BAB V SINTESIS GEOLOGI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II Geologi Regional

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH SITUMEKAR DAN SEKITARNYA, SUKABUMI, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI UMUM

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH SARIMEKAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG - JAWA BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH DESA SUKARAMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A

memiliki hal ini bagian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN UCAPAN TERIMAKASIH KATA PENGANTAR SARI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB 1 PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB V INTEI GEOLOGI intesis geologi merupakan kesimpulan suatu kerangka ruang dan waktu yang berkesinambungan mengenai sejarah geologi. Dalam merumuskan sintesis geologi, diperlukan semua data primer maupun sekunder yang kemudian diintegrasikan, sehingga menghasilkan suatu kerangka ruang dan waktu yang berkesinambungan. intesis geologi memerlukan referensi sejarah geologi regional yang telah disusun oleh peneliti peneliti terdahulu, kita analisis, kemudian diperhitungkan secara cermat. etelah mengolah data baik primer maupun sekunder, maka sejarah geologi daerah penelitian dimulai dari Kala Kapur Eosen Awal dimana busur kepulauan mengikuti Pola Meratus yang berarah timurlaut baratdaya (Gambar 5.1). Jejak atau bukti di daerah penelitian dari pola busur kepulauan yang berarah meratus ini ditunjukkan oleh esar Mendatar Cimandiri yang berarah relatif ENE WW. esar Cimandiri yang berada pada bagian belakang dari busur depan merupakan batas selatan dari Cekungan Bogor yang juga merupakan daerah dimana penelitian dilakukan. Pada kala ini, Cekungan Bogor merupakan cekungan depan busur (Gambar 5.3). elanjutnya pada Kala Eosen Tengah Eosen Akhir dimulai dengan pengendapan atuan Batupasir pada lingkungan darat sebagai endapan fluvial (Gambar 5.4). umber sedimen satuan ini relatif berasal dari utara timurlaut cekungan (Martodjojo, 1984). Kandungan kuarsa yang dominan pada litologi batupasir mengindikasikan sumber sedimen satuan ini berasal dari batuan yang bersifat granitis. Pada kala Oligosen Awal Oligosen Tengah tidak terjadi pengendapan sedimen pada cekungan. Pada kala ini diperkirakan terjadi penurunan muka air laut dan pengangkatan pada bagian utara dari cekungan yang mengakibatkan atuan Batupasir mengalami proses pengikisan atau erosi (Gambar 5.5). Pada Kala Oligosen Akhir Miosen Awal awal terjadi perubahan lingkungan pengendapan dari darat menjadi laut dangkal (zona neritik). Perubahan lingkungan pengendapan pada kala ini diperkirakan terjadi karena 51

muka air laut yang relatif naik (transgresi) dan juga pengaruh dari penurunan cekungan yang mulai terjadi khususnya pada bagian utara dari cekungan. Kondisi tektonik yang relatif stabil pada kala ini memungkinkan adanya pertumbuhan terumbu yang pada daerah penelitian merupakan atuan Batugamping (Gambar 5.6). atuan Batugamping diendapkan secara tidak selaras diatas atuan Batupasir karena adanya rentang waktu (time gap) yang cukup signifikan pada saat pengendapannya. Tetapi sebelum Kala Miosen Awal, daerah selatan Jawa Barat seluruhnya sudah berada di bawah muka laut (Martodjojo, 1984). Pada kala ini juga merupakan awal dari kompresi baru yang dihasilkan dari jalur subduksi baru yang relatif berarah utara-selatan dan membentuk deretan jalur gunungapi bawah laut (Gambar 5.6) dan oleh karena itu, posisi cekungan bogor berubah menjadi cekungan belakang busur. Pada Kala Miosen Awal tengah Miosen Tengah awal, aktivitas deretan gunungapi di selatan Jawa Barat mulai mempengaruhi sistem pengendapan, sehingga terendapkan atuan Breksi A secara selaras diatas atuan Batugamping dengan sistem penyebaran endapan atuan Breksi ini berupa kipas bawah laut yang sumbernya berasal dari deretan gunungapi yang berada di selatan cekungan (Gambar 5.7). Menurut Martodjojo (1984) seluruh sistem pengendapan didaerah penelitian berganti menjadi sistem aliran gravitasi. Proses transgresi yang terus berlanjut serta cepatnya penyebaran dan pengendapan atuan Breksi A inilah yang menghentikan pertumbuhan terumbu. Pada saat yang bersamaan terjadi pendalaman cekungan, sehingga di bagian utara dari atuan Breksi A terendapkan atuan Batulempung Batupasir selaras diatas atuan Batugamping dengan mekanisme turbidit pada lingkungan kipas bawah laut. Karakteristik tufan pada satuan ini merupakan pengaruh dari aktivitas vulkanisme dari deretan gunungapi di selatan cekungan. truktur geologi daerah penelitian tidak berpengaruh pada atuan Breksi B yang berumur Holosen. ehingga dapat ditarik suatu asumsi bahwa struktur geologi daerah penelitian terbentuk tidak lebih dari Kala Holosen. Menurut Martodjojo (1984), struktur geologi daerah penelitian berkembang pada saat mengalami suatu fasa deformasi berupa tektonik kompresional yang menyebabkan terbentuknya zona anjakan lipatan berupa sesar naik (sesar 52

anjakan) berasosiasi dengan lipatan dan sesar mendatar (Gambar 5.8). Tegasan utama terbesar yang menyebabkan deformasi pada kala itu relatif berarah utara selatan. Hal ini menunjukkan pola struktur lipatan daerah penelitian relatif berarah barat timur. Martodjojo (1984) menyatakan pada permulaan Kala Pliosen terutama pada akhir Pliosen, terlihat perpindahan busur vulkanik ke tengah Pulau Jawa, yang sebelumnya pada Kala Miosen berada di selatan Pulau Jawa. Perpindahan ini mengakibatkan status beberapa cekungan di Jawa berubah. Perubahan status ini menyebabkan perubahan aktivitas tektonik menjadi tektonik kompresi. Pada Plistosen terjadi pengangkatan secara regional (Martodojo, 1984), yang kemudian menyebabkan satuan batuan sebelumnya tersingkap dan tererosi yang terjadi berkesinambungan. Pada Kala Holosen, bentuk morfologi daerah penelitian diperkirakan sudah tidak jauh berbeda dengan bentukan yang sekarang. Pada kala ini diendapkan atuan Breksi B secara tidak selaras diatas satuan yang sudah ada sebelumnya (Gambar 5.9) sebagai hasil dari vulkanisme busur magmatik yang baru, yang diendapkan di lingkungan darat. Berdasarkan literatur peta geologi daerah penelitian Lembar Bogor skala 1:100.000 (Effendi et al., 1998), sumber satuan ini diinterpretasikan berasal dari utara daerah penelitian khususnya aktivitas vulkanisme Gunung Gede Pangrango. Proses erosi terus berlangsung sehingga membentuk morfologi bentang alam seperti saat ini disertai proses sedimentasi berupa endapan aluvial secara tidak selaras diatas satuan batuan di bawahnya yang berlangsung sampai sekarang (Gambar 5.10). 53

Gambar 5.1. Pola subduksi pada Kapur Akhir Gambar 5.2. Pola subduksi sekarang Gambar 5.1 dan gambar 5.2 diambil dari slide kuliah Geologi Indonesia, 2009 Gambar 5.3. Perkiraan kejadian tektonik pada Kapur Eosen Awal (Modifikasi slide kuliah tektonika, 2009). 54

Eosen Tengah Eosen Akhir Gambar 5.4. Pengendapan atuan Batupasir daerah penelitian pada Eosen Tengah Eosen Akhir. Oligosen Awal Oligosen Tengah Gambar 5.5. atuan Batupasir mengalami erosi. 55

Oligosen Akhir Miosen Awal awal Gambar 5.6. Pengendapan atuan Batugamping daerah penelitian pada Oligosen Akhir Miosen Awal. Miosen Awal tengah Miosen Tengah awal Gambar 5.7. Pengendapan atuan Batulempung-Batupasir daerah penelitian. 56

Plio - Plistosen Daerah Penelitian Gambar 5.8. Kejadian tektonik pada Plio-Pleistosen. Daerah penelitian diperkirakan berada didalam area berwarna abu-abu. Holosen Gambar 5.9. Pengendapan atuan Breksi B pada daerah penelitian (Modifikasi peta geologi dan global mapper). 57

Resen Gambar 5.10. Morfologi daerah penelitian dan penyebaran batuan pada saat sekarang atau Resen (Modifikasi peta geologi dan global mapper). 58