MITIGASI, REHABILITASI DAN RECOVERY MAKAM RAJA-RAJA MATARAM IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

BAB I PENDAHULUAN. satu bukti kerawanan gempa tersebut adalah gempa tektonik yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada episentrum LU BT (

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

BAB I PENDAHULUAN. Kota Surakarta merupakan kota dengan wilayah yang berbatasan dengan

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang. serta melampaui kemampuan dan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Gerakan ketiga

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003)

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian khusus dalam hal perlindungan terhadap bencana karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Perkembangan pembangunan yang sangat pesat, juga diikuti munculnya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BENTUK KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI TEKTONIK DI DESA DENGKENG KECAMATAN WEDI KABUPATEN KLATEN

ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON

PELATIHAN TEKNIK MITIGASI BENCANA GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SMPN 2 BANTUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KEGEMPAAN DI INDONESIA PERIODE BULAN APRIL AGUSTUS 2008

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan...

BAB I PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik, serta lempeng mikro yakni lempeng

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Candi Prambanan merupakan Candi Hindu yang selesai dibangun. pada zaman Kerajaan Mataram Hindu di masa pemerintahan Raja Rakai

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

BAB I PENDAHULUAN. Negara dibawah koordinasi Satkorlak Bencana Gempa dan Tsunami di Banda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1.1

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008)

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang terdapat zona subduksi atau zona pertemuan antara 2 lempeng

BAB 1 PENDAHULUAN. Gempa bumi merupakan bencana alam yang relatif sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

PENGENALAN. Irman Sonjaya, SE

KELAYAKAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (SETENGAH BATA) TERHADAP KERUSAKAN AKIBAT GEMPA INTISARI

GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA

PENGETAHUAN SISWA SMA MTA SURAKARTA KELAS X DAN KELAS XI TERHADAP KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPABUMI ARTIKEL PUBLIKASI. Guna Mencapai Derajat S-1

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Gempa di Pulau Jawa Bagian Barat. lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jenis Bahaya Geologi

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. tiga gerakan yaitu gerakan sistem sunda di bagian barat, gerakan sistem pinggiran

BAB I PENDAHULUAN. Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Hindia-Australia yang lazim

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN MENGENAI INFORMASI DAN ANTISIPASI BENCANA GEMPA BUMI

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik.

BAB I PENDAHULUAN. lempeng Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MITIGASI BENCANA TERHADAP BAHAYA LONGSOR (Studi kasus di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat)

ANALISIS SEISMISITAS DAN PERIODE ULANG GEMPA BUMI WILAYAH SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN B-VALUE METODE LEAST SQUARE OLEH :

BAB 1 PENDAHULUAN. Gempa bumi merupakan bencana alam yang relatif sering terjadi di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng besar dunia

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 0 15 cm setiap tahunnya. Lempeng Indo-Australia di bagian selatan

NEPAL MASIH PUNYA POTENSI GEMPA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di

Gempa Aceh. Gempa 6,4 SR di Aceh, Begini Potret Kepanikan Warga dan Bangunan yang Rusak Rabu 07 Dec 2016, 08:00 WIB Hestiana Dharmastuti - detiknews

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Museum Gempa Bumi Yogyakarta BAB I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TIPIKAL & JENIS KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA?

I. PENDAHULUAN. semakin kuat gempa yang terjadi. Penyebab gempa bumi dapat berupa dinamika

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia sangatlah beragam baik jenis maupun skalanya (magnitude). Disamping

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI

Transkripsi:

MITIGASI, REHABILITASI DAN RECOVERY MAKAM RAJA-RAJA MATARAM IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 Rafki Imani Universitas Putra Indonesia YPTK Padang, Indonesia E-mail: rafimani17@yahoo.co.id Abstrak Pada tanggal 27 Mei 2006, terjadi gempa bumi yang cukup dahsyat di Yogyakarta. Akibat gempa bumi itu, banyak kerugian yang ditimbulkan, seperti, kehilangan harta benda, roboh dan hancurnya bangunanbangunan rumah dan gedung pemerintahan, bahkan korban jiwa yang banyak berjatuhan. Salah satu bangunan yang rusak akibat gempa tersebut adalah Bangunan Makam Raja-raja Imogiri. Makam Raja-raja Imogiri merupakan situs kuno yang dilindungi oleh negara. Oleh sebab itu, Balai Pelestarian Purbakala Yogyakarta melakukan proses mitigasi. Data diambil melalui observasi, dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mitigasi dilaksanakan secara bertahap, yaitu tahap rehabilitasi dan pemeliharaan. Kata kunci: Gempa Yogyakarta, Makam Raja-raja, Mitigasi 1. PENDAHULUAN Teori Tectonic Plate (lempeng tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut bergerak perlahan sehingga terpecah-pecah dan bertabrakan antara satu dengan yang lainnya. Pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan dari lempengan yang bergerak dan bertabrakan akhirnya menjadi penyebab terjadinya gempa bumi. Indonesia merupakan negara Kepulauan yang menjadi tempat pertemuan tiga lempeng tektonik bumi, yaitu lempeng Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Philipina. Dari kondisi seismotektonik berupa interaksi dari lempeng-lempeng yang berbeda jenis tersebut, telah membentuk jalur dan jalan tabrakan yang terus aktif. Hal ini mengakibatkan kepulauan dan kotakota di wilayah Indonesia memiliki aktifitas seismik yang tinggi dan menjadi penyebab tingginya tingkat seismisitas di wilayah Indonesia. Salah satu wilayah di Indonesia yang pernah mengalami gempa bumi tektonik adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Gempa bumi tektonik yang cukup besar di Yogyakarta pernah terjadi pada 27 Mei 2006, yaitu pada pukul 05.55 Waktu Indonesia Bagian Barat selama 57 detik. Akibat yang ditimbulkan gempa bumi tersebut adalah banyaknya korban jiwa yang mencapai lebih dari 6000 orang, serta 30.000 keluarga kehilangan tempat tinggal. Secara umum, posisi gempa bumi berada sekitar 25 km Selatan Barat Daya Kota Yogyakarta. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 SR. United States Geological Survey (USGS) melaporkan bahwa gempa tejadi dengan kekuatan 6,2 SR [5]. Sedangkan lokasi gempa menurut Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, gempa terjadi pada koordinat 8,007 LS dan 110,86 BT di kedalaman 17,1 Km [3]. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), posisi episenter gempa terletak di koordonat 8,26 LS dan 110,31 BT pada kedalaman 33 Km [4]. Setelah semua data tekumpul oleh BMKG dan setelah dilakukan perhitungan ulang, maka update terakhir BMKG menentukan bahwa pusat gempa berada di 8,03 LS dan 110,32 BT pada kedalaman 11,3 Km dengan kekuatan gempa sebesar 5,9 SR. Selain menelan korban jiwa dan runtuhnya perumahan penduduk, gempa bumi tersebut juga menghancurkan fasilitas umum dan bangunan purbakala. Dari sekian banyak bangunan purbakala di Yogyakarta, yang rusak akibat gempa salah satunya adalah bangunan Makam Raja-raja Mataram di Imogiri Kabupaten Bantul, Yogyakarta. 261

2. LANDASAN TEORI Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 24 tahun 2007 pasal 1 [5], pengertian mitigasi adalah, serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik (struktural) maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (nonstruktural). Sedangkan recovery merupakan proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula seperti sebelum terjadi bencana. Makam Imogiri didirikan pada masa pemerintahan Sultan Agung antara tahun 1632-1640 M merupakan bangunan milik Kraton Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta. Arsitek makam ini adalah Kyai Tumenggung Tjitro Koesoemo dan sebagai arsitek pribadi Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Agung Prabu Hangartokusumo. Bangunan makam berada di atas bukit pada ketinggian 150 200 m. Menurut informasi dari Bapak Jamhari (juru pemelihara makam dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta), sebelum makam itu dibangun, para pekerja terlebih dahulu mendirikan masjid yang berada di bawah bukit. Setelah masjid itu berdiri, kemudian membangun anak tangga menuju ke atas bukit. Setelah itu baru makam dibangun lengkap dengan gapura dan benteng yang mengitarinya. Bahan dasar Makam Raja-raja Mataram (Yogyakarta dan Surakarta) adalah batu hitam atau batu kali, batu putih, dan batu merah. Adapun bahan perekat pengganti semen adalah putih telur dan air nira. Caranya adalah putih telur dan air nira tersebut dicampur menjadi satu kemudian dicampurkan kembali pada adonan bangunan yang terdiri dari pasir, kapur, semen merah (tanah yang di bakar dan di lembutkan) dan selanjutnya dijadikan perekat susunan bangunan. 2.1 Mitigasi, Rehabilitasi dan Recovery Makam Raja-raja Mataram Proses mitigasi terhadap bangunan Makam Raja-raja Imogiri Yogyakarta ini merupakan proses mitigasi struktural. Langkah awal yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta terhadap bangunan Makam Raja-raja Mataram di Imogiri pascagempa 27 Mei 2006 adalah menutup lokasi makam dari para pengunjung, pendataan ulang pembangunan seperti semula. Penutupan tempat ini dari pengunjung bertujuan untuk menjaga keselamatan pengunjung dan untuk mempermudah proses renovasi bangunan. Dalam tahap mitigasi terhadap struktur bangunan, pertama kali yang dilakukan adalah pengecekan kerusakan bangunan. Kerusakan bangunan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu rusak ringan (berbentuk retakan), rusak sedang (bangunan yang sebagian roboh), dan rusak berat (bangunan yang hancur). Bangunan yang retak (rusak ringan) selanjutnya ditambal dengan semen. Bangunan rusak sedang sebagian ada yang dihancurkan dan sebagian lagi hanya direnovasi seperti semula. Alasan dihancurkan adalah karena dasar bangunan kemungkinan sudah rapuh, sehingga perlu dibongkar semua dan dibangun kembali sesuai bentuk aslinya. Adapun bangunan rusak berat seluruhnya di bangun dari awal tanpa merubah bentuk dari yang sebelumnya. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan informasi yang selanjutnya disebut informan atau responden melalui instrumen pengampulan data seperti; observasi, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, selanjutnya penulis akan menganalisa model mitigasi yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta terhadap bangunan Makam Raja-raja Mataram di Imogiri dari ancaman bencana alam. Observasi, wawancara dan dokumentasi dilakukan sejak tanggal 3 sampai dengan 14 April 2011 di Makam Raja-raja Mataram Imogiri, Bantul, Yogyakarta Indonesia. Kegiatan yang penulis lakukan pada waktu tersebut adalah mengidentifikasi kerusakan bangunan, pengambilan gambar bangunan, 262

serta wawancara mendalam dengan petugas pemeliharaan makam dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, lapangan, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta. Materi wawancara adalah mengenai upaya pemugaran dan mitigasi yang telah dilakukan oleh pihak pengelola Makam Raja-raja Mataram di Imogiri, Bantul, Yogyakarta. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengecekan Kerusakan Dinding Gerbang Masuk Makam Pengecekan kerusakan dimulai pertama kali pascagempa. Dari pengecekan tersebut bisa diketahui bangunan makam mana saja yang mengalami rusak ringan, rusak sedang dan rusak berat. Gambar 1: Pengecekan kerusakan dinding bangunan makam. 4.2. Renovasi Bangunan Rusak Ringan Bangunan rusak ringan adalah bangunan yang kerusakan berupa retakan-retakan (pecahan) pada kulit tembok bangunan. Bangunan yang rusak ringan tidak dihancurkan, tetapi pecahan itu dibersihkan saja, kemudian ditambal kembali dengan semen. Gambar 2: Bangunan rusak ringan. 263

4.3. Kondisi Kerusakan Sedang Penanganan terhadap bangunan yang rusak sedang terbagi dalam dua tahap penanganan, yaitu renovasi dan dihancurkan yang kemudian dibangun lagi dari awal sesuai bentuk aslinya. a. Kerusakan Dinding Luar Sisi Timur Kerusakan dinding ini termasuk dalam kerusakan sedang. Penanganan terhadap bangunan ini hanya perlu direnovasi. Prosesnya adalah, dibersihkan, menyangga dinding yang miring, melakukan rehabilitasi, kemudian ditutup sementara, lalu terakhir dibentuk sesuai aslinya dengan campuran pasir dan semen (Gambar 3). b. Kerusakan Benteng Gapura Gambar 3: Dinding luar sisi Timur yang rusak. Bangunan ini hanya mengalami patahan pada bagian dasar. Kemudian bangunan ini dihancurkan, karena bagian dasar bangunan memang sudah tidak kuat lagi. Upaya satu-satunya untuk memperbaiki bangunan ini adalah dengan cara penghancuran dan pembangunan kembali. Gambar 4: Benteng gapura yang rusak. 264

4.4. Bangunan Rusak Berat Untuk menangani bangunan yang rusak berat, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan dihancurkan kemudian dibangun kembali. Salah satu bangunan yang mengalami kerusakan yang berat adalah, Pagar Sisi Timur Kompleks Makam. Dalam tahap pembangunan maupun penghancuran, kawasan tersebut terlebih dulu ditutup untuk pengunjung. Hal ini dilakukan demi keamanan bangunan makam dan kenyamanan para pekerja agar tidak mengganggu para pengunjung yang berusaha melihat dari jarak tertentu. Gambar 5: Pembongkaran pagar bangunan yang rusak. 5.5. Upaya Pemeliharaan Untuk bangunan tembok di luar (bangunan di udara terbuka), pemeliharaannya adalah dengan cara selalu dibersihkan dari lumut dan rumput, serta melakukan pemlesteran di dinding luar bangunan agar selalu terjaga dari pengelupasan, sehingga dinding bangunan tidak cepat rapuh. Perawatan dan pemeliharaan Makam Raja-raja Imogiri Yogyakarta ini adalah dengan cara pembersihan, renovasi, pemugaran serta pengecatan tembok bangunan sekitar kompleks makam. Gambar 6: Hasil pemugaran bangunan Makam Raja-raja Mataram. 265

5. KESIMPULAN Makam Raja-raja Imogiri Yogyakarta merupakan cagar budaya yang harus dilindungi dan disakralkan oleh sebagian masyarakat Jawa. Akibat gempa bumi di Yogyakarta pada 27 Mei 2006, kompleks bangunan makam mengalami kerusakan. Oleh karena itu, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta [4] melakukan perbaikan dan pemeliharaan terhadap risiko bencana gempa bumi, agar di kemudian hari jika sewaktu-waktu terjadi bencana gempa bumi lagi, tidak mengalami kerusakan yang parah dan berat. Proses mitigasi Makam Raja-raja Imogiri setelah gempa bumi dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan tingkat kerusakan bangunan. Prinsip yang dipegang oleh ahli struktur pada proses rekonstruksi bangunan yaitu, bangunan tidak akan rusak apabila terjadi bencana gempa bumi dengan kekuatan rendah, bangunan boleh mengalami rusak ringan apabila terjadi gempabumi dengan kekuatan sedang, kemudian bangunan akan rusak sedang (tidak roboh / hancur) ketika ada gempa bumi dengan kekuatan besar. UCAPAN TERIMA KASIH Sebagian penelitian ini mendapat dukungan dari program Beasiswa Unggulan BPKLN dari Kemendiknas dan Prof. Widodo dari Pusat Studi Kebencanaan dan Rekayasa Gempa UII Yogyakarta 2011. Terima kasih disampaikan kepada Mas Joko yang menjadi partner dan kawan diskusi dalam pengambilan data dan dokumentasi, sehingga memberikan tulisan ini menjadi lebih baik. DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim, Peraturan Daerah No. 11 tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya, Perda No. 11 [2] Anonim, Undang-undang RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya beserta peraturan pelaksanaannya, Undang-undang RI No. 5 [3] Internet-1. www.esdm.go.id. Diakses pada 22 April 2011 [4] Internet-2. www.bmkg.go.id. Diakses pada 22 April 2011 [5] Internet-3. http://sgs.gov/earthquakes/. Diakses pada 27 April 2011 [6] Surjomihardjo, Abdurrachman. (2000). Sejarah Perkembangan Sosial Kota Yogyakarta: 1880-1930, Yogyakarta: Penerbit Yayasan untuk Indonesia [7] Tim Penulis BP3. (2008). Lindu Ageng Ngayogyakarta, Yogyakarta: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta [8] Undang-undang RI No. 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana di Indonesia 266