BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

Orang Ujung Gading. Etnografi. Nuriza Dora 1)

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 09 TAHUN 2003 TENTANG PELANGGARAN HUBUNGAN SUAMI ISTRI DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

PERATURAN NAGARI BATU TABA. Kecamatan Batipuah Selatan Kabupaten Tanah Datar T E N T A N G PUNGUTAN RETRIBUSI NAGARI TAHUN 2013

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN. Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah"(QS. az-zariyat : 49).

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

IMPLIKATUR PASAMBAHAN DALAM BATAGAK GALA DI KANAGARIAN PAUH V SKRIPSI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. Oleh karena itu, pengertian perkawinan

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

BAB IV ANALISIS MASALAH. A. Analisis Fungsi Manifes Terhadap Pengaruh Weton dalam Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

TRADISI MANGAKU INDUAK DAN MANIMBANG SALAH DALAM PERKAWINAN DI NAGARI TARATAK BARU KECAMATAN TANJUNG GADANG KABUPATEN SIJUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

Oleh : TIM DOSEN SPAI

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PERKAWINAN DAN PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KEC. PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu


NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

P U T U S A N. Nomor : 033/Pdt.G/2012/PA.DGL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II GAMBARAN UMUM DESA MUARA JALAI

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

Transkripsi:

61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan perkawinan menurut adat Minangkabau ini umumnya tediri dari beberapa prosesi upacara adat yang harus dilakukan hingga perkawinan tersebut sah menurut ketentuan adat. Meskipun nanti pada pelaksanaanya, perkawinan pada masyarakat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru ini telah lebih dahulu sah secara agama dan undang-undang, namun bukan berarti menurut adat juga telah sah. Perkawinan sebagai suatu peristiwa yang sangat penting dalam perjalanan hidup, sehingga tidak heran jika adat upacara perkawinan merupakan salah satu perhelatan adat yang sangat penting dan tidak luput dari ketentuan-ketentuan adat dalam nagari. Berdasarkan keterangan dari informan yang peneliti wawancarai dan dokumen profil Nagari Koto Baru, pelaksanaan perkawinan dimasyarakat adat Minangkabau Kenagarian Koto Baru, Kecamatan. Koto Baru, terdiri dari beberapa tahap yaitu: 1. Batando (Bertunangan) Batando Ini terbagi lagi ke dalam 2 proses, yaitu Batando Ketek (kecil) dan Batando Gadang (besar). Batando ketek ialah pertemuan keluarga dekat yang didampingi dengan saudara ayah

62 yang perempuan (induak bako) dan kaum ibu yang telah jadi pesuruh ninik mamak. Pada prosesi batando ketek hanya pihak ibu-ibu dan keluaraga dekat saja yang mengetahui serta mengatur pelaksanaan batando ketek ini. Batando ketek ini biasanya di tandai dengan memberikan kain panjang (jarik), atau bisa juga dalam bentuk pemberian lainnya dari pihak laki-laki ke pada pihak perempuan, artinya mereka telah terikat sebagai calon suami-istri dan telah disetujui ke dua orang tua mereka. Tahap kedua yaitu, batando gadang sebagaimana dengan sistem pemakain adat Nagari Koto Baru yaitu, bajanjang naik, batanggo turun maka sebelum batando gadang dilakukan, kaum ibu para pesuruh ninik mamak terlebih dahulu akan menyampaikan kepada Tungganai sukunya akan hal tersebut, dari Tungganai inilah nantinya dihubungkan kepada niniak mamak bahwa kemenakannya akan segera menikah dan telah batando ketek, untuk selanjutnya ingin melakukan proses batando gadang, dalam proses ini ninik mamaklah yang bertanggung jawab penuh. Dalam batando gadang inilah nantinya para ninik mamak kedua belah pihak bermusyawarah mengenai hal perkawinan kemenakannya di rumah pihak laki-laki, ninik mamak kedua belah pihak akan berdiskusi dan kembali memastikan bahwa kedua calon

63 tersebut bukanlah orang yang dilarang menikah menurut ketentuan Islam serta menurut ketentuan adat (bukan satu suku). Batando gadang ini oleh ninik mamak juga akan memutuskan hari akad nikah serta hari baralek atau pesta perkawinannya. Setelah tercapai kesepakatan dilanjutkan dengan makan bersama dan diakhiri dengan memberikan kain adat yang dimasukan ke dalam Sibintang (tempat pemberian khas Minangkabau) dari pihak laki-laki sebagai tanda bahwa mereka telah batando gadang. 2. Akad nikah Akad nikah di Kenagarian Koto Baru oleh masyarakat, ada yang dilakukan di KUA dan ada juga yang dilangsungkan di tempat lain yang telah disepakati oleh calon suami-istri itu. Pelaksanaan akad nikah ini oleh masyarakat Minangkabau khususnya di Kenagarian Koto Baru ini dilaksanakan sebagaimana dalam ajaran agama Islam dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang akad nikah. 3. Acara Baralek atau Pesta Perkawinan Acara baralek ini tidak wajib dilakukan jika memang keadaan para pihak tidak memungkinkan, mengingat dalam acara ini akan memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya. Hal ini diserahkan kepada pihak keluarga masing-masing. Acara baralek di Minangkabau akan diikuti dengan acara arakarakkan dengan iringan musik tradisional Minangkabau, seperti

64 canang, talempong, gendang dan lain sebagainya yang akan memeriahkan arak-arakan tersebut. Calon mempelai diarak bersama oleh para kerabat sukunya dan induak bako(saudara perempuan ayah) proses ini disebut dengan babako-babaki. Proses yang sangat penting dalam acara baralek ini adalah Timbang Tarimo (menimbang dan menerima), proses ini dihadiri oleh para ninik mamak kedua belah pihak yang sebelumnya telah menunggu di dalam rumah mempelai perempuan. Perkawinan yang dilakukan tanpa acara baralek, maka biasanya Timbang Tarimo dilakukan setelah akad nikah selesai. Seperti keterangan yang diperoleh dari para Jamalus urang cadiak pandai, Timbang Tarimo adalah proses adat yang wajib dilakukan oleh setiap orang Minangkabau yang melangsungkan perkawinan dengan kata lain timbang terima ini adalah proses mengesahkan perkawinan tersebut di dalam adat. Timbang terima ini artinya penyerahan mempelai laki-laki secara adat kepada pihak perempuan untuk selanjutnya tinggal bersama keluarga perempuan. Di mana dalam penyerahan itu ninik mamak menyerahkan kemenakan laki-lakinya yang sebelum menikah menjadi tanggung jawab mereka, setelah menikah menjadi tanggung jawab ninik mamak perempuan, sehingga jika pada suatu hari ada permasalahan yang timbul, maka yang berhak ikut campur

65 adalah ninik mamak perempuan. Ninik mamak laki-laki hanya dapat ikut campur apabila diminta oleh ninik mamak perempuan. Setelah timbang terima dilakukan berarti pihak laki-laki telah diterima menjadi anggota rumah gadang istrinya sebagai urang sumando (semenda) dan telah dapat tinggal bersama satu rumah di rumah keluarga perempuan. Ketentuan pelaksanaan perkawinan menurut adat di kenagarian Koto Baru ini diturut dan dijaga oleh masyarakatnya agar adat itu tetap bertahan dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Pelaksanaan perkawinan ini pada daerah Minangkabau lainnya bisa saja berbeda seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Dalam adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru ini juga terdapat syarat untuk melangsungkan perkawinan. Syarat dalam adat ini sebagian besar sama dengan apa yang ditentukan dalam agama Islam, namun dalam adat Minangkabau ada tambahan lainnya, yaitu dilarang menikah satu suku atau juga dikenal dengan sistem perkawinan eksogami. Perkawinan satu suku di Minangkabau sangat dilarang, karena menurut pemahaman masyarakat Minangkabau, menikah satu suku sama saja menikahi saudara sendiri. Dalam pandangan adat Minangkabau satu suku itu artinya satu rumpun keluarga yang telah berkembang menjadi banyak kepala keluarga. Jika ada anggota yang tetap memaksa untuk menikahi anggota sukunya maka akan menerima sanksi adat, khusus di Nagari Koto Baru sanksi adatnya adalah

66 dibuang dari Nagari dan dikeluarkan dari suku tersebut artinya, ia tidak lagi satu klan dengan ibu serta kerabat lainnya dan kedudukannya dalam adat sudah dihapuskan. Namun, jika pasangan tersebut tetap ingin tinggal dan dimaafkan atas kesalahannya dalam nagari itu, maka ia harus pergi dari Nagari itu selama 3 tahun dan harus membayar denda, yaitu dengan menyembelih Kerbau Putih, namun denda berupa Kerbau putih inilah yang sangat sulit dipenuhi karna untuk mendapatkan kerbau putih ini tidak mudah dan jika pun ada harganya terbilang sangat tinggi. Perkawinan satu suku ini juga akan merusak nama baik dari sukunya itu dan menurut kepercayaan masyarakat setempat, seorang yang dengan sengaja menikahi anggota sukunya, maka akan mengalami permasalahan/kesialan dalam kehidupan rumah tangganya di masa yang akan datang. Perkawinan satu suku ini tidak hanya berdampak pada suku itu sendiri melainkan juga pada seluruh ninik mamak dan pemangku adat yang ada dalam Nagari itu. B. Kesesuaian Hukum Perkawinan Menurut Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat dengan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia dan Hukum Islam. Hukum perkawinan yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau tepatnya di Kenagarian Koto Baru ini adalah hukum menurut adat Minangkabau salingka nagari, pemuka adat bersama masyarakat setempat mempertahankan dan taat pada hukum adat yang telah berlangsung sejak dahulu itu sampai pada masa sekarang ini, bahkan telah ada sebelum

67 pengaruh Islam masuk dan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan dibuat. Masuknya pengaruh Islam ke tanah Minangkabau pada waktu itu diterima baik oleh masyarakat karena ajaran Islam ini oleh para tetua adat serta masyarakat dirasa memiliki banyak kesamaan pada pokok-pokok ketentuan adat mereka. Jika dilihat lagi secara mendalam mengenai ajaran adat Minangkabau yang ketentuan-ketentuannya bersumber pada alam sebelum Islam itu masuk ke Minangkabau, nenek moyang orang Minangkabau sebenarnya telah mendasarkan ajaran adatnya kepada maksud-maksud dari ayat-ayat Al Qur an yang tergambar pada alam semesta ini. Atas rahmat Allah nenek moyang orang Minangkabau mampu membaca ayat-ayat, ketentuan-ketentuan, pada alam dan dijadikan guru untuk mengatur masyarakatnya. 43 Sebagaimana Allah berfirman: sesungguhnya kejadian bumi dan langit dan pergantian siang dan malam merupakan ayat-ayat yang harus dipelajari oleh manusia yang berakal (Ali Imran 190). Dan Allah mengahamparkan permukaan bumi dan dijadikan padanya tumbuh-tumbuhan dan sungai-sungai, dan bermacam-macam buahbuahan, dan Dia jadikan siang dan malam, sesungguhnya pada yang demikian adalah ayat-ayat bagi kaum berfikir (Arra du 3). Kenyataannya setelah agama Islam masuk dan dianut oleh masyarakat Minangkabau, apa yang dikatakan Allah dalam ayat-ayat Al Qur an 43 Idrus Hakimy, 1994, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak Di Minangkabau, Bandung, Remaja Rosdakarya, hlm.16.

68 sebelum masuk ke tanah Minangkabau, perilaku serta nilai kehidupan yang tumbuh dalam masyarakat itu telah merujuk dan mendasarkan ajarannya kepada apa-apa yang telah dianjurkan Allah. 44 Maka masuknya Islam di Minangkabau bukanlah menghancurkan adat yang sudah ada sejak lama itu. Melainkan masuknya Islam ini adalah sebagai penyempurna dari adat Minangkabau itu sendiri. Sebagaimana juga dikatakan dalam pepatah adat Minangkabau, yaitu: adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat mamakai (Adat bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah, Syarak mengatakan adat memakai). Begitu juga dalam hal perkawinan, jika sebelum Islam masuk perkawinan di Minangkabau dilakukan serta dikatakan sah hanya menurut ketentuan adat saja. Namun setelah Islam masuk maka pelaksanaan perkawinan di Minangkabau disempurnakan dengan ketentuan wajib hukumnya, seperti bersyahada, ijab qobul, serta mahar, dan ketentuan rukun serta syarat yang wajib dipenuhi untuk melakukan perkawinan sebagaimana yang telah diatur dalam Islam. Adanya ketentuan yang demikian itu tidak begitu saja menggantikan adat perkawinan yang sudah berlangsung serta aturan sosial dalam perkawinan, seperti acara baralek atau pesta perkawinan yang dilakukan menurut adat Minangkabau khususnya di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Aturan 44 Ibid., hlm. 21.

69 adat tetap berjalan bersamaan dengan aturan agama karena pada dasarnya aturan adat tidak ada yang bertentangan dengan ketentuan dari ajaran Islam. Perkawinan di Minangkabau setelah adanya Undang-Undang Perkawinan, yaitu Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan perundang-undangan lain yang terkait. Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan, Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya berdasarakan Pasal 2 ayat (1) undang-undang ini menyatakan, perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaanya itu, dan pada Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan ini sudah di lakukan, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan akad nikahnya, baik itu yang dilakukan di KUA ataupun yang mendatangkan Pegawai KUA ke tempat akad nikah akan di langsungkan dan untuk di Kenagarian Koto Baru ini ucapan ijab qobulnya telah menggunakan bahasa Indonesia. Sehingga setalah proses ijab qobul selesai perkawina tersebut telah sah menurut agama dan menurut negara telah dicatatkan sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

70 Perkawinan di Minangkabau yang menggunakan ketentuan syara (Agama) dan adat, masyarakat Minangkabau mempunyai syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak yang melakukan perkawinan, di antaranya: 45 1. Kedua calon mempelai harus beragam Islam, 2. Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali persukuan itu berasal dari nagari lain. 3. Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga kedua belah pihak. 4. Calon suami harus sudah mempunyai sumber pengahsilan untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya. Dari syarat perkawinan menurut adat Minangakabu sebagaimana yang tercantum di atas tidak terdapat pertentangan dengan syarat perkawinan menurut Undang Undang Perkawinan yang terdapat pada Pasal 6 s/d 12 Undang Undang Perkawina. Namun pada syarat perkawinan menurut adat Minangkabau ini tidak ada ketentuan batas minimal umur untuk calon mempelai agar dapat melangsungkan perkawinan sebagaimana yang terdapat pada Pasal 7 Undang-Undang Perkawinan. Pada adat Minangkabau yang berlaku di Nagari Koto Baru ini untuk ketentuan umur tidak ada ketentuan yang jelas agar seorang dapat melangsungkan perkawinan, di Minangkabau secara hukum adatnya 45 Yuri Ananda Putri, http://www.academia.edu/1121681/pernikahan_addat_di_minangkabau, Pada 29 Agustus 2017.

71 seorang dapat melangsungkan perkawinan apabila calon mempelai, bagi calon suami ialah: sudah harus baliq, telah ada sumber penghasilan guna menanggung beban hidup keluarganya nanti dan telah dapat hidup mandiri. Sedangkan bagi calon istri dapat melangsungkan perkawinan apabila telah baliq yang ditandai dengan sudah mengalami menstruasi dan telah dapat hidup mandiri. Maka apabila kedua belah pihak dapat memenuhi syarat perkawinan menurut adat ini kedua belah pihak tersebut dapat melangsungkan perkawinan, meskipun belum memenuhi ketentuan pada Pasal 7 Undang-Undang Perkawinan. Namun pada masa sekarang dan setelah adanya Undang-Undang Perkawinan mengenai batas minimal umur ini disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Perkawinan agar perkawinan tersebut dapat dicatatkan dan sah secara hukum Nasional. Dengan demikian jika terjadi perkawinan oleh calon mempelai yang tidak memenuhi ketentuan umur menurut Undang-Undang Perkawinan, calon mempelai harus meminta Dispensasi Perkawinan di Pengadilan Agama agar perkawinan tersebut dapat dicatatkan dah sah secara hukum Nasional (Pasal 7 Undang-Undang Perkawinan). Melihat pada pelaksanaan perkawinan di masyarakat Minangkabau Nagari Koto Baru ini telah dilakukan menurut perundang-undangan yang berlaku dan menurut kepada hukum agamanya yaitu, agama Islam. Serta syarat dan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan tentang perkawinan ini pun telah dipenuhi oleh masyarakat di Kenagarian Koto Baru ini. Sama halnya dengan masuknya Islam di Minangkabau,

72 berlakunya Undang-Undang Perkawinan ini tidaklah sama sekali membatasi dan bertentangan dengan adat yang sudah ada. Sehingga masyarakat dengan mudah mengikuti segala aturan yang tertuang dalam undang-undang tersebut. Dalam pelaksanaan perkawinannya sebagaimana yang juga dituturkan oleh informan yang peneliti wawancara yaitu, Bapak Iskandar Rizal selaku pimpinan, bapak Hendryanto S.Hi sebagai Sekretaris Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Koto Baru dan Asril Datuak Sinaro Kuniang merupakan Datuk/Penghulu dalam suku Piliang, dari keterangan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa perkawinan di Minangkabau ini dilakukan berdasarkan pada adat Minangkabau yaitu dengan adanya acara baralek (timbang tarimo), bersamaan dengan ketentuan yang ada dalam Islam yaitu dengan memenuhi rukun dan syarat perkawinan sebagaimana ketentuan Islam yang telah di tuangkan pada Pasal 14 s/d 44 KHI, serta memenuhi segala syarat dan ketentuan perkawinan menurut perundang-undang yang berlaku sehingga suatu perkawinan dapat dicatatkan dan sah menurut Hukum Nasinal (Pasal 2 ayat (2) undang-undang Perkawinan). Berdasarkan penuturan beberapa informan dan pengamatan peneliti, perkawinan dalam masyarakat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan agama Islam. Dalam proses pelaksanaanya tidak ada terjadi hal-hal yang bertentangan baik itu dengan agama Islam maupun undang-undang yang terkait.