BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

dokumen-dokumen yang mirip
PERAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN TERHADAP PERTAMBANGAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemakmuran rakyat. Kata dikuasai dalam pasal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Salah satu kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan pada hakekatnya adalah kegiatan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. mendapatkan devisa Negara paling besar, namun keberadaan kegiatan dan/

BAB I PENDAHULUAN. Untuk tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia maka

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berupa mineral bukan logam dan batuan berkualitas super, sumberdaya ini berasal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. sekarang tanpa harus merugikan generasi yang akan datang. longsor dan banjir. Namun kekurangan air juga dapat menimbulkan masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern saat ini. Pada tahun 2014, Indonesia, menurut Survei

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. lainnya adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

BAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. kekayaan sumber daya alam dan mineral, seperti minyak mentah, batu bara,

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk sebesar-besarnya kemakmuran

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kelompok maupun perorangan. Landasan hukum tersebut ialah

BAB I PENDAHULUAN. yang memberikan kesejahteraan, berkesinambungan dan berwawasan lingkungan,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam

UPAYA MENINGKATKAN MANFAAT INDUSTRI EKSTRAKTIF BAGI DAERAH DAN MASYARAKAT RISWAN TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2015

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang dikaruniai kekayaan alam yang

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba

BUPATI BANDUNG BARAT

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 80 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam kegiatan industri dan pertanian. menyebabkan terjadinya berkurangnya sumber air bersih.

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

BAB I PENDAHULUAN. potensial yang ada seperti sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan keperduliannya terhadap masalah-masalah lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang semakin meningkat mengandung resiko pencemaran dan. yang menjadi pendukung kehidupan manusia telah rusak.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang terkandung dalam wilayah hukum. pertambangan Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diamandemen ke-4, Bab

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 59 SERI E

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN MUSI BANYUASIN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN JUDUL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggung jawabannya di akhirat kelak. memperoleh dan memanfaatkan sumber daya yang memiliki nilai ekonomis

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1986

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang begitu melimpah bagi kelangsungan hidup umat manusia merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Salah satunya adalah sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang kaya akan mineral tambang atau bahan galian. Bahan galian yang dikelola secara bijaksana dan berdaya guna akan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia. Hasil dari pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian tersebut juga berperan signifikan bagi pembangunan negara. Hal itu secara langsung diwujudkan dalam peningkatan devisa negara melalui pajak atau kewajiban untuk membayar royalti kepada negara, dan juga deviden. Di samping itu, sektor pertambangan juga berkontribusi bagi pengadaan lapangan kerja. Namun, sektor pertambangan ini juga memunculkan persoalan. Kegiatan pertambangan tidak jarang memunculkan persoalan lingkungan baik pencemaran maupun perusakan (tiada pertambangan tanpa merusak lingkungan). Selain itu timbul juga konflik atau sengketa yang biasa terjadi antara masyarakat dengan perusahaaan tambang serta pemerintah. Kebanyakan sengketa itu dipicu oleh keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan tambang, tidak sesuainya ganti kerugian yang diberikan dan lain sebagainya. 1

Penguasaan seluruh mineral tambang ada pada negara, seperti yang telah dijabarkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Negara menduduki posisi sentral selaku pihak yang menguasai dan mempergunakan bahan galian yang merupakan asset nasional, sehingga negara memiliki wewenang untuk mengatur hubungan hukum antara negara dengan subjek hukum. Mengatur diartikan sebagai upaya untuk menyusun, membuat, dan menetapkan berbagai peraturan perundang - undangan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam mineral dan batuan, sehingga dengan adanya aturan ini pelaksanaan kegiatan pertambangan dapat dilakukan dengan baik. 1 Selain itu, arti penting dari kata dikuasai dalam pasal ini memberi pengertian bahwa negara diberi wewenang untuk mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan bahan galian, yang diharapkan mampu memberikan kemakmuran bagi seluruh rakyat dalam mempergunakannya. Implikasi dari pasal tesebut adalah bahwa masyarakat tidak menguasai mineral yang ada di bawahnya, sekalipun masyarakat telah memiliki hak atas tanah. Kekayaan alam milik rakyat Indonesia yang dikuasakan kepada negara diamanatkan dikelola dengan baik untuk mencapai tujuan bernegara Indonesia. 2 1 Salim.HS. 2012, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 62 2 Adrian Sutedi,S.H.,M.H. 2011, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika. Jakarta, hlm.24 2

Bahan galian berdasarkan Undang - Undang Nomor. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pertambangan selanjutnya disebut dengan UU No. 11 Tahun 1967 dibagi atas bahan galian A (strategis), bahan galian B (vital), dan bahan galian C (non strategis dan non vital). Setelah adanya Undang Undang Nomor. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara selanjutnya disebut dengan UU No. 4 Tahun 2009 terdapat perubahan penggolongan bahan galian, sehingga bahan galian tidak lagi digolongkan menjadi A, B, dan C, melainkan menjadi minerba dan migas. Minerba sendiri terdiri dari empat golongan yaitu pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan logam, pertambangan batuan, dan/atau pertambangan batubara. Pertambangan mineral logam adalah bahan tambang yanga berwujud bijih (dapat menghantarkan listrik) contohnya emas, nikel, tembaga, timah, dan bijih bauksit. Sedangkan pertambangan mineral bukan logam adalah kelompok komoditas yang tidak termasuk mineral logam, batuan, maupun mineral energi lainnya. Contohnya pasir, marmer, batu kapur, tanah pasir, dan lain lain. 3 Di era sebelum UU No. 4 Tahun 2009 dan Undang Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, kegiatan pertambangan di Indonesia dapat secara legal beroperasi berdasarkan kuasa pertambangan dan kontrak karya. Menurut Pasal 8 Undang Undang No 1 Tahun 1967 penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kuasa pertambangan diberlakukan bagi perusahaan pertambangan 3 http://fafageo.blogspot.com/2010/10/macam-macam-bahan-tambang_24.html, Fajar Tri Kuncoro, Macam Macam Bahan Tambang, 24 Oktober 2013 3

domestik ataupun perusahaan pertambangan lokal, sedangkan kontak karya diberlakukan bagi perusahaan asing patungan. Dalam perkembangannya, berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009 kuasa pertambangan dan kontrak karya itu dihapus dan digantikan dengan izin usaha pertambangan. Hanya saja kontrak karya yang masih berjalan tetap dihormati sampai dengan kontraknya selesai. Pengelolaan mineral tambang dapat dilakukan oleh pemerintah (BUMN dan BUMD), perusahaan baik swasta nasional maupun asing patungan, dan pertambangan rakyat. Pertambangan rakyat diberi kuasa baik dalam skala menengah maupun skala kecil untuk melakukan kegiatan pertambangan sebagaimana dinyatakan Pasal 5 UU No. 11 Tahun 1967. Pengertian pertambangan rakyat dalam Pasal 1 huruf n UU No. 11 Tahun 1967 adalah kegiatan pertambangan yang dilakukan dengan peralatan sederhana (skala kecil) oleh masyarakat setempat untuk keperluan hidup sehari hari. Begitu pula UU No. 4 Tahun 2009 memuat mengenai pengertian pertambangan rakyat termasuk izin pertambangan rakyat. Izin pertambangan rakyat merupakan izin untuk melakukan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas. 4 Pejabat yang berwenang menerbitkan izin pertambangan rakyat adalah Walikota atau Bupati. Penerbitan izin juga bisa dilakukan oleh Camat atas pelimpahan kewenangan dari Walikota atau Bupati setempat, yang tentunya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. 4 H.Salim HS, 2012, Hukum pertambangan mineral dan batubara, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.90 4

Salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki potensi dan kekayaan alam yang cukup besar dalam bidang pertambangan adalah Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan dengan luas wilayah 57.482 Ha atau 574,82 Km2. 5 Potensi pertambangan yang dimiliki oleh Kabupaten Sleman ini tentunya menarik minat para pelaku pertambangan, baik masyarakat sekitar maupun pelaku usaha pertambangan lainya. Di wilayah kabupaten ini hanya terdapat bahan tambang mineral bukan logam dan batuan. Karena potensi mineral yang terdapat di Kabupaten Sleman hanya berupa mineral bukan logam dan batuan, maka pelakunya hanya dalam skala menegah dan kecil dalam bentuk pertambangan rakyat. Mayoritas pertambangan ini dikelola oleh masyarakat sekitar (pertambangan rakyat) dengan mempergunakan peralatan yang sederhana dan biaya yang tidak terlalu besar. Selain itu juga tidak diperlukan keterampilan khusus. Kegiatan pertambangan yang dilakukan merupakan pekerjaan turun menurun yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Kegiatan pertambangan yang dilakukan di Kabupaten Sleman selain memberi dampak positif juga memberikan dampak yang negatif. Beberapa dampak positif itu diantaranya adalah meningkatnya kesejahteraan bagi para penambang, kemudian terbukanya lapangan pekerjaan baru, serta pendapatan asli daerah Kabupaten Sleman. 5 http://www.slemankab.go.id/profil-kabupaten-sleman/geografi/letak-dan-luas-wilayah, Pemerintah Kabupaten Sleman, Letak dan Luas Wilayah. 5

Di samping dampak positif tersebut, ada juga dampak negatif yang muncul dari kegiatan pertambangan ini. Sebagai contoh, kegiatan pertambangan ini berdampak negatif bagi lingkungan. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya pelaku pertambangan yang tidak memiliki izin untuk melakukan pertambangan. Kegiatan seperti ini disebut sebagai kegiatan ilegal. Tidak ada pengawasan yang dilakukan terhadap pertambangan ilegal tersebut. Pengawasan merupakan hal penting dalam setiap pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak 6. Oleh sebab itu, pengawasan sangatlah dibutuhkan agar suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik. Ini juga yang membuat para penambang tidak memenuhi syarat untuk melakukan kegiatan tambang, sehingga kegiatan tersebut dilakukan sering kali tanpa memperhatikan lingkungan sekitar. Persoalan ini berjalan terus menerus dan tidak dikontrol hanya dibiarkan begitu saja. Dampak yang ditimbulkan sangat signifikan terhadap perubahan kondisi alam, kesuburan tanah, dan berpengaruh terhadap perubahan tata air. Kegiatan tambang yang dilakukan pun berdampak pada kesehatan masyarakat. Salah satunya adalah penyakit infeksi saluran pernafasan atas yang diderita masyarakat akibat dari polusi dan debu seperti yang diberitakan dalam Harian Solo Pos tanggal 19 September 2012. 7 Pemerintah yang seharusnya ada pada barisan 6 Muchsan, S.H, 1992, Sistem Pengawasan Terhadap Pembuatan Aparatur Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm 37 7 http://www.mongabay.co.id/2012/09/20/tambang-pasir-merapi-menggerus-alam-dan-kesehatanwarga-cangkringan/, Aji Wihardandi, 20 September 2013 6

terdepan untuk ambil bagian dalam penyelesaian masalah yang terjadi, nyaris tidak terlihat dan tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi masalah yang timbul dari aktivitas tambang ini. Dampak negatif yang timbul sebagaimana yang telah diuraikan diatas merupakan salah satu faktor dari tidak berfungsinya Kantor Pelayanan Perizinan. Kantor Pelayanan Perizinan yang tidak berfungsi dengan baik nantinya tidak akan dapat melakukan pengawasan bagi kegiatan pertambangan itu sendiri. Berfungsinya Kantor Pelayanan Perizinan dalam melakukan pengawasan akan menekan dampak negatif yang timbul dari kegiatan pertambangan. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, salah satu persoalan hukum yang penting untuk diteliti yaitu peran Kantor Pelayanan Perizinan dalam mengawasi pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman serta kendala atau hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan pengawasan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan mengenai Peran Kantor Pelayanan Perizinan Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Pertambangan Rakyat Di Kabupaten Sleman, dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana peran Kantor Pelayanan Perizinan dalam melakukan pengawasan terhadap pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman? 2. Apakah ada yang menjadi hambatan atau kendala dari Kantor Pelayanan Perizinan dalam melakukan pengawasan terhadap pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman? 7

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui peran Kantor Pelayanan Perizinan dalam melakukan pengawasan terhadap pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman. 2. Untuk mengetahui hal - hal yang menjadi hambatan atau kendala dari Kantor Pelayanan Perizinan dalam melakukan pengawasan terhadap pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian mengenai peran Kantor Pelayanan Perizinan dalam melakukan pengawasan terhadap pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman antara lain : 1. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan khususnya sektor pertambangan dalam rangka melakukan pengawasan terhadap pertambangan rakyat. 2. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Kantor Pelayanan Perizinan dalam rangka melakukan pengawasan terhadap pertambangan rakyat. 3. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pelaku pertambangan dalam rangka melaksanakan pertambangan yang berkelanjutan. E. Keaslian Penelitian Berkaitan dengan penelitian ini ada beberapa penelitian yang mirip dan telah ditulis sebelumnya, diantaranya : 8

1. Skripsi yang ditulis oleh Agustinus Fransiskus San, NPM 080509954 Fakultas Hukum Atmajaya Yogyakarta tahun 2012: a. Judul : Penegakan Hukum Terhadap Kasus Pencemaran Lingkungan Hidup Sebagai Akibat Pertambangan Rakyat Di Kecamatan Palu Timur Kota Palu b. Hasil Penelitian : Penegakan hukum terhadap pencemaran lingkungan akibat pertambangan rakyat Di Kelurahan Palu Timur Kota Palu belum berjalan dengan baik. Penegakan hukum belum dapat dilaksanakan dengan baik karena adanya hambatan yaitu kurangnya koordinasi yang baik oleh pemerintah daerah, terbatasnya sosialisasi peraturan maupun perundang undangan dari pemerintah daerah, kekahwatiran dari pemerintah daerah, dan ketidak sungguhan dari penegak hukum itu sendiri. 2. Skripsi yang ditulis oleh Deny Laksono, NPM 040508835 Fakultas Hukum Atmajaya Yogyakarta tahun 2009: a. Judul : Aspek Hukum Pengendalian Kerusakan Lingkungan Sebagai Akibat Dari Pertambangan Pasir Tanpa Izin Di Sungai Gendol Kabupaten Sleman b. Hasil Penelitian : Upaya pengendalian kerusakan lingkungan sebagai akibat dari pertambangan pasir tanpa izin di sungai Gendol Kabupaten Sleman belum berjalan dengan baik. Hambatan yang dihadapi adalah terbatasnya jumlah personil Dinas Kapedal dan dinas P3BA Kabupaten Sleman, belum tersedianya dana yanag cukup dan 9

peralatan yang modern,permintaan akan barang tambang pasir terus meningkat, kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan, serta banyaknya campur tangan dari aparat pemerintah yang membocorkan informasi dan melindungi para pekerja tambang. 3. Skripsi yang ditulis oleh Indira Kusuma Wardani, NPM 030508376 Fakultas Atmajaya Yogyakarta tahun 2009 : a. Judul : Penegakan Hukum Terhadap Pertambangan Pasir Tanpa Izin Di Daerah Aliran sungai Brantas Kabupaten Jombang Provinsi Jawa Timur b. Hasil Penelitian : Penegakan hukum terhadap pertambangan pasir tanpa izin di daerah aliran sungai Brantas Kabupaten Jombang Provinsi Jawa Timur belum berjalan dengan baik.hal ini disebabkan adanya hambatan yaitu kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan dari kegiatan tambang, sulitnya kondisi di daerah sungai Brantas, banyaknya campur tangan aparat pemerintah, serta belum adanya peraturan pemerintah daerah Kabupaten Jombang sendiri. Ketiga penelitian diatas berbeda dengan yang ditulis oleh penulis. Penelitian yang pertama difokuskan pada penegakan hukum akibat pertambangan rakyat, penelitian yang kedua difokuskan pada pengendalian kerusakan lingkungan akibat pertambangan pasir Di Sungai Gendol Kabupaten Sleman, dan penelitian yang ketiga di fokuskan pada penegakan hukum terhadap pertambangan pasir Di Daerah Aliran sungai Brantas Kabupaten Jombang 10

Provinsi Jawa Timur. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis di fokuskan pada peran Kantor Pelayanan Perizinan dalam mengawasi pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman. F. Batasan Konsep 1. Pertambangan Pengertian pertambangan pada Pasal 1 UU No. 4 Tahun 2009 adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta kegiatan pasca tambang. 2. Pertambangan Rakyat Pertambangan Rakyat pada Pasal 1 huruf n UU No. 11 Tahun 1967 adalah suatu usaha pertambangan bahan bahan galian dari semua golongan A,B, dan C seperti yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil kecilan atau secara gotong royong dengan alat alat sederhana untuk pencaharian sendiri. 3. Pengawasan Pendapat mengenai pengawasan muncul dari Ir. Suyatmo. Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai 11

kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. 8 4. Kantor Pelayanan Perizinan Kantor pelayanan perizinan berdasarkan Pasal 51 Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sleman merupakan unsur pendukung pemerintah daerah yang dipimpin oleh kepala kantor yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui sekertaris daerah. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian : Penelitian Hukum Empiris Penelitian hukum empiris merupakan penelitian yang dilakukan berfokus pada perilaku masyarakat hukum (law in action). Penelitian ini dilakukan secara langsung kepada responden sebagai data utamanya yang didukung dengan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 2. Sumber Data 1) Data Primer Data diperoleh melalui wawancara dengan narasumber maupun responden 8 Dikutip oleh Muchsan,S.H, 1992, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparatur Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm.37 12

2) Data Sekunder Data diperoleh dengan mencari data dan mengumpulkan bahan dari buku buku pustaka yang di pergunakan sebagai refrensi penunjang penelitian. Data sekunder tersebut meliputi : a. Bahan hukum primer, yaitu : a) Undang Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) b) Undang Undang Nomor 11 tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok Pokok Pertambangan c) Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara d) Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing e) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai f) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sleman g) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan b. Bahan hukum Sekunder, yaitu Buku buku literatur, internet, dan sumber lain yang relevan dengan permasalahan hukum yang diteliti. 13

3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini disesuaikan dengan jenis data yang digunakan, yaitu melalui : a. Studi pustaka, yaitu suatu cara pengumpulan data data dengan mempelajari regulasi yang terkait, buku buku literatur dan berita dari internet yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. b. Wawancara, yaitu cara pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber tentang objek yang diteliti berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. 4. Lokasi Penelitian Penulis dalam hal ini telah menetapkan tempat atau wilayah penelitian adalah di Kabupaten Sleman 5. Responden dan Narasumber a. Para pelaku pertambangan selaku narasumber. b. Ibu Dewi Syulamit Sariningtyas, S.Sos, M.M. Ka.Seksi Pelayanan Perizinan Kantor Pelayanan Perizinan Kabupaten Sleman selaku responden. c. Bapak Marius Staff Seksi Pengusahaan Bidang ESDM, Dinas Sumber Daya Air Energi Dan Mineral Kabupaten Sleman selaku narasumber. d. Ibu Isti Kurniawati S,Si, Ka. Seksi Pelayanan dan Kajian Lingkungan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman selaku narasumber. 14

6. Metode Analisis Data yang telah didapatkan, baik dalam data primer maupun data sekunder diolah secara kuantitatif, yaitu dengan membagi kedua data tersebut kedalam kelompok - kelompok. Setelah data tersebut dianalisis, pada tahap akhir ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir induktif, yaitu suatu pola pikir yang mendasarkan pada hal hal yang umum, kemudian ditarik pada hal hal yang bersifat khusus. 15