BAB I PENDAHULUAN. berasal dari daratan Amerika dan Amerika Tengah, termasuk Meksiko, kirakira

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

BAB III METODE PENELITIAN. Nazir (1999: 74), penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. organisme dapat hidup didalamnya, sehingga Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang

I. PENDAHULUAN. Pisang (Musa paradisiaca Linn.) merupakan tanaman buah yang dapat hidup di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman yang dibudidayakan kerap mengalami gangguan atau pengrusakan

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

I. PENDAHULUAN. khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang terkandung dalam sayur dan buah. Sayuran dan buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Makanan berasal dari bahan pangan yang sudah atau tanpa mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sampah atau limbah baik rumah tangga, pabrik, maupun industri lainnya. Sampah

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

I. PENDAHULUAN. Konsumen spa khususnya di Bali sudah menyadari bahaya dari bahan bahan

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan mempunyai banyak manfaat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

Peluang Usaha Budidaya Cabe Merah

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu tanaman

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8

BAB. I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) termasuk dalam familia Solanaceae, merupakan

Varietas Unggul Baru (VUB) Kentang Menjawab Kebutuhan Bahan Baku Olahan

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan ini bersifat eksperimental karena pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun,

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu bagian tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat

Setiap tahun, diperkirakan terdapat 2 miliar kasus diare di seluruh dunia. Pada tahun 2004, diare menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

Jurnal Pengabdian pada Masyarakat No. 55 Tahun 2013, ISSN:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Suplemen Majalah SAINS Indonesia. Edisi September Suplemen Pertanian (MSI 57).indd1 1 25/08/ :53:12

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

Budidaya Cabai. Potensi hasil 9 ton/ha. Warna buah merah Panjang buah 10 cm Cocok untuk dataran rendah Toleran terhadap hama pengisap daun

PENDAHULUAN. alam yang besar. Berbagai jenis tanaman seperti buah-buahan dan sayuran yang beragam

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan.

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan

PEMANFAATAN RIMPANG KUNYIT UNTUK PRODUKSI MINYAK KUNYIT DENGAN DESTILASI VAKUM

PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

BAB I PENDAHULUAN. kebersihan terutama pada kehidupan sehari hari. Dalam aktivitas yang relatif

BAB I PENDAHULUAN. menjaga keseimbangan ekosistem perairan (Komarawidjaja, 2005).

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :118/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

BAB I PENDAHU LUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak

I. PENDAHULUAN. Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia

IDENTIFIKASI SENYAWA FITOKIMIA EKSTRAK DAUN KAYU MANIS DAN UJI EFEKTIVITAS TERHADAP BEBERAPA JENIS JAMUR FUSARIUM SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Brokoli (Brassica oleracea var. italica) merupakan salah satu tanaman

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun. Biologi FMIPA UNY.

BUDIDAYA TANAMAN KUNYIT

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Jahe untuk bahan baku obat

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

EFFEK LAMA PERENDAMAN DAN KONSENTRASI PELARUT DAUN SIRIH TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA BUAH PISANG. ABSTRAK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman perdu yang berasal dari daratan Amerika dan Amerika Tengah, termasuk Meksiko, kirakira sejak 2500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat yang pertama kali memanfaatkan dan mengembangkan cabai adalah orang Inca di Amerika Selatan, orang Maya di Amerika Tengah, dan orang Aztek di Meksiko. Mereka memanfaatkan buah ini sebagai penyedap masakan (Wiryanta, 2006: 1). Cabai adalah komoditas yang bernilai ekonomi tinggi, dimana nilai jualnya sangat dipengaruhi oleh kualitas buahnya, khususnya penampilan produknya. Komoditas buah cabai banyak ditanam baik di kawasan dataran tinggi, pertengahan, bahkan yang terbanyak di dataran rendah. Pemasaran buah cabai merah cukup baik karena buah cabai merah dapat dijual, baik sebagai buah muda (cabai hijau) maupun tua (cabai merah), baik dalam bentuk segar, bahan industri (giling, kering, tepung), olahan (sambal, variasi bumbu, dan lain-lain), maupun hasil industri ( pewarna, bumbu, rempah, dan lain-lain) (Rukmana dan Yuniarsih, 2005: 8). Namun demikian, menurut Bina Produksi Tanaman Pangan, rata-rata hasil produksi cabai merah tercatat hanya sebesar 3.5 ton/ha. Angka tersebut masih sangat rendah bila dibandingkan dengan potensi produksinya yang 1

2 dapat mencapai 12 ton/ha (Siswanto et al., 1995: 83). Selain itu, kerusakan cabai dapat terjadi saat dalam proses distribusi, sehingga memberikan kerugian yang tidak sedikit bagi para pedagang maupun petani. Keberhasilan budidaya cabai sendiri dimulai dari pemilihan varietas, perbenihan, pemeliharaan, pertanaman di lapangan, pemanenan dan penanganan pascapanennya (pengemasan). Penanganan yang tepat akan memberikan hasil yang optimal (Hartuti dan Sinaga, 1995: 62). Rendahnya hasil produksi cabai menyiratkan terdapatnya beberapa hambatan dalam meningkatkan nilai produksi. Salah satu hambatan dalam peningkatan nilai produksi maupun kualitas hasil produksi cabai adalah rentannya tanaman cabai untuk terserang penyakit antraknosa. Penyakit ini tersebar luas di seluruh areal perkebunan cabai di kawasan tropika dan subtropika yang dapat menurunkan produksi sebesar 50% sekaligus menurunkan kualitas cabai (Suryaningsih dan Suhardi, 1993: 37). Serangan fungi ini ditandai dengan adanya bercak coklat pada buah yang terus melebar. Pada serangan yang serius, buah akan membusuk. Oleh karena itu dibutuhkan suatu upaya untuk menekan timbulnya penyakit antraknosa pada tanaman cabai. Langkah yang diambil dapat berupa pencegahan timbulnya penyakit (pra-panen) atau saat pengemasan saat akan didistribusikan ke daerah-daerah (pasca-panen). Salah satu langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan fungisida yang tepat untuk menekan pertumbuhan fungi penyebab penyakit antraknosa, yaitu fungi Colletotricum gloesporoides Penz. (Kameumeut, 2006).

3 Selama ini pengendalian penyakit tersebut yang dilakukan menggunakan fungisida sintetis dalam interval satu hari merupakan cara yang sering dilakukan oleh petani-petani cabai di Indonesia, misalnya difolatan, antracol dan daconil sebanyak 2 g/l (Suryaningsih & Suhardi, 1993: 37). Penggunaan fungisida sintetis yang kurang bijaksana dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan organisme yang bukan sasaran, yaitu berupa resistensi. Resistensi yang ditimbulkan oleh fungisida sintetis ini ditanggapi oleh pemerintah dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (InPres) No. 3/1986 yang selanjutnya ditetapkan sebagai Undang-Undang) Republik Indonesia (UURI) No. 12 tahun 1992 pasal 20 tentang Budidaya Tanaman, yang berbunyi : (1) Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Salah satu tujuan dari sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) tersebut adalah mengurangi penggunaan fungisida sintetis (Untung, 1996: 258). Salah satu langkah yang dapat diambil dalam upaya peningkatan kualitas cabai adalah dengan dikembangkan pengendalian hama penyakit tanaman secara biologis yang dapat menandingi kemampuan fungisida sintetis tanpa menimbulkan dampak negatif baik bagi lingkungan maupun bagi organisme yang bukan sasaran. Menurut Ke-Qiang dan Ariena (dalam Syamsuddin, 2003), pengendalian penyakit tanaman secara biologi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan menggunakan berbagai bahan yang umumnya diketahui berkhasiat sebagai obat, penggunaan produk tanaman

4 yang bersifat antifungi dan penggunaan agen bio kontrol yang diisolasi dari daerah lingkungan penanaman. Penggunaan ekstrak tanaman sebagai fungisida alami mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: tanaman telah tersedia di alam, ramah lingkungan, dan mempunyai resiko yang rendah dalam perkembangan hama resisten, serta mempunyai efek negatif yang rendah bagi organisme nontarget. Selain itu, penggunaan ekstrak tanaman mempunyai kemungkinan yang kecil untuk menimbulkan kembali hama, dan tidak membutuhkan biaya yang mahal, serta pengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman dan kemampuan menghasilkan benih sangat kecil (Huang, 2005) Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tumbuhan yang banyak digunakan oleh bangsa kita, biasa digunakan untuk keperluan dapur (seperti bumbu masak, zat warna makanan), kosmetik, pengobatan tradisional maupun dapat digunakan sebagai anti fungi (fungisida nabati). Beberapa penelitian secara in vitro, membuktikan bahwa senyawa aktif dalam rimpang kunyit mampu menghambat pertumbuhan fungi diantaranya virus, dan bakteri seperti Escherchia coli (Hidayati et al., 2002: 43), Staphylococcus aereus, S. albus dan Bacillus typhosus (Araujo dan Leon, 2001: 3). Beberapa kandungan kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui yaitu minyak atsiri sebanyak 6% yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan sesquiterpen (meliputi zingiberen, alfa dan betatumerone), zat warna kuning yang disebut curcuminoid sebanyak 5% (meliputi curcumin 50-60%, monodesmetoksicurcumin dan

5 bidesmetoksicurcumin), protein, fosfor, kalium, besi dan vitamin C (Didinkaem, 2007: 1). Pemanfaatan rimpang kunyit dalam mengendalikan fungi C. gloesporioides Penz. belum begitu banyak dilakukan. Oleh karenya, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai: Efektivitas Ekstrak Kunyit dalam Menekan Penyakit Antraknosa pada Buah Cabai Merah (C. annum L.) di Laboratorium. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah efektivitas ekstrak kunyit dalam menekan penyakit antraknosa pada buah cabai (C. annum L.) di laboratorium? Untuk lebih memperjelas rumusan masalah, maka dikemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh ekstrak kunyit terhadap pertumbuhan fungi C. gloesporioides Penz. pada buah cabai merah? 2. Berapakah konsentrasi efektif ekstrak kunyit yang dapat menghambat pertumbuhan penyakit antraknosa pada buah cabai merah lebih dari 50% pada rentang konsentrasi 2,0%-2,8% di laboratorium? C. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi oleh hal-hal sebagai berikut :

6 1. Gejala lesio (diameter) antraknosa pada buah cabai merah diamati secara morfologi. 2. Parameter yang diukur adalah lesio pertumbuhan dan persentase penghambatan koloni fungi C. gloesporioides Penz. pada buah cabai merah yang telah diberi tambahan larutan ekstrak kunyit dengan berbagai konsentrasi. 3. Jenis cabai yang digunakan ialah C. annuum L. Varietas TW dari Pasar Induk Caringin yang memiliki ukuran yang relatif sama. 4. Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Tanaman dan Sayuran (BALITSA) Lembang dan Laboratorium PGSM Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan Indonesia. 5. Konsentrasi ekstrak etanol yang digunakan dalam penelitian adalah 2,0%; 2,2%; 2,4%; 2,6%; 2,8% (b/v) dengan DMSO 10% sebagai larutan pengencer. 6. Pelarut DMSO 10% digunakan sebagai kontrol. 7. Fungi C. gloesporioides Penz. yang digunakan berumur 8 hari (Noveriza dan Tombe, 2003). 8. Pengukuran lesio pertumbuhan koloni fungi menggunakan penggaris dalam satuan centimeter (cm) dan penghitungan persentase penghambatan koloni fungi menggunakan rumus Poisoned Food Techniques (PFT) (Ogbebor et al., 2006: 214) yaitu : (a b) / a X 100% Ket : a = lesio koloni fungi pada kontrol b = lesio koloni fungi pada perlakuan

7 D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh ekstrak kunyit dalam menekan penyakit antraknosa pada buah cabai merah. 2. Menentukan konsentrasi efektif ekstrak kunyit pada rentang 2,0% sampai dengan 2,8% (b/v) yang dapat menghambat pertumbuhan fungi C. gloeosporioides Penz. lebih dari 50% di laboratorium. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat antara lain : 1. Dapat dijadikan sebagai informasi bagi para petani bahwa kunyit dapat digunakan untuk menekan penyakit antraknosa, sehingga dapat mengurangi senyawa kimia yang tidak ramah terhadap lingkungan. 2. Dapat dijadikan sebagai data acuan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan masalah penyakit antraknosa pada buah cabai merah. F. Definisi Operasional Beberapa istilah yang digunakan pada penelitian ini yaitu : 1. Ekstrak kunyit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah 100 gram C. domestica Val. kering yang dilarutkan dalam 500 ml etanol 96% dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator (Nanasombat dan Lohasupthawee, 2005).

8 2. Konsentrasi efektif adalah kemampuan larutan ekstrak kunyit pada konsentrasi terkecil yang dapat menghambat lebih dari 50% pertumbuhan fungi C. gloeosporioides Penz. di laboratorium (Noveriza dan Tombe, 2003: 4). 3. Persentase penghambatan miselia fungi adalah selisih lesio kontrol dengan lesio perlakuan dibagi lesio kontrol dan dikali seratus persen. G. Asumsi Penelitian Asumsi dari penelitian ini adalah: 1. Penyakit antraknosa yang disebabkan oleh fungi Colletotricum spp. menyerang tanaman cabai (Kim et al., 1986: 84). 2. Ekstrak kasar etanol kunyit memiliki aktivitas fungi (Wuthi et al., 2000: 178). Dalam rimpang kunyit terkandung senyawa minyak atsiri sebanyak 6% yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan sesquiterpen (meliputi zingiberen, alfa dan beta-tumerone), serta zat warna kuning yang disebut curcumin yang mempunyai sifat lipofil (Didinkaem, 2007: 1). H. Hipotesis H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara diameter lesio antraknosa pada buah cabai merah (C. annum L.) yang diberi berbagai konsentrasi ekstrak kunyit dengan kontrol di laboratorium.