BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak pernah lepas dari salah satu kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Salah satu usaha untuk mendapatkan barang dan jasa tersebut adalah dengan melakukan kegiatan membeli. Kegiatan membeli tidak lepas dari tercapainya keputusan pembelian oleh manusia sebagai konsumen. Engel, Blackwell & Miniard (1995) menyatakan keputusan pembelian dilakukan oleh konsumen akan melalui beberapa tahap, yakni: (1) tahap pengenalan kebutuhan. Pada tahap ini ada perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya yang pada akhirnya akan membangkitkan proses kebutuhan; (2) tahap pencarian informasi. Untuk mencari solusi dari permasalahan dapat diperoleh melalui pencarian internal atau dari dalam diri, dapat juga diperoleh melalui pencarian eksternal seperti mencari informasi dari orang lain, seperti teman, keluarga, kelompok dan sebagainya; (3) tahap evaluasi alternatif. Alternatif yang ada dipersempit sehingga akhirnya dari sekian banyak alternatif yang tersedia, konsumen akan memilih alternatif yang diinginkan; (4)
pembelian. Pembelian didasarkan pada alternatif yang telah dipilih; (5) konsumsi. Biasanya tindakan pembelian akan diikuti oleh tindakan mengkonsumsi atau menggunakan produk yang telah dibeli; (6) evaluasi alternatif setelah pembelian. Setelah melakukan pembelian, konsumen akan mengevaluasi apakah alternatif yang telah dipilih sesuai dengan harapan. Menurut Jansson-Boyd (2010) dalam mencapai keputusan pembelian dibutuhkan suatu proses interrelasi antara berbagai faktor. Hoyer & MacInnis (2010) dalam model perilaku konsumen (A model of Consumer Behavior) menjelaskan bahwa keputusan pembelian merupakan salah satu bagian dari tahapan proses pembuatan keputusan. Hal senada juga diutarakan Hawkins, Mothersbaugh & Best (2007) melalui model perilaku konsumen, dimana keputusan pembelian adalah salah satu tahapan dari lima tahapan proses pembuatan keputusan. Banyak faktor yang mempengaruhi konsumen dalam keputusan untuk membeli, salah satunya adalah jenis kelamin. Menurut Mitchell dan Walsh (2004), pria dan wanita menginginkan produk yang berbeda dan mempunyai cara yang berbeda dalam mendapatkannya. Adanya pengaruh jenis kelamin dalam keputusan pembelian pada perilaku konsumen karena terdapat perbedaan pada pria dan wanita dalam hal harapan, keinginan, kebutuhan, gaya hidup (Akturan, 2009). Hal ini diperkuat oleh penelitian O Cass & Fenech (2003) dimana hasil penelitannya mengatakan terdapat perbedaan keterlibatan pembelian produk fashion antara pria dan wanita dalam pembelian produk fashion.kaum wanita selalu diidentikkan dengan kegiatan pembelian produk atau belanja, karena orientasi wanita yang lebih tinggi
untuk dapat tampil /mempunyai penampilan yang baik. Namun pada dewasa ini, gambaran steretotip tersebut mungkin akan berubah. Engel, Blackwell & Miniard (1995) mengatakan bahwa pria saat ini sudah banyak mengalami perubahan. Kelompok konsumen pria sudah mulai mengambil peranan baru dalam mengkonsumsi dan membeli produk. Pernyataan ini didukung oleh hasil sebuah survey yang dilakukan oleh biro iklan Cunningham & Walsh terhadap 1000 pria Amerika, bahwa lebih dari 50% pria mengambil bagian dalam perjalanan belanja yang regular,mengesankan bahwa pria merupakan target yang penting untuk kegiatan pemasaran dan merupakan konsumen yang mulai harus diperthitungkan. Keadaan ini, dimana para pria sudah mulai untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam kegiatan berbelanja, menyebabkan perbedaan pengambilan keputusan membeli antara pria dan wanita semakin tipis atau kecil bahkan menyebabkan mulai tidak berbeda secara signifikan.kurniawan (2011) menambahkan pada pertengahan tahun 2010 pembelian produk elektronik seperti tablet, didominasi oleh konsumen pria karena potensi pembelian produk elektronik yang dimiliki konsumen pria lebih tinggi daripada konsumen wanita. Ternyata hal ini berlaku di Indonesia, sebuah negara yang sedang berkembang. Menurut harian Kompas (27/07/2013), pasar konsumen pria di Indonesia semakin berkembang terutama di produk elektronik dan kebutuhan seharihari. Hal ini didukung oleh kemampuan para pemasar dalam melihat keunikan konsumen yang berada di Indonesia. Menurut Majalah The Marketeers edisi Maret
2012, salah satu tren perilaku konsumen Indonesia adalah I Hunt Deals,dimana orang berjuang mati-matian untuk mendapatkan harga produk yang lebih murah. Hasil penelitian Majalah The Marketeers (Mei, 2012) juga mendukung hal tersebut dimana Indonesia yang didominasi oleh konsumen kelas menengah ternyata memiliki konsumen yang mempertimbangkan harga sebagai faktor pertimbangan sebelum membeli barang. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan majalah The Marketeers ini pun sejalan dengan survey yang dilakukan peneliti pada rentang bulan Juli-Desember 2013 di kota Medan, terhadap 35 orang pria, hampir 95% mayoritas responden survey memilih harga sebagai salah satu faktor pertimbangan sebelum membeli barang. Dari survey yang dilakukan peneliti, faktor harga, fungsi dan tingkat kebutuhan menjadi faktor pertimbangan sebelum membeli barang. Hal ini diperkuat dengan kutipankutipan wawancara sebagai berikut: Iya, harga jadi faktor penting samaku sebelum beli barang. Alasannya pertama ya kesesuaian dengan kondisi finansial kita lah. Setelah itu baru aku liat hubungannya dengan fungsi barang tersebut. Misalnya gini, aku lagi haus terus ada yang jual minuman air putih 50 ribu, sampai kapanpun ga akan kubeli, karena harganya ga masuk akal kurasa. (Kutipan komunikasi interpersonal EM, April 2014) Kalau aku sih, ga munafik ya hehehe. Harga kan bisa jadi ukuran status kita lah di mata orang. Misalnya gini aja, kita beli lah barang yang mahal, nanti diliat orang kita pakai..ya minimal dia tau lah barang yang kubeli ga barang murahan. (Kutipan komunikasi interpersonal PJ, Juli 2013) Harga penting kurasa karenaa aku tipikalnya orangnya apa ya.. ya bisa dibilang sih irit. Jadi selagi ada lebih murah jadi kucari dulu yang lebih murah. Yah menurutku yang murah pun belum tentu ga bagus. Jadi misalnya kalau beli makanan yang mahal jadi ga enak kurasa..
(Kutipan komunikasi interpersonal SP, Maret 2014) Kutipan-kutipan wawancara diatas menjelaskan bahwa terdapat banyak alasan konsumen pria melihat harga sebagai faktor yang penting sebelum mencapai keputusan pembelian. Namun Zeithaml (1998) menyatakan harga yang dirasa responden (perceived price) umumnyadipandang konsumen mempunyai hubungan dengan kualitas dan nilai, dimana pandangan ini memunculkan konsep hubungan antara harga dan kualitas (Price-Quality Relationship). Hal ini sejalan dengan konsep yang dijelaskan oleh Hawkins, Mothersbaugh & Best (2007) yaitu konsep priceperceived quality dimana konsep ini berkembang dari pepatah kamu mendapat sesuai dengan apa yang kamu berikan. Konsumen sering menyimpulkan bahwa produk yang berharga tinggi memiliki kualitas yang lebih tinggi dibanding mereka yang berharga lebih rendah. Pernyataan ini didukung oleh kutipan wawancara yang diperoleh peneliti, sebagai berikut: Menurutku bang, faktor harga itu penting karena kurasa harga merupakan penentu kualitasnya lah. Jadi semakin tinggi harga ya semakin tinggi juga kualitasnya kurasa bang. (Kutipan komunikasi interpersonal AF, November 2012) Yah kalo aku selalu beranggapan harga itu ngga mungkin bohong. Maksudnya kalau harganya tinggi biasanya kualitasnya tinggi juga..ya biasanya gitu ya cuman kadang kanada penipuan, barang palsu, dsb. Tapi itu udah di luat topik kita lah ya. Tapi aku percaya kalo harga ga bohong. (Kutipan komunikasi interpersonal PJ, Juli 2013) Adanya pandangan seperti diatas tidak menjamin konsumen bebas dari rasa ragu setelah pembelian. Hal ini dikarenakan ternyata konsumen pria mempunyai
kecenderungan menganalisa harga kembali setelah keputusan pembelian. Bakhsi (2009) mengatakan konsumen pria mempunyai kecenderungan bersifat analitis terhadap faktor pertimbangan dalam proses pembelian yang dilakukannya, hal ini dilatarbelakangi oleh keistimewaan manusia sebagai makhluk ekonomi. Salah satu ciri manusia sebagai makhluk ekonomi adalah cenderung melakukan tindakan ekonomi secara efisien dimana dalam kegiatan ekonomi selalu membandingkan antara apa yang dikeluarkan dengan apa yang akan dihasilkan.hal tersebut senada pula dengan kutipan-kutipan wawancara sebagai berikut: Kalau aku sih memang orangnya setelah beli suatu barang, ntah kenapa aku memang liat lagi harga yang udah kubayar. Mungkin aku orangnya yang price-oriented atau ngga ya. Tapi karena kupikir-pikir lagi uang yang udah kubayar tadi jadi takut aku, apakah aku udah bayar yang memang dihargai segitu di pasaran? Nanti kalau kemahalan kubeli, ya rugilah..uang, uang awak sendiri.. kan takut.. (Kutipan komunikasi interpersonal PJ, Juli 2013) Yang membuat aku ragu itu, setelah aku beli,aku lihat lagi faktor-faktor pertimbanganku sebelum membeli barang itu. Salah satunya ya harga tersebut. (Kutipan komunikasi interpersonal GS, Mei 2013) Munculnya perasaan tidak nyaman yang merupakan konsekuensi atas keputusan membeli, merupakan salah satu bentuk dari keraguan kognitif (cognitive dissonance). Menurut Festinger (dalam Cornwell, 2007; Sweeney, Hausknecht, & Soutar, 2000) cognitive dissonance adalah suatu keadaan ketidaknyamanan psikologis yang memotivasi seseorang untuk mengurangi keraguan (dissonance) tersebut. Hawkins, Mothersbaugh & Best (2007) menyebutnya sebagai istilah
keraguan pasca pembelian (postpurchasedissonance). Kondisi ini terjadi pada tahap pasca/sesudah pembelian (postpurchase) suatu produk oleh konsumen. Postpurchase dissonance sendiri diartikan sebagai suatu keraguan atau kecemasan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan yang sulit dan relatif permanen. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga mempunyai perandalam memicu terjadinya postpurchase dissonance pada konsumen pria. Menurut Hawkins, Mothersbaugh & Best (2007) terdapat empat faktor yang mempengaruhi postpurchase dissonance yaitu: (1) derajat komitmen dan keputusan yang tidak dapat diubah; (2) tingkat kepentingan keputusan oleh konsumen; (3)kesulitan mengambil keputusan diantara sejumlah alternatif; dan (4) kecenderungan individu merasa cemas. Konsep faktor yang menimbulkan dissonance juga disebut oleh Oliver (1997) dimana ada tiga kondisi yang mempengaruhi postpurchase dissonance yaitu: pertama, keputusan harus bersifat penting bagi konsumen, dimana hasil keputusan tersebut harus mempunyai dampak personal terhadap konsumen. Kedua, konsumen harus merasa bebas ketika dalam membuat pilihan. Sehingga, keputusan dibuat secara sukarela. Ketiga, konsumen harus menunjukkan bahwa komitmen yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali, sehingga keputusan bersifat tidak dapat diubah. Namun dari teori-teori yang menjelaskan tentang postpurchase dissonance, tidak ada teori yang menjelaskan peran harga secara khusus. Oleh karena tidak ditemukannya teori yang menyebutkan
peran harga dalam memicu timbulnya postpurchase dissonance, serta berdasarkan kasus yang ditemukan membuat peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana dinamika postpurchase dissonance pada konsumen pria dengan faktor harga dilihat sebagai faktor pemicu. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah ini dapat dijawab dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut, yaitu: 1. Bagaimana dinamika postpurchase dissonancepada konsumen pria dengan faktor harga dilihat sebagai faktor pemicu? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana peran harga dalam memicu postpurchase dissonance pada konsumen pria dengan menjawab pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana dinamika postpurchase dissonance pada konsumen pria dengan faktor harga dilihat sebagai faktor pemicu? D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam memberikan informasi dan perluasan teori di bidang Psikologi, khususnya
di bidang Psikologi Konsumen dan Psikologi Industri dan Organisasi secara umum. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi penelitipeneliti lain yang berminat meneliti lebih lanjut mengenai peran harga sebagai pemicu postpurchase dissonance. Selain itu hasil peneliti lain dapat berguna bagi pemasar, karena dapat mengetahui bagaimana peran harga dalam pengambilan keputusan seorang konsumen. Bagi psikolog, diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat mengetahui bagaimana dinamika postpurchase dissonancedengan faktor harga sebagai pemicu. Dan hasil penelitian in diharapkan mampu memperluas pemahaman konsumen tentang harga dan hubungannya dengan postpurchase dissonance. E. Sistematika Penelitian Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah: BAB I : Pendahuluan Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang peneliti mengangkat topik tentang dinamika harga sebagai pemicu postpurchase dissonance pada konsumen pria yang didukung dan dilengkapi dengan fakta-fakta yang ada di lapangan, identifikasi permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian. Dalam penelitian ini akan digunakan penjelasandan dimensi postpurchase dissonance, teori mengenai harga& konsep-konsep yang berkaitan dengan persepsi harga, serta karakteristik konsumen pria. BAB III : Metodologi Penelitian Berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup metode penelitian kualitatif, metode pengumpulan data, dan alat bantu pengumpulan data, karakteristik dan teknik pengambilan subjek, serta prosedur penelitian dan analisis data. BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan Analisa Data dan Pembahasan berisi pendeskripsian data responden, analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang berhubungan. BAB V : Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dan Saran yang menjelaskan kesimpulan dari penelitian ini, diskusi mengenai hasil penelitian yang ada serta saran-saran yang dianjurkan terkait penelitian ini.
K O N S U M E N P R I A Pengaruh Eksternal Pengaruh Internal Konsep diri& Gaya Hidup BAB II Decision Process ALUR PARADIGMA Problem Recognition Information Search Alternative evaluation & selection Outlet Selection & Purchase Postpurchase Processes ANALISIS HARGA Emotional Postpurchase Dissonance Wisdom of Purchase Skema 1. Paradigma berpikir Concern Universitas over Deal Sumatera Utara