Mulyo Wiharto Axiology Keilmuan AXIOLOGY KEILMUAN. Oleh: Mulyo Wiharto Dosen Fisioterapi UIEU

dokumen-dokumen yang mirip
Pengertian Etika. Nur Hidayat TIP FTP UB 2/18/2012

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis

ONTOLOGY KEILMUAN. Oleh: Mulyo Wiharto Dosen Fisioterapi UIEU

BAB I Tinjauan Umum Etika

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

Mulyo Wiharto Etika ETIKA. Oleh: Mulyo Wiharto Dosen FIKES Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta

TUGAS UTS DASAR DASAR LOGIKA PENGERTIAN PENGERTIAN FILSAFAT, LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA DAN FILSAFAT ILMU

METODE PENELITIAN PENDIDIKAN (KUALITATIF DESKRIPSI)

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

HAKIKAT DAN MAKNA NILAI

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM

PreSeNtasi MakaLaH FiLsaFat Ilmu dengan TeMa

URGENSI FILSAFAT PENELITIAN TINDAKAN KELAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BELAJAR SISWA. Dr. Y. Suyitno MPd Dosen Filsafat Pendidikan UPI

PERKEMBANGAN ETIKA PROFESI

BAB I PENDAHULUAN. memberikan hiburan atau kesenangan juga sebagai penanaman nilai edukatif.

Minggu ke. Media Tugas Referensi

Modul ke: Teori Etika. Teori etika Etika deskriptif Etika normatif. Fakultas Psikologi. Amy Mardhatillah. Program Studi Psikologi

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA. Henry Anggoro Djohan

ETIKA PROFESI Mia Fitriawati, M.Kom.

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

MUKADIMAH. Untuk mewujudkan keluhuran profesi dosen maka diperlukan suatu pedoman yang berupa Kode Etik Dosen seperti dirumuskan berikut ini.

Pertemuan 1 NISBAH (RELASI DAN RELEVANSI) ANTARA ILMU FILSAFAT DAN AGAMA

Etika dan Filsafat. Komunikasi

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Nomor : 61/KEP/UDN-01/VI/2007. tentang KODE ETIK DOSEN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains.

EPISTOMOLOGI, ONTOLOGI, AKSIOLOGI, PENGETAHUAN SAINS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan

PENTINGNYA ETIKA PROFESI

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PENGERTIAN DAN NILAI ETIKA

Tinjauan Umum Etika Profesi

Pancasila. Pancasila sebagai sistem etika. Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Pengetahuan dan Kebenaran

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

BE ETHICAL AT WORK. Part 9

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke:

KODE ETIK DOSEN MUKADIMAH BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PENDAHULUAN KIMIA TEKNIK. Ramadoni Syahputra

TUGAS SOFTSKILL PENGERTIAN ETIKA DAN PROFESIONALISME DALAM BIDANG IT

Inisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA

Ilmu, Gerak Maju Kebenaran *

KEBENARAN ILMU, FILSAFAT DAN AGAMA

Filsafat IPA Scientific Attitude

EPISTIMOLOGI, ONTOLOGI, DAN AKSIOLOGI PENGETAHUAN FILSAFAT

Pengertian etika = moralitas

KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA

Pendahuluan BAB I. A. Pengertian

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

Pancasila. Pancasila sebagai sistem Etika (etika, aliran etika dan etika Pancasila) Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH. Modul ke:

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

FILSAFAT ILMU. Drs. Dede Kosasih, M.Si.

PANCASILA Sebagai Etika Politik

Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu

BIOLOGI BAB I HAKEKAT BIOLOGI SEBAGAI ILMU

Nilai, Norma dan Moral. Oleh Rendy Sueztra Canaldhy, S.IP., MPA

ETIKA POLITIK BERDASARKAN PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pendidikan inilah manusia dapat dibina untuk hidup sesuai dengan harkat dan

FILSAFAT ADMINISTRASI

ETIKA DI DALAM MASYARAKAT

PENGERTIAN ETIKA ETIKA,

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

PRAGMATISME (1) Pragmatisme:

Persaingan yang dihadapi oleh setiap pelaku bisnis saat ini sangat ketat. karena banyaknya perusahaan pesaing yang hadir di pasar baik itu perusahaan

Pertemuan ke-1 IBD sebagai bagian dari MKDU:

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan esensi dari sebuah pendidikan. Pendidikan

ATURAN, ETIKA AKADEMIK, TUGAS DAN KEWAJIBAN DOSEN PEMBIMBING, KETUA SIDANG DAN PENGUJI DALAM PENYELESAIAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR

Modul ke: ETIK UMB. AFIYATI SSi., MT. Fakultas FAKULTAS ILMU KOMPUTER. Program Studi TEKNIK INFORMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi

1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN

Radio Aktivitas dan Reaksi Inti

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

ETIKA BISNIS FAKULTAS HUKUM UPN JATIM. 10 Maret 2011 By. Fauzul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

ETIKA BISNIS DAN PROFESI PPAK

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AXIOLOGI ADMINISTRASI PENDIDIKAN Oleh: Pipin Piniman (Program Pasca Sarjana Universitas Galuh)

ETIKA DAN MORAL DALAM ILMU PENGETAHUAN

KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

01ILMU ETIKA PROFESI. Etika dan Etiket dalam Humas. Frenia KOMUNIKASI.

PENGERTIAN ETIKA PROFESI

Pemahaman Etika Secara Umum

MAKALAH AGAMA DAN ETIKA ISLAM IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM

ETIK UMB ETIKET PERGAULAN. NANDANG SOLIHIN, M.Pd. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan pembinaan merupakan kesatuan utuh yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pancasila sebagai Sistem Etika-1

BAB I PENDAHULUAN. ini. Akan tetapi, perkembangan teknologi dan industri yang menghasilkan budaya teknokrasi

Transkripsi:

AXIOLOGY KEILMUAN Oleh: Mulyo Wiharto Dosen Fisioterapi UIEU mulyo.wiharto@indonusa.ac.id ABSTRAK Setiap ilmu pengetahuan memiliki aspek ontology, epistemology dan axiology. Ontology berbicara tentang apa yang dipelajari atau hakekat segala sesuatu yang ingin diketahui dan epistemology membicarakan tentang bagaimana mempelajarinya atau cara mendapatkan pengetahuan tersebut. Ontology dan epistemology ilmu pengetahuan alam bersifat bebas nilai, sedangkan axiology nya berkaitan dengan nilai-nilai. Ontology, epistemology dan axiology ilmu pengetahuan sosial semuanya tidak bebas nilai atau senantiasa berkaitan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Nilai yang berlaku di masyarakat ada yang bernilai intrinsik dan ada pula yang bernilai instrumental. Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dipelajari dalam etika, suatu cabang axiology yang mempelajari tentang baik dan buruk atau kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia. Nilainilai tersebut terdiri atas adat istiadat, kebiasaan, moral, akhlak, perasaan, kesusilaan, kebaikan dan nilai-nilai etika pada umumnya. Manusia akan menerima akibat yang tidak menyenangkan bila tidak memahami dan mengamalkan axiology keilmuan dengan benar. Pengeboman di Hirosima dan Nagasaki serta penerapan new morality di Swedia adalah salah satu contoh bila pemanfaatan ilmu pengetahuan tidak mengindahkan nilai-nilai yang berlaku. Itulah sebabnya seorang Albert Einstein pernah mengatakan: Sciences without religion is blind and religion without sciences is lame Kata kunci: axiology, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial Pendahuluan Ilmu pengetahuan terdiri dari ilmu pengetahuan alam (natural sciences) dan ilmu pengetahuan sosial (socal sciences). Ontology adalah ilmu yang mempelajari hakekat sesuatu atau sifat terdalam dari sesuatu, epistemology adalah ilmu yang mempelajari cara mendapatkan ilmu atau metoda mendapatkan pengetahuan yang abash, sedangkan axiology adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai atau pemanfaatan ilmu pengetahuan terkait dengan nilai-nilai. Ontology berbicara tentang apa yang dipelajari atau hakekat segala sesuatu yang ingin diketahui dan epistemology membicarakan tentang bagaimana mempelajarinya atau cara mendapatkan pengetahuan tersebut. Setelah hakekat segala sesuatu yang sedang dipelajari telah diketahui dan tahu pula cara mendapatkannya, seseorang akan mempunyai pengetahuan yang ilmiah, pengetahuan yang bersifat rasional sekaligus bersifat empiris. Pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang lebih lanjut tentu akan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik untuk keperluan pribadi, masyarakat maupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan, masing-masing bidang ilmu pengetahuan memiliki axiology sendiri-sendiri. Axiology ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Dalam ilmu pengetahuan alam, apa yang dipelajari dan bagaimana mempelajarinya bersifat apa adanya atau bebas nilai, namun untuk ilmu pengetahuan sosial tidaklah demikian. Apa yang dipelajari dan bagaimana mempelajari ilmu pengetahuan sosial selalu FORUM ILMIAH INDONUSA VOL 3 NO 2 MEI 2006 1

terkait dengan nilai-nilai, artinya aspek ontology dan epistemology ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial tidaklah sama. Apa yang dipelajari dan bagaimana mempelajari kedua bidang ilmu pengetahuan tidaklah sama, namun pemanfaatan keduanya memiliki kesamaan. Pemanfaatan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial harus mempertimbang nilai-nilai yang berlalu di masyarakat. Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dapat diselidiki melalui axiology. Axiology adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tentang hakekat nilai atau mempelajari kegunaan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Hakekat Nilai Sebelum membahas mengenai pemanfaatan kedua ilmu pengetahuan tersebut di atas, terlebih dahulu perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan nilai-nilai. Nilai dapat dipahami dengan beberapa pendekatan,yakni pendekatan subyektivisme dan obyektivisme. Menurut pendekatan subyektivisme, nilai adalah reaksi yang diberikan oleh seseorang dan keberadaannya tergantung pengalaman. Pendekatan obyektivisme terdiri dari obyektivisme logis dan obyektivisme metafisik. Nilai menurut pendekatan obyektivisme logis adalah kenyataan berbentuk esensi logis yang dapat diketahui melalui akal dan tidak terdapat dalam ruang dan waktu, sedangkan menurut pendekatan obyektivisme metafisik, nilai adalah unsurunsur obyektif yang menyusun kenyataan. Kedua pendekatan di atas diperkuat oleh pendapat beberapa ahli. Menurut R.B. Perry, nilai adalah obyek kepentingan, maka sesuatu dikatakan bernilai bagi seseorang jika orang tersebut memiliki kepentingan terhadapnya. Penilaian berhubungan dengan sikap, perasaan dan keinginan. Menurut John Dewey, nilai berkaitan dengan perbuatan memberi penilaian, sedangkan G.E. More mengartikan nilai sebagai kualitas empiris. Pemberian nilai menyangkut perasaan, keinginan dan tindakan akal untuk melakukan generalisasi ilmiah sebagai sarana mencapai tujuan. Pengertian ini meninjau nilai dari segi pragmatis, yakni kata kerja atau subyek yang memberi nilai. Memandang nilai sebagai kualitas empiris artinya meninjau nilai dari segi semantik, yakni kata benda atau obyek yang diberi nilai. Pendekatan apapun yang digunakan, pemahaman tentang nilai akan bermuara kepada dua macam bentuk nilai, yakni nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai intrinsik adalah sesuatu yang benar-benar bernilai, nilai yang hakiki atau sesuatu yang sejak semula sudah mempunyai nilai, sedangkan nilai instrumental adalah nilai buatan, sesuatu yang diberi nilai atau sesuatu yang bernilai karena dapat dipakai sebagai sarana mencapai tujuan. Nilai intrinsik yang dipahami dengan pendekatan obyektivisme merupakan pedoman nilai yang digunakan dalam rangka pemanfaatan ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial. Nilai-nilai tersebut dapat berupa adat, kebiasaan, moral, akhlak, perasaan, kesusilaan, kebaikan dan nilai-nilai etika pada umumnya. Etika adalah cabang axiology yang mempelajari tentang baik dan buruk atau kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia. Perkembangan Axiology Keilmuan Dewasa ini, berlaku suatu kaidah bahwa ontology, epistemology dan axiology mempunyai beberapa kesamaan dan perbedaan. Ontology dan epistemology ilmu pengetahuan alam tidak bersinggungan dengan nilai-nilai alias bebas nilai, namun aspek axiology tidak bebas nilai atau bersinggungan dengan nilai-nilai. Ontology, epistemology dan axiology ilmu pengetahuan sosial selalu bersinggungan 2 FORUM ILMIAH INDONUSA VOL 3 NO 2 MEI 2006

dengan nilai-nilai alias tidak bebas nilai. Keadaan yang demikian dicapai setelah melalui perkembangan yang cukup panjang yakni sejak terjadinya pertentangan faham geosentris dan heliosentris pada masa lalu. Pada awalnya, para ilmuwan dan agamawan mempunyai paham geosentris yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Pada masa ini ilmu pengetahuan dan nilainilai merupakan dua hal yang terpisah atau tidak bersinggungan. Ketika Copernicus (1473-1543) menemukan teori heliosentris mulai terjadi interaksi dan friksi antara ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai, terutama nilai-nilai yang dipandang sebagai nilai agama. Interaksi dan friksi antara ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai berkembang menjadi pertarungan yang makin lama semakin meningkat. Para agamawan menganggap bahwa ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral tidak dapat dipisahkan, sementara ilmuwan memandang bahwa ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang bebas nilai, termasuk nilai-nilai agama. Pertarungan tersebut semakin meningkat, bahkan pada tahun 1933 Galileo (1564-1642) dipaksa untuk mencabut pernyataannya yang membenarkan faham heliosentris. Pertarungan golongan ilmuwan dengan golongan agamawan berlangsung lama sampai akhirnya setelah lebih kurang 250 tahun golongan ilmuwan memenangkan pertarungan tersebut. Ilmu pengetahuan meneliti segala sesuatu secara apa adanya, tidak terkait dengan nilai-nilai apa pun termasuk nilai agama. Ketika ilmu pengetahuan menjelma menjadi teknologi yang tidak lain adalah hasil penerapan konsep ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah praktis, ilmu pengetahuan tidak hanya memberikan penjelasan, tetapi juga mengontrol dan mengarahkan. Akibatnya, timbul lagi interaksi dan friksi dengan aspek nilai dan pada akhirnya golongan ilmuwan terpecah menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah para ilmuwan yang memandang bahwa ilmu adalah netral, bebas nilai, maka tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan apapun, tidak perlu memperhatikan nilai-nilai, termasuk nilai moral. Golongan kedua adalah para ilmuwan yang memandang bahwa ilmu pengetahuan hanya netral dari segi ontology, sedangkan cara dan penggunaannya (epistemology dan axiology-nya) berkaitan dengan nilainilai moral yang berlaku. Axiology Ilmu Pengetahuan Alam Pada bagian depan telah disinggung bahwa dalam ilmu pengetahuan alam, apa yang dipelajari dan bagaimana mempelajarinya bersifat apa adanya atau bebas nilai. Dengan kata lain, ontology dan epistemology ilmu pengetahuan alam tidak berkaitan dengan nilai-nilai etika. Apa yang dipelajari dari unsur-unsur kimia seperti Hidrogen, Oksigen, Nitrogen dan sebagainya tentu tidak ada hubungannya dengan sopan atau tidak sopan, demikian pula dalam hal cara mempelajarinya. Apa yang dipelajari dari unsurunsur tersebut hanya bersangkutan dengan arti, berat atom, rumus, reaksi kimia dan sejenisnya. Semuanya harus dijelaskan apa adanya. Apabila penjelasan tentang suatu unsur ada yang ditutup-tutupi karena dianggap tidak sopan misalnya, tentu akan menghasilkan penjelasan yang tidak lengkap dan akurat. Dalam menggambarkan reaksi kimia suatu unsur, juga harus diterangkan apa adanya. Penggambaran yang tidak dilakukan apa adanya tentu tidak akan menampilkan kebenaran yang sesungguhnya. Cara mempelajari unsur-unsur tersebut di atas juga harus apa adanya. Untuk menghasilkan asam atau basa tertentu harus dilakukan persenyawaan unsur-unsur secara apa adanya. FORUM ILMIAH INDONUSA VOL 3 NO 2 MEI 2006 3

Membentuk persenyawaan unsur-unsur dengan pertimbangan moralitas, tentu bukan tindakan yang relevan. Membuat Asam Sulfat, misalnya, harus dilakukan persenyawaan antara unsur Hidrogen, Sulfur dan Oksigen dalam komposisi tertentu sehingga menghasilkan rangkaian unsur H 2 SO 4, bukan dengan pertimbangan pantas atau tidak pantas. Caranya harus demikian, sebab unsurunsur yang sama dengan komposisi yang berbeda akan menghasilkan jenis asam yang berbeda pula. Pengurangan unsur Oksigen dalam persenyawaan tersebut tidak akan menghasilkan Asam Sulfat (H 2 SO 4 ), namun menjadi Asam Sulfit (H 2 SO 3 ). Ilmu pengetahuan alam mempunyai ontology dan epistemology yang bebas nilai, namun tidak dalam pemanfaatannya. Pemanfaatan ilmu pengetahuan alam menyangkut nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat. Apa yang dipelajari dari unsur-unsur kimia memberi pemahaman tentang hakekat unsur-unsur tersebut, beserta peristiwaperistiwa yang terkait. Dengan mempelajari unsur-unsur tersebut melalui berbagai cara dapat dilakukan persenyawaan unsur-unsur yang menghasilkan berbagai bentuk asam maupun basa, bahkan bisa menghasilkan sebuah bom atom. Banyak yang dapat dipelajari dari sebuah bom atom dan banyak pula yang dapat melakukan bagaimana cara menghasilkan bom tersebut. Sampai batas ini pembicaraan mengenai bom atom tidak bersinggungan dengan nilai-nilai moral atau etika, namun ketika timbul pertanyaan untuk apa bom dibuat atau bagaimana pemanfaatan bom tersebut tentu harus memperhatikan nilai-nilai yang berlaku. Sejarah telah mencatat adanya peristiwa yang sangat memilukan akibat pemanfaatan bom atom tidak pada tempatnya. Ketika bom atom ditemukan tahun 1930-an, kemudian diledakkan di Hirosima dan Nagasaki tahun 1942 dalam perang dunia II seluruh isi kota hancur, karya manusia banyak yang musnah, banyak nyawa manusia melayang, banyak meninggalkan orangorang cacat, bahkan ibu-ibu yang saat itu sedang mengandung pun banyak terkena radiasi nuklir, sehingga melahirkan bayi-bayi dalam keadaan cacat. Setelah lebih dari satu dasawarsa, bekas ledakan tersebut baru dapat disterilkan dari radiasi nuklir. Peristiwa tersebut merupakan salah satu contoh akibat pemanfaatan ilmu pengetahuan alam yang tidak memperhatikan nilainilai yang berlaku, setidaknya memperhatikan nilai-nilai perikemanusiaan. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit pemanfaatan ilmu pengetahuan alam yang tidak mengindahkan nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh orang yang tengah mempelajarinya. Akibatnya, banyak yang menguasai ilmu pengetahuan alam justru memanfaatkannya untuk kepentingan yang tidak baik dan merugikan masyarakat. Disinilah perlunya setiap kelompok ilmuwan diberi wawasan mengenai nilai-nilai yang diajarkan dalam ilmuilmu dasar seperti agama, budaya, etika dan sebagainya. Axiology Ilmu Pengetahuan Sosial Axiology ilmu pengetahuan sosial memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan ilmu pengetahuan alam. Dalam ilmu pengetahuan alam, apa yang dipelajari dan bagaimana mempelajarinya tidak bebas nilai, demikian pula dengan pemanfaatannya. Apa yang dipelajari, bagaimana mempelajari dan dimanfaatkan untuk apa ilmu pengetahuan sosial tersebut selalu terkait dengan nilai-nilai, artinya aspek ontology, epistemology dan axiology ilmu pengetahuan sosial tidak bebas nilai. Ilmu pengetahuan sosial terkait dengan nilai-nilai karena menyangkut manusia yang mempunyai tujuan. Mempelajari ilmu pengetahuan sosial, misalnya tentang sexology, tidak dapat dilakukan apa adanya. Bahasa 4 FORUM ILMIAH INDONUSA VOL 3 NO 2 MEI 2006

yang digunakan dalam menguraikan materi sexology tidak dapat dilakukan secara vulgar, namun menggunakan istilah-istilah yang universal, misalnya menggunakan bahasa latin. Contohcontoh yang diberikan juga tidak boleh menyinggung rasa kesusilaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Pemberian materi sexology juga harus dilakukan pada peserta yang tepat, sebab mengajarkan sexology kepada anak yang belum dewasa tentu tidak relevan, disamping kurang pantas. Dalam aspek epistemology, cara mempelajari sexology tentu harus memperhatikan etika yang berlaku. Tidak mungkin mempelajari sexology dengan cara memperagakan adegan-adegan asusila atau melakukan praktik dengan perbuatan-perbuatan yang tidak pantas. Cara mempelajari sexology dengan demikian harus dilakukan dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Itulah sebabnya, cara mendapatkan ilmu pengetahuan sosial tidak bebas nilai. Sejalan dengan ontology dan epistemology, aspek axiology ilmu pengetahuan sosial juga sarat dengan nilai-nilai. Pemanfaatan ilmu pengetahuan sosial ditujukan kepada manusia dan dilakukan oleh manusia, maka tak pelak lagi harus memperhatikan nilainilai yang dianut oleh manusia itu sendiri. Mengabaikan ketiga aspek tersebut di atas berarti mengabaikan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Alih-alih dapat meningkatkan kualitas hidup manusia, hal tersebut justru dapat menurunkan derajat hidup manusia. Sebagai contoh dapat dipaparkan pengalaman pemerintah Swedia ketika merumuskan new morality bagi masyarakatnya. Dalam penelitian tentang relasi antara pria dan wanita diperoleh kesimpulan, bahwa masyarakat Swedia sebagian besar atau 93% terbiasa melakukan hubungan sex di luar nikah. Oleh pemerintah Swedia, hasil penelitian tersebut dijadikan pijakan untuk merumuskan new morality di Swedia dengan memberi kebebasan antara pria dengan wanita melakukan hubungan sex di luar nikah alias free sex. Hal ini menggambarkan bahwa ilmu pengetahuan sosial telah terlepas dari nilai-nilai agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, padahal tidak ada satu agama pun yang membenarkan hubungan sex di luar nikah. Kesimpulan Ontology adalah ilmu yang mempelajari hakekat sesuatu atau sifat terdalam dari sesuatu, epistemology adalah ilmu yang mempelajari cara mendapatkan ilmu atau metoda mendapatkan pengetahuan yang absah, sedangkan axiology adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai atau pemanfaatan ilmu pengetahuan terkait dengan nilai-nilai. Ontology dan epistemology ilmu pengetahuan alam bersifat bebas nilai, sedangkan axiology nya berkaitan dengan nilai-nilai. Ontology, epistemology dan axiology ilmu pengetahuan sosial semuanya tidak bebas nilai atau senantiasa berkaitan dengan nilainilai yang berlaku di masyarakat. Nilai yang berlaku di masyarakat ada yang bernilai intrinsik dan ada pula yang bernilai instrumental. Nilai intrinsik adalah nilai yang sebenarnya, sedangkan nilai instrumental adalah nilai buatan. Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dipelajari dalam etika, suatu cabang axiology yang mempelajari tentang baik dan buruk atau kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia. Nilai-nilai tersebut terdiri atas adat istiadat, kebiasaan, moral, akhlak, perasaan, kesusilaan, kebaikan dan nilai-nilai etika pada umumnya. Penerapan ontology, epistemologi dan axiology yang tidak benar, terutama axiology akan membawa FORUM ILMIAH INDONUSA VOL 3 NO 2 MEI 2006 5

malapetaka bagi umat manusia. Penerapan axiologi keilmuan harus mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku, seperti nilai agama, moral, adat istiadat, kemanusiaan dan nilai-nilai etika lainnya. Daftar Pustaka Bakri, Hasbullah, Sistematika Filsafat, Penerbit Wijaya, Jakarta, 1980. Kattsoff, Louis O., Pengantar Filsafat, Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996. Keraf, Gorys, Argumentasi dan Narasi, PT Gramedia, Jakarta, 1994. Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000., Ilmu Dalam Persfektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1999. Poejawiyatna, IR, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1983. 6 FORUM ILMIAH INDONUSA VOL 3 NO 2 MEI 2006