehingga perceraian menjadi jalan terakhir, misalnya salah satu pihak berbuat serong dengan orang lain, terjadi pertengkaran terus menerus antara suami istri, suami/istri mendapat hukuman lima tahun penjara atau lebih berat, dan masih banyak lagi alasan-alasan yang menyebabkan perceraian. Sesuai dengan ketentuan Pasal 39 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa "Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak". 3 Adanya perceraian membawa akibat hukum terputusnya ikatan antara suami istri, di lain pihak berakibat pada hubungan hukum kekeluargaan dan hubungan hukum harta kekayaan. Hubungan hukum kekeluargaan dan hubungan hukum kekayaannya terjalin sedemikian eratnya, sehingga keduanya memang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Hubungan hukum kekeluargaan menentukan 2 Soerjono Soekanto dan Soleman b. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal 239. 3 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam, Cet. 1, (Bandung: Citra Umbara, 2012), hal 13.

hubungan hukum kekayaannya dan hukum harta perkawinan tidak lain merupakan hukum kekayaan keluarga. 4 Menurut hukum adat yang dimaksud dengan harta perkawinan adalah semua harta yang dikuasai suami istri selama mereka terikat dalam ikatan perkawinan, baik harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta warisan, harta hibah, harta penghasilan sendiri, harta pencaharian hasil bersama suami istri, dan barang-barang hadiah. Kesemuanya itu dipengaruhi oleh prinsip kekerabatan yang di anut oleh masyarakat setempat dan bentuk perkawinan yang berlaku terhadap suami istri bersangkutan. 5 Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau istri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh sebelum melakukan akad perkawinan. Suami atau istri yang telah melakukan perkawinan mempunyai harta yang diperoleh selama perkawinan disebut harta bersama. Pada umumnya harta bersama ada, kalau ada kehidupan bersama antara suami dan istri, dan keduanya mempunyai kedudukan yang sama dalam masyarakat. 6 Meskipun harta bersama tersebut hanya suami yang bekerja dengan berbagai usahanya sedangkan istri berada di rumah dengan tidak hal 5. 4 J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Cet. 1, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), 5 H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat Dengan Adat Istiadat Dan Upacara Adatnya, Cet. 6, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal 156. 6 Soerjono Soekanto, Soleman b. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal 250.

mencari nafkah melainkan hanya mengurus rumah tangga. 7 Jadi, seluruh harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan yang sah, dianggap harta bersama suami istri. Tidak dipersoalkan jerih payah siapa yang terbanyak dalam usaha memperoleh harta bersama tersebut. 8 Suami maupun istri mempunyai hak untuk mempergunakan harta bersama yang telah diperolehnya tersebut selagi untuk kepentingan rumah tangganya tentunya dengan persetujuan kedua belah pihak. Dan ini berbeda dengan harta bawaan yang keduanya mempunyai hak untuk mempergunakannya tanpa harus ada persetujuan dari keduanya atau masing-masing berhak menguasainya sepanjang para pihak tidak menentukan lain, sebagaimana UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur harta bersama dalam pasal 35 sampai dengan pasal 37. Untuk masalah harta kekayaan setelah perceraian, diatur di dalam Pasal 37 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi "Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing". 9 Di dalam Penjelasan Pasal 37 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan "hukumnya masing-masing" adalah hukum agama, hukum adat dan hukumhukum lainnya. 7 H.M., Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 130. 8 Ibid, hal 131. 9 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam, Cet. 1, (Bandung: Citra Umbara, 2012), hal 12.

Dalam kitab-kitab fikih, pembahasan tentang harta bersama dalam perkawinan sebagaimana termuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak ditemukan. Meskipun demikian, konsep harta bersama dalam perkawinan tersebut digolongkan ke dalam rumusan syirkah. 10 Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 1 huruf f sudah ditegaskan bahwa harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan berlansung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. Hukum harta bersama sering kali kurang mendapat perhatian yang seksama dari para ahli hukum, terutama para praktisi hukum yang semestinya harus memerhatikan hal ini secara serius, karena masalah harta bersama merupakan masalah yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan suami istri apabila ia telah bercerai. Hal ini mungkin disebabkan karena munculnya harta bersama ini biasanya apabila sudah terjadi perceraian antara suami istri, atau pada saat proses perceraian sedang berlangsung di Pengadilan Agama, sehingga timbul berbagai masalah hukum yang kadang-kadang dalam penyelesaiannya menyimpang dari perundang-undangan yang berlaku. 11 Indonesia merupakan negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia, mayoritas penduduk Indonesia beragamakan Islam sebagai kepercayaan 10 Fahmi Al Amruzi, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan Studi Komparatif Fiqh, KHI, Hukum Adat dan KUHPerdata, Cet. 2, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014), hal. 2. 11 H. Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Cet. 3, (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 103.

yang diyakini dan di anutnya. Besarnya pemeluk agama Islam di Indonesia menimbulkan lahirnya beberapa organisasi dan komunitas ummat Islam, di antaranya yang terbesar di Indonesia ini adalah Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU). Dari observasi awal yang penulis lakukan, dari hasil wawancara penulis dengan pihak organisasi Muhammadiyah di kota Banjarmasin, bertempat di kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Provinsi Kalimantan Selatan yang diwakili oleh bapak Drs. H. Tajuddin, SH, MH, selaku Wakil Ketua Pengurus Muhammadiyah kota Banjarmasin, beliau mengatakan bahwa tentang masalah harta bersama ini dari pihak Muhammadiyah belum mengeluarkan fatwa resmi tentang masalah tersebut. Walaupun dari pihak Muhammadiyah belum mengeluarkan fatwa resmi tentang masalah harta bersama ini, namun dari pengakuan beliau banyak masyarakat yang datang ke kantor pengurus Muhammadiyah ini untuk berkonsultasi tentang masalah ini, dan juga di dalam Tanya jawab Muhammadiyah seputar hukum masalah harta bersama ini sudah pernah dibahas dan diperbincangkan. Beliau menegaskan bahwa Muhammadiyah untuk sementara ini berpegang pada hasil Tanya jawab Muhammadiyah seputar hukum dan peraturan pemerintah yang mengatur masalah harta bersama ini seperti Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang, selama belum ada fatwa resmi mengenai masalah harta bersama tersebut. 12 12 H. Tajuddin, Pensiunan PNS/Wakil Ketua PWM Kal-Sel, Wawancara Pribadi, Kantor PWM Kal-Sel,, Banjarmasin pada hari sabtu tanggal 2 Mei 2015, pada pukul 10.43 Wita.

Sedangkan dari observasi awal yang penulis lakukan dengan pihak organisasi Nahd atul Ulama (NU) kota Banjarmasin, bertempat di gedung Dakwah NU Kalimantan Selatan, yang diwakili oleh bapak Nasrullah, AR, selaku Sekretaris Wilayah NU Kalimantan Selatan, dari wawancara ini beliau mengemukakan bahwa masalah harta bersama ini menjadi salah satu masalah yang di usulkan untuk dibahas dalam Bahsul Masail Mukhtamar NU tingkat Nasional, dikarenakan masalah ini menyangkut hukum dan syari ah serta masalah Nasional, ini dibuktikan dengan adanya peraturan pemerintah yang mengatur masalah tersebut, juga ditinjau dari situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari khususnya masyarakat Kalimantan Selatan yang notabene dalam kehidupan rumah tangga bukan hanya suami yang bekerja mencari nafkah, tetapi istri juga turut bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan dan stabilitas ekonomi rumah tangga. Beliau juga mengatakan dalam memutuskan masalah harta bersama ini pihak NU berijtihad dengan berpegang kepada Al-Qur an, Hadits, Ijma, Qiyas dan metode isthinbath hukum lain untuk menunjang dalam memutuskan masalah harta bersama ini. 13 Dari hasil observasi awal dengan pihak Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) yang penulis paparkan, dapat kita simpulkan bahwa dari pihak Muhammadiyah dan NU belum ada fatwa resmi mengenai masalah harta bersama ini, adanya masyarakat yang berkonsultasi mengenai masalah ini 13 Nasrullah, AR, Sekretaris Wilayah NU Kal-sel, Wawancara Pribadi, Gedung Dakwah NU Kal-Sel, Banjarmasin pada hari sabtu tanggal 2 Mei 2015, pada pukul 12.18 Wita.

kepada pihak Muhammadiyah dan NU, serta adanya perbedaan dasar hukum yang digunakan dalam memutuskan masalah ini. Dari beberapa masalah dan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti masalah harta bersama yang lebih mendalam, baik dari segi pendapat ulama Muhammadiyah dan ulama Nahd atul Ulama (NU) di Kota Banjarmasin. Dari penelitian yang diperoleh tersebut, maka hasilnya kemudian dituangkan dalam sebuah karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul Harta Bersama Menurut Pendapat Ulama Muhammadiyah Dan Nahd atul Ulama (NU) Di Kota Banjarmasin. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pendapat Ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di Kota Banjarmasin tentang harta bersama? 2. Bagaimana persamaan dan perbedaan pendapat Ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di Kota Banjarmasin tentang harta bersama? C. Tujuan Penelitian Berpijak dari latar belakang masalah dan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pendapat Ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di Kota Banjarmasin tentang harta bersama. 2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pendapat Ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di Kota Banjarmasin tentang harta bersama. D. Signifikansi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk : 1. Kepentingan studi ilmiah atau sebagai terapan disiplin ilmu kesyariahan. 2. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya tentang masalah ini maupun dari sudut pandang yang berbeda. 3. Sebagai bahan rujukan maupun bahan acuan bagi penelitian lain yang ingin meneliti masalah ini dari aspek yang lain dan bahan referensi bagi kalangan civitas akademika. 4. Menambah khazanah kepustakaan bagi IAIN Antasari Banjarmasin dan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam khususnya. E. Defenisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan interpretasi terhadap beberapa istilah yang dipakai dalam penelitian ini, maka penulis memberikan batasan istilah sebagai berikut :

1. Harta bersama adalah harta yang diperoleh suami-istri secara bersama di dalam perkawinan 14. Maksudnya harta bersama disini tidak dipersoalkan jerih payah siapa yang terbanyak dalam usaha memperoleh harta bersama tersebut suami maupun istri, selama harta tersebut diperoleh dalam masa perkawinan. 2. Ulama adalah orang ahli di dalam pengetahuan agama Islam, 15 dan ulama juga orang yang berkewajiban melayani masyarakat dengan seperangkat pendidikan agama yang konkrit, karena dipandang lebih menguasai dalam hal agama Islam. 16 Ulama yang penulis maksud disini adalah 3 orang ulama Muhammadiyah dan 3 orang ulama Nahd atul Ulama (NU) di kota Banjarmasin. 3. Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orangorang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. 17 Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 14 Sudarsono, Kamus Hukum, Cet. 1, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), hal. 160. 15 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. 3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal. 1239. 16 Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Social, terjemahan Umar Basallim dan Andy Muarlysunrawa, (Jakarta: P3M (Perhimpunan Perkembangan Pesantren dan Masyarakat, 1987), hal. 184. 17 http://www.muhammadiyah.or.id/content-44-det-tentang-muhammadiyah.html, di akses pada tanggal 4 Mei 2015, pada pukul 12.28 wita.

Zulhijah 1330 H. bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M. di Yogyakarta. 18 4. Nahd atul Ulama (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. 19 F. Kajian Pustaka Buku-buku atau bahan hukum yang meneliti masalah Harta Bersama pada umumnya, masih relatif langka. Namun dari penjajakan awal, terdapat beberapa bahan pustaka yang relepan sebagai bahan rujukan judul ini, di antaranya : 1. Skripsi Fakultas Syari ah, Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah (AS) IAIN Antasari Banjarmasin, 2000. Tentang Harta Bersama Ditinjau Dari Hukum Perdata, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam oleh M. Noor Mahdi. Skripsi ini bersifat studi literatur yang meneliti masalah mengenai harta bersama yang ditinjau dari Hukum Perdata, UU No. 1 tahun 1974 dan Hukum Islam, dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dalam meneliti literature-literatur yang mengulas masalah harta bersama, sehingga menghasilkan persamaan dan perbedaan pengaturan harta bersama 103. 18 H. M. Yusran Asmuni, Aliran Modern Dalam Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1982), hal. 19 http://id.wikipedia.org/wiki/nahdlatul_%27ulama, di akses pada tanggal 4 Mei 2015, pada pukul 12.36 wita.

yang ditinjau dari Hukum Perdata, UU No. 1 tahun 1974 dan Hukum Islam. Sedangkan pada penelitian ini, penulis meneliti masalah harta bersama yang terkonsentrasi dalam menggali dan membandingkan pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di Kota Banjarmasin. 2. Tesis Program Pascasarjana, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, 2010. Tentang Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian Menurut Hukum Adat Jawa Di Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal oleh Suwatno. Tesis ini meneliti suatu kasus mengenai pembagian harta bersama akibat perceraian yang terkonsentrasi pada fakta yang terjadi dalam hukum adat Jawa di kecamatan Tarub kabupaten Tegal, dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dalam meneliti kasus tersebut, yang menghasilkan fakta bahwa pembagian harta bersama akibat perceraian di kecamatan Tarub kabupaten Tegal saat ini sudah cukup baik dalam pelaksanaannya, walau ada beberapa faktor kecil yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pembagian harta bersama tersebut. Sedangkan pada penelitian ini, penulis meneliti masalah harta bersama yang terkonsentrasi dalam menggali dan membandingkan pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di Kota Banjarmasin. 3. Tesis Program Pascasarjana, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, 2009. Tentang Pelaksanaan

Pembagian Harta Bersama (Gono Gini) Dalam Praktek Di Pengadilan Agama Bandar Lampung Lampung oleh Elti Yunani. Tesis ini juga meneliti suatu kasus mengenai pelaksanaan pembagian harta bersama namun terkonsentrasi pada fakta yang terjadi dalam praktek di Pengadilan Agama Bandar Lampung Lampung, dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dalam meneliti kasus tersebut, yang menghasilkan fakta bahwa pembagian harta bersama yang terjadi dalam praktek di Pengadilan Agama Bandar Lampung dilakukan atas dasar UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sedangkan pada penelitian ini, penulis meneliti masalah harta bersama yang terkonsentrasi dalam menggali dan membandingkan pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di Kota Banjarmasin. G. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, defenisi operasional, kajian pustaka, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, terdiri dari: pengertian harta bersama, dasar hukum harta bersama, macam-macam harta bersama, terbentuknya harta bersama, dan pembagian harta bersama.

Bab III Metode Penelitian, terdiri dari: jenis, sifat, dan lokasi penelitian, subjek dan objek penelitian, data dan sumber data, tekhnik pengumpulan data, tekhnik pengolahan dan analisis data, dan prosedur penelitian. Bab IV Hasil Penelitian Dan Analisis, terdiri dari: gambaran singkat Muhammadiyah, gambaran singkat Nahd atul Ulama (NU), pendapat ulama Muhammadiyah di kota Banjarmasin tentang harta bersama, pendapat ulama Nahd atul Ulama (NU) di kota Banjarmasin tentang harta bersama, persamaan dan perbedaan pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota Banjarmasin tentang harta bersama, dan analisis masalah. Bab V Penutup, terdiri dari simpulan dan saran.