BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadi tua merupakan suatu proses bagian dari kehidupan seseorang, dan sudah terjadi sejak konsepsi dalam kandungan hingga berlangsung terus sepanjang kehidupan. Seseorang yang usia lanjut akan mengalami adanya perubahan yang progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan, yang bersifat umum dan irreversible. Sudah merupakan hukum alam, bahwa dalam kehidupan manusia tidak dapat melepaskan diri dari peristiwa hidup yang pada dasarnya akan dialami oleh semua manusia, sebagai resiko dari perkembangan manusia, seperti krisis identitas pada remaja, menstruasi dan menopause pada wanita Salah satu tahap kehidupan yang pasti dialami oleh setiap wanita adalah menopause. Menopause adalah periode menstruasi terakhir yang dialami oleh wanita berumur 40-60 tahun. Saat memasuki menopause, hormon yang mengatur siklus menstruasi yaitu estrogen dan progesteron yang dihasilkan oleh ovarium turun dengan dramatis karena ovarium berhenti merespon Follicle Stimulating Hormone dan Luteinizing Hormone yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis yang ada di otak (Rebecca, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2000, total populasi wanita yang mengalami menopause di seluruh dunia 1
2 mencapai 645 juta orang, tahun 2010 mencapai 894 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2030 mendatang jumlah perempuan di dunia yang memasuki masa menopause akan mencapai 1,2 milyar orang. Artinya sebanyak 1,2 milyar perempuan akan memasuki usia lebih 50 tahun, dan angka itu merupakan tiga kali lipat dari angka sensus tahun 1990 jumlah perempuan menopause (Mulyani, 2013). Jumlah penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk tahun 2000 mencapai 205,1 juta dan terjadi peningkatan menjadi 248,4 juta pada tahun 2014. Menurut proyeksi penduduk Indonesia tahun 2013 oleh Badan Pusat Statistik, jumlah perempuan berusia di atas 40 sampai 59 tahun adalah 26,1 juta orang (Kemenkes RI, 2014). Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah perempuan yang hidup dalam usia menopause di Indonesia 30,3 juta orang. Menurut Badan Pusat Statistika (BPS) diperkirakan akan ada 60 juta wanita menopause pada tahun 2025 (Baziad, 2010). Data Provinsi Sumatera Utara sendiri disebutkan jumlah wanita adalah 6,4 juta jiwa tahun 2010 dan meningkat menjadi 6,6 juta jiwa tahun 2013. Kondisi ini disebabkan usia harapan hidup wanita semakin meningkat. Jumlah wanita menopasue berumur 40-60 tahun pada tahun 2013 sebesar 1,4 juta jiwa. (Dinkes Sumatera Utara, 2014). Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padangsidimpuan tahun 2013 jumlah wanita yang tergolong menopause berumur 40 sampai dengan 60 tahun yaitu 25.817 jiwa dari 191. 554 jiwa. Perubahan memasuki menopause biasanya diikuti dengan berbagai gejolak atau perubahan yang meliputi aspek fisik maupun psikologis yang dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan wanita. Aspek fisik seperti: ketidakteraturan
3 siklus haid, rasa panas pada vagina, kekeringan vagina, perubahan kulit, keringat di malam hari, sulit tidur, badan menjadi gemuk, dan timbul penyakit. Aspek psikologis seperti: ingatan menurun, cemas, mudah tersinggung, stres, dan depresi (Proverawati, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Robertson dalam Christiani, (2000) di Menopause Clinic Australia, dari 300 pasien usia menopause terdapat 31,3% pasien mengalami depresi dan kecemasan. Glasier (2006) menyatakan wanita Indonesia yang memasuki masa menopause saat ini sebanyak 7,4% dari populasi. Jumlah tersebut diperkirakan menjadi 11% pada 2005, kemudian naik lagi sebesar 14% pada 2015. Sedangkan yang mengalami perubahan psikologis seperti mudah tersinggung, merasa takut, gelisah, lekas marah sebanyak 90%, gangguan tidur 50%, dan depresi 70%. Hasil penelitian Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara dalam Hardians (2005), keluhan masalah kesehatan yang dihadapi oleh perempuan menopause dengan sindrom menopause seperti gejala fisik antara lain keluhan nyeri senggama 93,33%, perdarahan pasca senggama 84,44%, vagina kering 93,33%, dan keputihan 75,55%, gatal pada vagina 88,88%, perasaan panas pada vagina 84,44%, nyeri berkemih 77,77%, inkontenensia urin 68,88%. Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya sindrom menopause pada wanita bukan hanya disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal dan perubahan estrogen, tetapi juga dikaitkan dengan pola diet, gaya hidup, dan faktor keturunan. Sikap positif wanita dalam menjalani menopouse turut dipengaruhi oleh pengetahuan dan latar
4 belakang masing-masing wanita. Disisi lain, lingkungan keluarga yang memberikan dukungan kepada wanita menopause untuk berperilaku hidup sehat dapat mengurangi ketidaknyaman dalam menjalani menopause (Kasdu, 2004). Munculnya perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita menopause inilah individu harus berusaha untuk tetap berpikir positif. Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia wanita akan menimbulkan berbagai perubahan mental. Perubahan dalam kehidupan wanita ini dapat mengganggu kestabilan emosi seperti cemas atau depresi (Proverawati, 2010). Masalah kecemasan ini merupakan salah satu hal yang sangat mengganggu kesehatan jiwa seorang ibu yang sedang menjalani menopause yang ditandai dengan perasaan takut, khawatir, stres, depresi dan adanya penolakan terhadap menopause. Kecemasan merupakan faktor fisiologis pada wanita menopause yang paling sering terjadi, terutama kecemasan yang menyertai perubahan-perubahan kondisi fisiknya. Perubahan seringkali memengaruhi keadaan psikis seorang wanita. Keluhan fisik maupun psikisnya tentu saja akan mengganggu kesehatan wanita yang bersangkutan. Kecemasan akan semakin menjadi-jadi ketika wanita menopause mengembangkan perasaan negatif tentang masalah-masalah menopause yang ada (Papalia, 2008). Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (reality testing ability RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Gejala
5 kecemasan baik yang sifatnya akut maupun kronik (menahun) merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan. Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam beberapa kelompok yaitu, gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik, gangguan phobik, dan gangguan obsesif-kompulsif. Diperkirakan jumlah orang yang menderita kecemasan baik akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria yaitu 2 banding 1. Tingkat kecemasan seseorang dapat diukur berdasarkan model Hamilton Rating Scale for Anxiate (HRS- A) (Hawari, 2013). Kecemasan terhadap sindrom menopause yang muncul pada wanita sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi suatu situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Umumnya mereka tidak mendapat informasi yang benar sehingga dibayangkannya adalah efek negatif yang akan dialami setelah memasuki masa menopause. Mereka cemas dengan berakhirnya era reproduksi yang berarti berhentinya nafsu seksual dan fisik. Apalagi menyadari dirinya akan menjadi tua, yang berarti kecantikannya akan memudar. Seiring dengan hal itu, validitas dan fungsi organ tubuhnya akan menurun. Hal ini akan menghilangkan kebanggaannya sebagai wanita. Keadaan ini dikhawatirkannya akan memengaruhi hubungannya dengan suami maupun lingkungan sosialnya seperti gangguan pekerjaan. Selain itu, usia ini sering dikaitkan dengan timbulnya penyakit kanker atau penyakit lain yang sering muncul pada saat wanita memasuki usia tua (Rostina, 2009). Beberapa wanita yang mengalami menopause mengeluhkan depresi dan peningkatan sensitivitas diri serta tingkat kecemasan sedang, tetapi pada beberapa
6 kasus perasaan ini dihubungkan dengan keadaan yang lain dalam kehidupan wanita seperti kasus perceraian, kehilangan pekerjaan dan sebagainya. Wanita mengalami kecemasan dapat disebabkan oleh faktor keluarga, media dan lingkungan sosial (Lestari, 2010). Salah faktor yang memengaruhi perilaku ibu menopause dalam menghadapi kecemasan adalah motivasi. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri untuk terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan. Sikap mental yang pro dan positif terhadap situasi itulah yang memperkuat motivasi. Sikap mental seseorang haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikologis (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya, seseorang secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi dan kondisi (Prabu, 2012). Motivasi terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrensik. Motivasi intrinsik yaitu hal dan keadaan yang datang dari dalam diri dan merupakan pendorong untuk melakukan kegiatan, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu dan merupakan pengaruh dari orang tua atau lingkungan, keluarga dan orang lainnya, misalnya seorang suami yang memberikan perhatian kepada istrinya dapat membuat istrinya merasa nyaman (Purwanto, 1999). Faktorfaktor yang memengaruhi motivasi intrinsik adalah kebutuhan (need), harapan (expectancy) dan minat. Sedangkan faktor ekstrinsik dipengaruhi oleh dorongan keluarga, lingkungan sosial dan media informasi (Taufik, 2007). Ibu mempunyai motivasi yang kuat dalam dirinya (intrinsik) tentunya memiliki keinginan atau minat yang besar untuk mengatasi kecemasan akibat
7 sindrom menopause yang dirasakannya atau mempersiapkan diri untuk menghadapi gejala tersebut. Namun bila ibu mempunyai motivasi rendah merasa kurang peduli dalam mengatasi gejala tersebut. Hal ini dapat menyebabkan ibu mengalami tingkat stress atau depresi yang lebih tinggi sehingga dapat menimbulkan penyakit seperti hipertensi yang mengganggu aktivitas sehari-hari (Julita, 2012). Faktor intrinsik yang paling utama untuk mendorong ibu menopause mengurangi kecemasan adalah mempersiapkan diri dengan pengetahuan yang memadai sebelum datangnya menopause. Ibu dapat menyikapi menopause yang dialami dengan mempersiapkan dirinya sebelum serta sesudah menopause (Lestari, 2010). Mengingat menopause merupakan masalah fisiologis, tetapi dapat menyebabkan penerimaan yang berbeda-beda, maka alangkah baiknya jika masalah menopause diketahui secara jelas oleh setiap wanita. Meskipun tujuan reproduksi tidak menjadi hal utama di usia ini, perlu adanya pendidikan kesehatan yang menunjang kesiapan wanita pra menopause dalam menghadapi menopause (Mulyani, 2013). Perlunya sumber informasi kesehatan tentang sindrom menopause yang disampaikan oleh petugas kesehatan agar ibu lebih mengerti dan dapat mendorong/ memotivasi dirinya untuk berbuat atau menerapkan perilaku hidup sehat seperti menjaga kesehatan dengan selalu memeriksakan diri ke sarana kesehatan, mengkonsumsi makanan sedikit lemak, menghindari kebiasaan merokok, berolahraga dan istirahat yang cukup (Sibagariang, 2010).
8 Untuk mengurangi perubahan kecemasan menghadapi sindrom menopause berdasarkan faktor eksternal seperti keharmonisan keluarga dan saling pengertian antara suami istri dan anggota keluarga lainnya (anak). Pada keluarga yang harmonis kesiapan menerima proses penuaan makin besar dalam menghadapi kecemasan disebabkan dukungan, perhatian keluarga yang sangat berarti bagi ibu menopause (Manuaba, 2009). Penelitian Sugiarti (2010) meneliti tentang pengaruh faktor internal berupa kepercayaan diri dan faktor eksternal berupa dukungan keluarga terhadap kecemasan dalam menghadapi menopause pada ibu menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan faktor kepercayaan diri ibu terhadap kecemasan yang dialami saat ini. Namun ada hubungan negatif faktor dukungan keluarga dengan kecemasan ibu menjalani menopause. Keluarga merupakan lingkungan yang dapat menjadikan wanita merasa aman. Oleh karenanya, seorang wanita yang mendapat dukungan keluarga terutama pada saat menghadapi masa pra menopause, akan merasa mendapat perhatian, kepedulian, perlindungan serta rasa aman dari orang-orang di sekitarnya. Ketidaksiapan seorang wanita dalam menghadapi perubahan pada masa menopause juga disebabkan oleh kurangnya informasi yang benar tentang menopause dapat memperberat sindrom menopause terutama gejala kecemasan. Sebagian besar wanita mendapatkan pengetahuan tentang menopause dari pengalaman orang lain saja (teman), sehingga mereka kurang mendapatkan informasi yang konkret tentang hal tersebut. Akibatnya mereka juga belum siap mental menghadapi perubahan yang terjadi baik fisik maupun psikologis. Sebagaimana penelitian Fonna (2012)
9 menyimpulkan bahwa 54,7% ibu yang tidak siap mental menghadapi menopause di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen. Ketidaksiapan mental tersebut disebabkan ibu kurang pengetahuan dan minimnya informasi yang diperoleh dari petugas kesehatan karena petugas kesehatan belum menjalankan perannya sebagai motivator, edukator, dan fasilitator dengan baik. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara terdiri dari 13 desa dengan jumlah wanita sebanyak 14.016 jiwa dengan ibu berusia 40-60 tahun yaitu orang 2.917 jiwa. Hasil wawancara dengan 10 orang dari jumlah tersebut tentang motivasi yang datang dari dalam dirinya untuk berusaha menghadapi menopause menyatakan belum mempersiapkan dengan baik atau mengatasi keluhan menopause seperti rendahnya minat atau keinginan mencari informasi tentang sindrom menopause yang mungkin terjadi dan cara mengatasinya. Ibu juga menyatakan informasi tentang keluhan tersebut diperoleh dari teman yang kebenarannya belum dapat terjamin. Media informasi sangat penting untuk mengatasi berbagai keluhan yang dialami supaya dapat menjadi pedoman dalam mengurangi kecemasan yang terjadi. Demikian juga hasil wawancara ibu terhadap faktor ekstrinsik seperti peran atau dukungan suami sebagai pendorong dalam menghadapi keluhan kecemasan yang dirasakan, dimana suami atau keluarga kurang memberikan pengertian dan perhatian disebabkan kesibukan pekerjaan. Suami juga kurang memperhatikan perkembangan psikologis yang dialami ibu saat ini disebabkan komunikasi dalam membicarakan tentang kondisi ibu jarang terkondisikan. Teman-teman ibu juga jarang
10 membicarakan bagaimana menghadapi kecemasan akibat menopause. Justru mitos yang timbul dari teman-temannya tentang menopause dapat membuat ibu mengalami kecemasan seperti memasuki menopause menyebabkan hilangnya kecantikan yang selama ini dibanggakan sehingga khawatir suami mengganti yang lebih muda dan anak yang sudah dewasa tidak lagi membutuhkan ibunya. Ada juga ibu menopause harus berjuang sendiri untuk mencari nafkah keluarga agar kebutuhan sehari-hari terpenuhi sehingga kondisi ini dapat mempercepat ibu mengalami kecemasan. Dari 10 orang ibu yang diwawancarai dengan terlebih dahulu penulis menyebutkan sindrom yang akan dialami pada masa menopause diantaranya 6 orang (60%) merasa cemas dengan 3 orang (30%) akan berusaha mengatasinya dan 1 orang (10%) kurang memperdulikan gejala tersebut. Upaya tenaga kesehatan di Puskesmas Pijorkoling dalam melakukan konseling khususnya bagi ibu yang mengalami kecemasan karena sindrom menopause belum berjalan dengan baik, disebabkan banyaknya pasien dan kurangnya waktu menyebabkan tenaga kesehatan tidak dapat melaksanakan tugas mereka secara maksimal, dengan kata lain peran tenaga kesehatan sering tidak dapat dijalankan secara bersamaan. Berdasarkan fenomena tersebut yang melatarbelakangi penulis meneliti tentang Hubungan Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dengan Kecemasan Ibu dalam Menghadapi Sindrom Menopause di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2015.
11 1.2. Permasalahan Apakah ada hubungan motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan kecemasan ibu dalam menghadapi sindrom menopause di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2015. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis hubungan motivasi intrinsik (kebutuhan, harapan, minat) dan ekstrinsik (dukungan keluarga, lingkungan, media informasi) dengan kecemasan ibu dalam menghadapi sindrom menopause di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2015. 1.4. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan motivasi intrinsik (kebutuhan, harapan, minat) dengan kecemasan ibu dalam menghadapi sindrom menopause. 2. Ada hubungan motivasi ekstrinsik (dukungan keluarga, lingkungan, media informasi) dengan kecemasan ibu dalam menghadapi sindrom menopause. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini nantinya adalah sebagai berikut: 1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan Bermanfaat sebagai bahan masukan dan informasi berkaitan dengan motivasi ibu memasuki usia menopause dalam menghadapi sindrom menopause sehingga dapat
12 dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Daerah Kota Padangsidimpuan dalam program kesehatan ibu. 2. Bagi Masyarakat Bermanfaat untuk memberikan informasi bagi masyarakat khususnya ibu yang memasuki usia menopause sehingga dapat mengurangi kecemasan disebabkan sindrom menopause. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Bermanfaat sebagai sumber informasi dan bahan kepustakaan dalam pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan ibu.