BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat

Jenis - jenis Fotojurnalistik!

Fotojurnalistik! Pertemuan 1

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi

Etika Jurnalistik dan UU Pers

Modul. SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA (SMKM-Atjeh) JURNALISTIK MEDIA ELEKTRONIK (FOTOGRAFI) 1 Kamaruddin Hasan 2

BAB I PENDAHULUAN. perkembanganmasyarakat perkotaan dan industri, sebagai bagian dari budaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Arus dunia komunikasi saat ini mengalir sangat cepat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan


BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang


Kode Etik Jurnalistik

LITBANG KOMPAS NURUL FATCHIATI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada zaman dahulu para ilmuan mencoba untuk mendefinisikan apa arti

KODE ETIK JURNALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perubahan ke era reformasi menjadi awal kebebesan pers karena

BAB I PENDAHULUAN. Mesin cetak inilah yang memungkinkan terbitnya suratkabar, sehingga orang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media sering terjadi pada proses komunikasi massa.

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA

BAB I PENDAHULUAN. pewarta. Dalam melakukan kerjanya, wartawan berhadapan dengan massa,

Jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya jurnal (journal), artinya laporan atau catatan, atau jour dalam

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. atau kejadian sehari-hari yang aktual dan faktual dalam waktu yang secepatcepatnya.selain

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya

National Press Photographers Association ethics morality morals principles standards ethics in photojournalism

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF

DASAR DASAR JURNALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Konteks Masalah

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif

#! Beragam peristiwa dan informasi yang diperoleh masyarakat tidak terlepas dari peranan suatu media massa dalam hubungannya dengan penyajian dan inte

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan sangat pesat. Beragam surat kabar terbit sebagai

BAB III PENYAJIAN DATA. tentang analisis kebijakan redaksi dalam penentuan headline (judul berita)

BAB I KETENTUAN UMUM

A. TEKNIK FOTO JURNALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menandakan proses komunikasi massa berlangsung dalam tingkat kerumitan yang relatif

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan dengan semakin banyaknya media massa yang beredar di tanah air

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan wahana komunikasi dalam melakukan kegiatan jurnalistik dengan mencari,

Abstrak. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan informasi. Sebagai media penerbitan berkala, isi surat kabar tidak. melengkapi isi dari surat kabar tersebut.

BAB 4 KONSEP DESAIN. sumber :

BAB III PROSEDUR PELAKSANAAN. Demikian juga soal job descriptions-nya. Ada dua bagian besar sebuah penerbitan pers

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. dan pemaknaan dari berbagai kelompok akan mendapatkan perlakuan yang sama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar berasal dari istilah pers yang berarti percetakan atau mesin cetak. Mesin cetak

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sedang terjadi, terutama yang berhubungan dengan sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III PROSEDUR PELAKSANAAN

BAB I PENDAHULUAN. penting, dokumentasi politik, iklan, dan lain lain. Namun sekarang ini sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB IV P E N U T U P. pelaksanaan Penggantian Antar Waktu Wakil Bupati Kabupaten Parigi

BAB I PENYAJIAN DATA. menggunakan pendekatan metode analisis isi deskriptif kualitatif yaitu

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sebelum memahami pengelolaan konten majalah dan web, sebaiknya tahu dulu apa itu jurnalistik, karena konten majalan dan web bersentuhan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat

I. PENDAHULUAN. dan tingkatan ekonomi serta umur sudah dapat menggunakannya. Internet adalah

Untuk menjadi penulis harus: 1. Menguasai topik yang akan ditulis, yaitu memahami topik secara komprehensif. Prinsip yang selalu dipegang oleh penulis

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi

Kiat Menulis Efektif & Mudah Dicerna

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat. Pesatnya perkembangan media massa juga ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. khalayak dengan menggunakan bahasa visual. Baik itu berupa tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Seni Fotografi Semarang. Ilham Abi Pradiptha Andreas Feininger, Photographer,

BAB I PENDAHULUAN. Fotografi merupakan bahasa Yunani yang dikenalkan oleh Sir John Herschel pada tahun

1. Pada pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi UU

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak orang dikarenakan waktu yang lebih singkat dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cetak seperti majalah, koran, buklet, poster, tabloid, dan sebagainya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan oplah antarpenerbit surat kabar semakin pesat.oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat meliputi aspek sosial, politik, agama, budaya, dan moralitas

BAB I PENDAHULUAN. terbaru dari dunia jurnalistik. Kehadirannya dipengaruhi oleh tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi. Berita mengenai sesuatu yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. agama. Media massa merupakan salah satu alat yang dapat digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. elemen yang saling membutuhkan. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Televisi di Indonesia saat ini sangat pesat. Ini terlihat dari

KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

I. PENDAHULUAN. beragam peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional. Salah

BAB I PENDAHULUAN. jenis, media massa elektronik, media massa cetak, dan media massa online.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diperkenalkannya fotografi pada tahun 1826, pada saat itu fotografi dikenal sebagai kajian ilmu yang sangat baru dan awam bagi masyarakat dunia.seiring berjalannya waktu dan dengan teknologi digital saat ini yang telah berkembang pesat membuat siapa saja bisa memotret, baik itu laki-laki, perempuan, orang tua, remaja dan bahkan anak-anak bisa menjadi seorang fotografer.fotografi dapat memberikan banyak kisah atas berbagai momen yang terjadi, baik secara pribadi dan kemudian dipajang di media sosial, maupun menjadi sebuah karya foto yang bernilai jurnalistik dan dimuat di media masa.selain dapat membekukan sebuah momen dan kejadian, fotografi juga dapat menjadi alat komunikasi.one Picture More Than a Thousand Word adalah istilah dalam dunia fotografi yang menjelaskan bahwa dengan sebuah foto kita dapat mengkomunikasikan beribu-ribu makna, baik itu foto landscape, macro, still life, human interest dan foto jurnalistik pastinya mempunyai pesan-pesan dan makna sendiri yang ingin dikomunikasikan kepada orang yang melihat foto-foto tersebut. Secara etimologi, fotografi berasal dari bahasa inggris, yakni photography, sedangkan kata photography berasal diadaptasi dari bahasa Yunani, yakni photos yang berarti cahaya dan graphein yang berarti gambar atau menggambar.dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian fotografi secara harfiah, fotografi bermakna menggambar dengan cahaya. Pengertian menggambar dengan cahaya ini dikemukakan oleh John Hedgecoe dalam bukunya yang berjudul Jhon Hedgecoe s Complete Guide to Photography; A Step-by-Step Course from The World s Best-Selling Photographer. Ia menyatakan bahwa, The Words photography means drawing with light (Gani, 2013: 7). Fotografi secara teknik adalah mengetahui cara-cara memotret dengan benar, mengetahui cara-cara mengatur pencahayaan, mengetahui cara pengolahan gambar yang benar, dan semua yang berkaitan dengan fotografi sendiri. Sedangkan fotografi sebagai karya seni mengandung nilai estetika yang mencerminkan pikiran dan perasaan dari fotografer yang ingin menyampaikan 1

2 pesannya melalui gambar atau foto (Sudjojo, 2010: 6). Fotografi bukan hanya persoalan teori tentang bagaimana memotret saja karena akan menghasilkan karya foto yang kaku, dan membosankan. Fotografi harus memadukan antara teknik memotret dan juga seni memotret agar hasil yang ditangkap oleh kamera akan terlihat lebih indah dan berseni. Jika dalam seni lukis menggunakan tinta dan kuas, dalam fotografi menggunakan cahaya dan kamera. Saat membahas tentang media massa, baik itu media massa cetak, elekronik maupun online, tidak bisa dilepaskan dari unsur fotografi didalamnya lebih spesifik lagi yaitu fotografi jurnalistik. Dengan perkembangan media massa yang pesat memicu setiap orang untuk membuat dan mendapatkan foto yang bagus dari media pilihannya. Meskipun jurnalistik tulis lebih dulu hadir dibandingkan jurnalistik foto namun dalam perkembangannya jurnalistik foto sangatlah cepat. Fungsi foto dalam media cetak bukan hanya sebagai ilustrasi sebuah berita. Namun, penyajian foto dalam surat kabar telah membuat pemberitaan menjadi lebih lengkap, akurat dan menarik, karena foto digunakan untuk menyalurkan ide, berkomunikasi dengan masyarakat, memengaruhi orang lain, hingga menghadirkan kenangan lama. Foto dalam media massa tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap pesan yang ingin disampaikan komunikator, tapi ia merupakan pesan itu sendiri. Sebuah foto yang disajikan dalam surat kabar tidak lepas dari tujuan jurnalistik, yaitu menyebarkan berita seluas-luasnya. Banyak orang yang mendefinisikan bahwa suatu foto yang telah dimuat di sebuah surat kabar atau media massa adalah foto jurnalistik meskipun hanya selembar pas foto seorang dalam berita kehilangan. Tidak semua foto bernilai berita dan tidak semua foto bernilai berita disebut foto jurnalistik, ada beberapa unsur yang harus dimiliki sebuah foto agar bisa disebut sebagai fotografi jurnalistik. Wijaya (2011: 10) mendefinisikan apa yang dimaksud dengan fotografi jurnalistik adalah foto yang bernilai berita atau foto yang menarik bagi pembaca tertentu, dan informasi tersebut disampaikan kepada masyarakat sesingkat mungkin. Definisi oleh Wijaya tesebut menjelaskan bahwa ada pesan tertentu yang terdapat dalam foto sehingga layak untuk disiarkan kepada masyarakat.seorang jurnalis foto hendaklah mampu menggabungkan antara keahlian membuat laporan investigasi dan membedakan dengan penulisan

3 feature.sedangkan menurut Guru Besar Universitas Missouri, Amerika Serikat, AS, Cliff Edom, foto jurnalistik adalah paduan kata (words) dan gambar (pictures). Namunsecara umum, foto jurnalistik merupakan gambar yang dihasilkan lewat proses fotografi untuk menyampaikan suatu pesan, informasi, cerita suatu peristiwa yang menarik bagi publik dan disebarluaskan lewat media massa. Pemuatan sebuah foto di media massa cetak tidak terlepas dari fungsi media cetak. secara umum, fungsi fotografi jurnalistik di media cetak sejalan dengan fungsi pers, seperti yang disampaikan oleh Effendy (1993: 93), yaitu untuk menyiarkan informasi, mendidik, menghibur, dan memengaruhi. Sedangkan Thomas Elliot Berry dalam bukunya Journalism In America an Introductions to The News Mediayang dikutip dari Gani (2013: 60) menyebutkan lima fungsi dasar sebuah foto jurnalistik dalam sebuah surat kabar, yaitu: To communicate the news, yaitu untuk mengkomunikasikan berita. To generate interest, yakni untuk menimbulkan minat. To give another dimension to a news worthy figure, yakni untuk menonjolkan dimensi lain dari orang yang diberitakan. Berita mengenai seseorang bisa mempunyai makna lain ketika disertai dengan foto. To make a brief but important anouncement, yaitu untuk menyingkat berita tanpa mengurangi arti dari berita. Dan To make a page attractive, yakni penghias halaman media cetak sehingga menciptakan ciri tersendiridari sebuah media cetak. Sebagaimana dengan jurnalistik tulis yang mempunyai kode etik untuk mengatur dan membimbing wartawan agar lebih bertanggung jawab menjalankan profesinya yaitu mencari dan menyajikan informasitidak berbeda dengan jurnalistik tulis, jurnalistik foto juga mempunyai kode etik yang mengaturnya.secara sederhana, etika adalah baik buruknya tingkah laku manusia.alex Sobur mendefinisikan etika sebagai nilai-nilai, norma-norma, dan asas-asas moral yang dipakai sebagai pegangan yang umum diterima bagi penentuan baik-buruknya perlaku manusia atau benar-salahnya tindakan manusia sebagai manusia.makna etika ini sejatinya menjadi sebuah batasan bagi setiap individu yang berprofesi sebagai fotografer terutama jurnalis foto untuk

4 membatasi dirinya dari berbagai tindak kecurangan, baik sisi kecurangan dalam pengambil foto, pengeditan foto dan kode etik foto jurnalistik. Dalam kaitannya dengan kegiatan fotografi, etika dapat didefnisikan sebagai peraturan baik dan buruknya tingkah laku fotografer dalam melaksanakan tugas, baik dengan dirinya sendiri, birokrasi, masyarakat maupun dengan lingkungannya. Dengan demikian, ada aturan yang membatasi ruang gerak fotografer dilapangan, terutama batasan yang ditentukan oleh norma, nilai moral dan hati nurani. Jurnalis foto merupakan sebuah profesi dan sebagai sebuah profesi dalam melaksanakan tugasnya jurnalis foto tidak bisa lepas dari aturan yang memandunya. Profesi(Sobur, 2001: 81) mengandung arti suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut adanya: Pengetahuan yang luas, pengabdian untuk kepentingan orang banyak, organisasi atau asosiasi profesi, pengakuan dari masyaakat dan mempunyai kode etik Dengan pengertian dari profesi tersebut, dalam menjalankan profesinya seorang jurnalis foto terikat dengan kode etik yang salah satunya dibuat oleh Pewarta Foto Indonesia (PFI).Kode etik tersebut disahkan pada Kongres II PFI 1 Desember 2007. Pelanggaran kode etik fotografi jurnalistik ini bisa saja dilakukan oleh semua jurnalis foto baik itu jurnalis foto profesional maupun jurnalis amatir.contoh kasus pelangaran kode etik yang pernah terjadi pada kontributor foto lepas (freelance) dari Reuters yang melakukan retouch pada fotonya untuk memberikan kesan dramatis. Kasus lain terkait dengan pelanggaran etika foto jurnalistik adalah kasus yang melibatkan jurnalis foto senior, Bryan Walsky dari LA Time. Bryan menggabungkan dua buah foto mengenai perang Irak menjadi satu untuk mendapatkan hasil foto yang dramatis dan mengirimkannya untuk dimuat di media tempatnya bekerja.namun kejanggalan foto tersebut berhasil ditemukan oleh salah seorang editor yang kemudian membongkar kecurangan yang dilakukan Walsky. Perkembangan media massa yang sangat pesat pada saat ini, memunculkan banyak kantor berita sehat maupun tidak sehat dan kantor berita yang layak untuk dikonsumsi masyarakat maupun tidak. Dengan banyaknya kantor berita saat ini ada banyak pula pelanggaran-pelangaran kode etik baik itu pelanggaran pada

5 koran yang sehat ataupun koran kuning yang tidak terjamah oleh Dewan Pers sehingga koran tersebut bebas dikonsumsi oleh masyarakat. Koran kuning bisa dikatakan jurnalisme kuning (yellow journalism). Menurut Campbell, jurnalisme kuning sebagai surat kabar, majalah, yang memiliki banyak kolom headline di halaman depan dan mencakup berbagai topik, seperti olahraga, dan skandal. Biasanya judul headline menggunakan layout tebal (Liliweri, 2011: 930). Di Indonesia setiap daerah seperti, Jakarta, Bandung, Jogja dan daerahdaerahnya lainnya pasti mempunyai koran kuning yang aktif setiap harinya memberikan berita-berita yang ada pada daerahnya. Begitu juga dengan Kota Medan, Kota Medan mempunyai banyak koran kuning yang aktif seperti Harian Metro 24 dan Harian Pos Metro. Sebuah survei yang dilakukan oleh Roy Morgan Research pada bulan Juni 2013 yang menunjukkan koran Pos Metro rata-rata readership-nya per hari adalah 451.000 orang, hasil tersebut membuat Pos Metro merupakan koran yang paling banyak dibaca di Sumatera Utara. Setidaknya angka ini menunjukkan realita bahwa pembaca koran di Medan khususnya masih menyukai suratkabar dengan tampilan peristiwa dan konten bahasa yang vulgar, sarkas serta jauh dari etika berbahasa Indonesia yang sopan, baik dan benar. Dalam suatu kesempatan, peneliti membaca salah satu terbitan Pos Metro. Pos Metro yang pada awalnya bernama Radar Medan pada saat pertama kali terbit tanggal 1 Januari 2000, namun pada tanggal 1 Oktober 2001 mengganti nama menjadi Pos Metro hingga saat ini. Pos Metro merupakan surat kabar harian yang terbit di Sumatera utara dengan format hukum dan kriminal. Pos Metro sebagai salah satu surat kabar yang cukup dikenal oleh masyarakat kota medan, seharusnya mempunyai wartawan yang mematuhi semua peraturan mengenai pers seperti Undang-undang dan Kode Etik Jurnalistik untuk menjaga kredibilitas harian Pos Metro tersebut. Namun, peneliti menemukan beberapa hal menarik ketika membaca harian Pos Metro edisi 3 Maret 2016. Dalam headline di edisi tersebut, peneliti melihat sebuah foto berita kecelakaan antara dua pengendara sepeda motor. Foto yang ditampilkan tersebut tanpa adanya sensor sehingga kita dapat melihat jelas bagaimana jasad korban kecelakaan tersebut. Menurut peneliti, menampilkan foto sadis tanpa adanya sensor adalah sebuah pelanggaran Kode

6 Etik Jurnalistik, khususnya pasal 4 yang menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Kemudian peneliti juga melihat sebuah berita di Pos Metro edisi 4 Maret 2016.Ada salah satu foto berita pencabulan terhadap seorang anak dibawah umur yang menampilkan identitas anak tersebut tanpa adanya sensor. Menampilkan identitas seseorang korban tindak asusila dibawah umur merupakan suatu bentuk pelanggaran Kode Etik Jurnalistik pasal 5, yang dimana pasal 5 menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Berangkat dari berbagai uraian diatas dan banyaknya pelanggaranpelanggaran kode etik Jurnalistik, peneliti tertarik untuk menganalisis pelanggaran-pelanggaran yang tejadi pada koran kuning yang ada pada koran Harian Pos Metro.Ada banyak pelanggaran-pelanggaran kode etik fotografi jurnalistik seperti kesalahan penulisan captions foto, menampilkan foto vulgar, sadis dan cabul yang tidak terjamah oleh Dewan Pers sehingga masyarakat yang membaca koran tersebut mendapatkan berita yang tidak benar, padahal masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan berita yang benar dari pada jurnalis tulis dan jurnalis foto. Peneliti memilih harian Pos Metro karena mempunyai cukup banyak pembaca dan memiliki banyak foto yang dapat dianalisis. 1.2 Rumusan Masalah Perumusan masalah ini bertujuan untuk upaya membatasi penelitian agar lebih terarah dan tidak terlalu luas namun tetap dalam fokus yang diharapkan dan yang telah ditentukan. Berdasarkan konteks masalah dan uraian diatas, maka fokus masalah yang akan peneliti angkat adalah Analisis Isi Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik pada Foto Jurnalistik Harian Pos Metro. Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

7 1. Penelitian terbatas pada analisis isi pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 dan Pasal 5 pada foto jurnalistik Harian Pos Metro. 2. Penelitian dilakukan dengan menganalisis foto-foto harian Pos Metro terbitan 1 Juli sampai dengan 31 Juli 2016 3. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2016. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui foto-foto berita yang paling sering ditonjolkan atau ditampilkan pada Harian Pos Metro edisi Juni 2016. 2. Mengetahui jumlah foto-foto berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 dan Pasal 5 dalam pemberitaan di harian Pos Metro. 3. Mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, khususnya pada Pasal 4 dan Pasal 5, dalam pemberitaan di harian Pos Metro edisi Juni 2016. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara akademis, penelitian diharapkan mampu memperluas atau menambah khasanah penelitian komunikasi dan sumber bacaan kepada mahasiswa di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 2. Secara teoritis, untuk menerapkan ilmu yang telah diterima peneliti selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU, serta menambah cakrawala dan wawasan peneliti mengenai fotografi jurnalistik 3. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan masukan kepada siapa saja yang tertarik dengan fotografi jurnalistik.