PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK INDERAJA TERAPAN

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN ENVI 4.1.

TUTORIAL DASAR PERANGKAT LUNAK ER MAPPER

Oleh : ABDUR RAHMAN, S.Pi, M.Sc

PENGOLAHAN IDENTIFIKASI MANGROVE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ACARA IV KOREKSI GEOMETRIK

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH REGISTRASI DAN REKTIFIKASI DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ENVI. Oleh:

LAPORAN ASISTENSI MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH. Dosen : Lalu Muhammad Jaelani ST., MSc., PhD. Cherie Bhekti Pribadi ST., MT

SAMPLING DAN KUANTISASI

Identifikasi Mangrove dan Kerapatan Mangrove. Tutorial Ringkas Identifikasi Ekosistem Mangrove dan Pemetaan Kerapatan Mangrove

Membuat Layout Data Citra Satelit Menggunakan ENVI November 2012 Hal. 1

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

ix

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI GEOMETRIK CITRA

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Subset citra QuickBird (uint16).

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

REGISTRASI PETA TUTORIAL I. Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO)

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB 3 KOREKSI KOORDINAT

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

BAB IV. Ringkasan Modul:

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

PRAKTIKUM INTERPRETASI CITRA DIJITAL. Ratna Saraswati

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB III METODE PENELITIAN

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

LATIHAN GPS SUNGAI TIGO. Di Ambil dari Berbagai Sumber

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti

3 MEMBUAT DATA SPASIAL

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Staf Pengajar Jurusan Teknik Geodesi FT-UNPAK.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 DIGITASI. Akan muncul jendela Create New Shapefile

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENGOLAHAN DATA. Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini.

2. GEO REFERENCING. A. Georeferencing menggunakan koordinat yang tertcantum dalam peta analog.

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya)

1. Mengenal ER Mapper 5.5

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH TERAPAN KALIBRASI RADIOMETRIK PADA CITRA LANDSAT 8 DENGAN MENGGUNAKAN ENVI 5.1

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

PENAJAMAN DAN SEGMENTASI CITRA PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Y *)

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA

BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN

BAB VI. Ringkasan Modul. Mengedit Data Vektor Membuat Setting Snap Menambah Feature Linier Menambahkan Feature Titik Menggunakan Koordinat Absolut

3. METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 4 Pengolahan Titik (2) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.


PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

BAB II LANDASAN TEORI

Masukkan CD Program ke CDROM Buka CD Program melalui My Computer Double click file installer EpiInfo343.exe

Operasi dalam Erdas 12/18/2011 IMAGE ENHANCEMENT (PENAJAMAN CITRA) A. Radiometric Enhancement. a. Histogram Match Mengapa perlu Histogram Match :

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

Pengolahan citra. Materi 3

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengenalan Dasar ILWIS JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Sesi 3 Operasi Pixel dan Histogram. : M. Miftakul Amin, S. Kom., M. Eng.

PEMROSESAN CITRA DIGITAL

Transkripsi:

PETUNJUK PRAKTIKUM PENGOLAHAN CITRA DIGITAL (MENGGUNAKAN SOFTWARE ENVI 4.0) Disiapkan Oleh : Muhammad Kamal LABORATORIUM PENGINDERAAN JAUH DASAR JURUSAN KARTOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH FAKULTAS GEOGRAFI UGM YOGYAKARTA 2006

MODUL 1 DISPLAY CITRA, PEMBACAAN NILAI PIKSEL, DAN PENYUSUNAN CITRA KOMPOSIT WARNA A. KONVERSI FORMAT DATA Langkah pertama dalam pengolahan citra digital adalah melakukan konversi data sehingga data tersebut dapat dibaca dan dikenali oleh software yang digunakan. Dalam praktikum ini data yang dimaksud adalah data citra pengideraan jauh, yaitu citra Landsat 7 ETM+. Keterangan data sebagai berikut : Citra : Landsat 7 ETM+ Perekaman : Juli 2002 Daerah : Semarang dan sekitarnya Dimensi : 700 x 1000 piksel Saluran : 6 saluran (ETM1, ETM2, ETM3, ETM4, ETM5 dan ETM7) Format : *.lan (ERDAS 7.5) 1. Jalankan program ENVI 4.0, Start > All Programs > RSI ENVI 4.0 > ENVI 2. Klik Menu File > Open External File > IP Software > ERDAS 7.5 (.lan) 3. Pada jendela Enter ERDAS (.lan) Filenames, tentukan file yang akan digunakan (dalam hal ini file smg_raw.lan), klik Open untuk membuka file. Tipe file penyimpanan pada format standar ENVI adalah BSQ, sedangkan pada format *.lan adalah BIL. Sehingga diperlukan proses konversi untuk dapat membaca file tersebut. 4. Muncul jendela Available Bands List, perhatikan jumlah saluran. Ada 6 saluran yang muncul, namun Anda harus jeli, saluran 6 yang terlihat pada jendela tersebut sebenarnya adalah saluran ETM7 (Inframerah Tengah II). Saluran ETM6 tidak disertakan karena berupa saluran Inframerah Termal dengan ukuran piksel yang berbeda. B. MENAMPILKAN CITRA Setelah mengimpor data citra, langkah selanjutnya adalah menampilkan citra di layar komputer untuk mengetahui kondisi liputan citra, baik dari segi sebaran pola obyek secara geografis maupun kualitas citra itu sendiri. Cara display citra digital yang pertama adalah dalam mode Gray Scale atau berdasar tingkat keabuan yang merepresentasikan intensitas pantulan spektral obyek pada saluran tertentu (single band). 1. Pada jendela Available Bands List, klik radio button Gray Scale 2. Pilih salah satu saluran yang akan ditampilkan 3. Klik Load Band, sehingga muncul 3 jendela display citra, dimana : Jendela Scroll : display keseluruhan citra sekaligus navigator, Jendela Image : perbesaran dari jendela Scroll, sekaligus memuat beberapa menu informasi citra dan pengolahan sederhana, dan Jendela Zoom : perbesaran dari jendela Image, dimana kenampakan per-piksel dapat dengan mudah diamati. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 1

4. Amati seluruh citra, geserlah box merah baik pada jendela Scroll maupun Image. Pada jendela Zoom, Anda bisa melakukan zoom-in atau zoom-out dengan klik tanda + atau di sebelah kiri bawah kotak jendela Zoom. Angka perbesaran akan muncul di bar jendela Zoom. 5. Tampilkan juga saluran yang lain dan amati perbedaannya. 6. Jika Anda ingin menampilkan saluran lain pada jendela display citra yang sama, klik saluran yang diinginkan kemudian klik Load Band. 7. Jika Anda ingin menampilkan saluran yang lain pada jendela display citra baru, klik button Display #... (di sebelah kanan button Load Band) > New Display, sehingga muncul jendela display baru yang kosong. 8. Pilih saluran yang diinginkan, klik Load Band. Perhatikan posisi display aktif pada Display #2. Demikian seterusnya sehingga Anda dapat menampilkan banyak jendela display citra. C. LINK DISPLAY Salah satu kelebihan software ENVI adalah adanya fungsi linkage antar saluran citra (bahkan antar citra). Basis hubungan berdasarkan posisi piksel atau koordinat geografis. 1. Tampilkan 2 jendela display citra dengan saluran yang berbeda, atur sehingga Anda nyaman. 2. Pada salah satu jendela Image, klik menu Tools > Link > Link Displays. 3. Pada jendela Link Displays, tentukan Display #1 Yes, Display #2 Yes, Link Size/Position pilih salah satu, Dynamic Overlay on, Transparency 0, klik OK. 4. Perhatikan kenampakan display citra akan sama antara kedua jendela display. 5. Klik kiri mouse dan tahan pada citra di jendela Image untuk mengetahui perbedaan respon spektral obyek terhadap saluran yang berbeda. Lepas klik untuk kembali ke semula. 6. Lakukan untuk semua variasi saluran. Anda bisa menambahkan jendela menjadi 3 atau 4 sesuai kebutuhan. 7. Jika display citra lebih dari 2, pada jendela Link Displays Anda bisa mengatur Display # yang akan diaktifkan. 8. Untuk menghilangkan Link, pada jendela Image klik menu Tools > Link > Unlink Display. D. PEMBACAAN NILAI PIKSEL 1. Perhatikan perbedaan respon spektral pada obyek air, lahan terbuka, vegetasi kerapatan tinggi, dan vegetasi kerapatan rendah. 2. Pilih titik-titik pengamatan yang ekstrim (misalnya laut atau danau untuk obyek air, daerah pegunungan untuk vegetasi kerapatan tinggi, dsb) dan posisinya tetap untuk setiap saluran (gunakan koordinat posisi piksel sebagai panduan pengamatan nilai piksel tiap saluran). 3. Untuk membaca posisi dan nilai piksel, klik menu Tools > Cursor Location/ Value. 4. Pada jendela Cursor Location/ Value muncul angka posisi dan nilai piksel yang mengikuti kemanapun cursor Anda arahkan pada citra. Jika kedua jendela masih dalam kondisi Link, maka nilai piksel kedua saluran akan muncul seperti gambar di bawah ini. Posisi piksel Nilai Piksel Saluran #1 Nilai Piksel Saluran #2 Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 2

5. Amati minimal 9 piksel untuk setiap obyek per-saluran. Catat koordinat, nilai piksel, dan rerata nilai piksel untuk satu obyek pada saluran tertentu dianggap mewakili nilai pantulan spektral obyek tersebut pada saluran yang digunakan. 6. Buat tabel catatan nilai piksel untuk obyek-obyek di atas pada semua saluran, sehingga Anda memiliki nilai piksel pantulan spektral obyek yang diukur pada semua saluran. Tabel pembacaan nilai piksel Saluran NPair rnpair NPltbk rnpltbk NPvkt rnpvkt NPvkr rnpvkr 1 2,1,2,3,1,2,2,3,2 2 2 3 4 5 7 Koordinat pusat x y x y x y x y TUGAS : Plot nilai piksel rerata dari tabel di atas pada diagram pencar. Dimana sumbu x adalah panjang gelombang saluran dan y adalah nilai piksel. Beri notasi yang berbeda (atau warna yang berbeda) untuk obyek yang berbeda. Amati pola pantulan yang terjadi, bandingkan dengan kurva pantulan spektral. Apa yang dapat Anda simpulkan dari diagram pencar tersebut? E. PENYUSUNAN CITRA KOMPOSIT WARNA Penyusunan citra komposit warna adalah cara yang paling umum untuk menonjolkan masing-masing keunggulan saluran secara serentak dalam suatu display, sehingga memudahkan pengguna dalam interpretasi citra secara visual. Citra ini merupakan paduan dari 3 saluran, dengan masing-masing saluran diberi warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (RGB). Warna yang terjadi adalah kombinasi dari tingkat kecerahan pada suatu obyek di setiap saluran. Citra komposit standar merupakan paduan tiga saluran dengan rujukan foto udara inframerah dekat. Pada umumnya saluran ETM4 (inframerah dekat) diberi warna merah, saluran ETM3 (merah) diberi warna hijau, dan saluran ETM2 (hijau) diberi warna biru. Citra seperti ini disebut juga dengan citra warna semu standar (standard false color composite). Sangat dimungkinkan untuk membuat komposit citra dari kombinasi yang berlainan sesuai tujuan, citra seperti ini disebut komposit warna semu tidak standar. 1. Pada jendela Available Bands List, pilih radio button RGB, jendela Selected Band berubah menjadi 3 saluran dengan urutan pewarnaan RGB. 2. Untuk pertama kali, buatlah komposit warna semu standar. Masukkan saluran input komposit, perhatikan radio button warna (RGB) yang aktif, dan klik saluran untuk input. Jika ketiga saluran sudah Anda masukkan, cek sekali lagi agar tidak terjadi kesalahan. 3. Klik Load RGB untuk menampilkan citra komposit pada jendela display image. 4. Amati kenampakan yang terjadi pada citra komposit, catat warna yang terjadi pada ke-empat obyek yang sebelumnya Anda teliti. Lihat posisi koordinatnya pada tabel. 5. Amati juga nilai piksel pada ketiga saluran yang membentuk warna tersebut, gunakan prosedur point D3. Karena komposit, maka nilai piksel yang muncul adalah Nilai piksel 3 saluran ketiga saluran penyusun komposit. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 3

6. Buat jendela display image baru, buat komposit R: ETM3, G: ETM2, dan B: ETM1, amati warna yang terbentuk. 7. Link-kan dengan komposit 432, amati dan catat warna juga nilai piksel ke-empat obyek yang sama pada citra komposit 321. 8. Cobalah untuk membuat komposisi saluran yang lain (452, 457, 352, dsb). Pilih salah satu yang Anda anggap menyajikan obyek secara visual terbaik. Amati dan catat juga nilai piksel untuk ke-empat obyek di atas. TUGAS (sertakan dalam laporan) : 1. Apa yang disebut dengan komposit warna asli (true color composite), dan bagaimana cara memperolehnya? Apa bedanya dengan komposit warna semu (false color composite)? 2. Berdasarkan catatan nilai piksel Anda untuk tiap obyek pada 3 komposit yang berbeda. Jelaskan mengapa warna vegetasi kerapatan tinggi pada citra komposit 432 berwarna merah pekat, sedangkan pada citra komposit 321 berwarna hijau kehitaman? Jelaskan pula untuk warna yang terbentuk pada citra komposit non-standar yang Anda pilih. 3. Perbandingkan ketiga citra komposit, buat tabel tingkat kemudahan pengenalan ke-empat obyek dari sangat mudah, mudah, agak sulit, sulit, dan sulit sekali. Buatlah kesimpulan. 4. Bagaimana prinsip membuat citra komposit yang lebih menonjolkan obyek tanah? F. PENGAMATAN POLA SPEKTRAL DENGAN SCATTER PLOT Scatter plot atau diagram pencar menggambarkan hubungan pantulan spektral antara 2 saluran. Bentuk hubungan digambarkan dalam pola pengelompokan nilai piksel. Diagram pencar ini sangat bermanfaat untuk pengenalan obyek terkait dengan besar pantulan spektralnya. PENGAMBILAN SAMPEL OBYEK Sebelum menampilkan scatter plot, ambil sampel beberapa obyek di atas agar dapat diketahui pola pengelompokan piksel pada scatter plot, caranya sebagai berikut : 1. Tampilkan salah satu saluran citra. 2. Pada menu jendela image display klik Overlay > Region of Interest. 3. Pada jendela #1 ROI Tool, pilih radio button Window Zoom. Klik ROI_Type > Polygon. Klik Region #1 (Red) 0 points, kemudian klik Edit. Ubah nama dan warna (jika perlu), misalnya tubuh air (biru). Klik OK jika sudah. 4. Arahkan cursor ke jendela Scroll atau image, arahkan box ke obyek air yang sebelumnya diamati, pastikan posisinya tepat. 5. Arahkan cursor ke jendela Zoom, perbesar hingga Anda bisa melihat jelas per piksel. Tentukan kelompok piksel yang cenderung homogen untuk obyek air. Ambil sampelnya dengan membuat poligon, klik kanan untuk menutup poligon, dan klik kanan sekali lagi untuk memunculkan warna. 6. Lakukan prosedur serupa untuk obyek yang lain. Simpan ROI, klik File > Save ROIs, klik Select All Items, masukkan direktori penyimpanan dan nama file ROI. MENAMPILKAN SCATTER PLOT 1. Pada jendela Image, klik File > Preferences, Set Image Window Xsize = 700 dan Ysize = 1000, klik OK. Ini dimaksudkan untuk menampilkan keseluruhan potongan citra pada diagram pencar. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 4

2. Pada menu Image klik Tools > 2-D Scatter Plots, tentukan saluran untuk sumbu x dan y, klik OK. Muncul diagram pencar, kemudian atur sehingga jendela diagram pencar berada di luar jendela Image. 3. Pada jendela Scatter Plot klik File > Import ROIs, klik Select All Items, OK. Warna obyek akan muncul baik di citra maupun di diagram pencar. Amati kecenderungan pengelompokan obyek pada diagram pencar. 4. Cobalah untuk variasi sumbu x dan y yang lain, pada jendela scatter plot klik Options > Change Bands, tentukan saluran yang dibutuhkan. Amati juga pola spektral untuk obyek-obyek di atas. 5. Untuk lebih memperjelas dimana obyek pada scatter plot, klik kiri pada citra dan gerakkan, maka pada scatter plot akan mengikuti gerakan cursor Anda dimana spektral obyek berada. 6. Simpan salah satu diagram pencar dengan pola pengelompokan obyek, beri notasi untuk pengelompokan spektralnya. Analisis pengelompokan obyek yang terjadi dan sertakan dalam laporan. Vegetasi rapat Tanah kosong Vegetasi jarang Tubuh air Gambar pola pengelompokan spektral obyek air, tanah kosong, vegetasi rapat, dan vegetasi jarang pada saluran 3 vs 4. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 5

MODUL 2 KOREKSI RADIOMETRIK DAN GEOMETRIK A. KOREKSI RADIOMETRIK Nilai piksel merupakan hasil bit-coding informasi spektral dari obyek di permukaan bumi. Informasi spektral ini mencapai detektor pada sensor dalam bentuk radiansi spektral (spectral radiance) dengan satuan miliwatt cm -2 sr -1 µm -1. Secara teoritik, pada suatu sistem penginderaan jauh ideal, nilai pantulan spektral obyek di permukaan bumi sama dengan nilai radiansi spektral yang terekam di detektor. Namun pada spektrum tampak dan perluasannya (0,36 sekitar 0,9 µm), informasi spektral obyek di permukaan bumi biasanya mengalami bias, karena ada hamburan dari obyek lain di atmosfer, khususnya partikel debu, uap air, dan gas triatomik lainnya. Dengan adanya bias tersebut maka diperlukan koreksi untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya. Rumus umum koreksi nilai piksel pada setiap scene adalah dengan mengurangi setiap nilai pada citra yang akan dikoreksi dengan nilai bias : BVtekoreksi = BVasli - bias Pencarian nilai bias dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain; penyesuaian histogram (histogram adjustment), penyesuaian regresi, kalibrasi bayangan (shadow callibration), dan metode diagram pencar (metode Bronsveld) (Projo Danoedoro, 1996). Metode koreksi radiometrik yang digunakan dalam praktikum ini adalah penyesuaian histogram. Metode ini dipilih karena relatif sederhana, waktu pemrosesan singkat, dan tidak melibatkan perhitungan matematis yang rumit. Metode ini dilandasi oleh asumsi bahwa dalam proses koding digital oleh sensor, obyek yang memberikan respon spektral paling lemah atau tidak memberikan respon sama sekali seharusnya bernilai 0. Apabila nilai minimal > 0, maka nilai tersebut dihitung sebagai offset, dan koreksi dapat dilakukan dengan mengurangi keseluruhan nilai dengan offset. Namun demikian dalam kenyataan belum tentu nilai minimum piksel adalah 0 pada setiap saluran, sehingga penggunaan metode ini juga harus hati-hati. Untuk alasan praktis praktikum, metode ini digunakan, namun sekali lagi bukan satu-satunya metode koreksi radiometrik. PEMBACAAN NILAI MINIMUM DAN MAKSIMUM SALURAN 1. Buka citra yang akan dikoreksi radiometrik-nya. 2. Hitung statistik citra, pada bar menu klik Basic Tools > Statistics > Compute Statistics, muncul jendela Calculate Statistics Input File. 3. Pilih file citra yang akan dihitung statistiknya, dengan kondisi sebagai berikut : Stats Subset : Full Scene Spectral Subset : 6/6 Bands 4. Klik OK, sehingga muncul jendela Calculate Statistics Parameters. 5. Aktifkan tanda chek Text Report, Min/Max/Mean Plot, Calculate Histogram Statistic, Histogram Plots, dan Histogram plots per window = 1. 6. Masukkan nama dan direktori file statistik output. Tentukan pada folder Anda, beri nama radiometrik.sta. 7. Aktifkan juga Report untuk Screen dan File, tentukan direktori save-in dan beri nama smg_minmax.txt. 8. Klik OK, muncul text report statistik citra, histogram citra persaluran, dan grafik min-max nilai piksel. 9. Catat nilai minimum dan maksimum tiap saluran (sebenarnya Anda sudah punya file dalam bentuk txt (smg_minmax.txt)). Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 6

10. Tentukan saluran yang akan Anda koreksi, cari histogramnya. Untuk mengetahui saluran histogram klik kanan pada plot histogram > Plot Key. 11. Simpan gambar histogram saluran yang akan dikoreksi. Pada jendela histogram klik File > Save Plot As > Image File. Output File Type: JPEG dan tentukan nama serta direktori save-in, klik OK. (Histogram ini digunakan untuk memperbandingkan dengan histogram setelah koreksi). PROSES KOREKSI RADIOMETRIK 1. Pada bar menu klik Basic Tools > Band Math, sehingga muncul jendela Band Math. 2. Pada text box Enter an expression ketikkan bx bias (misalnya b1 62, dimana b1 adalah band input), kemudian klik Add to List, klik OK. 3. Masukkan saluran yang dimaksud, save output sebagai file, tentukan direktori dan beri nama smg_rx (r adalah radiometrik dan x adalah saluran). 4. Lakukan untuk saluran yang lain. Meskipun nilai minimum 0 lakukan juga Band Math dengan bias 0, sehingga akan terbentuk file saluran secara terpisah. 5. Tampilkan citra salah satu saluran sebelum dikoreksi dan tampilkan juga citra saluran tersebut setelah dikoreksi radiometrik-nya. 6. Link-kan keduanya, amati perbedaan kecerahan antara keduanya. Catat perubahannya. 7. Cek nilai pikselnya. Apakah nilai piksel citra terkoreksi sesuai dengan pengurangan bias? 8. Tampillkan statistik citra terkoreksi beserta histogramnya, catat perubahannya, simpan juga histogramnya. Perbandingkan dengan histogram sebelum koreksi, beri komentar dan sertakan dalam laporan. B. KOREKSI GEOMETRIK Koreksi geometrik (sering disebut rektifikasi) pada citra dimaksudkan untuk mengembalikan posisi piksel sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan posisi sebenarnya di permukaan bumi. Menurut Jensen (1996), ada dua proses dasar dalam rektifikasi geometri, yaitu interpolasi spasial dan interpolasi intensitas. Interpolasi spasial adalah penentuan hubungan geometrik antara lokasi piksel pada citra masukan dan peta. Pada proses ini dibutuhkan beberapa titik kontrol medan (Ground Control Point/ GCP) yang dapat diidentifikasi pada citra dan peta. Apabila persamaan transformasi koordinat diterapkan pada titik-titik kontrol maka diperoleh residual x dan residual y. Residual adalah penyimpangan posisi titik yang bersangkutan terhadap posisi yang diperoleh melalui transformasi koordinat yang kemudian dinyatakan sebagai nilai Residual Means Square Error atau RMS(error). Tingkat keberhasilan dalam tahap ini biasanya ditentukan dengan besarnya nilai ambang RMS(error) total, atau yang dikenal dengan istilah sigma. Menurut ketelitian baku peta nasional Amerika Serikat (US National Map Standard), nilai sigma citra harus lebih kecil daripada setengah resolusi spasial citra yang bersangkutan (Eastman, 1997, dalam Like Indrawati, 2001), sehingga rata-rata pergeseran posisi yang dapat diterima dari hasil koreksi ini nantinya adalah 0,5 x ukuran piksel. Dalam melakukan transformasi koordinat, terdapat beberapa macam transfromasi polinomial yang satu dengan yang lain memberikan ketelitian yang berbeda-beda (Jensen, 1996) yaitu : Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 7

- Transformasi affine, yaitu memerlukan minimal 4 titik kontrol untuk mengubah posisi geometrik citra sama dengan posisi geometerik referensi (peta). Transformasi ini lebih sesuai untuk daerah yang bertopografi relatif datar atau landai. - Transformasi orde dua, yang dapat dijalankan minimal dengan 6 titik kontrol (atau 12 parameter), dengan ketelitian yang pada umumnya lebih akurat dibandingkan dengan transformasi affine. - Transformasi orde tiga, yang dapat dijalankan minimal dengan 10 titik kontrol (20 parameter), dan lebih tepat untuk daerah dengan variasi topografi yang besar. Ilustrasi proses resampling nilai piksel dari citra asli (X,Y ) ke citra terkoreksi (X,Y) (Jensen, 1996). Interpolasi intensitas dilakukan dengan proses resampling. Resampling merupakan proses penentuan kembali nilai piksel sehubungan dengan koordinat baru setelah interpolasi spasial (ilustrasi di atas). Secara umum terdapat tiga macam teknik untuk resampling, yaitu : - Interpolasi nearest neighbor, dimana nilai baru untuk piksel dengan posisi baru diambil dari nilai piksel lama pada posisi lama yang terdekat. - Interpolasi bilinear, dimana nilai piksel baru pada posisi baru dihitung dengan mempertimbangkan 4 nilai piksel lama pada posisi lama yang terdekat. - Interpolasi cubic-convolution, yang memperhitungkan 16 nilai piksel lama pada posisi lama terdekat. PENENTUAN GROUND CONTROL POINTS 1. Buka citra yang sudah dikoreksi radiometrik. Sebaiknya komposit. 2. Pada bar menu, klik Map > Registration > Select GCPs : Image to Map 3. Pada jendela Image to Map Registration tentukan parameter sistem koordinat UTM, datum WGS 84, unit meter, zona 49 S, klik OK. 4. Perhatikan kenampakan obyek pada citra dan peta. Analisis daerah liputan citra, dan tentukan berapa banyak GCP yang akan Anda gunakan, serta di mana saja. Diskusikan dengan asisten jika perlu. 5. Pada jendela GCP Selection, masukkan koordinat peta suatu titik pada box yang kosong, perhatikan easting dan northing-nya. 6. Untuk memasukkan koordinat tersebut sebagai GCP, arahkan cross hair cursor pada citra ke posisi titik yang sama dengan peta (gunakan zoom agar lebih teliti), jika sudah yakin klik Add Point, sehingga Anda memperoleh GCP nomor 1. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 8

7. Lanjutkan untuk GCP yang lain. Jika Anda sudah memiliki minimal 4 GCP maka nilai RMS akan muncul. 8. Untuk menampilkan list titik-titik GCP Anda, klik Show List, untuk mengurangi besarnya RMS, pada list ini Anda bisa menonaktifkan GCP yang bermasalah, dan/atau melakukan editing. 9. Jika jumlah GCP telah sesuai dengan rencana dan RMS kecil, simpan GCP Anda. Pada jendela GCP Selection, klik File > Save GCPs w/ map coords. Tentukan direktori dan beri nama. PROSES REKTIFIKASI 1. Pada jendela GCP Selection, klik Option > Warp File, tentukan file yang akan direktifikasi, klik OK. 2. Pada jendela Registration Parameters, tentukan parameter interpolasi spasial, interpolasi intensitas, background (0=hitam, 255=putih), dan file output. Tentukan direktori dan beri nama smg_rgx (rg = radiometrik dan geometrik, x = saluran citra). OK untuk eksekusi. 3. Pada jendela Available Bands List muncul file hasil rektifikasi dengan tambahan header citra berupa Map Info yang menyimpan informasi seputar sistem proyeksi dan koordinat citra. 4. Tampilkan citra hasil rektifikasi pada jendela image yang baru, amati perubahannya. Cek koordinatnya dengan Cursor Location/Value. 5. Untuk melakukan rektifikasi terhadap saluran yang lain pada bar menu utama klik Map > Registration > Warp from GCPs : Image to Map 6. Panggil file GCP Anda. Cek parameter Image to Map Registration. Tentukan file saluran lain yang akan di rektifikasi. 7. Tentukan Registration Parameters dan output file, klik OK untuk eksekusi. Lakukan hingga semua saluran ter-rektifikasi. TUGAS (sertakan dalam laporan) : 1. Sumber kesalahan pada citra dapat dibagi menjadi kesalahan sistematik dan non-sistematik. Apa yang dimaksud dengan kesalahan sistematik dan non-sistematik? Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? 2. Proses resampling nilai piksel dapat menggunakan teknik nearest neighbor, bilinear, dan cubic-convolution. Jika Anda akan menggunakan citra hasil koreksi geometrik untuk analisis berbasis nilai spektral (misalnya klasifikasi multispektral), maka teknik mana yang akan Anda gunakan untuk resampling? Jelaskan mengapa Anda pilih teknik tersebut! Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 9

MODUL 3 PENAJAMAN CITRA DAN PEMFILTERAN SPASIAL A. PENAJAMAN CITRA Penajaman citra (image enhancement) meliputi semua operasi yang menghasilkan citra baru dengan kenampakan visual dan karakteristik spektral yang berbeda dengan citra asli. Tujuannya adalah untuk memperoleh kesan kontras citra yang lebih tinggi, dan semata-mata hanya untuk analisis visual. Hal ini dapat dilakukan dengan mentransformasikan seluruh nilai kecerahan citra. Sehingga sangat tidak direkomendasikan untuk menggunakan citra hasil transformasi ini untuk analisis lebih lanjut yang berbasis nilai piksel. Ada 2 algoritma utama untuk penajaman kontras, yaitu perentangan kontras (contrast stretching) dan ekualisasi histogram (histogram equalization). PERENTANGAN KONTRAS Ada tiga cara yang dapat digunakan dalam perentangan kontras, sesuai dengan range nilai piksel suatu citra (Projo Danoedoro, 1996): Perkalian nilai piksel, misalnya suatu citra memiliki range nilai piksel 0 25, bila dikalikan faktor pengali 3, maka range akan berubah menjadi 0 75. Perubahan lebar julat nilai piksel menjadikan citra lebih tajam kontrasnya. Pengkondisian, misalnya suatu citra dengan range 0 25 akan direntang menjadi 0 255. Transformasinya sebgai berikut : BVoutput = BV BV input maks - BV - BV min min * 255 Pemampatan kontras, citra dengan range nilai piksel lebar dimampatkan sehingga range-nya sempit. 1. Cek range nilai piksel citra, cara yang akan digunakan adalah perentangan linier dengan pemotongan ekor histogram. 2. Tampilkan salah satu saluran citra. 3. Pada jendela display image, klik Enhance, muncul sub-menu tipe stretching default yang dapat langsung Anda pilih. Untuk pemakaian advance pilih Interactive Stretching sehingga muncul jendela histogram saluran. 4. Pada jendela histogram pilih menu Histogram_Source > Band, dan Stretch_Type > Linear. 5. Pada box Stretch Anda dapat memasukkan nilai piksel pemotongan cut-off dan saturation atau persentase kumulatif-nya, kemudian tekan Enter sehingga Stretch Bar bergeser sesuai angka yang dimasukkan. Bisa juga nilai tersebut Anda peroleh dengan menggeser Stretch Bar sesuai dengan kebutuhan. Perhatikan perubahan pada output histogram. 6. Klik Apply untuk mengeksekusi perentangan kontras. 7. Buat jendela display baru, tampilkan citra dengan saluran yang sama. Link-kan dengan citra hasil stretching, dan amati perubahannya. 8. Anda juga dapat melakukan prosedur di atas untuk citra komposit warna. Bedanya proses dilakukan per-warna R G B dengan menekan radio button-nya. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 10

EQUALISASI HISTOGRAM 1. Tampilkan saluran yang sama seperti di atas. 2. Langkahnya sama seperti pada perentangan kontras, namun pada jendela histogram pilih menu Histogram_Source > Band, dan Stretch_Type > Equalization. 3. Tentukan cut-off dan saturation, klik Apply untuk eksekusi. 4. Bandingkan dengan citra hasil penajaman antara linear contrast stretching dengan histogram equalization. 5. Anda dapat eksplorasi untuk tipe perentangan kontras yang lain, seperti Piecewise Linear, Gaussian, atau Square Root. Bandingkan hasilnya. B. PEMFILTERAN SPASIAL Pemfilteran spasial adalah suatu cara untuk ekstraksi bagian data tertentu dari suatu himpunan data, dengan menghilangkan bagian data yang tidak diinginkan. Atau secara sederhana merupakan cara untuk menyaring informasi sehingga menghasilkan informasi yang selektif yang tidak dapat dilihat pada kondisi biasa. Operasi ini diterapkan dengan menggunakan algoritma moving window dan mempertimbangkan nilai piksel tetangga (sering disebut local operation), sehingga hasilnya berupa citra baru dengan variasi nilai spektral yang berbeda dari citra asli. Ada banyak jenis filter digital, tetapi dalam konteks penajaman kontras citra ada 2 macam filter utama, yaitu filter high-pass dan filter low-pass. Filter high-pass menghasilkan citra dengan variasi nilai kecerahan yang besar, sedangkan filter low-pass berfungsi sebaliknya. 1. Tampilkan salah satu saluran citra. 2. Ada 2 cara untuk melakukan operasi filter, yaitu menggunakan menu jendela display atau dari menu utama. 3. Pertama, dari jendela display klik Enhance > Filter, pilih filter sharpen, smooth, atau median. Secara otomatis citra akan terfilter. Bandingkan dengan citra asli tanpa filter. 4. Kedua, pada menu utama, klik Filter > Convolutions and Morphology. 5. Pada jendela Convolutions and Morphology Tool, klik Convolutions > pilih tipe filter. Tentukan jumlah kernel dan perhatikan nilai pada kernel. 6. Klik Quick Apply untuk eksekusi sekaligus menampilkan citra hasil. TUGAS : Cobalah dengan jenis filter yang lain, catat filter yang digunakan dan perubahan yang terjadi. Analisis fungsi dari penggunaan jenis filter tersebut. 7. Untuk membuat filter sesuai dengan kebutuhan, klik Convolutions > User Defined, gunakan ukuran kernel 3x3, masukkan nilai kernel sebagai berikut : 2 2 2 1-2 1-2 -1 0-1 -1-1 2 4 2-2 5-2 -1 0 1-1 16-1 2 2 2 1-2 1 0 1 2-1 -1-1 8. Quick Apply, dan amati yang terjadi pada citra. Analisis hubungan antara angka-angka pada kernel dengan citra hasil pemfilterannya. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 11

MODUL 4 TRANSFORMASI CITRA A. FUSI CITRA Fusi citra merupakan proses penggabungan beberapa citra ke dalam suatu komposit citra. Biasanya proses ini dilakukan untuk mempertinggi/mempertajam resolusi spasial citra multispektral menggunakan citra pankromatik yang memiliki resolusi spasial lebih tinggi. Untuk dapat melakukan proses ini, data harus georeferenced, atau jika tidak georeferenced maka data harus meliput daerah yang sama, dengan ukuran piksel yang sama, ukuran citra yang sama, dan orientasi yang sama pula. Alur proses ini dapat digambarkan sebagai berikut : Landsat ETM Band 4 Landsat ETM Band 3 Landsat ETM Band 2 Resampling & Contrast Stretch Red Green Blue RGB to HSI Hue Saturation Intensity HSI to RGB Red Green Blue Color Composite Landsat ETM Pankromatik Contrast Stretch Intensity Ilustrasi proses fusi citra Landsat multispektral dengan Landsat pankromatik membentuk citra komposit dengan resolusi spasial 15 meter (Janssen (ed), 2000). 1. Buka file smg_raw.lan (citra multispektral, 30m) dan smgp_raw (citra pankromatik, 15m), keduanya belum georeferenced. 2. Ubah ukuran piksel multispektral menjadi ukuran pankromatik. Klik Basic Tools > Resize Data (Spatial/Spectral), pilih file multispektral, OK. 3. Muncul jendela Resize Data Parameters, pada Output File Dimensions ganti xfac = 2, dan yfac = 2. Angka tersebut merupakan faktor perbesaran dari dimensi 700 x 1000 ke 1400 x 2000, mengapa dimensi diubah? 4. Tentukan metode resampling dan simpan file output. File otomatis berada pada jendela Available Bands List. 5. Ubah suatu komposit RGB ke HSV Pada menu utama klik Transform > Color Transforms > RGB to HSV. Buat komposit sesuai keinginan Anda dari citra yang telah di-resize. Klik OK. 6. Simpan file hasil transformasi atau biarkan hanya sebagai memory. OK. 7. Stretch data pankromatik untuk menggantikan posisi intensity value citra komposit Klik Basic Tools > Stretch Data, masukkan data pankromatik, OK. 8. Pada jendela Data Stretching, masukkan pada box Output Data Range min = 0 dan max = 1.0. Simpan hasil stretch sebagai file atau memory, OK. 9. Penggantian Intensity value dengan data pankromatik Klik Transform > Color Transforms > HSV to RGB, masukkan pada box H dan S citra komposit Hue dan Sat berturut-turut dari citra HSV sebelumnya, dan pada box V masukkan citra pankromatik yang sudah di-stretch. Jika sudah klik OK, simpan file atau sebagai memory. Otomatis citra komposit yang baru akan muncul pada jendela Available Bands List. 10. Klik Load RGB untuk menampilkan citra hasil fusi. 11. Buka jendela display baru, tampilkan komposit yang sama dari file smg_raw.lan. Bandingkan kenampakannya. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 12

Sebenarnya ENVI sudah memiliki fasilitas untuk melakukan fusi ini secara cepat, namun syaratnya data harus georeferenced. Langkahnya sebagai berikut : 1. Buka citra yang telah terkoreksi geometrik, dan juga file smgp. 2. Pada menu utama klik Transform > Image Sharpening > HSV. 3. Masukkan input RGB sesuai kebutuhan, OK. 4. Masukkan file citra resolusi tinggi. OK. 5. Pilih metode resampling dan simpan output sebagai file atau memory, OK. Load RGB. 6. Anda juga bisa mencoba fusi dengan metode normalisasi warna Brovey. Buat jendela display baru, tampilkan komposit yang sama dengan tampilan di atas. 7. Klik Transform > Image Sharpening > Color Normalized (Brovey). Perbandingan resolusi citra asli (kiri) dengan citra hasil fusi (kanan) pada zoom yang sama 8. Masukkan jendela input (Display #2), masukkan citra resolusi tinggi, OK. Pilih metode resampling dan simpan output sebagai file atau memory. OK. 9. Load RGB, dan bandingkan dengan hasil fusi HSV. B. PENISBAHAN SALURAN Penisbahan saluran (Band Ratios) digunakan untuk menonjolkan perbedaan spektral antar saluran dan mengurangi efek topografi. Pembagian satu saluran spektral dengan yang lain menghasilkan citra yang memberikan intensitas relatif saluran. Citra tersebut memperjelas perbedaan spektral antar saluran, juga menonjolkan aspek informasi tertentu yang tidak muncul pada citra biasa. Untuk menonjolkan beberapa aspek hasil penisbahan saluran secara simultan, maka bisa disusun suatu citra komposit yang lebih dikenal dengan Color-Ratio-Composite (CRC). Pada praktikum ini Anda akan mencoba membuat penisbahan saluran pada citra Landsat 7 ETM sebagai berikut : Band-ratio 5/7 untuk menonjolkan tanah lempung, karbonat, dan vegetasi Band-ratio 3/1 untuk menonjolkan oksida besi Band-ratio 2/4 atau 3/4 untuk menonjolkan vegetasi, dan Band-ratio 5/4 juga untuk menonjolkan vegetasi. 1. Panggil file citra yang sudah terkoreksi baik radiometrik maupun geometrik. 2. Pada menu utama klik Transform > Band Ratios, masukkan saluran sebagai pembilang (numerator) dan penyebut (denominator). 3. Klik Enter Pair, dan OK. Simpan citra sebagai file atau memory. Tampilkan citra hasil. 4. Lakukan untuk semua band-ratio di atas. 5. Kemudian buatlah komposit warna citra penisbahan (CRC) 5/7, 3/1, 2/4 (RGB), tampilkan dan pertajam dengan equalisasi histogram default pada jendela display image. 6. Perhatikan kenampakan di citra komposit, tanah lempung atau karbonat berwarna magenta, oksida besi berwarna hijau, dan vegetasi berwarna merah. Anda dapat mengembangkan sendiri komposisi warnanya untuk menonjolkan aspek yang lain. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 13

C. TRANSFORMASI INDEKS VEGETASI Beberapa algoritma dikembangkan untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi dari citra. Secara praktis indeks vegetasi merupakan suatu transformasi matematis yang melibatkan beberapa saluran sekaligus, dan menghasilkan citra baru yang lebih menonjolkan fenomena dan distribusi vegetasi. Salah satu transformasi yang populer dalam studi vegetasi adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), yang merupakan kombinasi antara teknik penisbahan dengan penjumlahan dan pengurangan saluran citra. Nilai NDVI mengindikasikan jumlah vegetasi hijau yang terdapat pada suatu piksel. Semakin tinggi nilai NDVI menandakan vegetasi hijau semakin banyak/rapat. NDVI dihitung menggunakan algoritma : NIR - Red NDVI = NIR + Red Hasil perhitungan algoritma ini berkisar antara -1 hingga +1. PROSES TRANSFORMASI NDVI 1. Buka file citra yang telah terkoreksi baik radiometrik maupun geometrik, dalam hal ini file smg. 2. Pada menu utama klik Transform > NDVI (Vegetation Index), pilih file di atas. 3. Tentukan saluran inframerah dekat dan saluran merah, simpan file atau sebagai memory. OK. 4. Tampilkan citra, dan cek nilai pikselnya dengan cursor location/value. PEMILAHAN KECERAHAN CITRA NDVI 1. Pada jendela display image klik Overlay > Density Slice. Masukkan citra NDVI. 2. Buat 5 level tingkat kecerahan. Pada jendela density slice, klik Option > Set Number of Defaults Ranges, masukkan angka 5, OK. 3. Pada jendela density slice, klik Option > Apply Default Ranges. 4. Edit Range untuk mengedit range dan warna jika perlu. Jika sudah klik Apply, citra dengan 5 level kerapatan vegetasi terbentuk. Simpan citra terklasifikasi. Anda bisa mencoba transformasi vegetasi lain, seperti RVI, TVI, DVI, PVI, VIF, dsb. Gunakan Band Ratios atau Band Math. D. TRANSFORMASI KAUTH-THOMAS (TASSELED CAP) Transformasi tasseled cap (yang dikembangkan oleh Kauth dan Thomas, 1976) adalah transformasi linear dari data Landsat MSS yang memproyeksikan informasi tanah dan vegetasi ke dalam satu bidang tunggal dalam ruang data multispektral. Transformasi orthogonal diberlakukan pada data asli sehingga terbentuk ruang 4 dimensi baru yang terdiri dari the soil brightness index (SBI), the green vegetation index (GVI), the yellow stuff index (YVI), dan non-such index (NSI) yang berkaitan dengan efek atmosfer. Crist dan Cicone (1984) meneliti penggunaan transformasi tersebut untuk data Landsat TM, dan diperoleh 3 sumbu baru yaitu : Sumbu TM1 TM2 TM3 TM4 TM5 TM7 Brightness 0,33183 0,33121 0,55177 0,42514 0,48087 0,25252 Greenness -0,24717-0,16263-0,40639 0,85468 0,05493-0,11749 Wetness 0,13929 0,22490 0,40359 0,25178-0,70133-0,45732 Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 14

Untuk data Landsat TM, tasseled cap vegetation index terdiri dari: Brightness, Greenness, dan Third. Brightness (sumbu kecerahan) dan Greenness (sumbu kehijauan) ekuivalen dengan SBI dan GVI Landsat MSS, dan sumbu ketiga berhubungan dengan obyek tanah, termasuk status kelembaban tanah. Untuk data Landsat 7 ETM, transformasi tasseled cap menghasilkan 6 saluran output: Brightness, Greenness, Wetness, Fourth (Haze), Fifth, Sixth. Buka website http://landcover.usgs.gov/pdf/tasseled.pdf untuk lebih jelasnya. 1. Buka file Smg. 2. Pada menu utama klik Transform > Tasseled Cap, masukkan file, OK. 3. Pada Input File Type pastikan Landsat 7 ETM, simpan file, dan klik OK. 4. Tampilkan masing-masing citra baru yang terbentuk. Bandingkan juga antara citra greeness dengan citra NDVI. 5. Buat citra komposit dari citra baru tersebut R : citra brightness, G : citra greeness, dan B : citra wetness. Citra komposit ini merupakan penajaman dari obyek tanah kering, vegetasi rapat, dan air atau tanah lembab. Amati dan analisis warna yang terjadi. Dede dan Carolita (1996) mengemukakan algoritma untuk menentukan Indeks Kelangasan Tanah sebagai berikut : IKL = Indeks Kebasahan + Indeks Vegetasi Indeks Kecerahan 1. Coba Anda aplikasikan algoritma di atas pada citra transformasi tasseled cap. Gunakan Band math atau Band Ratios. 2. Buat pemilahan kecerahan untuk citra indeks kelengasan tanah. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 15

MODUL 5 KLASIFIKASI MULTISPEKTRAL Klasifikasi citra digital merupakan proses pengelompokan piksel ke dalam kelas-kelas tertentu. Biasanya tiap piksel diproses sebagai unit individual yang tersusun dari beberapa saluran spektral. Dengan cara membandingkan piksel satu dengan yang lainnya, dan dengan piksel yang diketahui identitasnya, maka sangat memungkinkan untuk mengelompokkan piksel dengan karakteristik yang sama ke dalam suatu kelas. Kelas-kelas tersebut membentuk area pada peta atau citra, sehingga setelah terklasifikasi citra digital direpresentasikan sebagai mosaik dari unit-unit pemetaan yang seragam dengan simbol atau warna yang spesifik. Secara teoritik, kelas-kelas tersebut tersusun dari piksel-piksel yang homogen, namun secara praktis hal tersebut sulit ditemui, kebanyakan piksel dalam suatu kelas adalah bervariasi. Asumsi yang digunakan dalam klasifikasi multispektral ialah bahwa setiap obyek dapat dibedakan dari yang lainnya berdasarkan nilai spektralnya. Dari beberapa penelitian eksperimental diperoleh hasil bahwa tiap obyek cenderung memberikan pola respon spektral yang spesifik. Ada beberapa metode klasifikasi multispektral, yaitu: unsupervised classification, supervised classification, dan hybrid classification. Klasifikasi unsupervised memproses pengelompokan alami piksel dalam citra dengan interaksi analis yang minimal. Lain halnya dengan prosedur klasifikasi supervised yang melibatkan interaksi analis secara intensif, dimana analis menuntun proses klasifikasi dengan identifikasi obyek pada citra (training area). Sedangkan klasifikasi hybrid, merupakan jembatan diantara keduanya, atau gabungan prosedur keduanya. A. KLASIFIKASI TAK TERSELIA (UNSUPERVISED CLASSIFICATION) Dalam klasifikasi citra secara digital, informasi yang dapat disadap dari piksel adalah penutup lahan. 1. Tampilkan citra smg (format ENVI standar). 2. Pada menu utama klik Classification > Unsupervised > IsoData, pilih citra multispektral, OK. 3. Masukkan parameter yang dibutuhkan, masukkan Maximum Iteration = 3, Minimum # Pixel in Class = 9. Simpan citra sebagai file. Klik OK untuk eksekusi. 4. Tampilkan citra, cek jumlah kelas yang terbentuk, pada image display klik Overlay > Annotation, pada jendela Annotation pilih Object > Map Key, klik box Edit Map Key Items, hitung berapa kelas yang ada. 5. Tampilkan juga citra komposit, bandingkan kenampakan keduanya, gunakan Link. Analisis hasil klasifikasinya. 6. Coba juga untuk metode K-Means, klik Classification > Unsupervised > K-Means. Pilih citra dan masukkan parameter yang dibutuhkan, masukkan jumlah kelas sejumlah kelas Iso Data. Simpan sebagai file dan klik OK untuk eksekusi. 7. Bandingkan kenampakan kedua metode klasifikasi. B. KLASIFIKASI TERSELIA (SUPERVISED CLASSIFICATION) Klasifikasi terselia (supervised) diawali dengan pengambilan daerah sampel/ acuan (training area). Pengambilan sampel tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan pola spektral pada setiap panjang gelombang tertentu, sehingga diperoleh daerah acuan yang baik untuk mewakili suatu obyek tertentu. Sampel yang telah diambil tersebut selanjutnya dijadikan sebagai masukan dalam proses klasifikasi untuk seluruh citra dengan menggunakan algoritma tertentu. 1. Tampilkan citra komposit warna yang Anda anggap paling representatif. 2. Ambil training area atau sampel (Region of Interest/ ROI) tiap obyek penutup lahan. Lihat caranya di Pengambilan Sampel Obyek (Modul 1 point F). Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 16

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel sebagai berikut : Sampel harus homogen, dengan jumlah + 100 piksel. Homogenitas sampel dapat terlihat dari warna yang sama pada citra komposit. Beri nama sampel sesuai analisis Anda dan beri warna tertentu, buat catatan yang sistematis. Untuk alasan praktis, suatu obyek dapat Anda bagi menjadi beberapa kelas (misal vegetasi1, vegetasi2, dsb.) asalkan Anda punya catatan karakteristik obyek tiap kelas. Lengkapi training area sehingga sebagian besar obyek tersampel dengan baik. Gunakan gambar kurva pantulan spektral untuk membantu pengenalan obyek. Kurva pantulan relatif obyek air keruh, tanah, dan vegetasi (Ford, 1979 dalam Sutanto, 1992) 3. Simpan ROI, beri nama yang spesifik sehingga Anda mudah mengakses. Jendela ROI jangan ditutup. 4. Pada menu utama klik Classification > Supervised > pilih salah satu metode, coba pilih Parallelepiped. 5. Masukkan file input. Pada jendela Parallelepiped Parameter jika Anda belum menutup jendela ROI, training area secara otomatis sudah masuk. Klik Select All Items. Simpan file output dan rule-nya. Klik OK untuk eksekusi. 6. Tampilkan citra terklasifikasi, jika masih ada piksel yang berwarna hitam berarti belum terklasifikasi. Sempurnakan klasifikasi dengan cara menambah kelas pada ROI yang Anda buat, identifikasi piksel tak terklasifikasi bisa Anda lakukan dengan me-link-kan citra terklasifikasi dengan citra komposit warna. Amati daerah-daerah tak terklasifikasi. Selanjutnya ulangi proses klasifikasi, hingga jumlah piksel tak terklasifikasi minimal. 7. Jika piksel tak terklasifikasi sedikit. Coba Anda pakai ROI yang sama untuk proses klasifikasi dengan metode yang lain (Minimum Distance, Mahalanobis Distance, dan Maximum Likelihood). Kemudian bandingkan hasilnya. C. PERAPIAN HASIL KLASIFIKASI Tahapan ini dikenal juga dengan istilah operasi kosmetik (cosmetic operation) atau post classification, yang bertujuan agar tampilan citra lebih menarik dan komunikatif. Hasil klasifikasi citra seringkali meninggalkan piksel-piksel terasing (terisolir). Untuk mengatasi hal ini diberlakukan operasi filter mayoritas. Filter mayoritas bukan suatu algoritma penajaman dan juga tidak memberikan efek peningkatan ketajaman pada citra. Namun lebih merupakan operasi logikal yang digunakan terutama untuk memperbaiki hasil klasifikasi multispektral sehingga piksel-piksel terasing dapat dihilangkan. Mather (1987) mengungkapkan bahwa filter mayoritas dirancang berdasarkan suatu asumsi bahwa fenomena geografik bersifat keruangan. Artinya kehadiran suatu obyek atau fenomena tidaklah lepas dari kaitan obyek lain, sehingga fenomena geografis tidak bersifat acak tapi berupa struktur yang teratur. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 17

1. Pilih salah satu citra hasil klasifikasi yang Anda anggap paling baik, tampilkan. 2. pada menu utama klik Classification > Post Classification > Majority/Minority Analysis. 3. Masukkan file citra terklasifikasi terpilih. 4. Select All Items untuk memilih semua kelas, pada Analysis Method klik radio button Majority, simpan sebagai file majority1. Klik OK untuk eksekusi. 5. Tampilkan citra hasil majority dan link-kan dengan citra klasifikasi. Amati perubahan distribusi kelas klasifikasi. 6. Jika untuk tujuan tertentu Anda rasa masih terlalu banyak piksel terisolir, lakukan sekali lagi pemfilteran majority untuk file citra majority1, kemudian beri nama majority2. Anda harus bijak dalam melakukan proses filter mayoritas, ingat 1 piksel pada citra Landsat 7 ETM mewakili luasan berukuran 30 x 30 meter. Perbandingan citra terklasifikasi (kiri) dengan citra hasil pemfilteran mayoritas (kanan). Kenampakan kelas obyek menjadi solid. D. LAYOUT HASIL KLASIFIKASI 1. Tampilkan citra hasil pemfilteran mayoritas. 2. Pada jendela display image klik Overlay > Grid Lines, grid koordinat akan muncul, sekaligus background dengan warna putih. 3. Atur lebar background untuk menempatkan keterangan tepi citra. Pada jendela Grid Line Parameters, klik Option > Set Display Borders. Masukkan 200 untuk atas dan 100 untuk bawah dan kiri, dan 400 untuk kanan. 4. Atur grid peta pada Option > Edit Map Grid Attributes, dan grid geografis pada Option > Edit Geographic Grid Attributes. Klik Apply untuk menampilkan perubahan. Jangan tutup jendela Grid. 5. Untuk melakukan penambahan judul peta, skala peta, orientasi, legenda, dsb, klik Overlay > Annotation. 6. Pada jendela Annotation klik Object > Text, tentukan Window: Scroll, warna teks, tipe huruf dan ukurannya, kemudian ketik teks yang berkaitan dengan peta (judul peta, keterangan pendukung, pembuat, dll). 7. Klik kiri pada jendela scroll, drag hingga menempati posisi yang diinginkan, jika sudah sesuai klik kanan untuk fiksasi posisi teks. 8. Lanjutkan untuk keterangan yang lain, ikuti prosedur yang sama. Jika diperlukan untuk melakukan editing posisi terhadap obyek yang telah difiksasi, klik Object > Selection/Edit, kemudian drag pada obyek yang akan diedit posisinya. Tempatkan pada posisi yang diinginkan. 9. Lakukan layouting sesuai dengan kaidah kartografis. 10. Jangan lupa save annotation, File > Save Annotation, beri nama. File ini menyimpan annotasi bukan image-nya. 11. Untuk menyimpan file image, pada jendela display image klik File > Save Image As > Image File, pada Output Type File pilih JPEG, tentukan direktori dan nama file, OK untuk menyimpan. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 18

Contoh layout citra hasil klasifikasi multispektral untuk 6 kelas obyek. TUGAS (sertakan dalam laporan) Apa kelebihan dan kekurangan dari metode klasifikasi unsupervised dan supervised? DAFTAR PUSTAKA Campbell, James. B. 2002. Introduction to Remote Sensing (3 rd edition). New York : The Guilford Press Dirgahayu, Dede dan Carolita, Ita, 1996, Aplikasi Inderaja Untuk Mendeteksi Sebaran Kelengasan Lahan Secara Kuantitatif, Majalah LAPAN edisi Januari no. 80 hal 8 18 th 1997 Janssen, L.L.F (ed.). 2000. Principles of Remote Sensing (An introductory textbook). The Netherlands : ITC Jensen, J.R. 1996. Introductory to Digital Image Processing ; a Remote Sensing Perspective. New Jersey : Prentice Hall Indrawati, Like. 2001, Karakteristik Pantulan Spektral Kandungan Kelembaban Tanah Permukaan pada Data Digital Multispektral Landsat TM di Sebagian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi S-1. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM Kamal, Muhammad. 2004, Kajian Kerentanan Banjir Menggunakan Data Digital Landsat ETM+ (Studi Kasus di Sebagian Lahan Rendah Kabupaten Demak dan Grobogan, Jawa Tengah). Skripsi S-1. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM Mather, P.M. 1987. Computer Processing of Remotely Sensed Data. London : John Willey & Sons Danoedoro, Projo. 1996. Pengolahan Citra Digital; Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM Sutanto. 1992. Penginderaan Jauh Jilid I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press 2006 Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 19