BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Rumus IMT (Index Massa Tubuh) sendiri sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan, sosial. dan ekonomi pada berbagai kelompok usia di seluruh

Specific Dynamic Action

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang

BAB I PENDAHULUAN. pada tubuh dapat menimbulkan penyakit yang dikenal dengan. retina mata, ginjal, jantung, serta persendian (Shetty et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggi Fauzi Mukti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dekade terakhir. Overweight dan obesitas menjadi masalah kesehatan serius

BAB I PENDAHULUAN. diriwayatkan Nabi R. Al-Hakim,At-Turmuzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban: minum, dan sepertiga lagi untuk bernafas.

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Setiap perempuan akan mengalami proses fisiologis dalam hidupnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

I. PENDAHULUAN. baru pada permukaan sendi (Khairani, 2012). Terjadinya osteoarthritis itu

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB V PEMBAHASAN. Jumlah pekerja pelintingan rokok di PT. Djitoe Indonesia Tobako

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight?

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Usia, Jenis Kelamin, dan Indeks Masa Tubuh dengan Osteoartritis Lutut.

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting.

BAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan metabolisme energi yang dikontrol oleh faktor biologi. 8 Obesitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saja akan tetapi sudah menjadi permasalahan bagi kalangan anak - anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Masa remaja adalah periode yang signifikan pada. pertumbuhan dan proses maturasi manusia.

Tes ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui Indeks Masa Tubuh (IMT). Tes ini meliputi: 1. Pengukuran Tinggi Badan (TB) 2. Pengukuran Berat Badan (BB)

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perhitungan pengukuran langsung dari 30 responden saat pre-test.

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar

MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi mempermudah manusia dalam kehidupan sehari hari,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan ideal adalah model kurus dan langsing, obesitas dipandang sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

HASIL DAN PEMBAHASAN

KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata umur

Disusun Oleh : Nama : Ariyanto Nim : J

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. kelompok usia lanjut (usila/lansia) (Badriah, 2011). Secara alamiah lansia

BAB I PENDAHULUAN. Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lemak. Massa bebas lemak biasa disebut Fat Free Mass (FFM), terdiri dari massa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fleksibilitas 2.1.1. Definisi fleksibilitas Fleksibilitas mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau persendian tubuh. Kemampuan gerak sendi ini berbeda di setiap persendian dan bergantung pada struktur anatomi disekitarnya, seberapa jauh sendi itu digunakan secara normal, ada tidaknya cidera, dan ketegangan otot. (CFES, 2008). Fleksibilitas adalah kemampuan bersama untuk bergerak melalui ruang gerak sendi secara penuh. (CNY, 2000). Sedangkan menurut Robergs dan Keteyian (2003), fleksibilitas adalah kemampuan untuk memaksimalkan berbagai gerak sendi. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan pergerakan dalam ruang gerak sendi. Keberhasilan untuk menampilkan gerakan demikian sangat ditentukan oleh luasnya ruang gerak sendi dan faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi fleksibilitas. 2.1.2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Fleksibilitas. Fleksibilitas dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain umur, jenis kelamin, jenis sendi, latihan fisik, kehamilan dan jaringan lemak tubuh. 1. Umur Fleksibilitas dapat menurun akibat penuaan menurut Chapman (1971) dalam Kravitz dan Heyward (1995). Hal ini sebagian besar disebabkan oleh hilangnya elastisitas di jaringan ikat yang mengelilingi otot melalui proses pemendekan yang normal akibat kurangnya aktifitas fisik. Oleh karena itu, orang tua lebih rentan untuk terjadinya cedera dari aktifitas fisik yang kuat.

2. Jenis kelamin Wanita cenderung lebih fleksibel daripada laki-laki pada usia yang sama, baik muda maupun tua menurut Holland (1968) dalam Kravitz dan Heyward (1995). Perbedaan umur dikaitkan dengan variasi dan anatomi pada struktur sendi. 3. Jenis sendi Hal ini sangat tidak dipungkiri bahwa fleksibilitas spesifik pada sendi. Misalnya, penari dilatih menunjukkan lebih unggul fleksibilitas bagian atas daripada fleksibilitas pada bagian pergelangan kaki dan kaki. (Kravitz dan Heyward, 1995). Jarak total pergerakan di sekitar sendi sangat spesifik dan bervariasi dari satu sendi ke sendi yang lainnya (pinggul, batang, bahu), serta dari satu individu ke individu lainnya (Powers dan Howley, 2007). 4. Latihan fisik Peningkatan fleksibilitas statik dapat ditingkatkan dengan latihan fisik yang rutin, salah satunya dengan pelatihan Hatha Yoga selama 12 minggu (Shinta, 2007). Program peregangan secara teratur membantu menjaga rentang gerak sendi dan dapat membantu meningkatkannya (Powers dan Howley, 2007). 5. Kehamilan Selama kehamilan, sendi panggul dan ligamentumnya dalam keadaan relaksasi dan memiliki ruang gerak sendi yang lebih besar menurut Bird, Calguner, Wright (1981) dalam Kravitz dan Heyward (1995). Hormon yang bertanggung jawab dalam menyebabkan perubahan ini adalah hormon relaxin. Setelah melahirkan, produksi hormon ini menurun dan ligamentum kembali menjadi lebih tegang. 6. Jaringan lemak tubuh Faktor lain yang dapat mempengaruhi fleksibilitas adalah jaringan lemak tubuh di sekitar sendi dan jaringan otot. Kelebihan jaringan lemak tubuh dapat meningkatkan tahanan pergerakan, dan ditambah penghambatan keleluasaan gerak dari sendi karena kontak antara permukaan tubuh sehingga menurunkan fleksibilitas (Powers dan Howley, 2007).

2.1.3. Manfaat Fleksibilitas Meningkatkan dan memelihara berbagai gerak yang baik pada sendi dapat meningkatkan kualitas hidup. Fleksibilitas yang baik membuat otot dan sendi menjadi lebih sehat. Meningkatkan elastisitas otot dan jaringan ikat di sekitar sendi memungkinkan kebebasan bergerak yang lebih besar dan kemampuan individu untuk berpartisipasi dalam berbagai jenis olahraga dan aktifitas rekreasional. Fleksibilitas yang memadai juga membuat aktifitas hidup sehari-hari seperti memutar, mengangkat, membungkuk lebih mudah untuk dilakukan (Powers dan Howley, 2007). Program latihan peregangan secara teratur dapat meningkatkan peregangan sirkulasi bagi otot yang diregangkan, mencegah nyeri punggung bawah dan masalah tulang belakang lainnya, meningkatkan dan mempertahankan keselarasan posisi yang baik, meningkatkan gerakan tubuh yang tepat dan membantu untuk mengembangkan dan memelihara keterampilan motorik (Powers dan Howley, 2007). Pelatihan fleksibilitas berupa peregangan yang teratur dapat meningkatkan suplai darah dan nutrisi ke struktur sendi. Peregangan meningkatkan suhu jaringan yang selanjutnya meningkatkan sirkulasi dan transportasi nutrisi. Hal ini memungkinkan elastisitas lebih besar dari pada jaringan sekitarnya dan dapat meningkatkan kinerjanya. Selain itu, peregangan dapat juga meningkatkan cairan sinovial sendi, yang merupakan cairan pelumas yang dapat meningkatkan perpindahan nutrisi yang lebih banyak ke sendi (CNY, 2000). Selain itu, latihan fleksibilitas secara teratur membantu menurunkan rasa sakit dan nyeri dikarenakan stres psikologis dan berkontribusi untuk menurunkan kecemasan, menurunkan tekanan darah, dan tingkat pernapasan. Peregangan juga membantu meringankan kekakuan otot yang berulang yang dijumpai saat istirahat atau saat latihan (CNY, 2000). 2.3. Indeks Massa Tubuh 2.3.1. Definisi Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obes pada orang dewasa. Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologi spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh terhadap

kejadian obesitas. Secara fisiologis, obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. pengukuran lemak tubuh secara langsung sangat sulit, sehingga pengukuran lemak tubuh menggunakan body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa (Sugondo, 2009). Untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus berikut: IMT = Berat badan (kg ) Tinggi badan (m 2 ) 2.3.2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Hubungan antara lemak tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk tubuh dan proporsi tubuh, sehingga dengan demikian IMT belum tentu memberikan kegemukan yang sama bagi semua populasi. Secara meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, jenis kelamin yang sama, menunjukkan Amerika berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi 1,3 kg/m 2 dan etnik Polinesia memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m 2 dibandingkan etnik Kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT pada bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia dan Thailand adalah 1,9 kg/m 2, 4,6 kg/m 2, 3,2 kg/m 2, dan 2,9 kg/m 2 lebih rendah daripada etnik Kaukasia (Sugondo, 2009). Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria indeks massa tubuh sebagai berikut : Tabel.2.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT. Klasifikasi IMT (kg/m 2 ) Berat Badan Kurang <18,5 Normal 18,5-22,9 Berat Badan Lebih 23,0

Beresiko Menjadi Obes 23,0-24,9 Obes I 25,0-29,9 Obes II 30 Sumber 2.1. The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity And Its Treatment (2000). 2.3.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh. 1. Usia Terdapat hubungan yang segnifikan antara usia yang lebih tua dengan IMT tergolong kategori obesitas. Responden yang berusia 50-59 tahun, memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan usia 40-49 tahun, hal ini dicurigai oleh karena lambatnya proses metabolisme, penurunan aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering. (Kantachuvessiri dkk, 2005). 2. Jenis kelamin Nilai IMT yang tinggi banyak ditemukan pada laki-laki. Namun, angka kejadian obesitas lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan kejadian obesitas pada laki-laki. (Hill, 2006). 3. Genetik Anak dari orang tua yang mempunyai berat badan normal ternyata memiliki angka kejadian 10% resiko terjadinya obesitas. bila salah satu orang tua yang mengalami obesitas, maka peluang anak menjadi obesitas sekitar 40%. Sedangkan anak yang memiliki kedua orang tua yang mengalami obesitas, keungkinan terjadinya peluang obesitas 70-80%. (Hill, 2006). 4. Asupan Makan Asupan makanan merupakan banyaknya makanan yang dikonsumsi seseorang. Tingginya asupan makanan yang dikonsumsi seseorang dapat menimbulkan kenaikan berat badan, berat badan yang lebih, dan obesitas. Makanan yang memiliki energi yang tinggi lemak dan

gula serta rendah serat seperti makanan cepat saji. Makanan cepat saji berkontribusi terhadap peningkatan indeks massa tubuh seseorang. Orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak lebih cepat mengalami peningkatan berat badan dibanding mereka yang mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat dengan jumlah kalori yang sama. (AbramowItz, 2004). 5. Aktivitas Fisik Obesitas tidak hanya dikarenakan makanan yang berlebihan, tetapi bisa juga dikarenakan aktivitas fisik yang berkurang sehingga terjadi kelebihan energi. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya berbagai fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan yang mengakibatkan aktivitas fisik menurun (Moehyi, 1997). 2.4. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Fleksibilitas Beberapa penelitian sebelumnya, meneliti hubungan indeks massa tubuh dengan fleksibilitas. Penelitian yang dilakukan Fernandes et al. (2007) yang meneliti hubungan antara status gizi, aktifvitas fisik, lingkar pinggang dan fleksibilitas pada 73 orang anak laki-laki berusia antara 9 sampai 14 tahun. Hasilnya didapatkan pada kelompok anak-anak yang obes menunjukkan tingkat fleksibilitas yang rendah dibandingkan dengan kelompok anak yang normoweight. Sedangkan pada kelompok anak yang overweight dengan normoweight tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada tingkat fleksibilitasnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pasbakhsh, Ghanbarzadeh, and Ebadi (2011) yang meneliti hubungan antara indeks massa tubuh dengan fleksibilitas pada anak perempuan yang berusia antara 11 sampai 13 tahun didapatkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara indeks massa tubuh dengan fleksibilitas dimana semakin tinggi indeks massa tubuh responden maka fleksibilitasnya semakin rendah.