BAB I PENDAHULUAN. sekaligus memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR PUSTAKA. Arkunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cetakan ke-13, PT.Asdi Mahasatya, Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

B AB I PENDAHULUAN. peraturan bank tersebut. Sebelumnya, calon nasabah yang akan meminjam

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

DAFTAR LAMPIRAN. 1. Surat Keputusan Bupati Magelang Nomor : 188.4/001/KEP/01/2006 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pertanahan di Indonesia telah muncul dengan beragam wujud

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasar, karena hampir sebagian besar aktivitas dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. dinilai memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Tanah dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang. pemenuhan kebutuhan hidupnya. Pembangunan yang meningkat pesat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris, bahwa tanah-tanah di

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya tanah bagi manusia, menyebabkan tanah mempunyai nilai tinggi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya meliputi juga

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk. Inovasi yang berkembang akhir-akhir ini adalah. dikenal dengan istilah rumah susun.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi masyarakat. Padahal, tanah dari dulu hingga sekarang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah mempunyai peranan penting dalam kegiatan pembangunan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan tanah mempunyai nilai dan arti

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eksitensi tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti dan sekaligus memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset, tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat untuk hidup dan kehidupan, sedangkan capital asset, tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan dan telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan dan objek spekulasi. 1 Sebagai landasan kebijakan pertanahan, filosofi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang dilandaskan pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, pasal ini bertujuan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh masyarakat dalam kaitannya dengan perolehan dan pemanfaatan sumber daya alam, khususnya tanah. Pasal ini terkandung makna pemberian kekuasaan negara untuk mengatur sumber daya alam yang terkandung di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1 Ahmad Rubaie, 2007, Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Bayumedia, Malang, hlm.1.

2 Landasan yuridis bagi pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Indonesia mengacu pada ketentuan dalam UUPA. Berdasarkan Pasal 18 UUPA yakni untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, sedangkan pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Perpres No.36 Tahun 2005 2, bahwa pelepasan hak adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Pelepasan hak atas tanah dilaksanakan apabila subjek yang memerlukan tanah tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemegang hak atas tanah yang diperlukan sehingga tidak dapat diperoleh dengan jual beli dan pemegang hak atas tanah bersedia untuk melepaskan hak atas tanahnya. 2 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

3 Pemerintah atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah untuk kepentingan umum tidak dapat memperoleh tanah itu dengan cara jual beli, akan tetapi dengan cara pelepasan hak. 3 Menurut Pasal 4 Perpres No.65 Tahun 2006, bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum ditegaskan sebagai berikut : Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan lebih dahulu. Proses pengadaan tanah bukanlah hal yang mudah dan sederhana, akhir-akhir ini bermunculan kasus dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang mencuat terkait status tanah yang dibebaskan adalah tanah negara. 4 Terdapat persoalan terhadap lahan yang secara hukum adalah tanah negara tetapi secara fisik lahan tersebut telah dikuasai dan dimanfaatkan masyarakat berpuluh-puluh tahun lamanya. Muncullah kebijakan-kebijakan yang berbasis kemanusiaan dengan memberikan santunan kepada masyarakat yang secara faktual dapat membuktikan bahwa ia telah menguasai, mengelola, merawat dan memanfaatkan lahan berpuluhpuluh tahun bahkan secara turun temurun. Tanah negara menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah. Hak atas tanah menurut PP No.24 3 Arie S.Hutagalung, 2012, Serba Aneka Masalah dalam Kegiatan Ekonomi, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hlm.62. 4 Contoh Salah Satu Kasus Pengadaan Tanah Komplek Kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau Tahun 2005, Putusan Nomor : 12/Pid.Sus/TP.Korupsi/2012/PN.PTK

4 Tahun 1997 ini adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan. Bahwa secara konteks historical perundang-udangan di Indonesia, ketentuan tentang pemberian uang santunan bagi yang menguasai tanah negara seperti yang telah disebutkan di atas (tanah tanpa sesuatu hak), pernah diatur dalam Pasal 20 PMNA/Ka.BPN No.1 Tahun 1994 5, yakni : 1. Kepada yang memakai tanah tanpa sesjuatu hak tersebut di bawah ini diberikan uang santunan : a. Mereka yang memakai tanah sebelum tanggal 16 Desember 1960; b. Mereka yang memakai tanah bekas hak barat dimaksud dalam Pasal 4 dan 5 Keppres No.32 Tahun 1979; c. Bekas pemegang hak guna bangunan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 17 angka 3 huruf b; d. Bekas pemegang hak pakai yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 17 angka 4 huruf c. 2. Besarnya uang santunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh panitia menurut pedoman yang ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya. 5 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Indonesia Nomor 1 Tahun 1994, tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

5 Berdasarkan Perpres No.36 Tahun 2005 jo Perpres No.65 Tahun 2006, mengatur bahwa pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan pengadaan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah. Setelah berlakunya Perpres tersebut, ketentuan pemberian uang santunan tidak ada pengaturan secara spesifik, namun pemberian tidak secara eksplisit dilarang, artinya, sepanjang pemberian uang santunan atas tanah negara dilakukan untuk kepentingan umum diselenggarakan dengan mengacu pada prinsipprinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik, hal tersebut dapat dikualifikasikan sebagai kewenangan bebas atau diskresi pemerintah daerah. 6 Proses munculnya pemilikan tanah secara tradisional didahului oleh adanya hubungan antara tanah dan orang atau orang-orang yang menggarapnya dalam hal ini seperti pemanfaatan lahan yang tidak permanen seperti pola ladang berpindah yang dilakukan sebagian besar masyarakat di Kalimantan Barat khusunya di Kabupaten Sekadau. Perladangan adalah sebuah sistem bercocok tanah berpindah-pindah dari satu bidang tanah atau ladang ke bidang tanah yang lain, biasanya dibuka dengan menebang dan membakar sebagian hutan untuk membuat ladang. 7 Berawal dari pola ladang berpindah ini sebagai awal kepemilikan tanah oleh masyarakat setempat bahkan dimiliki secara turun temurun. Pada 6 Marcus Lukmana, Eksitensi Peraturan Kebijakan di Daerah Serta Dampaknya Terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional, Disertasi, Universitas Padjajaran, 1996, hal.177. 7 http://pengertian-definisi.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 24 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.

6 ladang atau tanah yang telah ditanami maupun yang pernah ditanami terdapat batas-batas antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Terdapat pula sanksi adat bagi masyarakat lain yang mendiami atau menggunakan lahan tanpa izin pemilik tanah. Meskipun aturan ini bersifat lisan namun masyarakt setempat mematuhinya sebagai salah satu hukum adat. 8 Dalam prakteknya terhadap tanah-tanah yang berstatus tanah negara di Kabupaten Sekadau, di dalamnya hampir tidak ada ditemukan tanah-tanah tersebut yang tidak digarap dan dikuasai secara fisik oleh warga masyarakat, hanya tanah-tanah ini belum didaftarkan seperti layaknya tanah hak menurut UUPA. 9 Pola ladang berpindah selain bertujuan untuk pemukiman juga untuk bercocok tanam, buti kepemilikan hanya berdasarkan pengakuan masyarakat setempat. Proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum, terdapat di dalamnya perbuatan hukum yakni pelepasan dan peralihan hak. Secara normatif, pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat pada pemegang hak dengan cara memberi ganti rugi. 10 Pelepasan hak atas tanah dilakukan di atas surat atau akta yang dibuat di hadapan notaris yang menyatakan bahwa pemegang hak yang bersangkutan 8 Hasil wawancara dengan Subhan,S.Sos.,M.Si, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau. 9 Hasil wawancara dengan Subhan,S.Sos.,M.Si, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau. 10 Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah.

7 telah melepaskan hak atas tanahnya, dan akta tersebut umumnya berjudul Akta Pelepasan Hak. 11 Berdasarkan Pasal 37 PP No.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangundangan. Sedangkan peran notaris diperlukan dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Peran ini terlihat dari dibutuhkannya akta notaris sebagai salah satu syarat dalam hal pendaftaran tanah, yang tertuang dalam Pasal 131 ayat (3) PMNA No.3 Tahun 1997 sebagai peraturan pelaksanaan dari PP No.24 Tahun 1997, dimana akta ini sebagai bukti bahwa seseorang atau badan hukum telah melepaskan hak atas tanahnya kepada pihak lain. Profesi notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris dan notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi. 12 Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap 11 Irma Devita Purnamasari, Pengajuan Surat Pelepasan Hak Atas Tanah ke Kantor Pertanahan, diakses melalui : http://www.hukumonline, pada tanggal 20 Mei 2016 Pukul 16.20 WIB. 12 Liliana Tedjosaputro, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang, Aneka Ilmu, hlm.93.

8 pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta. 13 Keharusan ditandatanganinya suatu surat atau akta yang dibuat oleh notaris ditentukan dalam Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang menyatakan bahwa Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud di atas, atau cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak. Pemerintah Kabupaten Sekadau adalah pemekaran dari kabupaten induk yaitu Kabupaten Sanggau, yang diibentuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sekadau Propinsi Kalimantan Barat. Pengadaan tanah untuk komplek kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau telah melalui perencanaan tahun 2001. Pejabat Bupati Sekadau tanggal 22 Maret 2005, membentuk Panitia Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Pemerintah Kabupaten Sekadau memperoleh tanah untuk pembangunan komplek kantor ini dengan pembebasan tanah yaitu dengan cara ganti rugi dalam bentuk uang kepada PT.Sinar Bintang Sakti (PT.SBS), dengan luas tanah 207 hektar, tidak bersertifikat dimana pada awalnya PT.SBS ini memperoleh tanah dari masyarakat dengan bukti Surat Pernyataan Penyerahan. 13 Habib Adjie, Menilai Pembuktian Akta Otentik, diakses melalui : Habibadjie.dosen.narotama.ac.id, pada tanggal 27 Juni 2016 pukul 14.25 WIB.

9 Pada pengadaan tanah ini terdapat tim penilai yang menetapkan nilai ganti kerugian berdasarkan Keputusan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sekadau Nomor : 580-09-41-2005. Terdapat permasalahan hukum dalam pengadaan tanah untuk pembangunan komplek kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau, dimana panitia pengadaan tanah dianggap telah merugikan keuangan negara, yakni melakukan pembayaran atas pelepasan hak atas tanah dengan cara cara ganti rugi di atas tanah negara dan tidak berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah. Penelitian ini tidak membahas tentang tindak pidana korupsi panitia pengadaan tanah terhadap pembangunan komplek kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau, tetapi pembahasan lebih menfokuskan pada masalah pengadaan tanah dan peran notaris di dalam pengadaan tanah tersebut. Proses pengadaan tanah untuk pembangunan komplek kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau telah melibatkan notaris di dalamnya yakni dalam pembuatan akta otentik seperti Surat/Akta Pelepasan Hak dan Akta Pengakuan Hutang. Berdasarkan uraian-uraian di atas dan berdasarkan ketentuanketentuan hukum yang ada, maka penulis berkeinginan meneliti dan menganalisis pengadaan tanah untuk pembangunan komplek kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau dan peran notaris di dalam pengadaan tanah tersebut dari perspektif perundang-undangan dalam Tesis dengan judul Peran Notaris dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (Studi

10 Kasus Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Komplek Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan Tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pengadaan tanah terhadap pembangunan komplek kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau? 2. Bagaimanakah peran notaris dalam pengadaan tanah untuk pembangunan komplek kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau? 3. Faktor-faktor non teknis apa saja yang mempengaruhi proses pengadaan tanah untuk pembangunan komplek kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penulusuran penulis, ditemukan adanya penelitian yang mirip mengkaji tentang Peran Notaris dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, maupun tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, seperti : 1. Judul : Status Hak Atas Tanah dan Pemberian Ganti Rugi dalam Rangka Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Bawen-Salatiga. 14 Permasalahan : 14 Ayu Kusuma Wardani, Status Hak Atas Tanah dan Pemberian Ganti Rugi dalam Rangka Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Bawen-Salatiga (Studi Kasus di Kota Salatiga), Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014.

11 1) Hak atas tanah apa saja yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Bawen-Salatiga di Kota Salatiga? 2) Bagaimanakah mekanisme pemberian ganti rugi dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Bawen-Salatiga di Kota Salatiga? 3) Hambatan-hambatan apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan pemberian ganti rugi tersebut dan bagaimana upaya penyelesaiannya? Kesimpulan : pemberian ganti rugi dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Bawen-Salatiga dibagi dalam 9 (sembilan) tahapan yakni ; sosialisasi, pematokan Rute Of Way (ROW), pengukuran ricikan, inventarisasi bangunan dan tanaman, pengumuman hasil ukur, musyawarah harga dan pembayaran ganti rugi. 2. Judul : Tinjauan Hukum Nilai Ganti Rugi dalam Rangka Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum 15 Permasalahan : 1) Bagaimana tim independen dibentuk untuk menilai tanah secara profesional menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012? 2) Apakah kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dibatasi oleh waktu? 15 Agus Suprijanto, Tinjauan Hukum Nilai Ganti Rugi dalam Rangka Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014.

12 3) Bagaimana cara tim independen menghitung ganti rugi dalam penyelesaian permasalahan terhadap masyarakat pemilik tanah setempat supaya tidak dirugikan? Kesimpulan : penetapan besanya ganti kerugian harus mengikuti Standar Penilaian Indonesia (SPI 306) yang didasarkan pada azas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan. 3. Judul : Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (Studi di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah) 16 Permasalahan : 1) Bagaimana proses musyawarah dalam penetapan ganti rugi atas tanah yang dipergunakan pemerintah untuk pembangunan kepentingan umum di Kabupaten Lamandau Propinsi Kalimantan Tengah? 2) Bagaimana perlindungan hukum bagi masyarakat yang tanahnya dipergunakan oleh Pemerintah untuk Pembangunan kepentingan umum di Kabupaten Lamandau Propinsi Kalimantan Tengah? Kesimpulan : pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Kabupaten Lamandau, telah sesuai dengan 16 Vatrean Esaie, Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (Studi di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah), Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014.

13 Perpres No.65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Perpres No.35 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, serta Peraturan Kepala BPN No.1 Tahun 2007, namun dalam pelaksanaannya di lapangan, perlindungan hukum bagi masyarakat belum sepenuhnya diberikan pada masyarakat hal ini terlihat dalam susunan panitia pengadaan tanah yang belum melibatkan masyarakat. 4. Judul : Mekanisme Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Pelebaran Jalan Magelang-Keprekan Magelang) 17 Permasalahan : 1) Bagaimana mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada pelebaran Jalan Magelang-Keprekan? 2) Permasalahan apa saja yang muncul selama proses pengadaan tanah pelebaran Jalan Magelang-Keprekan? Kesimpulan : Dalam pengadaan tanah pelepbaran Jalan Magelang- Keprekan, Bupati Magelang dalam menetapkan dasar perhitungan besarnya ganti rugi tidak membentuk Tim Penilai Harga Tanah, tetapi Pemerintah Kabupaten Magelang menunjuk PT.Bank BPD Jateng Cabang Magelang untuk 17 Arum Puspasari, Mekanisme Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014.

14 membuat referensi harga pasar tanah pada ruas Jalan Magelang-Keprekan, hal ini melanggar ketentuan Pasal 15 Perpres No.65 Tahun 2006. 5. Judul : Keterkaitan Notaris daan PPAT dalam Pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Proyek Jalan Lintas Selatan-Selatan di Kabupaten Cilacap. 18 Permasalahan : 1) Bagaimana keterkaitan Notaris dan PPAT dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk proyek Jalan Lintas Selatan-Selatan (JLSS) di Kabupaten Cilacap? 2) Bagaimana keterkaitan Notaris dan PPAT dalam proses berlangsungnya musyawarah antara Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah dalam proyek Jalan Lintas Selatan-Selatan (JLSS) di Kabupaten Cilacap? 3) Bentuk ganti kerugian apa yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah yang tanahnya sudah bersertipikat dan dasar apakah yang dipakai dalam penghitungan ganti kerugian dalam hal pengadaan tanah untuk proyek Jalan Lintas Selatan-Selatan (JLSS) di Kabupaten Cilacap? Kesimpulan : Keterkaitan Notaris dan PPAT dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk proyek jalan adalah bahwa Notaris disini tidak terkait sama sekali dalam 18 Nurlayla Sucipto, Keterkaitan Notaris dan PPAT dalam Pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Proyek Lintas Selatan-Selatan di Kabupaten Cilacap, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2008.

15 pelaksanaan pengadaan tanah yang pihak pemohonnya adalah pemerintah seperti dalam pengadaan tanah untuk proyek jalan Lintas Selatan- Selatan di Kabupaten Cilacap, sedangkan PPAT dalam pengadaan tanah yang dimaksud ada keterkaitan yaitu untuk dalam susunan keanggotaan Tim Penilai Harga Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kabupaten Cilacap. Dapat diketahui dari penelitian yang disebutkan di atas bahwa terdapat perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Perbedaan itu terdapat pada judul, latar belakang permasalahan, tempat penelitian dan kesimpulan nantinya. Setelah diadakan penelusuran kepustakaan Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada maupun di perpustakaan universitas lain, maka dapat disimpulkan bahwa belum terdapat suatu penelitian yang membahas tentang Peran Notaris dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Pengadaan Tanah Komplek Kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau Propinsi Kalimantan Barat), dan penelitian ini menjadi prioritas yang akan diteliti dan menjadi suatu permasalahan yang baru atau belum ada yang meneliti sebelumnya, sehingga penulis menjamin keaslian penelitian ini.

16 D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian hukum ini adalah : 1. Mengetahui dari menganalisis proses pengadaan tanah untuk pembangunan komplek kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau. 2. Mengetahui dari menganalisis peran, wewenang dan tanggung jawab notaris dalam pengadaan tanah untuk pembangunan komplek kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau. 3. Mengetahui faktor-faktor non teknis yang mempengaruhi pengadaan tanah untuk pembangunan komplek kantor Pemerintah Kabupaten Sekadau. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk kepentingan akademis maupun untuk kepentingan praktis berupa : 1. Manfaat akademis, manfaat penelitian ini secara akademis dapat memberi sumbangan tambahan literatur tentang peran notaris dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, dan diharapkan dapat berguna bagi pengembanagan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan khususnya dalam hal pengadaan tanah yaitu untuk pembangunan kantor pemerintah. 2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya maupun bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau dalam konteks pengadaan tanah untuk kepentingan umum.