1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terutama di bidang sistem komunikasi nirkabel (wireless). Sistem wireless

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS UNJUK KERJA TRANSMISI DATA DALAM JARINGAN SELULER MAKRO-FEMTO MENGGUNAKAN MEKANISME CLOSE ACCESS

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus

Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell

Desain dan Analisa Kinerja Femtocell LTE- Advanced Menggunakan Metode Inter Cell Interference Coordination

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4]

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

BAB I PENDAHULUAN. menuntut agar teknologi komunikasi terus berkembang. Dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

Gambar 1 1 Alokasi Penataan Ulang Frekuensi 1800 MHz[1]

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1]

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE

Manajemen Interferensi Femtocell pada LTE- Advanced dengan Menggunakan Metode Autonomous Component Carrier Selection (ACCS)

Transport Channel Processing berfungsi mengubah transport blok yang dikirim dari. Processing dari MAC Layer hingga physicalchannel.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. teknologi 3G yang menawarkan kecepatan data lebih cepat dibanding GSM.

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

BAB I PENDAHULUAN. (browsing, downloading, video streaming dll) dan semakin pesatnya kebutuhan

III. METODE PENELITIAN. Laboratorium Teknik Telekomunikasi. Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) 1800 MHz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Presentasi Seminar Tugas Akhir

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur.

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)1800 Mhz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

INTERFERENCE MITIGATION PADA JARINGAN FEMTOCELL ARAH UPLINK DENGAN ALGORITMA INTERFERENCE-FREE POWER AND RESOURCE BLOCK ALLOCATION (IFPRBA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUND ROBIN DAN BEST CQI PADA PENJADWALAN DOWNLINK LTE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I-1

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

Evaluasi Kinerja Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay Berbasis Orthogonal Resource Allocation Algorithm

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL

Evaluasi Kinerja Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay Berbasis Orthogonal Resource Allocation Algorithm

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI DOWNLINK JARINGAN SELULER TWO-TIER BERBASIS 4G LTE-ADVANCED DENGAN MENGGUNAKAN METODE POWER CONTROL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ISSN: Yogyakarta, 27 Juli 2017 CITEE 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI JARINGAN UPLINK 4G-LTE DENGAN METODE INNERLOOP POWER CONTROL DI PT TELKOMSEL

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Pendahuluan. Gambar I.1 Standar-standar yang dipakai didunia untuk komunikasi wireless

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Mensolusikan Permasalahan Keterbatasan Spektrum dan Meningkatkan Quality of Experience Melalui Teknologi LTE Unlicensed

BAB 3 ANALISA DAN RANCANGAN MODEL TESTBED QOS WIMAX DENGAN OPNET. menjanjikan akses internet yang cepat, bandwidth besar, dan harga yang murah.

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA KINERJA MPEG-4 VIDEO STREAMING PADA JARINGAN HSDPA

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

BAB I PENDAHULUAN. sudah menjadi kebutuhan bagi dunia usaha/bisnis (e-commerce), pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan penelitian.

KUALITAS LAYANAN DATA PADA JARINGAN CDMA x EVOLUTION-DATA ONLY (EVDO)

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian DYNAMIC SPECTRUM ACCESS (DSA) dengan Mekanisme

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Kinerja Protocol SCTP untuk Layanan Streaming Media pada Mobile WiMAX 3

BAB I PENDAHULUAN. keputusan krusial seperti transaksi perbankan, perdagangan dll.

Bab 7. Penutup Kesimpulan

Transkripsi:

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi telekomunikasi perangkat seluler berkembang dari tahun ke tahun. Teknologi ini menggeser kebiasaan orang mengakses Internet di komputer desktop ke perangkat seluler. Kebiasaan mengakses Internet tidak lagi mengharuskan berdiam diri di depan komputer desktop tanpa berpindah tempat. Pengguna dapat mengakses Internet melalui perangkat seluler walau berpindah tempat misalnya ruang keluarga, ruang belajar, kamar tidur ataupun di tempat kerja. Perangkat seluler memberikan kemudahan akses data dimana pun berada. Kemudahan ini menjadi keuntungan tersendiri bagi banyak pihak misalnya pengguna yang merupakan pekerja kantoran. Mereka dapat bekerja melalui perangkat seluler misalnya mengecek email, membuat jadwal pertemuan, berbagi materi meeting dan video conference. Sehingga setiap pengguna semakin tergantung dengan perangkat seluler untuk menunjang kegiatan mereka. Peningkatan produktivitas serta aktivitas yang padat, mengharuskan pengguna sering mobile dan online melalui perangkat seluler. Hal ini untuk mendukung kinerja mereka. Berpindah tempat di dalam ruangan yang dilakukan pengguna perangkat seluler sering sekali menimbulkan masalah kualitas sinyal yang kurang baik. Jaringan seluler ini memiliki performa yang kurang maksimal, misalnya pada satu sudut ruangan memberikan performa yang baik tetapi pada saat pengguna berada pada sudut ruangan yang lain jaringan bermasalah. Perangkat seluler membutuhkan area cakupan jaringan yang lebih merata khususnya di dalam ruangan. Hal ini akan mendukung produktivitas pengguna dalam bekerja atau melakukan kegiatan lainnya. Selain itu kebutuhan penyebaran jaringan yang merata juga akan menopang performa jaringan seluler ini. Kebutuhan pengguna ini secara tidak langsung menjadi perhatian khusus bagi pengelola jaringan seluler. Operator jaringan seluler dituntut untuk memenuhi kebutuhan para pengguna yaitu jaringan seluler yang lebih handal dengan area 1

jangkauan sinyal lebih merata di dalam ruangan. Operator jaringan seluler menyediakan spektrum terlisensi untuk melayani kebutuhan akses internet pengguna. Spektrum terlisensi ini merupakan spektrum yang dikelola operator jaringan seluler untuk melayani para pelanggan jaringan mereka. Jaringan seluler ini memiliki kapasitas terbatas. Kapasitas jaringan seluler semakin tidak sebanding dengan kebutuhan pengguna yang selalu online melalui perangkat seluler di mana saja. Sehingga model arsitektur jaringan seluler konvensional menjadi tidak relevan karena terpusat di satu base station yang melayani hingga ratusan perangkat seluler. Hal ini menjadi masalah, base station kurang maksimal melayani perangkat seluler dalam jumlah besar. Selain itu, beban kerja base station menjadi tinggi karena harus melayani banyak perangkat seluler. Sehingga perlu solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Solusi yang mampu meningkatkan efisiensi penggunaan spektrum yang sudah ada misalnya penambahan sejumlah base station kecil pada jaringan konvensional untuk meningkatkan kapasitas jaringan [1]. Jaringan heterogen merupakan teknologi pada jaringan seluler dengan sistem desentralisasi yang terdiri atas beberapa jaringan seluler di dalamnya, seperti jaringan seluler makro, piko atau femto dan radio base station. Jaringan heterogen ini berbeda dengan sistem terpusat yang telah digunakan dalam jaringan seluler. Jaringan heterogen mengalokasikan tugas pelayanan perangkat pengguna kepada base station jaringan seluler yang berada di dalamnya. Salah satu tipe jaringan heterogen adalah jaringan seluler makro femto. Jaringan ini terdiri atas jaringan seluler makro dan femto dimana setiap jaringan femto berada di dalam jaringan seluler makro. Jaringan seluler makro merupakan jaringan seluler yang memanfaatkan spektrum terlisensi dengan cakupan area hingga beberapa kilometer dan daya pancar sebesar 46 dbm. Jaringan ini menjadi tanggung jawab dari operator telekomunikasi. Sedangkan jaringan seluler femto merupakan base station kecil, dengan jangkauan kurang dari 50 m dan daya pancar kurang dari 23 dbm, serta biaya murah. Jaringan ini terkoneksi melalui kabel broadband penyedia jaringan seluler makro untuk meningkatkan unjuk kerja jaringan di 2

dalam ruangan [2]. Jaringan Seluler femto mampu memberikan keuntungan dengan penekanan biaya infrastruktur jaringan yang rendah pada sisi penyedia jaringan seluler [3]. Selain itu femto base station hanya dipasang secara plug-andplay oleh pengguna. Selain keunggulan yang mampu didapatkan dari jaringan seluler makro femto, terdapat juga berbagai tantangan misalnya implementasi jaringan seluler femto yang dipasang secara bebas oleh pengguna tanpa adanya campur tangan dari operator. Implementasi jaringan seluler femto yang demikian memiliki permasalahan interferensi. Interferensi ini terjadi karena adanya penggunaan sumber daya kanal yang tersedia secara bersama-sama atau disebut juga resource sharing. Sangat mungkin terjadi interferensi baik antara jaringan seluler makro dengan jaringan femto maupun interferensi antara jaringan seluler femto yang berdekatan. Resource sharing merupakan pemanfaatan resource yang masih bisa digunakan oleh jaringan seluler femto. Resource ini merupakan kanal atau resource block yang bisa digunakan oleh perangkat pengguna jaringan seluler. Dalam realisasinya, penggunaan resource block memiliki tantangan tersendiri, yaitu diperlukan mekanisme alokasi resource block sehingga bisa memanfaatkan resource block yang tersedia secara efisien. Ini bisa diupayakan dengan meminimalkan penggunaan resource block yang sudah digunakan pada jaringan didekatnya sehingga menekan interferensi antara jaringan seluler makro dan femto maupun antara jaringan seluler femto yang berdekatan. 1.2 Rumusan Masalah Skema alokasi secara acak resource block yang tersedia menunjukkan pemanfaatannya masih kurang baik, selain itu terdapat penggunaan resource block yang sama dan terjadi interferensi antara jaringan seluler makro dengan jaringan seluler femto maupun antara jaringan seluler femto yang berdekatan, menunjukkan dibutuhkannya skema alokasi resource block secara dinamis dan mampu menekan interferensi yang terjadi. Skema alokasi ini harus mampu melakukan pemilihan resource block paling sesuai dari resource block yang tersedia. 3

1.3 Keaslian Penelitian Penelitian terkait telah dilakukan untuk mengembangkan teknologi jaringan seluler makro femto. Penelitian yang telah dilakukan adalah pendekatan menggunakan teori permainan untuk alokasi resource jaringan seluler femto menggunakan mode closed access dan arah transmisi uplink [4]. Jaringan terdiri dari jaringan seluler makro dengan jaringan seluler femto yang tersebar secara acak didalamnya. Penelitian ini mengusulkan pendekatan potential game dengan femto user yang mampu mengatur alokasi resource block yang paling sesuai. Setiap femto user dapat mengintegrasikan diri ke dalam jaringan dan mempelajari lingkungan sekitar secara dinamis. Femto user mampu melakukan strategi pengaturan untuk menentukan resource block yang sesuai sehingga dapat meminimalkan terjadinya interferensi cross-tier dan co-tier. Dari hasil penelitian ini, dengan menggunakan potential game yang didalamnya terdapat utility function untuk merekam dan mempelajari perilaku cooperative dari femto user dan mencapai kondisi akhir disebut dengan nash equilibrium dimana setiap user tidak lagi mengubah parameter transmisi yang digunakannya. Fungsi potensial yang diusulkan yaitu dengan utilitas u2 (memperhitungkan interferensi cross dan co-tier dalam lapisan macro dan femto) dan u1 (memperhitungkan interferensi cotier antar femto) menunjukkan nilai throughput HUE yang lebih baik dibandingkan dengan skema alokasi resource block secara acak. Utilitas u2 memiliki manajemen interferensi lebih baik dalam jaringan seluler makro yang berdampingan untuk mengurangi resiko interferensi cross-tier dan co-tier. Penelitian lain yang terkait yaitu mempelajari tentang alokasi kanal pada jaringan radio kognitif yang bersifat adaptif, mudah menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar [5]. Penelitian ini menggunakan dua skenario berbeda yaitu cooperative user dan selfish user. Penelitian ini mengusulkan kerangka kerja game theory sehingga radio dapat memperhatikan frekuensi yang mempengaruhi interferensi dari lingkungan sekitar, selanjutnya radio tersebut mampu mengatur parameter transmisi untuk meningkatkan performa jaringannya untuk mencapai kondisi nash equilibrium. Selain itu penelitian ini mengusulkan juga algoritme no- 4

regret learning. Penggunaan algoritme ini menunjukkan performa jaringan yang sama dengan penggunaan potential game. Penelitian ini menyatakan walaupun potential game menunjukkan performa yang baik tetapi masih mengorbankan peningkatan pertukaran informasi transmisi. Sedangkan jika menggunakan algoritme no-regret learning untuk selfish user akan menggunakan jumlah pertukaran informasi yang relatif rendah. Walaupun performa jaringan melalui metode yang diusulkan ini menunjukkan performa jaringan yang meningkat, overhead pada jaringan ini masih terjadi. Penelitian lainnya yaitu menggunakan pendekatan game theory pada jaringan OFDMA seluler femto two-tier transmisi downlink yang terdiri dari jaringan seluler makro dan femto [6]. Penelitian ini menggunakan pendekatan potential game dengan metode yang disebut dengan gradient projection response untuk mencapai titik konvergensi nash equilibrium. Menurut penelitian ini, cara yang paling efektif untuk mengurangi resiko terjadinya interferensi yaitu dengan mengatur daya transmisi setiap sub-channel pada tiap base station femto karena cara implementasinya yang relatif mudah dan tidak diperlukan pertukaran informasi yang mengakibatkan overhead pada jaringan. Walaupun, skema yang diajukan ini mampu meningkatkan throughput user macro tetapi masih terdapat penurunan performa user femto. Penelitian lain yang dilakukan pada tahun 2012 adalah alokasi spektrum pada jaringan seluler femto untuk mengurangi resiko terjadinya inter-interference dan intra-interference [7]. Penelitian ini menggunakan metode penyebaran partial co-channel dengan dua strategi pengurangan resiko interferensi yaitu dedicated sub-channel untuk interferensi inter-tier dan shared sub-channel untuk jaringan seluler femto yang tidak dipengaruhi oleh sub-channel dari jaringan seluler makro. Skema alokasi spektrum dalam jaringan ini menggunakan firefly algorithm untuk mengurangi resiko terjadinya interferensi intra-tier. 5

Tabel 1.1. Penelitian terkait jaringan seluler makro-femo menggunakan potential game Peneliti Objek Tujuan Tools & algoritme Metode I W. Mustika et al., Jaringan seluler Memodelkan alokasi resource Potential game Self-organized resource 2011 makro femto ; Macro block secara dinamis jaringan femto allocation untuk base station (enb) dengan menggunakan arah management interference dan femto base station (HeNB) transmisi uplink untuk mengurangi interferensi cross-tier dan co-tier N. Nie and C. Comaniciu, 2005 Jaringan radio kognitif H. Wu et al., 2012 Jaringan OFDMA seluler femto two-tier J. Lu et al., 2012 Jaringan seluler femto pada jaringan seluler femto. Mengusulkan kerangka kerja game theory agar radio memperhatikan frekuensi sekitar dan mampu mengatur parameter transmisi untuk meningkatkan performa jaringan. Mengurangi resiko interferensi dengan mengatur daya transmisi setiap subchannel tiap base station. Alokasi spektrum pada jaringan seluler femto untuk mengurangi resiko terjadinya intra-interference dan inter-interference. Potential game dan algoritme no-regret learning Potential game dan algoritme distribution power control Algoritme firefly Alokasi kanal yang bersifat adaptif Metode gradient projection response Metode penyebaran kanal dengan 2 strategi dedicated sub-channel dan shared sub-channel 6

Penelitian yang diusulkan mengangkat topik pengurangan resiko interferensi yang terjadi pada jaringan seluler makro femto two-tier dengan transmisi downlink dan mode closed access. Penelitian ini berupa simulasi dari suatu model sistem dan dirancang berdasarkan model matematis mengacu pada potential game. Transmisi data downlink terjadi dari base station kepada user yang berada disekitarnya dan terdaftar sebagai pelanggan dalam base station tersebut karena menggunakan mode closed access. Mode closed access akan meningkatkan interferensi baik interferensi cross-tier dan interferensi co-tier. Pendekatan potential game yang digunakan dalam penelitian ini berfungsi untuk melakukan permainan berkembang sehingga memperoleh resource block yang paling sesuai. Interferensi ini merupakan nilai utility function dari fungsi potensial dalam permainan. Interferensi dihitung pada saat resource block yang sama digunakan oleh minimal 2 pemain. Resource block akan dipilih berdasarkan nilai utilitas dengan menggunakan strategi best response hingga mencapai kondisi stabil nash equilibirum. 1.4 Tujuan Penelitian a. Penelitian ini bertujuan mengusulkan skema alokasi resource block secara desentralisasi pada model sistem jaringan seluler makro femto transmisi downlink dengan mekanisme closed access. b. Menggunakan jaringan seluler makro femto untuk memodelkan sistem desentralisasi dimana terjadi konflik kepentingan antar jaringan seluler dalam pemilihan resource block yang paling sesuai. Sehingga diperlukan pendekatan matematis untuk mengatur alokasi resource block secara dinamis. c. Menggunakan potential game untuk menekan interferensi co-tier dan cross-tier dan menganalisis performa jaringan seluler makro femto yang menggunakan potential game. d. Membandingkan performa jaringan seluler makro femto yang telah menggunakan potential game terhadap jaringan yang tidak menggunakan 7

potential game. 1.5 Manfaat Penelitian Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah: a. Spektrum terlisensi dapat digunakan secara lebih baik, dengan memanfaatkan kembali spektrum yang tersedia. b. Area jangkauan jaringan bisa meningkat dengan sistem desentralisasi sehingga mampu menjangkau ruangan lebih luas. c. Beban kerja base station makro menjadi lebih rendah karena beban kerja ini berpindah ke base station femto. d. Operator jaringan seluler bisa menekan biaya operasional dan infrastruktur dengan menerapkan jaringan seluler femto di dalam jaringan seluler makro. 1.6 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini terdiri dari : a. Model sistem yang disimulasikan berdasarkan standar simulasi 3GPP [8] LTE urban development jaringan seluler makro femto untuk transmisi downlink. b. Sinkronisasi sempurna diasumsikan dalam simulasi jaringan seluler ini, sehingga interferensi dari suatu UE terjadi saat UE dari jaringan seluler femto atau makro yang berbeda menggunakan RB yang sama. c. Penggunaan mekanisme closed access pada jaringan seluler femto yang memanfaatkan resource sharing dalam simulasi, mencegah terjadinya handoff MUE yang berada di jaringan seluler femto ke HeNB. d. Model sistem ini mengasumsikan UE dalam keadaan diam di satu titik di dalam ruangan. e. Pada pendekatan matematis potential game yang diusulkan, setiap pemain memiliki level kooperatif yang sama. Setiap pemain akan menerima informasi berupa RB yang dipakai pemain lain terkait dengan 8

interferensi yang dihasilkan oleh pemain lain serta koordinasi tambahan untuk pembaruan informasi secara berkala. f. Pendekatan potential game tidak bisa digunakan untuk menganalisis skenario yang melibatkan selfish user yang tidak mengirimkan informasi terkait pengaturan strategi. g. Pendekatan potential game masih terbatas untuk skenario pemain yang seragam, belum bisa digunakan untuk pemain heterogen yang memiliki variabel fungsi utilitas berbeda-beda misalnya kebutuhan QoS yang berbeda. 9