TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pantai atau goba-goba yang menyesuaikan diri pada keadaan asin, kata mangrove juga berarti suatu komunitas. Sering kita jumpai kata mangal untuk komunitas mangrove dan untuk mangrove sebagai jenis tumbuh-tumbuhan (Romimohtarto dan Juwana, 2009). Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan. MacNae (1968) diacu oleh Muhaerin (2008), menggunakan kata mangrove untuk individu tumbuhan dan mangal untuk komunitasnya. Menurut Snedaker (1978) diacu oleh Muhaerin (2008), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai. Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001).
Hutan mangrove jika ditinjau dari tata bahasa terdiri atas dua kata yaitu hutan dan mangrove. Menurut Undang-Undang No 41/1999 dan Undang- Undang No 19/2004 yang mengatur tentang kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh pada tanah aluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh arus pasang surut air laut. Mangrove juga tumbuh pada pantai karang atau daratan terumbu karang yang berpasir tipis atau pada pantai berlumpur. Tumbuhan mangrove tumbuh digenangi air laut atau air payau sewaktu air pasang atau kering sewaktu air surut. Secara ekologis, hutan mangrove dapat menjamin terpeliharanya lingkungan fisik seperti penahan ombak, angin dan intrusi air laut, serta merupakan tempat perkembangbiakan bagi berbagai jenis kehidupan laut seperti ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan jenis lainnya (Fachrul, 2007). Mangrove tumbuh dengan baik dari ketinggian permukaan laut sampai dengan rata-rata permukaan pasang. Jenis tumbuhan tersebut bukan saja harus toleran terhadap garam, melainkan juga harus mampu untuk menahan kondisi tergenang dan kondisi-kondisi bawah yang anaerobik. Menurut Bengen dan Dutton (2004), karakteristik utama ekosistem mangrove di Indonesia adalah sebagai berikut: tidak dipengaruhi oleh faktor iklim, dipengaruhi oleh kondisi pasang surut, terletak pada tanah yang sebagian besar terdiri atas lumpur dan pasir
yang tergenang oleh air laut, terletak pada daerah pantai yang landaidan tidak terstruktur berdasarkan penutupannya/stratifikasi. Zonasi Ekosistem Mangrove Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara yang besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Mangrove tidak atau sulit tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003). Pertumbuhan mangrove akan menurun jika masukan air tawar dan sedimen rendah. Keanekaragaman hutan mangrove secara umum relatif rendah jika dibandingkan dengan hutan alam tipe lainnya (Ghufran dan Kordi, 2012). Menurut Bengen (2002), hutan mangrove terbagi atas beberapa zonasi yang paling umum, yaitu: a. Daerah yang paling dekat dengan laut dan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp.. Pada zona ini, Avicennia spp biasanya berasosiasi dengan sonneratia spp. yang dominan tumbuh pada substrat lumpur dalam yang kaya bahan organik. b. Lebih ke arah darat, ekosistem mangrove umumnya didominasi oleh jenis Rhizophora spp.. Pada zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
d. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah, biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticants dan beberapa jenis palem lainnya. Secara umum pola zonasi mangrove dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove (Bengen, 2004). Ekologi Mangrove Ekologi didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organisme-organisme atau kelompok-kelompok organisme hidup dan lingkungannya. Organismeorganisme hidup dan lingkungan tak hidupnya (abiotik) berhubungan erat tak terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain (Odum, 1996). Sebagaimana tumbuhan lainnya, mangrove mengkonversi cahaya matahari dan unsur hara (nutrien) menjadi jarigan tumbuhan (bahan organik) melalui proses fotosintesis. Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial dalam berbagai bentuk bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove (Bengen, 2004). Ekosistem mangrove berbeda dengan ekosistem lainnya, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem hutan mangrove bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri, tetapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting,
buah dan batang). Sebagian serasah mangrove didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae, ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis, sebagian lagi sebagai partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh ikan, udang, dan kepiting sebagai makanannya (Bengen, 2004). Sebagian detritus didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi nutrien yang terlarut dapat secara langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton, algae maupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis. Sebagian lain dari detritus dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya. Proses makan memakan dalam berbagai kategori dan tingkatan biota membentuk suatu jaring makanan. Proses pertukaran dan asimilasi energi berkaitan dengan aspek kimiawi ekosistem mangrove yang merupakan sumber bahan organik yang dibutuhkan dalam kehidupan biota yang hidup di ekosistem tersebut (Rahman, 2010). Fungsi dan Peran Mangrove Fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: fungsi biologis/ekologis, fungsi fisik, dan fungsi sosial ekonomis. Fungsi Biologis/Ekologis Hutan mangrove memiliki nilai penting sebagai kunci utama penyediaan makanan bagi organisme yang tinggal di sekitar mangrove. Mangrove merupakan daerah mencari makanan (feeding ground) bagi organisme-organisme yang ada di dalamnya. Kerapatan mangrove memungkinkan untuk melindungi kehidupan organisme di dalamnya, maka mangrove juga dijadikan sebagai tempat
berkembang biak (nursery ground). Hutan mangrove juga menyediakan tempat yang sangat baik dan ideal bagi proses pemijahan (spawning ground) biota laut yang ada di dalamnya (Kustanti, 2011). Lingkungan ekosistem mangrove menjadi tempat yang cocok bagi biota akuatik untuk memijah dan membesarkan anaknya. Mangrove juga berfungsi sebagai habitat satwa langka (Darwis, dkk., 1995 diacu oleh Ningsih, 2008). Fungsi Fisik Keberadaan mangrove akan menambah perluasan wilayah ke arah laut walaupun dalam kurun waktu yang lama. Hal ini sangat menguntungkan karena ekosistem mangrove yang tebal akan menambah luas ekosistem tersebut sehingga kondisi pantai akan menjadi stabil. Kemampuan ekosistem mangrove dalam menahan limpahan air tawar dan erosi dari darat semakin baik, demikian juga untuk menahan gempuran ombak (Ghufran dan Kordi, 2012). Perlindungan pantai dari abrasi/erosi adalah dengan berfungsinya mangrove untuk menahan energi dari terjadinya erosi. Intrusi air laut dapat dikendalikan dengan adanya hutan mangrove di pinggir pantai dengan berfungsinya perakaran mangrove untuk menetralisir kadar garam air laut. Mangrove mampu melindungi kehidupan penduduk di sekitarnya dari kerusakankerusakan yang dapat ditimbulkan dari gelombang besar dan angin kencang. Mangrove juga berfungsi sebagai lahan pengolah limbah organik (Kustanti, 2011). Fungsi Ekonomi Hasil hutan mangrove baik hasil kayu dan non kayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan
makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata dan banyak lagi. Hal ini tentu saja akan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat (Kustanti, 2011). Pada ekosistem mangrove juga terdapat flora dan fauna yang merupakan hasil hutan non kayu. Jenis flora yang bernilai ekonomis antara lain nipah yang bunganya merupakan penghasil gula nira, sedangkan daun dan dahannya bermanfaat sebagai bahan bangunan. Tumbuhan lain yang bernilai ekonomi adalah bunga terutama anggrek yang tumbuh pada tumbuhan mangrove (Ghufran dan Kordi, 2012). Selain itu, berbagai jenis biota yang terdapat di dalam ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan bagi masyarakat seperti ikan, udang, maupun makrozoobenthos yang terdapat di dalamnya (Pariyono, 2006). Manfaat ekonomis mangrove, juga cukup memegang peranan penting bagi masyarakat, karena merupakan wahana dan sumber penghasilan seperti ikan, ketam, kerang dan udang, serta buah beberapa jenis mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Manfaat lainnya merupakan sumber pendapatan masyarakat melalui budidaya tambak, kulit mangrove bermanfaat dalam industri penyamak kulit, industri batik dan pewarna jaring, serta sebagai wahana wisata alam, penelitian dan laboratorium pendidikan (Waryono, 2002). Parameter Lingkungan Parameter Fisika Suhu Pada perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, sehingga suhu di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan
dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu sampai skala tertentu akan mempercepat perkembangbiakan organisme perairan. Perubahan suhu dapat menjadi isyarat bagi organisme untuk memulai atau mengakhiri berbagai aktivitas misalnya reproduksi (Nybakken, 1992). Peningkatan suhu juga menyebakan peningkatan kecepatan metabolisme serta respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 0 C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 3 kali lipat. Namun peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi (Effendie, 2003). Suhu merupakan faktor yang sangat menentukan kehidupan dan pertumbuhan mangrove. Suhu yang menjadi pembatas kehidupan mangrove adalah suhu yang rendah dan kisaran suhu musiman. Suhu yang baik untuk kehidupan mangrove adalah tidak kurang dari 28 0 C, sedangkan kisaran musiman suhu tidak melebihi 5 0 C (Ghufran dan Kordi, 2012). Karena tumbuhan mangrove berada di air atau berada di lingkungan yang basah tentu jarang terjadi perubahan suhu air yang ekstrim yang membahayakan kehidupan mangrove. Substrat Pada tanah berlumpur lunak, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia spp., dan Avicennia spp. tumbuh berlimpah. Pramudji
(2001) mengatakan bahwa tanah lumpur yang dalam dan lunak akan tumbuh didominasi oleh Rhizophora mucronata yang terkadang berdampingan dengan Avicennia marina, untuk Rhizophora stylosa lebih menyukai pantai yang bersubstrat pasir atau pecahan terumbu karang, biasanya berasosiasi dengan Sonneratia alba. Serasah yang dihasilkan mangrove merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi substrat mangrove dan perairan sekitarnya. Tinggi rendahnya kandungan karbon organik dipengaruhi oleh masukan air dari daratan, sehingga lokasi pun mempengaruhi nilai C-organik. Serasah daun mangrove juga merupakan penyuplai C-organik yang terbesar. Jenis vegetasi mangrove yang kurang mampu beradaptasi terhadap substrat ataupun lingkungan yang ada akan menyebabkan banyak tegakan mangrove yang mati pada tingkat semai (Pramudji, 2001). Pada substrat tanah berupa pasir atau pasir bercampur patahan karang kerapatan mangrove sangat rendah, karena ketika buah dari tumbuhan mangrove jatuh, pasir tidak mampu menangkap/menahan buah tersebut. Di pesisir pantai yang substratnya berupa pasir dan patahan karang ditumbuhi mangrove dari spesies Sonneratia dan Avicennia yang berasal dari buah yang dibawa oleh pasang, arus, dan angin kemudian terjebak dan tumbuh menjadi tumbuhan mangrove yang lama kelamaan akan bertambah dari buah tumbuhan yang jatuh (Ghufran dan Kordi, 2012).
Parameter Kimia Derajat Keasaman (ph) Kadar ion hidrogen perairan merupakan satu diantara parameter lingkungan yang berhubungan dengan susunan spesies dari komunitas dan prosesproses hidupnya. Perairan yang kemasamannya sangat rendah akan berakibat fatal terhadap kehidupan ikan. Kisaran ph yang baik bagi pertumbuhan mangrove adalah 7 8,5. Pertambahan bahan organik dalam air dapat menunjukan kemasaman akibat pelepasan gas CO 2 melalui penguraian bahan organik (Nybakken, 1992). Salinitas Ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas) mengendalikan efisiensi metabolik (metabolic efficiency) dan ekosistem mangrove. Salinitas merupakan satu diantara faktor dalam menentukan penyebaran mangrove, di samping salinitas juga menjadi faktor pembatas untuk spesies tertentu. Ketersediaan air tawar bergantung pada: (1) frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat, (2) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, dan (3) tingkat evaporasi ke atmosfer (Nybakken, 1992). Perubahan penggunaan lahan darat mengakibatkan terjadinya modifikasi masukan air tawar, tidak hanya mengubah kadar garam yang ada tetapi dapat mengubah aliran nutrien dan sedimen (Dahuri, dkk.,1996). Nutrien Pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral anorganik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring-jaring
makanan berbasis detritus (detrital food web). Konsentrasi relatif dan nisbah (rasio) optimal dari nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem mangrove ditentukan oleh: (1) frekuensi, jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air tawar dan (2) dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus (Nybakken, 1992). Nutrien mangrove dibagi atas nutrien anorganik dan detritus organik. Nutrien inorganik penting adalah N dan P (jumlahnya sering terbatas), serta K, Mg, dan Na (selalu cukup). Sumber nutrien anorganik adalah hujan, aliran permukaan, sedimen, air laut dan bahan organik yang terdegradasi. Detritus organik adalah nutrien organik yang berasal dari bahan-bahan biogenik melalui beberapa tahap degradasi mikroba. Detritus organik berasal dari authochthonous (fitoplankton, diatom, bakteri, algae, sisa orgaisme dan kotoran organisme) dan allochthonous (partikulat dari air, limpasan sungai, partikel tanah dari pantai dan erosi tanah, serta tanaman dan hewan yang mati di zona pantai dan laut) (Dahuri, 2003). Oksigen Terlarut Oksigen terlarut sangat penting bagi eksistensi flora dan fauna mangrove (terutama dalam proses fotosintesis dan respirasi) dan percepatan dekomposisi serasah sehingga konsentrasi oksigen terlarut beperan mengontrol distribusi dan pertumbuhan mangrove. Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu, musim, kesuburan tanah dan organisme akuatik. Konsentrasi oksigen terlarut harian tertinggi dicapai pada siang hari dan terendah pada malam hari (Effendie, 2003).