BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cabang olahraga atletik adalah salah satu nomor cabang yang tumbuh dan berkembang seiring dengan kegiatan alami manusia. Berlari adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam meningkatkan prestasi olahraga lari 100 meter sangat membutuhkan latihan-latihan yang baik dan benar dengan melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat pesat, tidak dapat dipungkiri bahwa, untuk meningkatkan kualitas dalam berbagai bidang harus menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkait, termasuk dalam peningkatan kualitas pembinaan prestasi olahraga. Olahraga merupakan suatu proses perbaikan dan peningkatan kualitas penampilan olahraga yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah. Teknik latihan olahraga merupakan pengintegrasian metodologi olahraga, kesehatan olahraga, fisiologi terapan, sosiologi, anatomi dan mekanika terapan. Melalui pengembangan pengetahuan keolahragaan yang sistematis dan terencana secara terstruktur membuat atlet mampu untuk menghasilkan penampilan olahraga yang berkualitas dalam pencapaian prestasi olahraga. Pencapaian prestasi dalam olahraga menurut M. sajoto (1995: 2) ditentukan oleh beberapa aspek, diantarnya adalah 1) aspek biologis, 2) aspek psikologis, 3) aspek lingkungan, dan aspek 4) aspek penunjang. Aspek biologis atau fisik adalah yang berkaitan dengan struktur, postur dan kemampuan biomotorik yang ditentukan secara genetik, merupakan salah satu faktor penentu prestasi yang terdiri dari komponen dasar, yaitu: kekuatan (strength), daya tahan (endurance), daya ledak (power), kecepatan (speed), kelentukan (flexibility), kelincahan (agility), keseimbangan (balance), dan koordinasi (coordination). Pencapaian prestasi olahraga, khususnya lari 100 meter ini, tentunya tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung. Faktor utama yang dapat memacu perkembangan prestasi olahraga terutama adanya peningkatan kualitas latihan dan pembinaan olahraga. Peningkatan kualitas latihan dan pembinaan olahraga tersebut dapat dicapai dengan penerapan berbagai disiplin ilmu dan teknologi yang terkait dengan latihan dan pembinaan olahraga. Kemajuan dibidang ilmu kepelatihan telah membuktikan pentingnya peran pengetahuan ilmiah dalam penerapan berbagai metodologi pelatihan. Menurut Bompa (1990: 2) ilmu-ilmu yang menunjang teori dalam metodologi latihan adalah sebagai berikut: 1) ilmu anatomi, 2) ilmu faal, 3) biomekanika, 4) statistik, 5) tes dan pengukuran, 6) kesehatan olahraga, 7) ilmu jiwa, 8) belajar gerak, 9) ilmu pendidikan, 10) ilmu gizi, 11) sejarah, 12) ilmu sosial. Pendekatan dan kajian ilmiah yang dilakukan diharapkan dapat menyususn program latihan yang efektif dan efisien serta dapat dilaksanakan dengan teratur dan berkelanjutan. Indikator peningkatan metodologi latihan teratur oleh pesatnya kemajuan teknologi dan metode latihan yang bermuara pada peningkatan prestasi atlet. Prestasi lari 100 meter tidak dapat dicapai secara kebetulan, tetapi harus melalui latihan secara intensif dengan program latihan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip latihan yang benar. Latihan yang dilakukan tersebut tentunya harus bersifat khusus, yaitu mengembangkan komponen-komponen yang diperlukan untuk lari 100 meter. Penyusunan program latihan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter, memerlukan berbagai 1
pertimbangan dan perhitungan yang matang serta analisis yang cermat tentang-faktor yang menetukan dan menunjang kecepatan lari 100 meter. Faktor-faktor penentu dan penunjang komponen kecepatan tersebut dapat dijadikan dasar penyususnan program latihan. Penyusunan program latihan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter harus dilakukan dengan cermat dengan penuh perhitungan agar dapat mencapai hasil yang maksimal. Untuk meningkatkan lari 100 meter diperlukan latihan yang intensif dan program latihan yang tepat. Metode latihan yang digunakan juga harus bersifat khusus yang tujukan terhadap sistem energi dan sesuai dengan karakteristik nomor lari 100 meter. Di lapangan dijumpai pelatih didalam menyusun dan memberikan program latihan yang kurang sesuai dengan karakteristik lari sprint. Hal ini bukannya untuk meningkatkan prestasi melainkan atlet menjadi cidera dan penampilan atlet semakin menurun. Untuk meningkatkan lari 100 meter, ada beberapa bentuk latihan yang sesuai dengan karakteristik lari cepat (sprint). Salah satu jenis metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter yaitu dengan metode latihan interval anaerob. Metode latihan interval anaerob merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Hal ini dikarenakan metode latihan interval anaerob sesuai dengan karakteristik lari 100 meter. Untuk menyusun program latihan lari interval anaerob, ada dua unsur pokok yang harus diperhitungkan secara cermat yaitu interval kerja (work interval) dan interval istirahat (relief interval). Kedua hal tersebut sama pentingnya dalam pelaksanaan latihan interval. Permasalahan yang masih sering dihadapi oleh pelatih lari sprint adalah bagaimana menentukan rasio antara interval kerja dan istirahat yang tepat. Para ahli masih ada perbedaan dalam menentukan besarnya rasio antara waktu interval kerja dan interval istirahat yang tepat untuk meningkatkan kecepatan lari. Menurut Fox dan Mathew (1981: 262) bahwa rasio antara kerja dan istirahat dalam latihan kecepatan adalah 1:3. Disisi lain, Rushall dan Pyke (1992: 210) mengemukakan bahwa rasio kerja dan istirahat 1:3 hingga 1:5 untuk interval jarak pendek, merupakan latihan untuk mengembangkan daya tahan. Sedangkan untuk meningkatkan kecepatan, menurut Rushall & Pyke (1992: 270) yaitu dengan waktu kerja 6-15 detik, dengan intensitas 100% dan lama istirahat 1-2 menit. Berdasarkan pendapat Rushall & pyke diatas, maka jika dihitung rasio waktu kerja istirahat untuk lari cepat adalah ± 1:10. Berdasarkan uraian diatas, besarnya rasio antara waktu interval kerja dan interval istirahat dalam latihan interval anaerob terdiri dari rasio 1:3, 1:5 dan 1:10. Penentuan rasio antara waktu kerja dan istirahat dalam suatu latihan interval sangat berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. Jika penentuan besarnya rasio antara waktu kerja dan istirahat tersebut sesuai, maka akan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Bila rasio waktu kerja dan istirahatnya salah, maka latihan yang semula bertujuan untuk meningkatkan kecepatan berubah menjadi daya tahan. Oleh karena itu, didalam menentukan besarnya rasio antara waktu istirahat ini harus diperhitungkan dengan tepat. Pada latihan interval untuk meningkatkan kecepatan di perlukan interval istirahat yang lebih panjang, hal ini dimaksudkan agar dapat memberikan pemulihan yang cukup terhadap tubuh. Berdasarkan hal tersebut, maka pelaksanaan latihan anaerob dengan rasio 1:3 interval istirahatnya terlalu pendek, sehingga kurang tepat untuk meningkatkan kecepatan. Rasio 1:5 dan 1:10 memberikan pemulihan yang lebih panjang sehingga lebih cocok untuk latihan kecepatan. Pemulihan yang cukup terhadap tubuh memungkinkan 2
pelari untuk menampilkan kerja secara maksimal pada setiap ulangan dalam latihan interval anaerob. Untuk memenuhi kebutuhan waktu pemulihan pada latihan anaerob terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter di lakukan latihan interval anaerob dengan rasio 1:5 dan 1:10. Antara kedua jenis rasio tersebut 1:5 dan 1:10 belum diketahui dengan pasti, latihan interval dengan rasio manakah yang lebih efektif untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Untuk mengetahui pengaruh rasio waktu kerja dan istirahat terhadap kecepatan lari, khususnya lari 100 meter perlu diadakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengkaji mengenai latihan interval anaerob dengan rasio 1:5 dan 1:10 terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. Kecepatan bukan hanya berarti menggerakan seluruh tubuh dengan cepat akan tetapi dapat terbatas pada menggerakan anggota-anggota tubuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Didalam lari cepat (100 meter), kecepatan lari ditentukan oleh gerkan berturut-turut dari kaki yang dilakukan secara cepat (Harsono, 1998: 216). Faktor lain yang dapat mempengaruhi penngkatan kecepatan lari 100 meter yaitu proporsi tubuh (rasio antrhopometrik) dari atlet, baik itu tinggi badan, berat badan, panjang tungkai ataupun faktor antropometrik yang lain. Yusuf adisasmita dan Aip Syarifuddin., (1996: 60) mengatakn bahwa karakteristik dari anak yang akan dijadikan atlet bibit unggul adalah salah satunya memiliki bentuk tubuh proporsional yang ideal yang sesuai dengan olahraga yang diminatinya. Ukuran antropometrik adalah ukuran eksternal bagian-bagian tubuh (Verduci, 1980: 215). Pengukuran anthropometrik mencakup dua tipe pengukuran pertama, yaitu yang berkenaan dengan dimensi-dimensi tubuh. Kedua, yaitu yang berkenaan dengan komposisi tubuh. Pengukuran dimensi tubuh berupa pengukuran panjang atau besarnya bagian-bagian. Sedangkan pengukuran komposisi tubuh berupa pengukuran mengenai kandungan lemak tubuh atau unsur-unsur pembentukan berat badan lainnya. Ukuran panjang bagian-bagian tubuh menentukan keserasian bentuk tubuh secara keseluruhan. Dalam struktur tubuh, panjang tungkai dan tinggi badan terbentuk dari panjang kaki dan panjang togok terdapat variasi antara individu. Ada individu yang cendrung panjang kakinya, ada yang lebih panjang togoknya dan ada yang seimbang. Panjang kaki ditentukan oleh panjang tungkai atas, tungkai bawah dan telapak kaki. Perbandingan antara ketiga bagian-bagian tubuh dengan tinggi badan setiap individu atau secara singkat disebut rasio ukuran antropometrik, dapat memberikan nilai relatif tinggi bagi setiap individu yang dapat dibandingkan dengan individu yang lain. Panjang bagian-bagian tubuh banyak yang dapat dibandingkan. Perbandingan telapak kaki, tungkai bawah, tungkai atas dengan tinggi badan merupakan rasio ukuran antropometrik yang secara biomekanika diduga dapat menjadi variabel atributif bagi peningkatan kecepatan lari 100 meter. Karena dalam lari 100 meter bagian-bagian tersebut secara langsung terlibat menghasilkan gerak. Lari 100 meter terdiri dari serangkaian gerak yaitu, tolakang, melayang dan pendaratan yang dilakukan secara otomatis ketika berlari dimana salah satu komponen dasarnya adalah kecepatan. Rangkaian gerak berupa tolakan dihasilkan oleh kerja dari sistem pengungkit yang melibatkan sendi, tulang dan otot-otot sebagai tenaga penggeraknya. Perbandingan antara rasio antropometrik untuk menghasilkan tolakan yang besar dalam lari 100 meter adalah panjang telapak kaki dan tinggi badan. Perbandingan 3
4 panjang telapak kaki dan tinggi badan secara biomekanika dapat mempengaruhi tolakan kaki seseorang ketika berlari. Telapak kaki yang panjang memungkinkan memiliki tolakan yang jauh dan panjang, sehingga hal ini akan mempengaruhi kecepatan lari yang dilakukan. Berbeda halnya dengan sesorang atlet yang memiliki telapak kaki pendek akan memiliki jangkauan dan tolakan yang pendek juga, sehingga hasil larinya tidak maksimal dibandingkan dengan pelari yang memiliki telapak kaki panjang. Maka seseorang pelari cepat harus mampu memanfaatkan rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan yang dimilikinya untuk menghasilkan tolakan yang besar untuk meningkatkan kecepatan larinya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas kiranya perlu dilakukan penelitian yang mengkaji mengenai Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Interval Anaerob dengan Rasio Waktu Kerja-Istirahat 1:5 dan 1:10 Terhadap peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter Ditinjau dari Panjang Telapak Kaki dan Tinggi Badan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Metode latihan interval anaerob dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter. 2. Panjang telapak kaki dan tinggi badan merupakan salah satu faktor kondisi fisik yang berpengaruh terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. 3. Cara melatih kecepatan lari 100 meter. 4. Metode latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan istirahat 1:5 merupakan salah satu media yang dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter. 5. Metode latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja istirahat 1:10 merupakan salah satu media yang dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter. 6. Seseorang dengan rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan besar, sedang, dan kecil memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kecepatan lari 100 meter. 7. Pemberian bentuk metode latihan interval anaerob yang berbeda rasio waktu kerja dan istirahat pada rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan dapat mempengaruhi kecepatan lari 100 meter. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah maka dalam penelitian ini yang akan dikaji adalah: 1. Perbedaan pengaruh antara metode latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan istirahat 1:5 dan 1:10 terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. 2. Perbedaan peningkatan kecepatan lari 100 meter antara pelari yang memiliki rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan besar, sedang dan kecil. 3. Pengaruh interaksi antara metode latihan interval anaerob dan rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh antara metode latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan istirahat 1:5 dan 1:10 terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter? 2. Adakah perbedaan peningkatan kecepatan lari 100 meter antara pelari yang memiliki rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan besar, sedang dan kecil? 3. Adakah pengaruh interaksi antara metode latihan interval anaerob dan rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penilitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Perbedaan pengaruh metode latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja istirahat 1:5 dan 1:10 terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. 2. Perbedaan peningkatan kecepatan lari 100 meter antara pelari yang memiliki rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan besar, sedang dan kecil. 3. Pengaruh interaksi antara metode latihan interval anaerob dan rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat: 1. Secara teori mendukung dan memperkaya ilmu pengetahuan pada metode melatih kecepatan lari yang sudah ada, khususnya teori metode latihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:5 dan 1:10 yang ditinjau dari rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan. 2. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan para pembina, pelatih, atlet dan guru pendidikan jasmani (pelaku olahraga) mengenai metode latihan yang tepat untuk peningkatan kecepatan lari khususnya lari cepat (sprint) 100 meter dengan mempertimbangkan rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan. 3. Bagi peneliti secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembanding apa bila para peneliti akan mengadakan penelitian tentang metode latihan lari cepat dan rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. 5