BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Ayu Wanda Febrian dan I Putu Anom (2014), dengan penelitian Beliau adalah Realisasi Kebijakan Pencitraan Destinasi di Monumen Perjuangan Rakyat Bali. Dari penelitian tersebut dapat diketahui jika Monumen Perjuangan Rakyat Bali sebagai salah satu obyek wisata sejarah di Bali yang dikelola langsung oleh Pemerintahan. Departemen Kebudayaan membentuk Unit Pelayanan Teknis untuk mengelola monumen tersebut. Dalam proses manajemen saat ini, Monumen Perjuangan Rakyat Bali berdasarkan kebijakannya lebih mengacu pada visi dan misi pendekatan Pemerintah Provinsi Bali. Berdasarkan penelitian ini, terdapat realisasi Monumen Perjuangan Rakyat Bali sebagai gambar tujuan. Melalui perbandingan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Bali, ditemukan 19 item dari total 43 komparator yang belum direalisasi. Pengaruh kebijakan yang belum terealisasi terhadap citra tujuan, maka perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan citra tujuan seperti yang diharapkan. Sedangkan yang telah terealisasi untuk total 24 item dari total 43 komparator. Dari perbandingan inilah telah di realisasikan sejumlah 24 item yng dapat kita simpulkan dari gambar tujuan. Monumen Perjuangan Rakyat Bali sebagai citra merek atau gambar dikembalikan ke perspektif wisata. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti terdapat pada focus dari penelitian yang berbeda. Sedangkan persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan
saya teliti adalah terdapat pada locus yang sama yaitu di Monumen Perjuangan Rakyat Bali Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Ramaswati dkk (2012), dengan penelitian mereka adalah Wisata Edukasi Budaya Bali. Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa wisata pendidikan yang populer dengan istilah educational tourism merupakan peluang pasar baru dalam usaha jasa pariwisata. Dewasa ini wisatawan lebih menginginkan adanya proses pembelajaran (learning experience) dalam melakukan kunjungan wisatanya, untuk itu pengembangan wisata pendidikan sebagai produk wisata alternatif menjadi sangat penting. Wisata Edukasi Budaya Bali (WEBB) merupakan usaha jasa pariwisata untuk menangani kegiatan perjalanan wisatawan baik inbound maupun outbound tour. Usaha WEBB ini merancang kegiatan wisata edukasi yang lebih ditujukan keada wisatawan mancanegara, namun produk yang dihasilkan berupa paket wisata nantinya juga dapat ditawarkan kepada wisatawan domestik. Usaha Wisata Edukasi Budaya Bali mendapatkan respon positif dari wisatawan. Jumlah produk paket wisata edukasi yang berhasil terjual adalah mencapai 28 paket, capaian masih di bawah rencana semula yaitu 40 paket. Nilai nominal hasil penjualan paket wisata tersebut sebanyak Rp. 42.986.000 atau rata-rata 10,5 juta/bulan. Pengguna Wisata Edukasi Budaya Bali, sebanyaj 20% adalah wisatawan Jepang, 50% wisatawan Australia, dan 30% wisatawan Eropa. Arus kas menunjukkan pendapatan sebesar Rp. 130.146.000 dan pengeluaran sebesar Rp. 123.899.500 sehingga dihasilkan kas bersih sebesar 4.997.200 setelah dikurangi kontribusi untuk institusi sebesar 1.249.300 atau 10% dari total keuntungan.perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti terdapat pada lokasi
penelitian yang berbeda. Sedangkan persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti adalah sama-sama akan meneliti mengenai wisata edukasi sebagai focus dari penelitian yang akan saya teliti nantinya. Penelitian sebelumnya juga telah dilakukan oleh Anak Agung Gede Agung (2015), dengan penelitian Beliau Pengembangan Model Wisata Edukasi- Ekonomi Berbasis Industri Kreatif Berwawasan Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Ekonomi Masyarakat. Dari penelitian tersebut dapat diketahui eksistensi industri kreatif sampai saat ini belum banyak melakukan kiat untuk mengedukasi para konsumen agar kelak mereka mampu menjadi kreator-kreator baru pembuka lapangan kerja di masa depan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Model Wisata Edukasi-Ekonomi Berbasis Industri Kreatif Berwawasan Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Ekonomi Masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa usaha industri kreatif di Bali pada umumnya sangat tergantung pada kemampuan bekerjasama (sinergisitas) dengan pihak terkait, kemampuan merangkaikan ide-ide kreatif, kemampuan mengaitkan dengan kebutuhan pasar (konteks) dan meniptakan nilai tambah, melakukan penyesuaian terhadap lingkungan dan teknologi baru, memperhatikan kelestarian lingkungan alam dan budaya, bercirikan kearifan budaya lokal dan alam Bali, memiliki potensi daya tarik wisata untuk dikunjungi, untuk dibeli dan sekaligus dipelajari. Mengalami masalah terkait dengan sumber daya insani, iklim dan dukungan dari pihak terkait terhadap usaha industry kreatif cukup baik, mendapat sambutan positif dari masyarakat, namun kurang dalam hal keberlanjutan program, publikasi dan promosi.perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti terdapat pada lokasi penelitian yang
berbeda. Sedangkan persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti adalah sama-sama akan meneliti mengenai wisata edukasi sebagai focus dari penelitian yang akan saya teliti nantinya Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Asnarulkhadi dan Maryam Ahmadian (2013), dengan judul penelitiannya adalah Educational Tourism in Malaysia: Implications for Community Development Practice. Dari penelitiannya tersebut dapat diketahuijika terdapat dampak wisata pendidikan pada warga di Klang Valley, Malaysia. Pariwisata pendidikan merupakan sarana untuk memberdayakan masyarakat pendidikan, masyarakat sekitar, pengusaha lokal dan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Metode Survei crosssectional dilakukan di lima kabupaten di Selangor dan Kuala Lumpur (Wilayah Federal) yang terletak di Lembah Klang, dan Nilai, Negeri Sembilan. Data dikumpulkan dari 700 responden dengan menggunakan kuesioner terstrktur dari Klang Valley dan Nilai. Hasil analisis korelasi pearson menunjukan bahwa adanya hubungan positif moderat yang signifikan antara sikap, dampak lingkungan, dampak ekonomi, dan dampak praktik sosial-cultural. Beberapa regresi linear berganda menunjukan bahwa dampak sosial budaya dan ekonomi dari pariwisata pendidikan, dan sikap masyarakat setempat telah berkontribusi secara signifikan terhadap praktik penduduk terhadap wisatawan pendidikan di Lembah Klang. Temuan tersebut mengajukan wawasan baru tentang dampak sosial dan ekonomi dari praktik pariwisata pendidikan dan pengembangan masyarakat. Pariwisata pendidikan dapat mendukung pengembangan jalur karir bagi pekerja dan masyarakat setempat. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti terdapat pada lokasi penelitian yang berbeda.
Sedangkan persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti adalah sama-sama akan meneliti mengenai wisata edukasi (wisata pendidikan) sebagai focus dari penelitian yang akan saya teliti nantinya. 2.2 Deskripsi Konsep dan Teori 2.2.1 Konsep Persepsi Menurut Titchener dalam Pieter dan Lubis (2010) mengatakan bahwa persepsi merupakan satu kelompok pengindraan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu. Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan yang berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan perbedaan di antara perangsang-perangsang. Pada umumnya manusia mempersepsikan suatu objek berdasarkan kaca matanya sendiri, yang diwarnai oleh nilai dengan pengalamannya. Menurut Prasetijo (2004) pembentukan persepsi seseorang tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya baik faktor internal seperti pengalaman, kebutuhan saat itu, nilai-nilai yang dianut, ekspektasi maupun faktor eksternal seperti tampakan produk, sifat-sifat stimulus dan situasi lingkungan. Menurut Koentjaraningrat (1983) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Antropologi, menyebutkan bahwa: Persepsi merupakan suatu proses akal manusia yang sadar dan dipengaruhi oleh berbagai macam gagasan atau tekanan yang diolah menjadi sesuatu yang dipancarkan atau diproyeksikan oleh individu menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan focus yang paling menarik perhatian individu, sering kali juga diolah dalam suatu proses dengan akal yang menghubungkan penggambaran tadi dengan berbagai penggambaran
lain sejenis yang pernah diterimanya dan proyeksinya oleh akal yang ditimbulkan kembali sebagai kenangan atau penggambaran lama dalam kesadaran sehinggga menghasilkan penggambaran baru yang disebut apersepsi. Menurut Kotler (1995:219) persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Selain pendapat dari pendapat-pendapat para ahli di atas, Walgito (1990 : 53) mengemukakan pendapat-nya tentang persepsi. Persepsi merupakan suatu proses yang diawali oleh penginderaan yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya, selanjutnya terjadi proses psikologis sehingga individu dapat menyadari apa yang dilihat, didengar, dan dirasa. Menurut David Krech (1962), faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang adalah: a. Frame of reference, yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang dipengaruhi dari pendidikan, bacaan, penelitian, dan lain-lain. b. Frame of experience, yaitu berdasarkan pengalaman yang telah dialaminya yang tidak terlepas dari keadaan lingkungan sekitarnya. Jadi persepsi adalah suatu pandangan seseorang dalam memberikan penilaian terhadap apa yang telah dilihat dan diamati terhadap suatu objek tertentu. Setiap individu akan memiliki pandangan (persepsi) yang berbeda-beda terhadap objek yang sama. Dalam penelitian ini konsep persepsi digunakan untuk mengetahui persepsi (pendapat) wisatawan yang berkunjung ke Monumen Perjuangan Rakyat Bali.
2.2.2 Konsep Tipologi Wisatawan Menurut Cohen (1972), mengklarifikasikan wisatawan atas dasar dari daerah yang akan dikunjungi, serta tingkat pengorganisasian dari perjalanan wisatanya. Atas dasar ini, Cohen membedakan wisatawan atas empat bagian, yakni: 1) Drifter, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali belum diketahuinya dan bepergian dalam jumlah kecil. 2) Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur perjalanannya sendiri, dan tidak mau mengikuti jalan-jalan wisata yang sudah umum melainkan mencari hal yang tidak umum. Wisatawan seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan standart lokal dan tingkat interaksinya dengan masyarakat lokal juga tinggi. 3) Individual mass tourist, yaitu wisatawan yang menyerahkan pengaturan perjalanannya kepada agen perjalanan, dengan mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah terkenal. 4) Organized-mass tourist, yaitu wisatawan yang hanya mau mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah dikenal, dengan fasilitas yang seperti yang dapat ditemuinya ditempat tinggalnya, dan perjalanannya selalu dipandu oleh pemandu wisata. Sedangkan menurut Smith (1977) dalam Pitana & Gayatri (2005) mengklasifikasikan wisatawan menjadi tujuh, yaitu:
1) Explorer, yaitu wisatawan yang mencari perjalanan baru dan berinteraksi secara intensif dengan masyarakat lokal, dan bersedia menerima fasilitas seadanya, serta menghargai norma dan nilai-nilai lokal. 2) Elite, yaitu wisatawan yang mengunjungi daerah tujuan wisata yang belum dikenal, tetapi dengan pengaturan lebih dahulu, dan bepergian dalam jumlah yang kecil. 3) Off-beat, yaitu wisatawan yang mencari atraksi sendiri, tidak mau ikut ke tempat-tempat yang sudah ramai dikunjungi. Biasanya wisatawan seperti ini siap menerima fasilitas seadanya di tempat lokal. 4) Unusual, yaitu wisatawan yang dalam perjalanannya sekali waktu juga mengambil aktivitas tambahan, untuk mengunjungi tempat-tempatyang baru, atau melakukan aktivitas yang agak beresiko. Meskipun dalam aktivitas tambahannya bersedia menerima fasilitas apa adanya,tetapi program pokoknya harus mendapatkan fasilitas yang standar. 5) Incipient mass, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan secara individual atau kelompok kecil, dan mencari daerah tujuan wisata yang mempunyai fasilitas standar tetapi masih menawarkan keaslian (authenticity). 6) Mass, yaitu wisatawan yang bepergian ke daerah tujuan wisata dengan fasilitas yang sama seperti di daerahnya, atau bepergian ke daerah tujuan wisata dengan environmental bubble yang sama. Interaksi dengan masyarakat lokal kecil, kecuali dengan mereka yang langsung berhubungan dengan usaha pariwisata. 7) Charter, yaitu wisatawan yang mengunjungi daerah tujuan wisata dengan lingkungan yang mirip dengan daerah asalnya, dan biasanya hanya untuk
bersantai atau bersenang-senang. Mereka bepergian dalam kelompok besar, meminta fasilitas yang berstandar internasional. Jadi yang dimaksud tipologi wisatawan dalam penelitian ini di Monumen Perjuangan Rakyat Bali adalah drifter, individual mass touristdan organizedmass tourist. Hal tersebut dikarenakan beberapa tipe dari wisatawan yang mengunjungi Monumen Perjuangan Rakyat Bali termasuk kedalam kriteria tersebut dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Tetapi untuk tipologi wisatawan organized-mass tourist ini, peneliti hanya berpatokan pada wisatawan yang hanya mau mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah dikenal saja (sudah pernah berkunjung sebelumnya) dan tidak menggunakan pemandu wisata dalam perjalanannya. 2.2.5 Konsep Daya Tarik Wisata Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan, (UU RI No, 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan).Selain menurut UU, pendapat lain dari salah satu ahli yang telah mengemukakan pendapatnya mengenai daya tarik wisata bahwa harus terdapat 4 (empat) komponen yang harus dimiliki oleh sebuah objek wisata(cooper dkk, 1995 : 81), yaitu : 1. Attractions (atraksi), seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan, dan seni pertunjukan. 2. Accessibilities (aksesibilitas), seperti transportasi lokal dan adanya terminal.
3. Amenities (amenitas atau fasilitas), seperti ketersediannya akomodasi, rumah makan, dan agen perjalanan. 4. Ancillary service yaitu organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan untuk pelayanan wisata seperti destination marketing management organization, conventional and visitor bureau. Konsep Daya Tarik Wisata digunakan dalam penelitian ini adalah daya tarik wisata budaya yang terdapat di Monumen Perjuangan Rakyat Bali. 1.2.6 Konsep Wisata Edukasi Dalam pariwisata, wisata edukasi dimaksudkan dalam kategori wisata minat khusus (special interest tourist). Ismayanti (2010) berpendapat bahwa pariwisata minat khusus merupakan pariwisata yang menawarkan kegiatan yang tidak biasa dilakukan oleh wisatawan pada umumnya atau wisata dengan keahlian atau ketertarikan khusus. Terdapat beberapa kriteria yang dipergunakan sebagai pedoman dalam menetapkan suatu bentuk wisata minat khusus (Fandeli, 2002) yaitu adanya unsur: a. Learning, yaitu pariwisata yang mendasar pada unsur belajar. b. Rewarding, yaitu pariwisata yang memasukan unsur pemberian penghargaan atau mengakui dan mengagumi keindahan atau keunikan serta kekayaan dari suatu atraksi yang kemudian menimbulkan penghargaan. c. Enciching, yaitu pariwisata yang memasukan suautu peluang terjadinya pengkayaan pengetahuan antara wisatawan dengan lingkungan atau masyarakat.
d. Adventuring, yaitu pariwisata yang dirancang dan dikemas sehingga terbentuk wisata petualangan.. Wisata edukasi sangat berkaitan erat dengan konsep taksonomi. Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S. Bloom., seorang psikolog bidang pendidikan beserta dengan kawan-kawannya. Pada tahun 1956, terbitlah karya-nya Taxonomy of Educational Objectives, Cognitive Domain, pada tahun 1964 terbitlah karya-nya Taxonomy of Educational Objectives, Affective Domain, dan pada tahun 1971 karya-nya berjudul Handbook on Formative and Summative Evaluation of Student Learning, serta pada tahun 1985 karya-nya yang lain Developing Talent in Young People. Taksonomi berasal dari bahasa Yunani taxis yang berarti pengaturan dan nomos yang berarti ilmu pengetahuan. Taksonomi adalah sistem klarifikasi. Taksonomi berarti klarifikasi berhiherarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi atau juga dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi. Konsep taksonomi ini mengklasifikasikan sasaran atau tujuan pendidikan menjadi tiga domain (ranah kawasan) (Benjamin S. Bloom, 1956): 1. Ranah kognitif adalah kemampuan berfikir, kompetensi memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran. 2. Ranah afektif sering berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat, penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. 3. Ranah psikomotor adalah kompetensi melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan, kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik (secara praktik).
Menurut Ritchie (2003), wisata edukasi adalah aktivitas pariwisata yang dilakukan oleh wisatawan yang melakukan liburan sehari dan mereka yang melakukan perjalanan untuk pendidikan dan pembelajaran sebagai tujuan utama. Selain itu wisata edukasi terdiri dari 2 suku kata yaitu wisata dan edukasi. Menurut Soetomo (1994), yang didasarkan pada ketentuan WATA (World Association of Travel Agent), wisata adalah perjalanan keliling selama lebih dari tiga hari, yang diselenggarakan oleh suatu kantor perjalanan di dalam kota dan acaranya antara lain melihat-lihat diberbagai tempat atau kota baik di dalam maupun di luar negeri. Sehingga pada pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian wisata lebih menekankan pada kegiatan yang dilakukan wisatawan dalam suatu perjalanan pariwisata. Sedangkan menurut Rendra Suroso (2004) pengertian edukasi adalah upaya dari subyek terhadap objek untuk mengubah cara memperolah dan mengembangkan pengetahuan menuju cara tertentu yang diinginkan oleh subyek. Wisata edukasi atau wisata pendidikan yang lumrah dikenal dengan sebutan edu-tourism dimaksudkan sebagai suatu program dimana peserta kegiatan wisata melakukan perjalanan wisata pada suatu tempat tertentu dalam suatu kelompok dengan tujuan utama mendapatkan pengalaman belajar secara langsung terkait dengan lokasi yang dikunjungi (Rodger, 1998, hal 28). Menurut Direktorat Jendral PHKA edutourism merupakan diversifikasi daya tarik wisata dari wisata alam (ekowisata) yang bertujuan untuk memperluas dan memperbanyak produk wisata alam (Ditjen PHKA, 2001). Menurut Wood (2002:28), ciri-ciri sarana dan jasa edutourism, menuju pada jenis sarana dan jasa ekowisata adalah sebagai berikut:
a. Melindungi lingkungan sekitarnya baik yang berupa lingkungan alami maupun kebudayaan lokal. b. Memiliki dampak minimal terhadap lingkungan alami selama masa konstruksi dan operasinya. c. Sesuai dengan konteks budaya dan fisik wilayah setempat, misalnya ditandai dengan arsitektur yang menyatu dengan bentuk, landscape, dan warna lingkungan setempat. d. Mengurangi tingkat konsumsi air dan menggunakan cara alternatif yang dapat berkelanjutan untuk mendapat tambahan air. e. Mengelola limbah dan sampah dengan hati-hat. f. Memenuhi kebutuhan energi melalui penggunaan alat dan sarana berdesain pasif (desain yang tidak bnyak mengubah lingkungan alami). g. Dalam pembangunan dan pengelolaannya mengupayakan kerjasama dengan komunitas lokal. h. Menawarkan program yang berkualitas untuk memberikan pendidikan mengenai lingkungan alami dan kebudayaan setempat terhadap tenaga kerja dan wisatawan. i. Mengakomodasikan berbagai program penelitian dalam rangka kontribusi kegiatan edutourism terhadap pengembangan berkelanjutan wilayah setempat. Jadi pengertian wisata edukasi merupakan suatu perjalanan yang menggabungkan unsur kegiatan wisata dengan muatan pendidikan dan pembelajaran sehingga dapat mengubah cara memperolah dan mengembangkan pengetahuan guna mendapatkan pengalaman belajar secara langsung didalamnya. Maksudnya adalah dimana wisatawan selain dapat menikmati indahnya berwisata, wisatawan juga
mendapatkan pendidikan tentang hal baru yang belum diketahui secara langsung. Konsep wisata edukasi digunakan dalam penelitian ini terkait dengan pengetahuan yang diberikan kepada wisatawan yang berkunjung. Dalam konsep yang dikemukakan oleh Wood, Monumen Perjuangan Rakyat Bali ini termasuk kedalam bagia ketiga yakni sesuai dengan konteks budaya dan fisik wilayah setempat, misalnya ditandai dengan arsitektur yang menyatu dengan bentuk, landscape, dan warna lingkungan setempat.