BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling

BAB I PENDAHULUAN. sisi lain. Orang mempunyai kecacatan fisik belum tentu lemah dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai. 2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyandang tuna rungu adalah bagian dari kesatuan masyarakat Karena

BAB I PENDAHULUAN. fisik yang berbeda-beda, sifat yang berbeda-beda dan tingkah laku yang

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan berbagai kesempurnaan.

BAB I PENDAHULUAN. norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

POLA INTERAKSI SOSIAL TUNA RUNGU WICARA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilandasi oleh tujuan untuk penciptaan keadilan dan kemampuan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa

mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas umum Pemerintahan dan pembangunan dibidang kesejahteraan sosial dan keagamaan.

BAB I PENDAHULUAN. kemanusiannya. Pendidikan dalam arti yang terbatas adalah usaha mendewasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. (verbal communication) dan komunikasi nonverbal (non verbal communication).

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

I. PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan bagian dari anak berkebutuhan khusus, anak

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

1. Pendahuluan 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Ada sebuah. ungkapan yang mengatakan bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimaksud disini adalah mereka yang memiliki peran dan tanggung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. dan dirawat dengan sepenuh hati. Tumbuh dan berkembangnya kehidupan seorang

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

E, 2015 PENERAPAN TERAPI SENSORI INTEGRASI PADA ANAK TUNARUNGU DENGAN GANGGUAN KESEIMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mata, bahkan tak sedikit yang mencibir dan menjaga jarak dengan mereka. Hal

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia telah mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Anak tuna rungu

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. yang beralamat di Jl. Rajekwesi 59-A Perak Bojonegoro. Di SLB-B Putra

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara

BAB I PENDAHULUAN. adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Mereka adalah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dihindari karena sebagai masa periode terakhir yang dilewati oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan suatu hal vital yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sebelumnya istilah Disabilitas. disebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TUNA RUNGU POKOK BAHASAN PECAHAN SENILAI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lia Afrilia,2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional betujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak didiknya. Aktivitas kegiatan seorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam. dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak normal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iis Jamilah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna rungu wicara adalah kondisi realitas sosial yang tidak terelakan didalam masyarakat. Penyandang kecacatan ini tidak mampu berkomunikasi dengan baik selayaknya manusia biasanya. Tuna rungu-wicara sendiri adalah suatu istilah yang dikaitkan satu sama lain. Keadaan ini merupakan hubungan yang spesifik antara kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). Keterbatasan yang dimiliki remaja tuna tungu wicara menjadi masalah di dalam masyarakat. Masalah ini bukan hanya ditanggung oleh penderita, tetapi juga keluarga dan masyarakat sehingga masalah itu sangat kompleks dan saling mempengaruhi. Hal ini menjadikan mereka sebagai kelompok yang tersisih, terabaikan, dikucilkan, dianggap rendah dan tidak mampu berkarya seperti selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977). Keberadaan kelompok tuna rungu wicara dianggap aib di dalam keluarga atau masyarakat. Padahal, dengan kekurangan yang dimiliki oleh kelompok ini seharusnya mereka layak mendapatkankan perhatian dan dukungan yang khusus baik dari pihak masyarakat, pemerintah, terutama keluarga. Lingkungan keluarga dan masyarakat yang menerima dan memberikan kesempatan berkembang pada anaknya yang tuna rungu-wicara akan mengurangi beban penderitaan dan masalah yang dihadapinya. Ketunarunguan yang diderita semenjak lahir banyak menimbulkan masalah berkomunikasi sehingga mengakibatkan keterlambatan intelegensi, masalah kesehatan biologis, tekanan psikologis, kemerosotan nilai sosial, spiritual dan mengalami kemiskinan.

Manusia diciptakan dengan kesempurnaan yang berbeda-beda. Kesempurnaan tidak dapat dilihat dari fisik, tetapi kelebihan lain yang dimiliki, misalnya keadaan fisik yang kurang sempurna belum tentu dia lemah dalam pikiran. Bahkan mungkin memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain yang memiliki keadaan fisik yang sempurna. Pada umumnya seseorang memandang kesempurnaan orang lain dari keadaan fisik. Keadaan fisik yang dilihat berupa alat indera yang dimiliki, seperti, mata, hidung, telinga, kulit, lidah yang sering disebut panca indera. Pendengaran dan kemampuan berbahasa adalah alat yang sangat penting untuk belajar, bermain dan membangun kemampuan sosial seorang anak. Anak/remaja belajar untuk berkomunikasi dengan meniru suara yang mereka dengar. Namun jika mereka mengalami gangguan pada organ pendengarannya yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mendengar, maka dipastikan akan menghambat perkembangan anak/remaja, sehingga keadaan tersebut mempengaruhi pada perkembangan intelijensi, bicara, emosi dan sosial remaja maupun pada kepribadiannya. Secara umum keberadaan remaja dengan kecacatan rungu wicara terkadang dianggap beban, aib yang keberadaannya disembunyikan atau diisolasi dari kehidupan masyarakat. Kecacatan pada remaja merupakan kondisi yang tidak diinginkan oleh siapapun.

Tabel 1. Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Orang Dengan Kecacatan (ODK) di Indonesia Tahun 2012. PMKS ODK Kelompok usia (tahun) < 18 18-24 25-55 >56 Total Netra 5921 3869 46960 86110 142860 Rungu Wicara 7632 4410 17482 7432 36956 Tubuh 32990 18384 129272 83233 263879 Mental retardasi 30460 31821 120737 30015 213033 Gangguan jiwa 2257 5105 44514 13246 65122 Fisik dan mental 19438 9935 47944 24991 102308 (Bappenas, 2012). Berdasarkan data Bappenas 2012, jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial dengan kecacatan tuna rungu wicara usia < 18 tahun (kategori anak/remaja) sebanyak 7632 orang. Jumlah ini masih terhitung banyak dan berada diurutan kedua berdasarkan kategori usia di bawah usia 25-55 tahun yang menyandang kecacatan tuna rungu wicara. Kondisi yang telah dipaparkan tersebut dalam sudut pandang perkembangan anak/remaja dipandang kurang menguntungkan terutama pada pemenuhan hak-hak anak secara umumnya. Berbagai keterbatasan yang ada pada keluarga yang memiliki anak dengan kecacatan rungu wicara menyebabkan terkendalanya keluarga dalam memberikan pelayanan dalam penanganan anak tersebut. Demikian juga para petugas dan penyelenggara pelayanan kecacatan rungu wicara, sering kali juga terkendala oleh keterbatasan kemampuan serta keterampilan yang menyebabkan

tidak optimalnya pelayanan dan rehabilitasi sosial anak dengan kecacatan rungu wicara (Depsos RI, 2008). Banyaknya jumlah permasalahan tuna rungu wicara, maka dibutuhkan ilmu kesejahteraan sosial sebagai salah satu ilmu yang akan menjawab semua tantangan dan permasalahan sosial yang saat ini mendera masyarakat. Antara Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial saling terkait sebagai suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan, mengenai kesejahteraan sosial. Pekerjaan sosial yang melakukan pelayanan sosial terhadap pelayanan universal yaitu semua warga negara, pelayanan untuk individu dan kelompok yang berkebutuhan khusus seperti anak tuna rungu wicara. Pelayanan sosial terhadap anak penyandang cacat tuna rungu wicara adalah bagian dari bimbingan perseorangan (casework) dan kelompok (groupwork) karena pekerja sosial atau social worker dihadapkan pada individu dan kelompok dalam sebuah panti sosial atau lembaga sosial yang khusus menampung anak-anak sampai usia remaja. Dimana pelayanan dan rehabilitasi sosial merupakan upaya yang tidak dapat terpisahkan dengan sistem pelayanan secara umum. Pelayanan dan rehabilitasi sosial anak cacat rungu wicara merupakan rangkaian kegiatan pembinaan dan pelayanan kesejahteraan sosial dalam rangka menjamin tumbuh kembang anak, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar disegala aspek kehidupan di dalam keluarga maupun masyarakat. Secara biologis perkembangan remaja tuna rungu mengalami kesenjangan dengan remaja normal. Hal ini dipengaruhi oleh keterbatasan mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan sekitar serta adanya stigma sosial sehingga remaja tuna rungu wicara disisihkan, diabaikan,dan dipandang rendah. Berbagai kebutuhan remaja tuna rungu wicara untuk mendukung perkembangan fisik sering diabaikan,

padahal mereka adalah kelompok-kelompok yang membutuhkan perhatian yang lebih dari remaja normal, sehingga hal ini menghambat perkembangan fisik remaja tuna runga wicara (Gerungan, 2004). Begitu juga halnya dengan perkembangan emosi psikologi remaja tuna rungu wicara. Psikologi remaja tuna rungu wicara berbeda dengan remaja normal hal ini diakibatkan tekanan sosial dari lingkungan. Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan seringkali menyebabkan remaja tuna rungu wicara menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan. Dimensi sosial remaja tuna rungu wicara juga mengalami masalah dimana lingkungan melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya. Dengan penilaian lingkungan yang demikian, remaja tuna rungu wicara merasa kurang berharga dan juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan fungsi sosial dimasyarakat. Adanya hambatan dalam perkembangan sosial ini mengakibatkan minimnya penguasaaan bahasa dan kecenderungan menyendiri serta memiliki sifat egosentris. Manusia sebagai makluk spiritual mempunyai hubungan dengan Tuhannya dan mempunyai keyakinan diluar dirinya. Keyakinan yang dimiliki seseorang akan berpengaruh terhadap prilakunya. Aspek spiritual remaja tuna rungu wicara juga mengalami kesenjangan ditengah keterbatasan untuk mengenal Tuhannya dan berinteraksi melalui ibadah dan merealisasikan norma-norma agama (Gerungan, 2004).

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan, keberadaan panti sosial dalam menyediakan pelayanan sosial bagi kelompok-kelompok berkebutuhan khusus termasuk diantaranya remaja tuna rungu wicara sangat vital. Karena dengan pelayanan secara khusus yang diberikan dilingkungan panti diharapkan mampu memenuhi kebutuhan biologis, psikologi, sosial dan spiritual Remaja dengan kecacatan rungu wicara masih memiliki organ indera lain yang dapat berfungsi sebagai organ indra visual yang membuat memungkinkannya imajinasi visual yang diperoleh anak tunarungu dari lingkungannya berada. Remaja tuna rungu wicara memiliki kesempatan yang sama dengan remaja normal. Mereka memiliki hak untuk tumbuh dengan baik secara biologis, psikologi, sosial dan spiritual (biopsikososial spiritual). Keberadaan anak yang berkebutuhan khusus ini membutuhkan aspek biopsikososial yang harus diperhatikan oleh pekerja sosial melalui program pelayanan sosial yang diberikan. Upt pelayaan sosial tuna rungu wicara dan lansia menangani warga binaan dengan kebutuhan khusus tuna rungu wicara, memiliki staf yang mampu memenuhi dan memperhatikan aspek biopsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara sehingga dapat meningkatkan keberfungsiaan sosial. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, peneliti tertarik untuk meneliti Efektivitas Program Pelayanan Sosial Bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Sejauh mana efektivitas

pelaksanaan program pelayanan sosial bagi perkembangan biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di Upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lanjut usia pematang siantar? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas program pelayanan sosial bagi perkembangan biopsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lanjut usia pematang siantar. 1.3.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka pengembangan: 1. Pengembangan teori perkembangan Biopsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara. 2. Pengembangan model-model pelayanan sosial tuna rungu wicara. 1.4 Sistematika Penulisan Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan ini secara garis besarnya dikelompokkan dalam enam bab, dengan urutan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data. BAB IV : GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti. BAB V : ANALISIS DATA Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya. BAB VI : PENUTUP Berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran yang perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian.