Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

C. Penggeledahan Definisi Penggeledahan rumah penggeledahan badan Tujuan Pejabat yang berwenang melakukan penggeledahan Tata cara penggeledahan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENGGELEDAHAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL. 1.

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

KEWENANGAN MELAKUKAN DISKRESI OLEH PENDAHULUAN PENYIDIK MENURUT UU NO. 2 TAHUN 2002 A.

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

Bagian Kedua Penyidikan

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

PELAKSANAAN UPAYA PAKSA TERHADAP ANGGOTA POLRI PELAKU TINDAK PIDANA DI WILAYAH HUKUM POLRES JAYAPURA KOTA

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUKUM ACARA PIDANA Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-1- QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

KEWENANGAN POLISI SELAKU PENYIDIK DALAM MELAKSANAKAN UPAYA PAKSA PENGGELEDEHAN DALAM PASAL 32-37 KUHP 1 Oleh: Firdaus Pasue 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana peran polisi dalam penyidikan perkara pidana dan bagaimana kewenangan polisi selaku penyidik dalam melakukan upaya paksa penggeledahan menurut Pasal 32 sampai Pasal 37 KUHAP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Polisi sebagai penyidik dalam proses penyidikan mempunyai tugas dan kewajiban yaang harus dilaksanakannya. Sehubungan dengan tugas dan kewajiban tersebut maka polisi mempunyai kewenangan sebagaimana sudah diatur dalam KUHAP juga diatur UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian juga diatur secara jelas tentang bagaimana manajemen penyidikan tindak pidana yang harus dilakukan oleh polisi sebagaimana diatur dalam Perkapolri No. 14 Tahun 2012. 2. Polisi sebagai penyidik dalam melaksanakan upaya paksa penggeledahan, pada dasarnya harus berdasar pada Surat Ketua Pengadilan Negeri, namun dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, tindakan penggeledahan dapat dilakukan oleh polisi dengan tanpa membawa Surat isin dari Ketua Pengadilan Negeri. Adapun tindakan pengeledahan tanpa izin dapat dilakukan apabila dikawatirkan pelaku segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan. Kata kunci: Kewenangan Polisi, Penyidik, Upaya Paksa, Penggeledehan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Proses penyidikan merupakan tahap yang paling krusial dalam Sistem Peradilan Pidana, dimana tugas penyidikan yang dibebankan kepada Polisi Republik Indonesia (POLRI) sangat kompleks. Selain sebagai penyidik, polisi juga berfungsi sebagai pengawas serta koordinator 1 Artikel skripsi. Dosen Pembimbing : Said Aneke R. SH, MH; Eske N. Worang, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 110711176 bagi penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Kompleksitas tugas penyidik POLRI semakin bertambah seiring dengan bergulirnya reformasi di segala bidang kehidupan di Indonesia. Penyidik dituntut untuk berhasil mengungkap semua perkara yang terindikasi telah melanggar hukum yang ditanganinya. POLRI sebagai salah satu institusi yang mengemban fungsi pelayanan publik dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan menampilkan kinerja kesatuan yang profesional dan handal dibidangnya.3 Pasal 13 Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang mengatur tentang Tugas dan Wewenang Polisi menyebutkan bahwa Tugas pokok Kepolisian negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara kemanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.4 Berkaitan dengan tugas dan wewenang ini, maka pelayanan yang diberikan kepada masyarakat terkandung dalam tugas-tugas penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri. Dalam menegakkan hukum untuk menciptakan kemanan dan ketertiban dalam masyarakat, Polri melakukan secara bersama-sama dalam suatu Sistem Peradilan Pidana yang merupakan suatu proses yang panjang dan melibatkan banyak unsur di dalamnya. Sstem Peradilan Pidana (SPP) sebagai suatu sistem yang besar yang di dalamnya terkandung beberapa subsistem yang meliputi sub-sistem Kepolisian (sebagai penydik), sub-sistem Kejaksaan (sebagai penuntut umum), sub-sistem Kehakiman (sebagai hakim) dan sub-sistem Lembaga Pemasyarakatan (sebagai sub-sistem rehabilitasi).5 Dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g UU No. 2 Tahun 2002, disebutkan bahwa Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan 3 Rahman Amin, Penyidikan POLRI Dalam Distem Peradilan Pidana Ditinjau Dari Aspek Pembaharuan Hukum Pidana, diakses dari rahmanamin 1984.blogspot.co.id/2014/03 pada tanggal 13 Maret 2017. 4 Republik Indonesia, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Edisi Lengkap, Permata Press, 2013, hlm. 7. 5 Rahman Amin, Op-Cit, 167

hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya. 6 B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana peran polisi dalam penyidikan perkara pidana? 2. Bagaimana kewenangan polisi selaku penyidik dalam melakukan upaya paksa penggeledahan menurut Pasal 32 sampai Pasal 37 KUHAP? C. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.7 Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah metode penelitian kepustakaan (library research). PEMBAHASAN A. Peran Polisi Dalam Penyidikan Perkara Pidana Menurut penulis, pada prinsipnya peran atau kegiatan-kegiatan yang merupakan pelaksanaan tugas dan wewenang penyidik dalam rangka proses penyidikan tersangka pelaku tindak pidana dapat digolongkan menjadi 4 tahap, yaitu: 1. Penyidikan : Dalam pasal 1 butir 4 KUHAP dirumuskan bahwa penyidik adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang karna diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan, karena penyelidikan disini merupakan tahap persiapan atau permulaan dari penyidikan, bahwa lembaga penyelidikan mempunyai fungsi sebagai penyaring, apakah suatu peristiwa dapat dilakukan penyidikan atau kah tidak. Sehingga kekeliruan pada tindakan penyidikan yang sudah bersifat upaya paksa terhadap seseorang dapat dihindarkan sedini mungkin. 2. Penindakan : 6 Republik Indonesia, UU No. 2 Tahun 2002, Loc-Cit, hlm. 8. 7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm-13. Tindakan-tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh penyidik terhadap pelaku tindak pidana adalah sebagi berikut: a. Pemanggilan tersangka dan saksi. : Pemanggilan tersangka dan saksi sebagai salah satu kegiatan penindakan dalam rangka penyidikan tindak pidana, dimaksudkan untuk menghadirkan tersangka atau saksi kedepan penyidik/penyidik pembantub guna diadakan pemeriksaan dalam rangka memperoleh keterang-keterangan petunjuk mengenai tindak pidana yang terjadi. Pada hakekatnya pemanggilan tersangka dan saksi sudah membatasi kebebasan seseorang selaras dengan asas perlindungan dan jaminan hak asasi manusia yang diatur dalam KUHAP maka pelaksanaan pemanggilan wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. b. Penangkapan : Suatu penangkapan hanya dapat dikenakan kepada seseorang yang berdassarkan bukti permulaan yang cukup telah disangka melakukan tindak pidana. Dengan kata lain, penangkapan hanya dikenakan terhadap seseorang yang berdasarkan bukti permulaan yang cukup diduga telah melakukan tindak pidana. Dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP, dikemukakan bahwa : yang dimaksud bukti permulaan yang cukup, ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana. c. Penahanan : Untuk kepentingan penyidikan suatu tindak pidana, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik dapat melakukan penahanan (Pasal 20 ayat (I) jo Pasal 11. Penahanan yang dilakukan penyidik sebagaimana yang dimaksud Pasal 20 (I) KUHAP, berlaku paling lama 20 hari (Pasal 24 ayat (I), jangka waktu 20 hari tersebut guna kepentingan pemeriksa yang belum selesai dapat diperpanjang oleh 168

penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 40 hari (Pasal 24 ayat (2). Pada Pasal 21 ayat (4) KUHAP, ditentukan bahwa penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana, atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Tindak pidana tersebut bagaimana diuraikan satu persatu dalam Pasal 21ayat (4) huruf b KUHAP d. Penggeledahan KUHAP mengenal tiga bentuk penggeledahan, yakni penggeledahan rumah, penggeledahan badan dan penggeledahan pakaian, KUHAP hanya memberikan kewenangan untuk melakukan pengeledahan hanya kepada para penyelidik atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 5ayat (1) huruf b butir 1, kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP. e. Pemeriksaan Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangaka atau saksi dan atau berang bukti maupun tentang unsure-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan barang bukti didalam tindak pidana tersebut jadi jelas. B. Kewenangan Polisi Selaku Penyidik Dalam Melakukan Upaya Paksa Penggeladahan Menurut Pasal 32 Sampai Pasal 37 KUHAP Kegiatan penyidikan tindak pidana pada hakekatnya merupakan suatu upaya penegakan hukum yang bersifat pembatasan/ pengekangan hak-hak warga negara dalam rangka usaha untuk memulihkan tertanggungnya keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum guna terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat. Oleh karenanya penyidikan tindak pidana sebagai salah satu tahap dari pada penegakan Hukum Pidana harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam proses penyidikan, polisi berwenang untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan badan, pemasukan rumah, dan penyitaan untuk mempermudah penyelidikan dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia yang dijadikan salah satu landasan pokok serta menjiwai KUHAP, serta wajib memperhatikan asas Equal before the law dan asas praduga tak bersalah sehingga hak asasi seseorang tersebut dihormati dan dijunjung tinggi harkat martabatnya. Polisi sebagai penyidik dalam melakukan upaya paksa harus dapat melakukan tugas-tugasnya dengan sebaik mungkin untuk mendapatkan bukti-bukti yang berkaitan dengan tindak pidana yang terjadi dan untuk menemukan tersangka/terdakwanya. Dari beberapa jenis upaya paksa yang ada, maka upaya paksa penggeledahan yang diatur dalam UU No 8 Tahun 1981 pasal 32 sampai 37 tentang Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana ( merupakan suatu hal yang patut untuk mendapatkan perhatian yang khusus karena tindakan penggeledahan yang dilakukan polisi adalah dalam rangka mencari, mengumpulkan dan menganalisa barang bukti, fakta dan informasi untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan siapa korban, saksi dan pelakunya, polisi harus mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) dan mengolahnya. Dalam pengolahan tempat kejadian perkara (TKP), maka langkah-langkah pengolahan TKP, terdiri dari kegiatan-kegiatan:8 a) Memasuki TKP baik berupa rumah/ tempat tertutup lainnya atau tempat-tempat lain dalam rangka untuk; b) Mencari mengumpulkan dan mengambil jejak/ barang bukti yang terdapat di TKP dan sekitarnya yang kaitannya dengan tindak pidana yang terjadi dan atau menangkap tersangkanya. Pada saat polisi memasuki TKP yang berupa rumah/ tempat tertutup lainnya, apabila disimak bahwa tindakan memasuki rumah untuk mencari dan menyita barang bukti serta menangkap tersangka adalah merupakan tindakan penggeledahan rumah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 17 KUHAP, maka 8 Rusli Muhammad, Op-Cit, hlm. 87. 169

dalam pelaksanaan kegiatan ini harus berdasarkan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang penggeledahan, baik yang mengatur tata cara masuk rumah serta kelengkapan administrasi penyidikannya. Sedangkan apabila dilihat kepentingan pencahariannya, pengumpulan dan pengambilan jejak/ barang bukti di TKP, hal ini merupakan tindakan penyitaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP, maka dalam kegiatan inipun harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan undangundang yang mengatur tentang penyitaan, baik yang mengatur tata cara penyitaan maupun kelengkapan administrasi penyidikannya dalam rangka mendukung pembuktian di sidang pengadilan. Pada hakekatnya penggeledahan merupakan salah satu kegiatan penyidikan untuk memasuki rumah, tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawa serta untuk disita, yang didalamnya akan menyangkut hak-hak warga negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya penggeledahan wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang. Bahkan tidak hanya melakukan pemeriksaan tapi bisa juga sekaligus untuk melakukan penangkapan dan penyitaan. (Pasal 32). 9 Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. 10 Wewenang penggeladahan semata-mata hanya diberikan kepada pihak penyidik, baik penyidik Polri maupun penyidik pegawai negri sipil (PNS). Penuntut umum tidak memiliki wewenang untuk menggeledah, demikian juga hakim pada semua tingkat peradilan, tidak mempunyai wewenang untuk itu. Pengeledahan benar-benar ditempatkan pada pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan, 9 KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 10 Ibid. tidak terdapat pada tingkatan pemeriksaan selanjutnya baik dalam taraf tuntutan dan pemeriksaan peradilan. Pemberian fungsi itu sesuai dan sejalan dengan tujuan dan pengertian penggeledahan, yang bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan fakta dan bukti serta dimasukan untuk mendapatkan orang yang diduga keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana. Akan tetapi dalam melaksanakan wewenang penggeledahan, penyidik tidak seratus persen berdiri sendiri, penyidik diawasi dan dikaitkan dengan Ketua Pengadilan Negri dalam melakukan setiap penggeledahan. Pada setiap tindakan penggeledahan, penyidik wajib memerlukan bantuan dan pengawasan ketua Pengadilan Negri, bantuan itu berupa keharusan: 1. Kalau keadaan penggeledahan secara biasa atau dalam keadaan normal penggeledahan baru dapat dilakukan penyidik, setelah lebih dulu mendapat izin dari ketua Pengadilan Negri. 2. Dalam keadaan luar biasa dan mendesak, penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa lebih dulu mendapatkan izin dari ketua Pengadilan Negri, namun segera sesudah penggeledahan, penyidik wajib meminta persetujuan ketua Pengadilan Negri setempat. Penggeledahan harus dilakukan pada waktu yang baik dan tepat yaitu adalah dilakukan pada siang hari, hal ini disebabkan pada siang hari anak-anak tersangka sedang berada di sekolah dan tetanggapun sibuk diluar rumah, kecuali dalam hal-hal tertentu. Sama-sama kita ketahui bahwa penggeladahan menimbulkan akibat yang luas terhadap kehidupan pribadi dan mengundang perhatian masyarakat, maka waktu penggeledahan harus dipilih dengan tepat. Sementara itu penggeledahan pada malam hari adalah saat yang tidak tepat dan tidak baik, karena penggeledahan pada tengah malam akan menimbulkan ketakutan dan kekagetan yang sangat, trauma bagi anak-anak, itu sebabnya berdasarkan Stbl 1865, Pasal 3, melarang penggeledahan rumah dilakukan pada malam hari. Oleh karena itu penggeledahan sebisa mungkin untuk bisa dilakukan pada siang hari, itupun hendaknya dicari waktu dan momen yang dapat menghindari akibat sampingan, yang bisa 170

merusak pertumbuhan kejiwaan dan mental anak-anak dan keluarga tersangka. Penggeledahan Rumah Tempat kediaman Membicarakan penggeledahan rumah tempat kediaman, dapat dibedakan sifatnya, pertama bersifat biasa atau dalam keadaan normal, kedua bersifat atau dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak. Perbedaan sifat ini dengan sendirinya membawa perbedaan dalam tata cara pelaksanaan. 1. Penggeledahan Biasa Penggeledahan biasa diatur dalam pasal 33 KUHAP. Tata cara penggeledahan yang diatur dalam pasal 33 pada dasarnya merupakan aturan pedoman umum penggeledahan. Tata cara penggeladahan dalam hal biasa. a. Harus ada surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat b. Petugas Kepolisian membawa dan memperlihatkan surat tugas c. Setiap penggeledahan rumah tempat kediaman harus ada pendamping, yaitu: - Didampingi dua orang saksi, jika tersangka atau penghuni rumah yang dimasuki dan digeledah menyetujui. - ika tersangka atau penghuni rumah tidak setuju, dan tidak menghadiri, maka petugas harus menghadirkan Kepala Desa atau Kepala Lingkungan (RW/RW) sebagai saksi dan ditambah dua orang saksi lain yang diambil dari lingkungan warga yang bersangkutan. d. Kewajiban membuat berita acara penggeledahan (Diatur dalam Pasal 126 dan 127 : 1. Dalam waktu dua hari atau paling lambat dalam tempo dua hari setelah memasuki rumah dan atau menggeledah rumah, harus dibuat berita acara yang memuat penjelasan tentang jalannya dan hasil penggeledahan rumah. 2. Setelah berita acara siap dibuat, penyidik atau petugas yang melakukan penggeledahan membacakan lebih dulu berita acara kepada yang bersangkutan. 3. Setelah siap dibacakan, kemudian berita acara penggeledahan; Diberi tanggal; Ditanda tangani oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni rumah serta oleh kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan; Dalam hal tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu dicatat dalam berita acara dan sekali gus menyebut alasan penolakanya. 4. Penyampaian turunan berita acara penggeledahan rumah.turunan berita acara penggeledahan rumah yang telah ditandatangani oleh pihak yang terkait,disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah. e. Penjagaan rumah atau tempat. Hal ini diatur dalam Pasal 127 KUHAP yang memberikan wewenang kepada penyidik untuk : 1. Mengadakan penjagaan terhadap rumah yang digeledah. 2. Penyidik jika dianggap perlu dapat menutup tempat yang digeledah. 3. Disamping hal-hal yang dijelaskan diatas, penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap perlu untuk tetap tinggal ditempat penggeledahan selama penggeledahan masih berlangsung. 2. Penggeledahan dalam keadaan mendesak Hal ini diatur dalam pasal 34 KUHAP yang menegaskan: dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk lebih dulu mendapat surat izin Ketua Pengadilan Negeri, penyidik dapat langsung bertindak mengadakan penggeledahan. Tata cara penggeledahan dalam keadaan mendesak : 1. Penggeladahan dapat langgsung dilaksanakan tanpa terlebih dahulu ada izin ketua Pengadilan 171

Negeri.Tempat-tempat yang digeledah meliputi : a. Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada.dan yang ada di atasnya. b. Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal,berdiam atau ada. c. Ditempat penginapan dan tempat umum lainnya. 2. Dalam tempo dua hari setelah penggeledahan, penyidik membuat berita acara, yang berisi jalannya dan hasil penggeledahan. Adapun berita acara dibacakan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan; Diberi tanggal; Ditanda tangani oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni rumah serta oleh kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan; dan Dalam hal tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu dicatat dalam berita acara dan sekali gus menyebut alasan penolakanya. 3. Kewajiban penyidik segera melaporkan penggeledahan yang telah dilakukan kepada ketua pengadilan negeri, dan sekaligus dalam laporan itu penyidik meminta persetujuan ketua pengadilan negeri atas penggeledahan yang telah dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak. f. Larangan memasuki tempat tertentu Pembuat UU telah memberikan penghormatan yang tinggi yang mulia terhadap beberapa tempat tertentu, selama dalam tempat tertentu sedang berlangsung upacara peradatan, UU melarang penyidik memasuki dan melakukan penggeledahan didalamnya, kecuali dalam hal hal tertangkap tangan, selain dari pada tertangkap tangan penyidik dilarang bertindak memasuki dan melakukan penggeledahan pada saat : 1. Ruang dimana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD); 2. Tempat sedang berlangsung ibadah atau upacara keagamaan,dan 3. Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan. g. Penggeledahan di Luar Daerah Hukum Dalam hal ini penyidik memperkirakan alternatif terbaik yang harus ditempuh, ditinjau dari efektivitas dan sfisiensi penyidik yang bersangkutan kurang memahami seluk beluk daerah lain tempak dimana penggeledahan akan dilakukan, demikian juga halanya mengenai efisiensi, untuk apa harus membuang tenaga biaya dan waktu jika penggeledahan dapat dilimpahkan atau didelegasikan kepada penyidik yang ada di daerah tersebut. Dalam Pasal 36 KUHAP disebutkan bahwa dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan. h. Penggeledahan Badan. Mengenai penggeledahan badan dijelaskan pada apasal 1 butur 18 yang berbunyi: Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita. Selanjutnya, penjelasan pasal 37 mengutarakan lagi, penggeladahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan, yang wanita dilakukan oleh pejabat wanita. 1. Jangkauan Penggeledahan Badan Untuk mengetahui sejauh mana penggeledahan badan, harus menggabungkan Pasal 1 butir 18 dengan penjelasan Pasal 37. Pasal 1 butir 18 dijelaskan, penggeledahan badan meliputi pemeriksaan badan atau 172

11 Ibid. pakaian tersangka, sedangkan pada penjelasan pasal 37 disebutkan, penggeledahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan. Dengan pengembangan pasal 1 butir 18 dengan penjelasan Pasal 37 dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud dengan penggeledahan badan adalah meliputi seluruh bagian badan luar dan dalam, meliputi bagian luar badan dan pakaian serta serta juga bagian dalam, termasuk seluruh anggota badan. Ketentuan tertutup lainnya sehubungan dengan tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh polisi adalah sebagai berikut: 11 1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik/ penyidik pembantu dan penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penggeledahan (Pasal 5 ayat (1) 2. Penggeledahan dapat dilakukan terhadap rumah, tempat tinggal/ tempat tertutup lainnya atau badan atau pakaian (Pakaian 32 3. Penggeledahan rumah atau tempat tertutup lainnya dilakukan: a. Dengan Surat Ijin Kuasa Pengadilan Negeri daerah hukum (Pasal 33 ayat (1) b. Dalam hal diperlukan atas perintah tertulis, Petugas Polri dapat memasuki rumah/ tempat tertutup lainnya (Pasal 33 ayat (2) c. Setiap kali memasuki rumah, harus disaksikan oleh 2 (Dua) orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujui (Pasal 33 ayat (3) d. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua Lingkungan dengan 2 (Dua) orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni rumah yang bersangkutan (Pasal 33 ayat 5 e. Dalam waktu 2 (Dua) hari setelah melakukan penggeledahan rumah, harus dibuat Berita Acaranya dan turunannya diberikan kepada Penghuni rumah yang bersangkutan (Pasal 33 ayat (5) 4. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak apabila penyidik/ penyidik pembantu harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapat kan surat ijin terlebih dahulu (Pasal 34 maka: a. Penggeledahan dapat dilakukan tanpa Surat Ijin dari Ketua Pengadilan Negeri oleh penyidik terhadap: 1) Halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada diatasnya 2) Setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal berdiam atau ada dan yang ada diatasnya 3) Tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya 4) Tempat penginapan dan tempat umun lainnya b. Dalam waktu 2 (Dua) hari setelah melakukan penggeledahan ditempat tersebut maka harus dibuat berita acaranya dan turunannya diberikan kepada penghuni yang bersangkutan (Pasal 33 ayat (5). 5. Dalam hal tertangkap tangan (sebagaimana diatur dalam Pasal 35 penyidik diperkenankan melakukan penggeledahan (memasuki): a) Ruang dimana sedang berlangsung Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. b) Tempat dimana sedang berlangsung Ibadah atau Upacara Keagamaan. c) Ruang dimana sedang berlangsung Ibadah atau Upacara Keagamaan. 6. Jika penggeledahan rumah/ tempat tertutup lainnya harus dilakukan diluar daerah hukum, pelaksanaannya harus diketahui oleh Pengadilan Negeri dan didampingi oleh penyidik 173

dari daerah hukum dimana penggeledahan itu dilakukan (Pasal 36 7. Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan rumah terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya (Pasal 125 8. Penyidik membuat Berita Acara jalannya hasil penggeledahan serta membacakan kepada yang bersangkutan. 9. Untuk keamanan dan ketertiban penggeledahan, penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat yang bersangkutan dan berhak memerintahkan agar setiap orang yang dianggap tidak perlu meninggalkan tempat tersebut selama penggeledahan berlangsung (Pasal 127 ayat (1) dan (2). PENUTUP A. Kesimpulan 1. Polisi sebagai penyidik dalam proses penyidikan mempunyai tugas dan kewajiban yaang harus dilaksanakannya. Sehubungan dengan tugas dan kewajiban tersebut maka polisi mempunyai kewenangan sebagaimana sudah diatur dalam KUHAP juga diatur UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian juga diatur secara jelas tentang bagaimana manajemen penyidikan tindak pidana yang harus dilakukan oleh polisi sebagaimana diatur dalam Perkapolri No. 14 Tahun 2012. 2. Polisi sebagai penyidik dalam melaksanakan upaya paksa penggeledahan, pada dasarnya harus berdasar pada Surat Ketua Pengadilan Negeri, namun dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, tindakan penggeledahan dapat dilakukan oleh polisi dengan tanpa membawa Surat isin dari Ketua Pengadilan Negeri. Adapun tindakan pengeledahan tanpa izin dapat dilakukan apabila dikawatirkan pelaku segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan. B. Saran 1. Polisi sebagai penyidik harus benar-benar melaksanakan tugasnya sebagaimana yang diatur dalam KUHAP, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Perkapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. 2. Upaya paksa penggeledaan harus dilaksanakan dengan tegas oleh polisi, namun tetap harus berdasar pada peraturan yang ada, antara lain tidak mengadakan tindakan penggeledahan pada malam hari. DAFTAR PUSTAKA Amin, Rahman., Penyidikan POLRI Dalam Distem Peradilan Pidana Ditinjau Dari Aspek Pembaharuan Hukum Pidana, diakses dari rahmanamin 1984.blogspot.co.id/2014/03 pada tanggal 13 Maret 2017. Harahap, Yahya., Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Hamzah, Andi., Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2005. Husein M Harun., Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1991. Kelana, Momo., Hukum Kepolisian, CV Sandaan, Jakarta, 1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari kbbi.web.id pada tanggal 14 September 2016. Kamus Besar Indonesia, cetakan kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1989. Maidin, Gultom., Hukum Perlindungan Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2014. Marlina., Peradilan Pidana Anak di Indonesia; Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Refika Aditama, Bandung, 2012, Polisi, diakses dari id.m.wikipedia.org pada tanggal 14 September 2016. Republik Indonesia, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Edisi Lengkap, Samosir, Djisman., Segenggam Tentang Hukum Acara Pidana, Nuansa Aulia, Bandung, 2013. 174

Satjipto R dan Sri Mamudji., Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. SUMBER LAIN UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (. KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2013,. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak pidana. Tim Permata Press, UU No. 2 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2012 tentang Kepolisian, Permata Press, 2013. 175