BAB I TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Herba Seledri (Apium graveolens L.) terhadap Tikus Wistar Jantan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

penyempitan pembuluh darah, rematik, hipertensi, jantung koroner, dan batu ginjal (Henry, 2001; Martindale, 2005). Asam urat dihasilkan dari pecahnya

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam penelitian ini, akan diuji aktivitas antiinflamasi senyawa turunan benzoiltiourea sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Uji Aktivitas Antiinflamasi dari Ekstrak Etanol Daun Asam Jawa (Tamarindus Indica L) terhadap Tikus Wistar Jantan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lamk) terhadap Tikus Wistar Jantan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sejak lama digunakan sebagai obat tradisional. Selain pohonnya sebagai

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sensitivitas terhadap nyeri. Ekspresi COX-2 meningkat melalui mekanisme

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

(Houglum et al, 2005). Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Pemberian senyawa uji terhadap respon infalamasi. metode induced paw edema. Senyawa ini telah diuji aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 1.1. Struktur molekul asam salisilat dan turunannya (Gringauz, 1997 ). O C OH CH 3

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

II. TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : DHYNA MUTIARASARI PAWESTRI J

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi,

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengobatan dan pendayagunaan obat tradisional merupakan program pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

Gambar 1.2. Struktur molekul Asam O-(4-klorobenzoil) Salisilat (Rendy,2006)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini

Transkripsi:

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tinjauan Botani Gambar 1.1 Tanaman seledri (Najib, 2009) Seledri (Apium graveolens L.) merupakan tanaman herba yang dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun tinggi. Tumbuh berbonggol dan memiliki batang yang basah ini pada dasarnya dibedakan menjadi beberapa varietas diantaranya seledri tangkai, seledri umbi dan seledri daun. Tanaman seledri digunakan sebagai sayuran dan biasanya digunakan sebagai pelengkap masakan. Biji seledri digunakan sebagai bumbu dan penyedap dan ekstrak minyak bijinya berkhasiat sebagai obat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997: 175). 1.1.1 Taksonomi Klasifikasi tanaman seledri; Kingdom Divisi : Plantae : Magnoliophyta 3

4 Class Sub class Ordo Family Genus : Magnoliopsida : Rosidae : Apiales : Apiace : Apium Species : Apium graveolens L. (Cronquist, 1981: xvii, 849) 1.1.2. Deskripsi seledri Tanaman ini berasal dari Eropa Selatan yang banyak ditanam orang untuk diambil daun, akar, dan buahnya. Batang tidak berkayu, beralus, beruas, bercabang, tegak, dan berwarna hijau pucat. Daunnya tipis majemuk, daun muda melebar atau meluas dari dasar, hijau mengilat, segmen dengan hijau pucat, tangkai disemua atau kenbanyakan daun. Daun bunga berwarna putih kehijauan atau putih kekuningan, panjangnya sekitar ½ - ¼ mm. Bunganya tunggal dengan tangkai jelas, sisi kelopak tersembunyi, daun bunga putih kehijauan dengan ujung yang bengkok. Bunga betina majemuk tidak bertangkai atau bertangkai pendek, sering mempunyai daun berhadapan atau berbatas dengan tirai bunga. Tangkai bunga tidak lebih dari 2 cm panjangnya. Panjang buahnya sekitar 3 mm, batang angular, berlekuk, sangat aromatik, dan akarnya tebal (Agoes, 2010: 77). 1.1.3. Kandungan kimia seledri Kandungan kimia seledri yaitu flavo-glukosida (apiin), zat pahit, minyak atsiri, vitamin kolin, lipase (DepKes RI, 1989: 54).

5 Seluruh herba seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon), apigenin, isoquersetin, dan umbeliferon. Juga mengandung mannite, inosite, asparagine, glutamine, choline, linamarose, pro-vitamin A, vitamin C, dan B. Kandungan asam asam resin, asam asam lemak terutama palmitat, oleat, linoleat, dan proteselinat. Senyawa kumarin lain ditemukan dalam biji yaitu bergapten, seselin, isomperatorin, osthenol, dan isopimpilenin (Agoes, 2010: 78). 1.1.4. Khasiat dan manfaat Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk menguji aktivitas farmakologi herba seledri baik terhadap buah dan biji atau seluruh bagian tanamannya. Seledri memiliki efek antirematik, obat penenang, diuretik ringan dan antiseptik pada saluran kemih. Juga telah digunakan untuk radang sendi, encok, dan terutama untuk rheumatoid arthritis (Barnes, Anderson dan Phillipson, 2002: 118). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya efek antiinflamsi pada ekstrak etanol biji seledri (Apium graveolens L.) yang dilakukan terhadap tikus sebagai hewan percobaan pada dosis 25 mg/kg, 50 mg/kg, 100 mg/kg BB selama 5 jam pengujian dengan menggunakan pembanding aspirin 300 mg. Perbandingan efek antiinflamasi ekstrak etanol biji seledri dengan dosis 25 mg/kg dan 50 mg/kg dengan kelompok yang diberikan aspirin (300 mg/kg) menunjukkan bahwa secara signifikan lebih rendah dari aspirin. Namun ada perbedaan yang signifikan (P< 0,05) antara efek antiinflamasi ekstrak biji seledri dosis 100 mg/kg dengan aspirin 300 mg/kg dibandingkan terhadap kelompok kontrol (Arzi et al, 2014)

6 1.2. Inflamasi Inflamasi adalah reaksi yang mempunyai vaskularisasi terhadap trauma (injury) lokal. Infeksi ini dapat disebabkan oleh infeksi mikroba, zat fisik, zat kimia, jaringan nekrotik, dan reaksi imunologik. Proses radang yaitu untuk memusnahkan mikroorganisme penginfeksi dan menginaktifkan toksin, serta untuk mencapai penyembuhan dan perbaikan (Robbins, 1999: 30). Kecenderungan alami adalah yang memandang peradangan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, karena peradangan pada tenggorok, kulit, atau jaringan lunak dapat menyebabkan rasa tidak nyaman. Akan tetapi, peradangan sebenarnya merupakan fenomena yang menguntungkan, yang menghasilkan netralisasi dan eliminasi agen penyerang, penghancuran jaringan nekrotik, dan terbentuknya keadaan yang diperlukan untuk perbaikan dan pemulihan. Kejadian kejadian yang terjadi pada saat tubuh tidak bisa menghasilkan reaksi peradangan yang diperlukan secara dramatis menunjukkan ciri khas yang menguntungkan. Reaksi peradangan sebenarnya merupakan suatu proses yang dinamik dan berkelanjutan pada kejadian kejadian yang terkoordinasi dengan baik. Untuk memunculkan manifestasi suatu reaksi peradangan, sebuah jaringan harus hidup, dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika daerah jaringan nekrosis luas, maka reaksi peradangan tidak ditemukan dibagian tengah jaringan, tetapi dibagian tepinya, yaitu diantara jaringan mati dan jaringan hidup yang memiliki sirkulasi utuh (Price and Wilson, 2005: 56-57). Tujuan inflamasi adalah untuk menghilangkan atau menghancurkan iritan dan untuk mempebaiki kerusakan jaringan. Perbaikan jaringan tergantung pada

7 keparahan luka dan ketahanan sel inang. Agen injury dapat menyebabkan perubahan reversibel dan irreversibel pada jaringan. Kerusakan ireversibel mengarah pada pembengkakkan jaringan. Sedangkan kerusakan reversibel mengarah keperbaikan atau kembalinya jaringan ke struktur dan fungsi normal (Grosman, et al. 1995). 1.2.1 Mekanisme terjadinya inflamasi Respon peradangan dimulai oleh antigen seperti virus, bakteri, protozoa, atau fungus atau oleh trauma. Kerusakan sel yang menyertai peradangan menyebabkan pelepasan enzim lisosom dari leukosit melalui kerja atas membran sel, kemudian asam arakidonat dilepaskan dari senyawa prekursor oleh fosfolipase. Asam arakidonat akan bebas dan diaktifkan oleh beberapa enzim yaitu siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut merubah asam arakidonat kedalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotrin, prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Dimana leukotrin dan prostaglandin ini bertanggung jawab terhadap gejala-gejala peradangan (Katzung, 2004: 474). 1.2.2 Tanda-tanda inflamasi Tanda-tanda pokok inflamasi yaitu kemerahan, panas, nyeri, pembengkakan, dan hilangnya fungsi. a. Rubor (Kemerahan) Rubor atau kemerahan, merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami inflamasi. Seiring dengan dimulainya reaksi inflamasi, arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah

8 mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau hanya sebagian meregang, secara tepat terisi penuh dengan darah. b. Kalor (Panas) Kalor atau panas, terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi inflamasi. Daerah inflamasi di kulit menjadi lebih hangat dari sekelilingnya karena lebih banyak darah dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena dibandingkan dengan ke daerah yang normal. c. Dolor (Nyeri) Dolor atau nyeri pada suatu reaksi peradangan ditimbulkan dalam berbagai cara. Pelepasan zat zat kimia tertentu seperti histamin atau zat-zat kimia bioaktif lain dapat merangsang saraf. Pembengkakan jaringan yang meradang juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan nyeri. d. Tumor (Pembengkakan) Aspek yang paling mencolok pada peradangan adalah tumor, atau pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstisial. e. Fungsio Laesa (Perubahan Fungsi) Merupakan perubahan yang lazim pada reaksi peradagan. Bagian yang bengkak, nyeri disebabkan sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi yang abnormal, seharusnya berfungsi secara normal (Price dan Wilson, 2005: 57-58). 1.3. Obat-obat Antiinflamasi Terapi penderita dengan peradangan mencangkup dua sasaran utama, yaitu meredakan nyeri yang seringkali merupakan gejala yang membuat pasien berobat

9 dan keluhan utama yang berkelanjutan dari penderita, dan perlambatan atau penghentian proses kerusakan jaringan. Berdasarkan terapeutiknya maka obat antiinflamasi dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan steroid dan golongan non-steroid (Katzung, 2010: 589). 1.3.1. Obat antiinflamasi golongan steroid Merupakan kelompok utama agen hormonal yang dikenal memilki sifat limfolisis. Glukokortikoid menghambat produksi mediator inflamasi termasuk leukotriene, prostaglandin, histamine, dan bradykinin. Secara in vivo obat-obat kortikosteroid menghambat pengeluaran prostaglandin bedanya dengan obat golongan SAID menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga pembentukan asam arakhidonat yang merupakan substrat bagi enzim COX dan lipooksigenase menjadi terhambat dengan demikian pelepasan mediator inflamasi juga terhambat. Golongan obat ini digunakan terutama untuk menekan reaksi imunitas pada arthitis karena gangguan imunitas (Katzung, 2004: 370-371). 1.3.2. Obat antiinflamasi non steroid Obat obat antiinflamasi non steroid merpakan satu grup obat yang secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktifitas antipiretik, analgesik dan antiinflamasinya. Obat obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak bekerja pada enzim lipoksigenase. Mekanisme kerja efek antipiretik dan antiinflamasi salisilat terjadi karena penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam hipotalamus dan perifer di daerah target. Lebih lanjut, dengan menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi.

10 Efek obat AINS mempunyai tiga efek terapi utama, yaitu mengurangi inflamasi (anti-inflamasi), rasa sakit (analgesia), dan demam (antipireksia) (Mycek, 2001: 406-407). Selain menimbulkan efek terapi, obat antiinflamasi non steroid memiliki efek samping serupa karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis prostaglandin. Selain itu kebanyakan obat ini bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam seperti lambung. Efek samping yang sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadangkadang disertai anemia sekunder akibat pendarahan saluran cerna. Beratnya efek samping berbeda-beda pada masing-masing obat. Efek samping ini ialah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatam biosintesis tromboksan dengan akibat perpanjangan waktu pendarahan. Selain itu OAINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrin, yang diketahui ikut berperan dalam inflamasi (Wilmana, 1995: 202-207). 1.4. Natrium diklofenak Mekanisme kerja natrium diklofenak yaitu bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat. Asam lemak poli-tak jenuh ini kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim cyclooksigenase terdiri dari dua iso-enzim, yaitu COX-1 (tromboxam I dan prostacyclin) dan COX-2 (prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat di jaringan, antara lain dipelat-pelat darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam

11 keadaan normal tidak terdapat dijaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang. Penghambatan COX-2 yang memberikan efek anti radang dari obat NSAID. NSAID yang ideal hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1 (Pelindungan mukosa lambung) (Tjay dan Rahardja, 2002: 332-333). Natrium diklofenak diabsorpsi dengan cepat dan sempurna setelah pemberian oral, konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 3 jam. Pemberian bersama makanan akan memperlambat laju absorpsi tetapi tidak mengubah jumlah yang di absorpsi. Bioavailabilitasnya sekitar 50% akibat metabolisme lintas pertama yang cukup besar. Obat ini 99% terikat pada protein plasma dan waktu paruhnya berada pada rentang 1-3 jam. Setelah pemberian oral diklofenak diakumulasi di cairan sinovial. Hal ini menjelaskan bahwa efek terapi di sendi jauh lebih panjang daripada waktu paruhnya. Dosis untuk radang akibat arthitis adalah 100-150 mg sehari terbagi dalam 2 atau 3 dosis. Efek samping yang lazim yaitu mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua obat AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Peningkatan enzim trasminase dapat terjadi pada 15 % pasien dan umumnya kembali normal. Gangguan enzim hati tersebut lebih sering terjadi disbanding dengan AINS lain (Health Profession Division, 1996: 637; Wilmana, 2007: 240, 500-506). 1.5. Karagenan Karagenan adalah ekstrak chondrus menyebabkan inflamasi jika diinjeksikan intraplantar pada kaki tikus. Karagenan merupakan suatu polisakarida sulfat

12 bermolekul besar sebagai induktor inflamasi. Penggunaan karagenan sebagai penginduksi radang yang memiliki beberapa keuntungan antara lain tidak meninggalkan bekas, dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan sehingga memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi dibandingkan senyawa iritan lainnya. Pada proses pembentukan udema, karagenan akan menginduksi cedera sel dengan melepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi. Udem yang disebabkan oleh injeksi karagenan diperkuat oleh mediator inflamasi terutama PGE1 dan PGE 2 dengan cara menurunkan permeabilitas vaskuler dimana bila permeabilitas vaskuler menurun maka protein-protein plasma akan dapat menuju ke jaringan yang terjadi luka sehingga terjadi udem. Udem yang terjadi dapat bertahan selama 6 jam dan berangsur angsur berkurang dalam waktu 24 jam (Corsini et al, 2005). Dalam dunia perdagangan keragenan yang sering ditemukan dibedakan atas 3 tipe, yaitu kappa karagenan, iota karagenan, dan lambda karagenan. Biasanya yang dipakai untuk pengujian antiinflamasi adalah jenis lambda karagenan (Corsini et al, 2005).