BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas. Dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dikenal pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Berdasarkan pengamatan selama ini, kita lebih banyak melakukan kegiatan pasca bencana (post event) berupa emergency response dan recovery daripada kegiatan sebelum bencana berupa disaster reduction/mitigation dan disaster preparedness. Indonesia merupakan negara yang memiliki jenis bencana cukup lengkap antara lain gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, tanah longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, angin puting beliung, abrasi, gelombang laut pasang. Salah satu jenis bencana yang ada seperti letusan gunung berapi dimana negara Indonesia dihuni banyak gunung berapi, setidaknya ada 240 gunung berapi yang tersebar di berbagai daerah, 70 di antaranya masih aktif dan suatu saat bisa meletus. Rangkaian Busur api merupakan 1
2 bagian dari The Pacific Ring of Fire untaian itu berawal dari Kamchatka Alaska, Jepang, Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Flores, Sulawesi dan Filipina dimana bentangan ini merupakan daerah gunung api terpanjang di dunia (Blair, 2012). Kabupaten Karo adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dan termasuk wilayah rawan bencana akibat adanya gunung berapi yang terletak di kabupaten tersebut. Kondisi geografis Kabupaten Karo yang merupakan daerah pegunungan dan lembah juga menyebabkan daerah tersebut rawan terhadap ancaman bahaya tanah longsor. Daerah di sekitar lereng Gunung Sinabung dihuni oleh penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai petani, ada lima desa yang paling rawan terhadap ancaman gunung meletus dan tanah longsor dimana akses jalan masuk ke desa tersebut ke ibukota kabupaten tidak banyak. Kondisi tiga tahun terakhir Gunung Sinabung telah menunjukkan aktivitasnya, sejak tahun 2010 telah meletus untuk pertama kali sejak empat ratus tahun terakhir kemudian bulan Nopember 2013 dan bulan Oktober 2014 juga telah menunjukkan aktivitas erupsi yang meningkat. Setiap wilayah di negara Indonesia memiliki karakteristik kondisi geografis yang berbeda untuk kondisi sekitar Gunung Sinabung yang memiliki tanah subur menyebabkan pemanfaatan ruang selama ini digunakan oleh warga sekitar untuk kegiatan pertanian yang menghasilkan komoditas sayur mayur dan buah buahan yang didominasi buah jeruk. Kabupaten Karo merupakan salah satu pusat penghasil terbesar produk sayuran di Provinsi Sumatra Utara bahkan sebagian wilayah Nanggroe Aceh Darussalam juga bergantung hasil produksi sayuran dari kabupaten ini. Tanah di sekitar gunung berapi yang subur menjadi daya tarik masyarakat untuk memilih tinggal disana dengan harapan akan keuntungan yang diperoleh dari sektor
3 pertanian, namun tinggal di sekitar gunung berapi juga memiliki resiko adanya bencana berupa letusan gunung berapi yang sewaktu waktu mengancam kehidupan masyarakat tersebut. Prinsip utama dalam penanggulangan bencana adalah prioritas kepada usaha untuk menyelamatkan jiwa manusia saat meletusnya gunung berapi. Adapun salah satu usaha yang pertama dilakukan adalah secepatnya melakukan evakuasi terhadap para korban bencana ke tempat yang dianggap paling aman dari erupsi gunung berapi. Berdasarkan data dari Badan Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (BVMBG) tercatat sejak akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 terjadi lebih dari 750 kali erupsi Gunung Sinabung yang menyebabkan adanya ancaman terhadap kehidupan masyarakat di kawasan rawan bencana antara lain oleh aliran awan panas, abu vulkanik, guguran lava pijar, aliran lahar dingin, gas beracun yang menyebabkan kerusakan dan kerugian pada kawasan pemukiman, kawasan pertanian dan infrastruktur publik. Kondisi tersebut memaksa masyarakat segera mengungsi menuju tempat yang paling aman dan saat melakukan proses perpindahan manusia, barang maupun hewan yang melewati jalur evakuasi adapun jalur evakuasi sebagai prasarana dalam proses evakuasi menjadi salah satu prasarana utama dalam mengurangi korban jiwa maupun luka baik manusia, hewan diharapkan jalur evakuasi dapat dipergunakan setiap saat apabila bencana erupsi gunung berapi terjadi pada waktu yang tidak dapat diprediksi kedatangannya. Dari permasalahan permasalahan yang diuraikan diatas, maka perlu diadakan suatu penelitian tentang efektivitas jalur evakuasi saat digunakan ketika erupsi Gunung Sinabung terjadi sejak akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 melalui respon masyarakat yang menggunakan jalur evakuasi tersebut, serta untuk mengetahui faktor
4 faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas jalur evakuasi kawasan rawan bencana II Gunung Sinabung. 1.2 Perumusan Masalah Pada saat meletusnya Gunung Sinabung akhir tahun 2013, Januari 2014 hingga Oktober 2014 menyebabkan lebih dari 35 ribu jiwa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Gunung Sinabung dengan ketinggian 2.460 m selama 400 tahun belakangan tidak menunjukkan peningkatan aktivitasnya sehingga gunung tersebut dimasukkan dalam Kategori B, kondisi ini secara tidak langsung telah menyebabkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman bencana menjadi berkurang. Jalur evakuasi di Kabupaten Karo sudah mulai diprogramkan pembangunannya pasca meletusnya Gunung Sinabung tahun 2010 namun masih bersifat program peningkatan di kawasan rawan bencana III. Prinsip dasar dalam proses evakuasi adalah bagaimana dapat melakukan perpindahan penduduk daerah terdampak bencana dalam waktu yang cepat dan aman namun yang menjadi permasalahan adalah belum ada ukuran sejauhmana tingkat efektivitas jalur tersebut dalam memenuhi fungsinya melayani evakuasi pengungsi menuju tempat yang dianggap paling aman dari ancaman erupsi gunung berapi. Pandangan masyarakat ketika memanfaatkan jalur evakuasi akan dapat mengidentifikasi tingkat efektivitas jalur evakuasi tersebut. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana respon masyarakat terhadap pemanfaatan jalur evakuasi masa tanggap darurat?
5 2. Sejauhmana tingkat efektivitas pemanfaatan jalur evakuasi kawasan rawan bencana II Gunung Sinabung? 3. Faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat efektivitas pemanfaatan jalur evakuasi tersebut? 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap kondisi jalur evakuasi tersebut. 2. Untuk mengetahui tingkat efektivitas jalur evakuasi tersebut. 3. Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi tingkat efektivitas jalur evakuasi Gunung Sinabung. 1.5 Manfaat Penelitian. 1. Memperkaya Khasanah keilmuan dan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya maupun elemen yang terkait dengan penanggulangan bencana Gunung Sinabung. 2. Memberi masukan kepada pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), konsultan maupun masyarakat dalam evaluasi keberadaan jalur evakuasi Gunung Sinabung. 1.6 Batasan Penelitian Agar penelitian ini terfokus pada pokok permasalahan di atas, perlu dilakukan batasan penelitian sebagai berikut: 1. Respon masyarakat yang dikaji adalah tanggapan terhadap kondisi jalur evakuasi yang mereka gunakan saat proses evakuasi bulan Nopember, Desember 2013 berupa pengamatan pengungsi atas kondisi sarana dan prasarana jalur evakuasi
6 (respon afektif) kondisi permukaan jalur yang diinginkan pengungsi (respon orientatif), kesulitan yang dirasakan (respon kategoris), identifikasi dampak berdasarkan apa yang dialami berupa tingkat kepuasan penggunaan jalur evakuasi (respon sistematis) serta upaya penghuni dalam merespon kondisi yang ada baik saran dan harapan mereka (respon manipulatif) 2. Masyarakat/ pengungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang yang tinggal di desa pada kawasan rawan bencana II, pada saat erupsi mengungsi dan menggunakan jalur evakuasi menuju tempat yang lebih aman, responden berusia di atas 17 tahun tanpa membedakan tingkat pendidikan dan pekerjaan. 3. Studi dilakukan di 10 desa kawasan rawan bencana 2 yang masuk dalam wilayah administrasi 4 kecamatan yaitu kecamatan Naman Teran meliputi Desa Sukanalu dan Desa Kuta Tonggal, Kecamatan Payung meliputi Desa Payung, Desa Guru Kinayan dan Desa Selandi, Kecamatan Tiganderket meliputi Desa Perbaji, Desa Mardinding dan Desa Temburun, kecamatan Simpang Empat meliputi Desa Gamber dan Desa Berastepu. 4. Pemilihan lokasi studi ditentukan berdasarkan pusat kawasan pemukiman setiap Desa (mengelompok), dengan mendatangi langsung ke rumah masyarakat, ke tempat kumpul masyarakat (umumnya kedai kopi) sedangkan untuk warga Desa Sukanalu, Desa Guru Kinayan, dan Desa Berastepu serta sebagian Desa Perbaji peneliti mendatangi ke tempat pengungsian mereka di GBKP Jl. Kutacane Kabanjahe, serta tempat sanak keluarga mereka di Kabanjahe dan Berastagi. 5. Parameter yang diteliti adalah aspek sarana dan prasarana jalur evakuasi meliputi kondisi fisik (tingkat kerusakan permukaan, panjang dan lebar jalur, kondisi
7 permukaan pada saat mengungsi serta jumlah, letak, ukuran dan warna rambu evakuasi, penerangan jalur evakuasi), tanggal mengungsi, lama waktu evakuasi, cara evakuasi, tujuan lokasi evakuasi, ada tidaknya sosialisasi kepada warga, jenis permukaan jalur yang diinginkan serta tingkat kemacetan yang mereka alami pada saat evakuasi. 1.7 Keaslian Penelitian Sepengetahuan peneliti, penelitian tentang efektivitas jalur evakuasi dan respon masyarakat kawasan rawan bencana II terhadap pemanfaatan jalur evakuasi belum pernah dilakukan ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan efektivitas, respon masyarakat, dan faktor faktor yang mempengaruhi yang sudah pernah dilakukan, yaitu :
8 Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Judul Tesis Nama Peneliti Metode Penelitian Tujuan Penelitian 1 Faktor faktor yang menimbulkan kemacetan Dyayadi metode analisis mengetahui faktor faktor yang lalu lintas. Studi kasus di beberapa ruas (2000) statistik deskriptif menyebabkan kemacetan lalu lintas di jalan di kota Samarinda kota samarinda. 2 Respon penghuni perumahan sederhana Bambang metode deduktif mengetahui respon penghuni perumahan terhadap penyediaan prasarana dan layanan Feriyanto sederhana terhadap kondisi penyediaan transportasi. Studi kasus di 3 (tiga) kawasan (2008) prasaranan dan layanan transportasi perumahan di kota Pekanbaru). serta mencari faktor faktor yang mempengaruhi respon penghuni. 3 Evaluasi kinerja lalu lintas. Studi kasus di Rudi Hartono metode kuantitatif melakukan evaluasi kinerja lalu lintas di beberapa ruas jalan di kota Kudus (2001) dan metode kualitatif beberapa ruas jalan di kota Kudus. Sumber : Analisis penulis, 2014
1.8 Sistematika Penulisan Proposal Penelitian ini disusun dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penelitian dan keaslian penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi kajian ilmu atau teori dari berbagai macam literatur baik berupa buku, jurnal, tesis, dan lain sebagainya. BAB III METODE PENELITIAN Berisi pendekatan, metode penelitian, materi penelitian, sumber data, cara dan tahapan pengumpulan data, variabel penelitian, prosedur penelitian dan skema penelitian. BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Berisi gambaran umum, deskripsi Gunung Sinabung, wilayah penelitian, jalur evakuasi, pemanfaatan jalur evakuasi, dampak meletusnya Gunung Sinabung, respon pemerintah terhadap pengungsi, kronologis letusan Gunung Sinabung. BAB V PEMBAHASAN DAN HASIL Berisi kronologis proses evakuasi, deskripsi sampel penelitian, respon masyarakat, efektivitas jalur evakuasi, faktor yang mempengaruhi efektivitas jalur evakuasi, analisa hasil penelitian. BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berisi Kesimpulan dan Rekomendasi 9