1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bawang merah (Allium ascalonicum, L) atau dikalangan internasional menyebutnya shallot merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran rempah. Dalam bahasa batak dikenal dengan sebutan pia. Bawang merah semarga dengan bawang bombay, bawang daun, dan bawang putih ini masuk dalam golongan famili Liliaceae. Bawang merah merupakan tanaman semusim, yang termasuk klasifikasi tumbuhan terna berumbi lapis atau siung yang bersusun (Singgih, 1999). Kebutuhan bawang merah sangat begitu besar. Hampir semua masakan pada umumnya menggunakan bawang merah sebagai sebagai bumbu penyedap. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok sayuran rempah yang berguna menambah cita rasa dan kenikmatan pada masakan. Tanaman ini juga bermanfaat sebagai obat tradisional (Estu dan Nur Berlian 1996). Bawang merah dapat dikatakan sebagai barang ekonomi, karena bersifat terbatas. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah yang tidak bersubstitusi. Oleh karena itu, bawang merah dapat dikatakan sebagai komoditas yang bernilai tinggi. Hal yang membedakan perbedaan bawang merah dengan jenis bawang lain seperti bawang bombay, bawang putih, bawang goreng terletak di cita rasa, bentuk dan besar umbinya (Deptan, 2013) Komoditi bawang merah mempunyai potensi dan peluang pasar yang cerah, baik untuk keperluan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Indonesia sendiri masih melakukan impor setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di pasar. Pada umumnya bawang merah yang diimpor dari luar negeri adalah varietas yang
tidak jauh berbeda dengan varietas lokal, yaitu bawang merah Bangkok (Thailand), Filipina, dan Australia (Estu dan Nur Berlian 1996). Dalam waktu sepekan belakangan ini, harga bawang merah di Kota Medan begitu naik tajam. Harga normal bawang merah biasanya di pasaran adalah Rp.12.000/kg hingga Rp.14.000/kg kini mencapai harga Rp.35.000/kg bahkan sempat mencapai harga di pasaran Rp.50.000-Rp.70.000/kg ditingkat enceran di Kota Medan. Keadaan ini tentu meresahkan para Ibu rumah tangga dan para bisnis pengolah makanan/industri makanan dimana harga yang naik hingga 300 persen. Tingginya harga yang dinilai sudah tidak wajar ini, menjadi sebuah ancaman kebutuhan konsumsi masyarakat (rumah tangga) dan para industri makanan olahan (Daniel, 2013). Besar perubahan harga pada bawang merah tentu akan mempengaruhi jumlah barang yang dibeli oleh konsumen (rumah tangga) maupun para industri pengolah makanan. Komoditas ini sering mengalami fluktuasi terhadap harga yang diakibatkan karena kurangnya jumlah produksi dan ketersediaan bawang merah yang ada. Dalam hal ini konsep elastisitas permintaan akan mengukur seberapa besar perubahan jumlah barang yang diminta akibat perubahan harga (Henry dan Danang, 2011). Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Provinsi Sumatera Utara, jumlah impor bawang merah yang masuk ke Provinsi Sumatera Utara terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 jumlah impor sebesar 704.406 ton dengan jumlah produksi sebesar 11.005 ton. Pada tahun 2008 jumlah impor sebesar 436.978 ton dengan jumlah produksi sebesar 12.071 ton. Pada tahun 2009 jumlah impor sebesar 190.800 ton dengan jumlah produksi
sebesar 12.655 ton. Pada tahun 2010 impor mengalami penurunan yaitu dengan jumlah sebesar 26.990 ton dengan jumlah produksi sebesar 9.413 ton. Pada tahun 2011 impor bawang merah kembali meningkat yaitu dengan jumlah sebesar 606.708 ton dengan jumlah produksi sebesar 12.449 ton. Kota Medan bukan merupakan salah sentra produksi bawang merah. Namun, secara garis besar provinsi sumatera yang termasuk Kota Medan yang sebagaimana data diuraikan diatas menunjukkan jumlah permintaan bawang merah sangatlah besar. Hal ini menunjukkan bahwa produksi bawang merah yang ada di Provinsi Sumatera Utara belum mampu memenuhi permintaan yang ada sehingga terpaksa dilakukan impor. Kota Medan sebagai pusat perdagangan terbesar di Provinsi Sumatera Utara, sangat berpengaruh besar dalam memenuhi permintaan bawang merah dalam setiap Kabupaten/Kota yang ada di daerah ini. Kota Medan berperan sebagai pusat penyalur yang menjembatani pedagang enceran besar maupun enceran kecil bawang merah yang ada dihampir seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hukum permintaan, secara dominan tinggi dan rendahnya jumlah barang yang diminta berarti lebih banyak mengarah kepada pembeli (konsumen) terhadap suatu produk/jasa. Bawang merah sudah menjadi kebutuhan sehari-hari yang tidak akan pernah lepas sebagai bahan baku bumbu makanan oleh masyarakat. Hal ini dapat dipengaruhi semakin besarnya jumlah penduduk maka semakin besarnya pula permintaan bawang merah yang harus dipenuhi (Sukirno, 2012). Besar tingkat konsumsi bawang merah di Provinsi Sumatera Utara meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat terlihat dari tahun 2007 tingkat konsumsi bawang
merah sebesar 30.952 ton, tahun 2008 sebesar 32.830,7 ton, tahun 2009 sebesar 33.434,96 ton, tahun 2010 sebesar 35.771,16 ton, dan pada tahun 2011 sebesar 38.681,51 ton. Hal ini tentu menjadi masalah penting dan ancaman bagi Kota Medan dalam memenuhi permintaan konsumsi bawang merah yang tidak seimbang dengan jumlah produksi yang telah diuraikan. Dalam ilmu ekonomi, permintaan merupakan banyaknya jumlah barang atau jasa yang diminta pada suatu pasar tertentu yang akan dibeli konsumen pada keadaan harga barang dan waktu tertentu. Periode permintaan konsumen ditentukan oleh harga yang berlaku, tingkat pendapatan konsumen, jumlah tanggungan penduduk (rumah tangga), dan jumlah kebutuhan (selera), ramalan dimasa yang akan datang dan harga barang lain atau pengganti (Sukirno, 2012). Menurut (Sunaryo, 2001), tingkat pendapatan individu juga mempengaruhi jumlah barang yang dikonsumsi. Tingginya atau rendahnya pendapatan akan menaikkan atau menurunkan daya beli seseorang terhadap suatu barang. Kenaikan harga bawang merah yang tinggi, akan membuat para Ibu rumah tangga cenderung mengurangi konsumsinya. Begitu juga para pengusaha bisnis makanan olahan dan industri makanan, yang harus menyeimbangkan dengan menaikkan harga makanan olahannya atau mengurangi pemakaian komoditi ini ketika harga naik tajam. Bawang merah merupakan tanaman yang bersifat musiman sehingga ketersediaanya dapat berubah-ubah di pasaran yang menyebabkan terjadinya fluktuatif harga. Kurangnya pasokan hasil produksi dari petani, biasanya disebabkan karena belum tibanya masa panen, tanamanan terserang hama
penyakit, dan sebagainya sehingga terjadi kelangkaan. Keadaan ini berpengaruh besar terhadap harga (Daniel, 2013). Keputusan membeli bawang merah ada pada diri konsumen. Proses keputusan konsumen ini terdiri atas tahap pengenalan kebutuhan terhadap nilai kegunaanya, pencarian informasi harga barang tersebut, evaluasi alternatif, pembelian dan kepuasan konsumen terhadap barang tersebut. Berhubungan dengan itu, teori ekonomi menyungguhkan konsumen selalu diberikan berbagai pilihan dalam mengambil keputusan. Konsumen bawang merah pada umumnya adalah Ibu rumah tangga sebagai konsumen akhir. Besar atau rendahnya harga yang berlaku sangat berpengaruh dominan terhadap keputusan akan sikap konsumen dalam membeli bawang merah dalam jumlah tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Dalam kondisi tertentu, permintaan bawang merah bisa saja sangat melonjak tinggi yang biasanya terjadi disaat untuk keperluan hajatan, menjelang hari-hari besar keagamaan hari lebaran dan tahun baru (Sunaryo, 2001). Berbagai macam keperluan dan kebutuhan yang harus dipenuhi sehari-hari. Selain pendapatan konsumen, harga bawang merah, jumlah kebutuhan, maka jumlah tanggungan khususnya konsumen (rumah tangga) juga merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah pembelian barang. Dimana sebagai ibu rumah tangga tentunya mengelola berbagai macam kebutuhan yang juga harus mempertimbangkan dengan jumlah tanggungannya. Melatarbelakangi berbagai pokok permasalahan diatas telah menunjukkan besarnya tingkat permintaan bawang merah. Untuk itu, peneliti tertarik untuk
meneliti permintaan bawang merah (rumah tangga) yang belum diketahui di Kota Medan. 1.2. Identifikasi Masalah 1) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang merah di daerah penelitian? 2) Apa faktor dominan yang mempengaruhi permintaan bawang merah di daerah penelitian? 3) Bagaimana elastisitas permintaan bawang merah di daerah penelitian? 1.3. Tujuan Penelitian 1) Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang merah di daerah penelitian. 2) Untuk menganalisis faktor dominan yang mempengaruhi permintaan bawang merah di daerah penelitian. 3) Untuk menganalisis elastisitas permintaan bawang merah di daerah penelitian. 1.4 Kegunaan Penelitian 1) Sebagai bahan informasi bagi pengusaha bawang merah dalam pengembangan usahanya. 2) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam pengambilan kebijakan dan pengembangan agribisnis bawang merah. 3) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi para peneliti yang berhubungan dengan penelitian ini.