BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita

BAB I PENDAHULUAN. tidak terletak pada satu titik yang tajam (Ilyas, 2006), kelainan refraksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak yang fundamental

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015.

BAB I PENDAHULUAN. penglihatan atau kelainan refraksi (Depkes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game.

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada kehidupan sehari-hari. Pekerjaan dan segala hal yang sedang. saatnya untuk memperhatikan kesehatan mata.

BAB I PENDAHULUAN. pada iritasi mata bahkan kemungkinan katarak mata (Fazar, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

Metode. Sampel yang diuji adalah 76 anak astigmatisma positif dengan derajat dan jenis astigmatisma yang tidak ditentukan secara khusus.

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

HANG TUAH MEDICAL JOURNAL

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran.

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit kanker dengan 70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 5 tahun di dunia mengalami kegemukan World Health Organization (WHO, menjadi dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012, estimasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. mempengaruhi banyak jaringan dan organ, terutama menyerang fleksibel (sinovial) sendi, dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. penderita mengalami komplikasi pada organ vital seperti jantung, otak, maupun ginjal.

BAB III METODE PENELITIAN. paparan masing masing subjek kasus dan kontrol. Penelitian ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan. akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka yang telah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berbagai kegiatan. Apabila mata menderita kelainan atau gangguan seperti low vision

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe,

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB). sehingga akan berpengaruh kepada derajat kesehatan. (1-5)

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas

Bab 1 PENDAHULUAN. Rokok adalah salah satu permasalahan kesehatan terbesar yang dialami

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dekat sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia) dan radiasi

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT, KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelaku pembangunan dapat merasakan dan menikmati hasil dari pembangunan

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

FAKTOR RISIKO MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu permasalahan kesehatan gigi yang paling

I. PENDAHULUAN. tersebut oleh American Optometric Association (AOA) dinamakan Computer

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH:

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikendalikan atau dicegah (diperlambat). Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak menimbulkan efek berbahaya bagi manusia. Lamanya radiasi komputer

BAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

KELAINAN REFRAKSI PADA PELAJAR SMA NEGERI 7 MANADO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN. dengan satu mata. Ruang pandang penglihatan yang lebih luas, visus mata yang

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mata merupakan salah satu syarat penting untuk menyerap berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan, namun gangguan terhadap penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Salah satu gangguan terhadap penglihatan tersebut adalah kelainan refraksi. (1) Kelainan refraksi merupakan penyakit mata dengan prevalensi yang tinggi. Prevalensi kelainan refraksi di di dunia diperkirakan mencapai 34,78%. Data VISION 2020 yaitu suatu program kerjasama antara International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) dan World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2006 diperoleh 153 juta penduduk dunia mengalami gangguan visus akibat kelainan refraksi yang tidak dikoreksi. (2) Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma. (3) Diantara kelainan refraksi tersebut yang paling sering dijumpai adalah miopia. Kejadian miopia yang terus meningkat dalam 50 tahun terakhir diperkirakan sudah mengenai 1,6 miliar penduduk di seluruh dunia. Institute of Eye Research memperkirakan pada tahun 2020 jumlah penderita miopia akan mencapai 2,5 miliar penduduk. (4) WHO telah menetapkan miopia sebagai salah satu prioritas utama untuk mengendalikan dan mencegah kebutaan didunia pada tahun 2020 karena miopia menjadi penyebab utama kebutaan. Data WHO menunjukkan bahwa 10% dari 66 juta anak usia sekolah menderita miopia. Prevalensi miopia pada tahun 2002 sebesar 70-90% di beberapa negara di Asia, 30-40% di Eropa dan Amerika Serikat, serta 10-20% di Afrika. (5)

Prevalensi miopia juga ditemukan meningkat pada anak-anak seiring dengan pertambahan umur. Prevalensi miopia pada anak-anak di Amerika adalah sebesar 3% pada usia 5-7 tahun, 8% pada usia 8-10 tahun, 14% pada usia 11-12 tahun, dan 25% pada usia 12-17 tahun. (6) Penelitian di Taiwan menemukan prevalensi miopia sebesar 12% pada anak-anak usia 6 tahun dan 84% pada usia 16-18 tahun, kemudian data di Jepang juga mendapatkan peningkatan prevalensi miopia seiring dengan pertambahan umur yaitu ditemukan sebesar 43,5% pada anak usia 12 tahun dan meningkat menjadi 66% pada anak usia 17 tahun. (7) Indonesia menempati urutan pertama pada prevalensi kelainan refraksi penyakit mata dengan ditemukan jumlah penduduk yang menderita kelainan refraksi hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa. Angka kelainan refraksi di Indonesia mencapai 22,1% yang diantaranya dialami oleh anak usia sekolah sebanyak 10%. (8) Prevalensi miopia di Indonesia berdasarkan penelitian yang di lakukan di Sumatera pada tahun 2002 adalah sebesar 26,1%. (9) Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan prevalensi koreksi refraksi di Indonesia sebesar 4,6%, sedangkan Sumatera Barat sebesar 6,6%, kemudian Kota Padang memiliki prevalensi koreksi refraksi lebih tinggi dari Indonesia dan Sumatera Barat yaitu sebesar 11%. (10, 11) Data Dinas Kesehatan Kota Padang juga menunjukkan kelainan refraksi termasuk penyakit mata tertinggi dibandingkan dengan penyakit mata lainnya yaitu dengan ditemukan proporsi kelainan refraksi pada tahun 2013 sebesar 57%, kemudian tahun 2014 mengalami penurunan dengan ditemukan proporsi sebesar 45%, namun pada tahun 2015 terjadi peningkatan dengan ditemukan proporsi sebesar 48%. (12) Banyak faktor yang dapat menyebabkan miopia. Ilyas (2006) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kejadian miopia adalah faktor

keturunan. (3) Beberapa penelitian membuktikan bahwa adanya hubungan antara faktor keturunan terhadap kejadian miopia. American Optometric Association (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara orang tua menderita miopia dengan kejadian miopia pada anaknya. Hasil studi yang sudah dilakukan didapatkan prevalensi miopia 33-60% pada anak dengan kedua orang tua miopia. Pada anak yang memiliki salah satu orang tua miopia prevalensinya sebesar 23-40%, dan hanya 6-15% anak mengalami miopia yang tidak memiliki orang tua miopia. (13) Penelitian yang dilakukan Melita (2013) di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat miopia orang tua dengan kejadian miopia, sehingga dapat dikatakan bahwa orang dengan riwayat miopia memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami myopia, (14) namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anisa (2016) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara status parental atau keturunan dengan derajat kejadian miopia remaja. (15) Penelitian lain menyatakan bahwa kejadian miopia juga di sebabkan oleh faktor gaya hidup. Faktor gaya hidup mendukung tingginya akses anak terhadap media visual yang ada. Tingginya akses terhadap media visual ini apabila tidak diimbangi dengan pengawasan terhadap perilaku buruk, seperti jarak lihat yang terlalu dekat serta istirahat yang kurang, tentunya dapat meningkatkan terjadinya miopia. (16) Penelitian yang dilakukan oleh Morgan dan tim dari Australian National University in Canberra, menemukan bahwa terdapat perubahan pola hidup yang menyebabkan mata minus. Jumlah penderita miopia di Singapura dan Jepang meningkat tajam disebabkan perubahan pola hidup. (17) Penelitian lain oleh Cecep dan Rina (2015) menyatakan bahwa anak yang memiliki gaya hidup yang buruk memiliki

peluang sebanyak 14 kali berisiko mengalami miopia. Kategori Gaya hidup dalam penelitian ini meliputi, perilaku membaca, perilaku menonton televisi, perilaku menggunakan komputer atau laptop dan perilaku penggunaan gadget. (18) Jarak baca (<30 cm) dan membaca terus menerus (>30 menit) serta membaca sambil tidur dapat meningkatkan kemungkinan risiko miopia. (19) Hal ini di perkuat oleh penelitian Ahmad (2015) bahwa terdapat hubungan yang bermakna kebiasaan membaca dengan penurunan ketajaman penglihatan. (20) Di sisi lain tingginya akses terhadap media visual lain seperti televisi, komputer/ laptop serta gadget juga dapat meningkatkan terjadinya miopia. Penelitian oleh Anin Isfandyari (2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara menonton televisi dengan kejadian myopia, (21) dan Chih-Chien Hsu (2015) juga menunjukkan hubungan signifikan antara pengguna ponsel, komputer/ tablet dalam satu tahun terakhir terhadap kejadian miopia. (22) Faktor risiko miopia diatas berdampak terhadap tingginya angka kejadian miopia. Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM) Sumatera Barat merupakan bagian dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat yang bertanggung jawab dalam pelayanan kesehatan dasar khususnya kesehatan indera masyarakat. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan indera yang berada di BKIM Sumatera Barat ini adalah pelayanan kesehatan mata. Data awal yang didapatkan dari BKIM tersebut, ditemukan bahwa kelainan refraksi merupakan penyakit nomor satu terbanyak dari penyakit mata lainnya dan kejadian kelainan refraksi juga cenderung meningkat setiap tahunnya. Proporsi kelainan refraksi pada tahun 2010-2015, yaitu; tahun 2010 sebesar 38,52%, tahun 2011 sebesar 42,61%, tahun 2012 sebesar 39,43%, tahun 2013 sebesar 39,73%, tahun 2014 sebesar 50,49% dan tahun 2015 sebesar 45,00%. Penyakit miopia merupakan

penyakit mata dengan proporsi tertinggi dibandingkan dengan kelainan refraksi lain yaitu hipermetropia dan astigmatisme. Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat pada tahun 2015 didapatkan proporsi kasus miopia sebesar 62%, hal ini jauh lebih tinggi dari kelainan refraksi lainnya seperti proporsi hipermetropia yang hanya menunjukkan sebesar 6% dan proporsi astigmatisme sebesar 32%. Pada tahun 2016 proporsi miopia mengalami peningkatan yaitu ditemukan sebesar 64,7% dengan proporsi hipermetropia sebesar 5,9% dan proporsi astigmatisme sebesar 29,3%. (23) Miopia sering dialami oleh anak dalam usia sekolah. Dilihat dari aspek pendidikan, pada data Indonesia Education Statisitc In Brief 2015/2016 diperoleh kategori usia berdasarkan jenjang pendidikan yaitu pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) berusia 13-15 tahun dan pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) berusia 16-18 tahun. Laporan kunjungan penyakit di BKIM Sumatera Barat tahun 2016 juga menunjukkan untuk kunjungan dengan usia 13-18 tahun dengan diagnosa miopia ditemukan proporsinya sebesar 29% dari total kunjungan penyakit miopia. Demikian pula dengan data jumlah kunjungan miopia pada bulan Januari sampai bulan Maret 2017 pada usia 13-18 tahun menunjukkan proporsi kunjungan meningkat setiap bulannya yaitu sebesar 22% pada bulan Januari, meningkat menjadi 23% pada bulan Februari dan meningkat lagi menjadi 39% pada bulan Maret 2017 dari total kunjungan diagnosa miopia. (23) Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Faktor Keturunan dan Gaya Hidup terhadap Kejadian Miopia pada Usia Anak Sekolah di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sumatera Barat Tahun 2017.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian masalah dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Terdapat Hubungan Faktor Keturunan dan Gaya Hidup terhadap Kejadian Miopia pada Anak Usia Sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat Tahun 2017? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor keturunan dan gaya hidup terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian miopia, riwayat keturunan, lama membaca, jarak membaca, posisi membaca, lama menonton televisi, jarak menonton televisi, lama menggunakan komputer/laptop, jarak menggunakan komputer/ laptop, lama menggunakan gadget 1 kali, lama menggunakan gadget perhari terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. 2. Mengetahui hubungan riwayat keturunan terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. 3. Mengetahui hubungan lama membaca terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. 4. Mengetahui hubungan jarak membaca terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017.

5. Mengetahui hubungan posisi membaca terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. 6. Mengetahui hubungan lama menonton televisi terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. 7. Mengetahui hubungan jarak menonton televisi terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. 8. Mengetahui hubungan lama menggunakan komputer/laptop terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. 9. Mengetahui hubungan jarak menggunakan komputer/laptop terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. 10. Mengetahui hubungan lama penggunaan gadget dalam satu kali terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. 11. Mengetahui hubungan lama penggunaan gadget perhari terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. 12. Mengetahui faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmu kesehatan masyarakat dalam teori tentang hubungan faktor keturunan dan gaya hidup terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi peneliti a. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman didalam konteks permasalahan yang ada pada topik miopia. b. Menambah wawasan peneliti mengenai hubungan faktor keturunan dan gaya hidup terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah. 2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan keilmuan mengenai topik miopia. 3. Bagi Balai Kesehatan Indera Masyarakat Sumatera Barat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebagai data dan informasi mengenai hubungan faktor keturunan dan gaya hidup terhadap kejadian miopia pada anak usia sekolah. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai kejadian miopia pada anak usia sekolah di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sumatera Barat tahun 2017. Kejadian Miopia dilihat adakah hubungannya dengan faktor keturunan dan gaya hidup seperti lama membaca, jarak membaca, posisi membaca, lama menonton televisi, jarak menonton televisi, lama menggunakan

komputer/laptop, jarak menggunakan komputer/ laptop, lama menggunakan gadget 1 kali, lama menggunakan gadget perhari. Penelitian ini menggunakan desain crossectional komparatif. Analisis dalam penelitian ini adalah analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan uji Chi-square dan regresi logistik ganda.