BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi di masyarakat. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua golongan umur. Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang mudah menular. Penularan skabies biasanya disebabkan oleh sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang berbentuk larva. Penderita penyakit kulit skabies, terlihat jelas penetrasi pada kulit berbentuk papula, vesikel atau berupa saluran kecil berjejer, berisi kutu dan telurnya. Penyakit Skabies dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut. 1 Skabies biasanya menyerang manusia yang biasa hidup secara berkelompok, yang tinggal di asrama, barak-barak TNI, lapas dan pondok pesantren. Pondok Pesantren merupakan salah satu tempat pendidikan agama Islam yang mempunyai fungsi sebagai tempat mendidik manusia sehingga memiliki pengetahuan tinggi dan pondok pesantren termasuk salah satu tempat yang beresiko terjadi skabies karena merupakan tempat yang berpenghuni secara berkelompok. Akibat yang ditimbulkan dari penyakit skabies adalah rasa gatal pada bagian kulit di malam hari. Pada umumnya penyakit skabies menyerang bagian lipatan tubuh, bagian sela-sela jari tangan, di bawah ketiak, pinggang, dan permukaan depan pergelangan tangan. 1,2 Prevalensi skabies di Indonesia cenderung cukup tinggi pada anakanak sampai dewasa. Menurut Depkes RI prevalensi skabies di puskesmas seluruh Indonesia pada Tahun 2008 adalah 5,6% - 12,95% dan skabies menduduki urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering. Prevalensi penyakit skabies Tahun 2008 ditemukan di berbagai permukiman kumuh seperti TPA, 1
kasus. 5 Hasil penelitian di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta kejadian rumah susun dan pondok pesantren. Prevalensi di Jakarta mencapai 6,20% di Boyolali sebesar 7,6%, Pasuruan sebesar 8,22% dan di Semarang mencapai 5,80%. 3,4 Berdasarkan data yang terdapat di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011, kejadian skabies di 20 puskesmas menunjukkan bahwa kejadian terbanyak terdapat di daerah Cilacap dengan jumlah 46,8% kasus, urutan kedua di daerah Bukateja dengan jumlah 34,2% kasus dan urutan ketiga di daerah Semarang dengan jumlah 19% kasus. 5 Data profil dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal Tahun 2013, penyakit kulit masuk dalam 10 besar penyakit di puskesmas Kabupaten Kendal, dengan persentase 3,44%. 3 Data penderita skabies di Kabupaten Kendal Tahun 2014 sebanyak 3.432 skabies didapatkan perbedaan kondisi fisik air dan hygiene perorangan terhadap timbulnya penyakit skabies, dan mempunyai kebiasaan bergantigantian pakaian atau alat shalat (84,21%), bergantian handuk (82,11%), dan tidur berdesak desakan (91,58%) hal tersebut juga disebabkan karena pengetahuan (74,74%). 6 Berdasarkan penelitian di Pondok Pesantren Niha Yatul Amal menunjukkan bahwa kebiasaan santri dalam pemakaian sabun mandi, kebiasaan pemakaian handuk, kebiasaan berganti pakaian, kebiasaan tidur bersama, dan kebiasaan mencuci pakaian bersama penderita skabies, menunjukkan ada hubungan yang siginifikan dengan antara santri penderita skabies dengan kebiasaan santri dengan presentase 62,9%. 7 Data pondok pesantren di Kabupaten Kendal Tahun 2015 ada 228 pondok pesantren, dengan jumlah santri sebesar 32.435 orang yang tersebar di 30 puskesmas. Puskesmas Pageruyung merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten Kendal yang rutin melakukan pemeriksaan di beberapa pondok pesantren di wilayahnya rutin setiap bulan. Pondok Pesantren yang dikunjungi antara lain Pondok Pesantren At - Thoyyibah Parakan Sebaran, Pondok Pesantren Darul Huda Nurusahroh Parakan Sebaran, Pondok 2
Pesantren Al-Furqon - Getas Blawong, Pondok Pesantren Maslahul Anwar - Bangunsari, Pondok Pesantren Ar-Rosyad Pucakwangi dan Pondok Pesantren Darul Al-Qur an Pucakwangi. 8 Berdasarkan survey pendahuluan di pondok pesantren wilayah kerja Puskesmas Pageruyung Kabupaten Kendal, masih banyak pondok pesantren yang mana kondisi sanitasi lingkungannya masih kurang baik, seperti ketersediaan air bersih, kondisi bak mandi yang kurang baik, air yang tidak lagi berwarna jernih, pengurasan bak mandi dilakukan setahun 2 kali, dan higiene perorangan yang juga masih buruk. 8 Kebiasaan santri tersebut meliputi pinjam-meminjam alat pribadi sesama santri seperti sering memakai baju dan handuk secara bergantian, menjemur baju bertumpuk-tumpuk, tidak dijemur di bawah terik matahari, suka merendam baju, membuang sampah bekas sampho tidak pada tempatnya, jendela kamar jarang dibuka, kamar berantakan tidak tersusun rapi, banyak baju yang digantungkan, dan tidurnya bersama-sama dalam satu alas tidur. Kebiasaan tersebut dapat menimbulkan penularan penyakit skabies di pondok pesantren. Berdasarkan keterangan dari pengurus dan para santri di pondok pesantren, sebagian para santri yang sakit berobat di Puskesmas Pageruyung, selain itu tenaga kesehatan Puskesmas Pageruyung juga rutin melakukan pemeriksaan setiap bulan. Hal tersebut dilakukan karena Pos Kesehatan Pondok Pesantren yang ada di 6 pondok pesantren wilayah kerja Puskesmas Pageruyung sudah tidak aktif. Berdasarkan data hasil pemeriksaan rutin di 6 pondok pesantren wilayah kerja Puskesmas Pageruyung penyakit yang sering terjadi yaitu penyakit kulit, termasuk skabies. Data pemeriksaan skabies di 6 pondok pesantren setiap tahunnya semakin meningkat. Pada Tahun 2015 Bulan Januari ditemukan kasus penyakit skabies di masing-masing pondok pesantren adalah sebagai berikut : di Pondok pesantren At-Thoyyibah 37%, Pondok Pesantren Darul Huda Nurusahroh 33,63%, Pondok Pesantren Al-Furqon 32%, Pondok Pesantren Maslahul Anwar 34%, Pondok Pesantren Ar-Rosyid 45% dan Pondok 3
Pesantren Darul Al-Qur an 37%, diduga menderita skabies, karena menunjukan tanda tanda atau gejala seperti ada bintik-bintik merah, kecil pada kulit, ada terowongan pada lipatan kulit, sela-sela jari tangan, jari kaki, sikut, pergelangan tangan, lesi pada kulit, dan merasa gatal pada malam hari. 8 Berdasarkan hal tersebut perlu penelitian lebih jauh tentang Hubungan Kualitas Air Bersih dan Personal Hygiene skabies. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan kualitas air bersih, dan personal hygiene skabies pada pondok pesantren di wilayah Puskesmas Pageruyung Kecamatan Pageruyung Kabupaten Kendal Tahun 2015? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan kualitas air bersih dan personal hygiene skabies pada pondok pesantren di wilayah Puskesmas Pageruyung Kecamatan Pageruyung Kabupaten Kendal Tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan kualitas air bersih pada pondok pesantren. b. Mendeskripsikan personal hygiene santri di pondok pesantren. c. Mendeskripsikan kejadian skabies di pondok pesantren. d. Menganalisis hubungan kualitas air bersih skabies. e. Menganalisis hubungan personal hygiene skabies. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Penelitian ini akan menghasilkan informasi tentang hubungan kualitas air bersih dan personal hygiene yang berkaitan skabies, informasi tersebut bermanfaat secara praktis sebagai bahan 4
kajian untuk bekerjasama dengan departemen agama dalam program kesehatan di pondok pesantren. 2. Manfaat teoritis dan manfaat metodologis Hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif tambahan informasi, khususnya mengenai penyakit skabies dan diharapkan dapat memberikan pemahaman dalam rangka menambah ketrampilan peneliti dalam menganalisis dan mengolah data hasil penelitian. E. Keaslian (originality) dan Kebaruan (novelty) Peneliti No (Tahun) 1. Suci Chairiya Akmal (2013) 9 Tabel 1.1 Daftar publikasi yang menjadi rujukan Judul Hubungan Personal Hygiene skabies di pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah Padang 2. Frenki (2011) 10 Hubungan personal hygiene santri dengan kejadian penyakit kulit infeksi skabies dan tinjauan sanitasi lingkungan Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru 3. Yudha Prawira Mandala (2011) 11 Faktor faktor yang berhubungan skabies pada santri di Pondok Pesantren Al- Makmur Tungkar Kabupaten 50 Kota Desain Cross Sectional Case Control Cross Sectional Variabel Bebas dan Terikat Personal Hygiene dan Kejadian Skabies Personal Hygiene yang meliputi kebersihan pakaian, kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, Kebersihan genetalia, kebersihan handuk dan kebersihan tempat tidur dan seprei Tingkat pengetahuan, sikap, personal hygiene, sanitasi lingkungan dan kejadian skabies. Hasil P value = 0,00 < 0,05 antara Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies antara kebersihan pakaian (p = 0,025), kebersihan kulit (p= 0,000), kebersihan tangan dan kuku (p= 0,029), kebersihan genetalia (p=0,000), kebersihan handuk (p=0,034) dan kebersihan tempat tidur dan seprei (p=0,000) skabies Tidak ada tingkat pengetahuan (p=0,263), tidak ada sikap (p=0,706), Tidak ada personal hygiene (p=731), Ada sanitasi lingkungan 5
No Peneliti (Tahun) 4. Btari Sekar Saraswat i ardana Putri (2011) 12 5. Mu linatul Saadatin (2014) 13 Judul Hubungan Hygiene Perorangan, Sanitasi Lingkungan dan status Gizi terhadap Kejadian Skabies pada Anak Hubungan higiene perorangan, sanitasi lingkungan, dan riwayat kontak yang berkaitan skabies di pondok pesantren Al Itqon Kota Semarang Desain Cross Sectional Case Control Variabel Bebas dan Terikat Hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, status gizi dan kejadian skabies Hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, riwayat kontak dan kejadian skabies Hasil dengan kejaian skabies dengan p value 0,044 antara higiene perseorangan (p=0,001), Ada status gizi (p=0,015), tidak ada sanitasi dengan kejadian skabies (p=0,561) antara hygiene perorangan (p=0,005), yang terdiri dari kebiasaan penggunan alat mandi (p=0,000) dan kebiasaan berpakaian (p=0,008) dengan kejadian skabies.. Beda penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel bebas yang berupa kualitas air bersih, subjek, waktu serta tempat penelitian. 6