BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivitas masyarakat akan semakin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa dampak terhadap permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan yang sering dihadapi yaitu masalah pengelolaan sampah yang belum dapat teratasi dengan baik. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Sampah harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan dijadikan sebagai sumber daya alam. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, pada pasal 1 dijelaskan bahwa sampah adalah konsekuensi dari kegiatan manusia sehari-hari dan proses alam. Namun pada kenyataannya, sampai saat ini Indonesia belum bisa mengatasi permasalahan mengenai pengelolaan sampah terutama di kota-kota besar. Volume sampah yang dihasilkan pada suatu daerah akan berbanding lurus dengan laju tingkat pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk yang semakin meningkat, akan meningkatkan pula konsumsi masyarakat sehingga jumlah sampah pun akan ikut meningkat, salah satunya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, dengan luas 3.185,80 km 2 atau 0,17 % dari luas Indonesia (1.890.754 km 2 ). DIY merupakan provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi ke-4 se-indonesia (Badan Pusat Statistik, 2015). Secara administratif, DIY terdiri dari satu kota dan empat kabupaten, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunungkidul. Berikut ini merupakan laju pertumbuhan penduduk DIY berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi DIY tahun 2016. 1
2 Gambar 1.1 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk DIY Tahun 2008 2015 Berdasarkan Gambar 1.1, dapat dilihat bahwa sebagian besar laju pertumbuhan penduduk DIY mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tercatat dalam BPS DIY tahun 2016, jumlah penduduk DIY tahun 2008 sebesar 3.393.003 jiwa, dan mengalami peningkatan hingga mencapai 3.679.176 jiwa pada tahun 2015. Begitu juga dengan pertumbuhan volume sampah yang terus mengalami peningkatan. Berdasarkan Badan Lingkungan Hidup setiap kabupaten/kota tercatat bahwa rata-rata volume sampah per hari yang dihasilkan untuk setiap tahunnya yaitu sebesar 2.282 m 3 /hari untuk Kabupaten Bantul, 1.248 m 3 /hari untuk Kabupaten Kulon Progo, 2.794 m 3 /hari untuk Kabupaten Sleman, 1.643 m 3 /hari untuk Kabupaten Gunungkidul, dan 2.354 m 3 /hari untuk Kota Yogyakarta. Untuk lebih jelasnya, berikut akan ditampilkan grafik laju pertumbuhan penduduk vs peningkatan jumlah volume sampah yang dihasilkan masing-masing kabupaten/kota untuk setiap tahunnya. Gambar 2.2 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk vs Volume Sampah (1)
3 Gambar 2.3 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk vs Volume Sampah (2) Berdasarkan grafik tersebut, dihasilkan bahwa rata-rata peningkatan volume sampah untuk setiap kabupaten/kota akan berbanding lurus dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk pada setiap tahunnya. Hal ini dibuktikan berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik DIY dan Badan Lingkungan Hidup DIY. DIY sendiri memiliki tiga tempat pembuangan akhir (TPA) yang masingmasing TPA memfasilitasi beberapa kota/kabupaten. Pertama adalah TPA Piyungan yang terletak di Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, dimana TPA ini memfasilitasi sampah dari Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta. Kedua adalah TPA Wukirsari yang terletak di Dusun Wukirsari, Baleharjo, Wonosari, dimana TPA ini memfasilitasi sampah dari Kabupaten Gunungkidul. Terakhir adalah TPA Banyuroto terletak di Banyuroto, Nanggulan, dimana TPA ini memfasilitasi sampah dari Kabupaten Kulon Progo. TPA Piyungan memang merupakan salah satu TPA terbesar di DIY apabila dibandingkan dengan TPA Wukirsari dan TPA Banyuroto. TPA Piyungan sendiri memiliki luasan sekitar 10 hektar sehingga volume sampah yang ditampung di TPA Piyungan jumlahnya akan lebih banyak. Semakin meningkatnya volume sampah dari tahun ke tahun ini, akan menjadi masalah utama yang harus dipecahkan baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Permasalahan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun
4 2008, pada pasal 6d dinyatakan bahwa tugas pemerintah adalah melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Berbagai upaya pemerintah untuk menangani sampah telah dilakukan, antara lain dengan adanya anggaran untuk biaya operasional dan sarana prasarana pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah harus semakin diperhatikan karena berhubungan dengan efisiensi biaya. Sarana transportasi sampah merupakan subsistem pengelolaan sampah yang bertanggung jawab atas lokasi pemindahan sumber sampah secara langsung menuju tempat pembuangan akhir (TPA). Faktor utama yang mempengaruhi pengangkutan sampah adalah kepadatan penduduk, kuantitas dan kualitas sampah, karakteristik dan area pelayanan, serta beberapa hal lain seperti jarak, pola pengangkutan, jenis kendaraan, frekuensi, tingkat pelayanan, dan tenaga kerja (Ambariski dan Herumurti, 2016). Salah satu masalah yang muncul dalam pengangkutan sampah adalah masalah penentuan rute truk pengangkutan sampah. Rute pengangkutan sampah yang dibuat haruslah efektif dan efisien sehingga didapatkan rute pengangkutan yang paling optimum. Dengan optimasi subsistem ini diharapkan pengangkutan sampah menjadi mudah, cepat, dan dapat meminimasi biaya transportasi. Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa pengelolaan sampah perlu menjadi perhatian karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Optimasi pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan perencanaan rute berdasarkan pada keseimbangan kapasitas setiap kendaraan, serta volume sampah yang dihasilkan dari tiap TPS. Permasalahan yang muncul pada sistem pengangkutan sampah ini dapat dimodelkan dengan Vehicle Routing Problem (VRP) karena sarana transportasi dipertimbangkan dalam kasus ini. Apabila truk pengangkut sampah telah mencapai batas kapasitas maksimal, maka truk tersebut harus membuang sampah ke TPA dan setelah itu boleh kembali terlebih dahulu ke tempat awal, dan berjalan lagi ke titik lokasi sisanya. Menurut Toth dan Vigo (2012), VRP jenis ini dinamakan dengan Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP). Penyelesaian kasus pengangkutan sampah ini akan diselesaikan menggunakan bantuan software LINGO versi 16.0 dengan metode Branch and Bound. Model yang dibangun akan
5 menentukan rute optimal dengan mempertimbangkan kapasitas kendaraan dan jenis truk yang akan digunakan sehingga dapat meminimasi jarak tempuh pengangkutan sampah DIY ke masing-masing TPA, serta dapat meminimasi biaya transportasi yang dikeluarkan. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana rute pengangkutan sampah yang optimal dari tiap titik pengumpulan sampah menuju tempat pembuangan akhir pada masing-masing kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan mempertimbangkan kapasitas kendaraan? 2. Bagaimana evaluasi terhadap total waktu tempuh yang diperoleh dari hasil rute optimal pada setiap kendaraan untuk masing-masing kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta? 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Asumsi dan batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Sampah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sampah yang disetorkan menuju masing-masing TPA yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Diasumsikan bahwa setiap kendaraan mengangkut sampah untuk sekali jalur pengangkutan. 3. Jenis kendaraan truk yang dianalisis hanya berupa dump truk berkapasitas 8 m 3 dan arm roll truk berkapasitas 5 m 3, yang melakukan pengangkutan sampah dari TPS permanen dan landasan container. 4. Tidak mempertimbangkan jenis sampah yang diangkut. Jenis sampah diasumsikan sama dan tidak dipisah. 5. Analisis biaya yang dihitung terdiri dari biaya perjalanan dan biaya penggunaan kendaraan. Biaya perjalanan berupa biaya bahan bakar, biaya maintenance, dan biaya ganti ban, sedangkan biaya penggunaan kendaraan berupa biaya kendaraan dan biaya tenaga kerja.
6 6. Kecepatan rata-rata truk yaitu 0.0072 km/jam (Mardiani dkk., 2013). 7. Waktu loading sampah yang dibutuhkan berbeda untuk setiap jenis kendaraan yaitu sebesar 15 menit/m 3 sampah untuk jenis kendaraan dump truk (Mardiani dkk., 2013) dan 15 menit untuk sekali pengangkutan jenis kendaraan arm roll truk (berdasarkan hasil wawancara dengan staff Badan Lingkungan Hidup Sleman dan Gunungkidul). 8. Waktu unloading sampah untuk setiap jenis kendaraan sama sebesar 0.06 menit/m 3 sampah (Mardiani dkk., 2013). 9. Penentuan matriks jarak tempuh berasal dari aplikasi Google Earth. 10. Jarak dari TPS A ke TPS B maupun jarak TPS B ke TPS A adalah sama. 11. Kondisi jalan ideal sehingga tidak mempertimbangkan adanya kemacetan. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan rute yang optimal dengan total jarak tempuh terpendek untuk masing-masing kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta pada proses pengangkutan sampah menuju masing-masing tempat pembuangan akhir. 2. Melakukan evaluasi terhadap total waktu tempuh yang diperoleh pada setiap kendaraan agar dihasilkan waktu tempuh yang seimbang antara satu kendaraan dengan kendaraan yang lainnya untuk masing-masing kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu penentuan rute optimal dalam sistem pengangkutan sampah untuk setiap kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta menuju masing-masing TPA. Dengan demikian, instansi terkait dapat melakukan langkah perbaikan untuk meningkatkan performa sistem yang ada agar dapat meminimasi jarak tempuh dengan mempertimbangkan kapasitas kendaraan yang digunakan.