Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS

Bab V Analisa dan Diskusi

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Tinjauan Pustaka. Banjir pada dasarnya adalah surface runoff yang merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. The Hydrologic Cycle

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

Aplikasi Software FLO-2D untuk Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin

DAERAH ALIRAN SUNGAI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY

PEMODELAN DUA DIMENSI ALIRAN BANJIR PADA DAERAH PERKOTAAN TESIS. MOHAMMAD FARID NIM: Program Studi Rekayasa SumberDaya Air

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Perencanaan Sistem Drainase Kebon Agung Kota Surabaya, Jawa Timur

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

SOBEK Hidrodinamik 1D2D (modul 2C)

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

Tahun Penelitian 2005

Modul 3 ANALISA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN SALURAN DRAINASE

BAB III ANALISIS HIDROLOGI

BAB 4 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi

BAB I PENDAHULUAN. penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian terletak di Bandar Lampung dengan objek penelitian DAS Way

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN HIDROLIKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

BAB IV METODE PENELITIAN

ABSTRAK Faris Afif.O,

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

KAJIAN KARAKTERISTIK DAS (Studi Kasus DAS Tempe Sungai Bila Kota Makassar)

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB IV ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK

BAB III METODA ANALISIS

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI

TUGAS AKHIR Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Kemuning Kota Sampang

EVALUASI ASPEK TEKNIS PADA SUB SISTEM PEMATUSAN KEBONAGUNG HULU KOTA SURABAYA. Prisma Yogiswari 1, Alia Damayanti

EVALUASI ASPEK TEKNIS PADA SUB SISTEM PEMATUSAN KEBONAGUNG HULU KOTA SURABAYA. Prisma Yogiswari 1, Alia Damayanti

EVALUASI PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA DENGAN HIDROGRAF METODE ITB, NAKAYASU, SNYDER PADA SUB CATCHEMENT SUNGAI CIUJUNG SERANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan. Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu

NORMALISASI KALI KEMUNING DENGAN CARA PENINGGIAN TANGKIS UNTUK MENGURANGI LUAPAN AIR DI KABUPATEN SAMPANG MADURA JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada

BAB VI P E N U T U P

ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

TUGAS AKHIR. Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya. Tjia An Bing NRP

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Besai yang terletak

BAB IV METODE PENELITIAN

Luas (Ha) L ms (km) h10. aws (%) L c (km) ars (%) h 85 (m) SubDAS. (m)

dilakukan pemeriksaan (validasi) data profil sungai yang tersedia. Untuk mengetahui

PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG

Sungai dan Daerah Aliran Sungai

PENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI

4.6 Perhitungan Debit Perhitungan hidrograf debit banjir periode ulang 100 tahun dengan metode Nakayasu, ditabelkan dalam tabel 4.


BAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari

Gambar 3. 1 Wilayah Sungai Cimanuk (Sumber : Laporan Akhir Supervisi Bendungan Jatigede)

Transkripsi:

Bab IV Hasil dan Analisis IV. Simulasi Banjir Akibat Dam Break IV.. Skenario Model yang dikembangkan dikalibrasikan dengan model yang ada pada jurnal Computation of The Isolated Building Test Case and The Model City Experiment Benchmarks (Soares Frazão S., et. al., 23). Pemilihan jurnal tersebut dikarenakan pada jurnal tersebut dibahas mengenai aliran banjir pada bangunan dimana dilakukan pemodelan baik model fisik maupun model numerik. Pemodelan dilakukan pada kasus sederhana yaitu kasus aliran banjir akibat keruntuhan dam (dam break) yang mengenai suatu bangunan. Model fisik dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil di Universitas Katolik Louvain, Belgia. Model setup yang dilakukan pada studi tersebut seperti terlihat pada. b4.4.8 b3 b b2 64.87 5.2 4. 2.65 Reservoir h =.4 m.7 G6.3 G.65 G3.5 3.6..3 Gate.75 G2.2 G4. G5 Channel h =. m 6.9.8 3.4 35.8 Gambar IV. Model setup untuk kalibrasi IV-

Gambar IV.2 Bentuk grid studi terdahulu Pada studi terdahulu, metoda yang digunakan adalah finite volume dengan ukuran grid 5 cm x 5 cm sehingga bisa menggunakan bentuk grid yang menyesuaikan dengan kemiringan bangunan. Sedangkan pada penelitian ini, digunakan metoda finite difference dimana bentuk grid untuk bangunan miring dengan ukuran grid cm x cm seperti pada gambar IV.3. Gambar IV.3 Model bangunan dengan metoda finite difference Dinding dimodelkan sebagai impervious wall dengan memberikan nilai kecepatan arah tegak lurus dinding sama dengan nol. Kedalaman air dan kecepatan di-monitor di beberapa titik kontrol yaitu G sampai dengan G6. Kedalaman air pada kondisi awal adalah,4 m di hulu dan, m di hilir. Koefisien kekasaran Manning ditetapkan sebesar,. IV-2

IV..2 Hasil dan Analisis Hasil kalibrasi model yang sedang dikembangkan dengan model dari studi terdahulu baik fisik maupun numerik berupa fluktuasi kedalaman dan kecepatan terhadap waktu untuk titik-titik kontrol (G G6) dapat dilihat pada gambar IV.4. h [m],5 u [m/s] 2,5 G - this study G - experiment G - numerical,,5,5 5 5 G - this study G - experiment G - numerical 2 25 3 t [s] -,5 5 5 2 25 t [s] 3 h [m],5 u [m/s] 2,5 2 G2 - this study G2 - experiment G2 - numerical,,5,5 5 5 2 G2 - this study G2 - experiment G2 - numerical 25 t [s] 3,5 5 5 2 25 3 t [s] h [m],5 u [m/s] 2,5 G3 - this study G3 - experiment G3 - numerical,,5,5 5 5 G3 - this study G3 - experiment G3 - numerical 2 25 3 t [s] -,5 5 5 2 25 t [s] 3 IV-3

h [m],5 u [m/s] 2,5 G4 - this study G4 - experiment G4 - numerical,,5,5 5 5 2 G4 - this study G4 - experiment G4 - numerical 25 t [s] 3 5 5 2 25 t [s] 3,5 h [m],5 u [m/s],,5,5 5 5 G5 - this study G5 - experiment G5 - numerical 2 25 3 t [s] -,5 G5 - this study G5 - experiment G5 - numerical 5 5 2 25 3 t [s],4 h [m],3,2, 5 5 2 G6 - this study G6 - experiment G6 - numerical 25 t [s] 3 Gambar IV.4 Hasil kalibrasi di titik-titik kontrol Dari hasil kalibrasi yang telah dilakukan, pada model yang sedang dikembangkan, penurunan muka air di G6 yang terletak di hulu lebih cepat dibandingkan model sebelumnya. Seiring dengan hal tersebut, fluktuasi muka air di titik-titik sebelah hilir dari bendung (G2-G5) pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan model yang lain. Perbedaan yang terjadi disebabkan karena perbedaan metoda pada model seperti yang telah disebutkan sebelumnya di mana pada model yang sedang dikembangkan menggunakan finite difference sedangkan pada model sebelumnya menggunakan finite volume. Walaupun demikian, fluktuasi muka air pada model yang dikembangkan memberikan bentuk yang lebih baik IV-4

dibandingkan dengan model numerik sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan karena diskrit waktu output model sebelumnya tidak sekecil model yang dikembangkan. Secara umum, model yang sedang dikembangkan memberikan hasil kalibrasi yang cukup baik dengan model fisik maupun model numerik dari studi terdahulu. IV.2 Simulasi Aliran Permukaan Akibat Hujan Pada Suatu Lahan Perbandingan model dengan analitik dilakukan untuk melihat apakah hasil output dari model yang dikembangkan sudah sesuai dengan perhitungan analitik. Perbandingan dengan metoda analitik dilakukan adalah: - membandingkan hasil hidrograf model dengan hasil hidrograf menggunakan metoda perhitungan hidrograf sintetik - membandingkan volume genangan yang terjadi pada model dengan volume genangan dari hidrograf yang dihitung secara manual. IV.2. Perbandingan dengan Hidrograf Sintetik Pada simulasi ini, yang akan dibandingkan adalah hidrograf outlet. Hidrograf outlet model yang merupakan hasil output dari program yang menggunakan persamaan gerak aliran St. Venant 2 dimensi dynamic wave, akan dibandingkan dengan hidrograf outlet yang dihitung dengan menggunakan metoda perhitungan hidrograf sintetik yang umum digunakan yaitu metoda Nakayasu. IV.2.. Skenario Simulasi akan dilakukan pada kontur DAS artificial dengan luas 6 x 6 meter yang memiliki sungai dengan lebar 25 meter. Kemiringan lahan dan kemiringan sungai adalah.2. Interval grid sebesar 25 meter. Initial condition ketinggian muka air adalah untuk seluruh DAS (tidak ada base flow). Koefisien manning digunakan.4 di seluruh DAS. Hujan diberikan merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap sebesar 25 mm/jam dengan durasi hujan 5 menit. Lama waktu simulasi adalah 2 detik dengan interval waktu simulasi setiap, detik. IV-5

2 23 2 9 7 5 3 9 7 5 3 2 - -2 - -- 23 2 9 7 5 3 9 7 5 3.5.5 -.5 -.5-2 -.5.5- -.5 -.5- ---.5-2 - -- 2.5.5 -.5 3 5 7 9 3 5 7 9 2 23 -.5-2 -.5.5- -.5 -.5- ---.5 23 2 9 7 5 3 9 7 5 3 Gambar IV.5 Model setup untuk perbandingan dengan metoda empirik IV.2..2 Hasil dan Analisis Hasil perhitungan hidrograf sintetik dengan menggunakan metoda Nakayasu disajikan secara tabelaris pada tabel IV.. IV-6

Tabel IV. Perhitungan hidrograf Nakayasu No Parameter Unit Higrograf Panjang sungai/saluran (L) L =.6 km 2 Luas DAS F DAS =.4 km 2 3 Koef. Pengaliran DAS Cw DAS =.8 4 Time tag (Tg) Tg =.43 jam Syarat : L < 5 km; Tg =,4 +,58L L > 5 km; Tg =,2L,7 5 Satuan waktu hujan (tr) tr =. jam Syarat : tr =,5 tg s.d, tg 6 Peak time (Tp) Tp = tg +,8.tr =.22 jam 7 Parameter hidrograf Parameter alfa ( ) =.5 T,3 =.24,5T,3 =. jam,5t,3 =.32 jam 2,T,3 =.43 jam 8 Curah hujan spesifik (R ) R = mm 9 Debit puncak Qp =.29 m 3 /dt/mm Base flow Qb = m 3 /dt/mm IV-7

HIDROGRAF OUTLET Q (m3/dtk 6 5 4 3 2 25 5 75 25 5 75 2 t (detik) MODEL NAKAYASHU Gambar IV.6 Perbandingan hidrograf hasil model dan Nakayasu Dari simulasi model yang telah dilakukan, hasil output di outlet berupa hidrograf memberikan time base yang mendekati dengan time base yang dibentuk pada hidrograf sintetik dengan menggunakan metoda Nakayasu yaitu sekitar 7 detik. Volume hidrograf yang dihasilkan model juga mendekati volume hidrograf yang dihasilkan dari metoda Nakayasu yaitu 63 m 3 pada model dan 6 m 3 pada Nakayasu. Perbedaan hidrograf antara model dan Nakayasu, terdapat pada puncak hidrograf baik waktu puncak maupun besarannya. Pada model, debit puncak dengan besar 2.794 m 3 /detik terjadi pada t = 6 detik, sedangkan dengan metoda Nakayasu, debit puncak terjadi pada saat t = 9 detik dengan besar 5.2 m 3 /detik. Terjadinya perbedaan pada puncak hidrograf dikarenakan pada metoda Nakayasu, semakin besar proporsi overland flow dibandingkan dengan channel flow, harga debit puncak semakin besar, dan waktu resesi hidrograf semakin pendek. (hidrograf cepat naik dan cepat turun). Sementara itu, semakin kecil proporsi overland flow dibandingkan dengan channel flow, harga debit puncak semakin kecil, dan waktu resesi hidrograf semaikin lama (hidrograf lama naik dan lama turun). IV.2.2 Perbandingan Volume Genangan Hasil Model dengan Volume Genangan dari Hidrograf Sintetik Pada simulasi ini akan dibandingkan volume genangan yang terjadi akibat luapan sungai. Pada model, volume genangan dihitung dengan metoda yang umum IV-8

digunakan untuk menghitung cut/fill. Volume dihitung untuk setiap 4 grid yang berdekatan. Berikut contoh perhitungan volume genangan. A 2 A B B 3 4 Gambar IV.7 Titik-titik grid Untuk menghitung genangan yang terjadi di area grid,2,3 dan 4, diperlukan tinggi genangan dan elevasi dasar di di tiap titik dari hasil pemodelan. Misalkan tinggi genangan dan elevasi dasar untuk tiap titik tersebut adalah sebagai berikut: Tabel IV.2 Tinggi genangan dan elevasi dasar Node Elevasi dasar Tinggi air (m) 2 3 2 4 2 IV-9

.2.8.6.4 Dasar Muka Air.2 2 3 4 5 Gambar IV.8 Potongan AA 3.5 3 2.5 2.5 Dasar Muka Air.5 2 3 4 5 Gambar IV.9 Potongan BB Dengan dx = dy = 5 meter, maka volume genangan di area grid, 2, 3, dan 4 dapat dihitung sebagai berikut: V = (Luas Air BB + Luas Air AA)/2 x interval jarak = (.5 x(+2) x 5 +.5 x () x 5 )/2 x 5 = 25 m 3 IV-

IV.2.2. Skenario Suatu DAS sintetik dimodelkan dengan sebuah sungai yang terletak di tengah. DAS dibuat seluas 6 m x 6 m dengan grid 25 m dan kemiringan lahan arah vertikal dan arah horizontal sama yaitu.2 serta kemiringan sungai sebesar.2. Input hidrograf pada sungai dibuat dengan baseflow sebesar kapasitas sungai. Hal ini dilakukan untuk mempermudah perhitungan genangan yang terjadi akibat luapan sungai. Simulasi dilakukan dalam waktu 5 detik dengan interval waktu setiap detik. 2.5.5.5-2 -.5.5- -.5 2.5.5.5-2 -.5.5- -.5 -.5 - -.5 2 7 3 9 5 S2 S S -.5- ---.5 -.5-- -.5 - -.5 22 9 6 3 7 4 S S9 S7 -.5- ---.5 -.5-- S S4 2.5.5-2 -2-2 22 9 6 3 7 4 S7 S S3 S6 S9 S22-2 - -- -2--.5 -.5 - -.5 S S4 S7 S S3 S6 S9 S22 9 -.5.5- -.5 -.5- ---.5 -.5-- Gambar IV. Model setup perbandingan volume genangan IV.2.2.2 Hasil dan Analisis Hasil pemodelan berupa hidrograf output seperti terlihat pada gambar di bawah. IV-

Hidrograf 8 Q (m3/s 6 4 Q in Q out 2 5 5 2 25 t (s) Gambar IV. Hasil hidrograf untuk perbandingan volume genangan Dari hasil simulasi yang telah dilakukan, genangan maksimum terjadi pada waktu t = 329 detik dengan volume 4689.6 m 3. Volume genangan yang dihitung dari hidrograf input sebesar 49.7 m 3, sedangkan volume genangan yang dihitung dari hidrograf output adalah sebesar 4646.897 m 3. Ketiga volume perhitungan tersebut memiliki nilai yang hampir sama. Perbedaan hasil perhitungan volume genangan hidrograf input dengan hasil perhitungan volume genangan program disebabkan karena pada program volume genangan dihitung menggunakan pendekatan seperti yang telah dijelaskan pada sub bab berikutnya. Perhitungan tersebut menggunakan interpolasi dari potongan grid sebelumnya ke potongan grid setelahnya sehingga genangan yang terletak di antara grid tidak dihitung secara akurat. Sedangkan perbedaan hasil perhitungan volume genangan hidrograf input dengan hasil perhitungan volume genangan hidrograf output disebabkan karena pada program ada batasan wet/dry. Batasan wet/dry ini mengakibatkan air yang berada pada ketinggian minimum dianggap kering sehingga tidak dimasukkan lagi dalam proses perhitungan. Meskipun pada batasan wet/dry ini ketinggian air minimum sangat kecil tetapi proses perhitungan yang sangat banyak menyebabkan kumulatif air sehingga terjadi perbedaan volume genangan yang tidak begitu kecil antara hidrograf input dan hidrograf output. IV-2

IV.3 Simulasi Rambatan Banjir Akibat Debit dari Hulu Pada Saluran Terbuka Pada simulasi ini akan dibandingkan hasil output yang menggunakan persamaan St. Venant dynamic wave dengan persamaan St. Venant kinematic wave. Penyelesaian numerik untuk routing pada metoda kinematic wave dilakukan dengan menggunakan persamaan dasar skema linier(chow, 988): Q t j j+ j+ j i+ i Qi + αβqi+ j x + 2 i+ = j j+ β t Qi+ + Q i + αβ x Q + Q 2 β Pada setiap grid dilakukan perhitungan dengan input berupa hidrograf debit yang berasal dari sebelah hulu titik yang ditinjau. IV.3. Skenario Simulasi dilakukan dengan memodelkan saluran dengan lebar 2 meter dan panjang 25 meter. Saluran diberi kemiringan dasar.2. Jarak antara grid adalah 25 meter. Kondisi awal saluran dianggap kosong. Syarat batas dinding diberikan pada sisi kiri dan kanan saluran. Simulasi dilakukan dengan memberikan input h dan v yang berubah terhadap waktu. Waktu simulasi yaitu selama 35 detik dengan interval. detik. Waktu dan interval yang sama juga digunakan untuk routing kinematik. IV-3

IV.3.2 Hasil dan Analisis Dynamic vs Kinematic Q (m3/s 5 45 4 35 3 25 2 5 5 5 5 2 25 3 35 t (s) Q in Dynamic Kinematik Gambar IV.2 Perbandingan dengan kinematic wave Hasil output berupa hidrograf debit di titik outlet untuk kedua metoda seperti terlihat pada gambar diatas. Debit puncak hasil simulasi adalah sebesar 263.5 m 3 /detik pada waktu t = 87.2 detik dengan volume hidrograf 47548 m 3 sedangkan hasil routing adalah 264 m 3 /detik pada waktu t = 283.5 detik dengan volume hidrograf 6599 m 3. Volume hidrograf input (Q in) adalah sebesar 49479 m 3. Dalam hal ini volume hidrograf output dari hasil routing yang dilakukan dengan menggunakan persamaan dynamic wave sudah mendekati volume input hidrograf, perbedaan yang terjadi dikarenakan batasan wet/dry yang ditetapkan pada program sehingga ada kondisi dimana ketinggian air yang sangat kecil sudah tidak dihitung lagi karena dianggap sudah kering. Sedangkan volume hidrograf output dari hasil routing dengan menggunakan persamaan kinematic wave menunjukkan perbedaan yang cukup besar dengan volume hidrograf input. Volume hidrograf di outlet hasil routing debit dengan metoda kinematic wave lebih besar dibandingkan dengan volume hidrograf input. Hal ini disebabkan persamaan momentum menggunakan asumsi bahwa S o = S f (kemiringan dasar = kemiringan energi). Sehingga untuk kasus aliran dengan kondisi awal saluran kosong, akan terjadi error karena tinggi muka air dianggap rata. IV-4

Energi Muka Air Energi Muka Air Dasar Dasar KINEMATIC DYNAMIC ERROR PADA KINEMATIC Gambar IV.3 Error perhitungan metoda kinematic Untuk mengatasi error volume debit pada metoda kinematic, disarankan untuk menggunakan faktor koreksi (Arno A. K, 26) IV.4 Simulasi Banjir di Perkotaan Pada skenario banjir di perkotaan ini, digunakan kontur artificial. Kontur dilengkapi dengan blok-blok bangunan dan juga saluran. Kontur artificial yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut ini. Type B Type B 6-8 4-6 2-4 Type A Type A 6-8 4-6 2-4 -2 Type B Type B -2 Perspektif Tampak Atas IV-5

6-7 5-6 4-5 3-4 2-3 -2-7 6 5 4 3 2 6-7 5-6 4-5 3-4 2-3 -2 - Potongan Melintang Potongan Memanjang Gambar IV.4 Kontur artificial daerah perkotaan Grid yang digunakan berukuran 84 x 87 dengan interval 25 meter baik dalam arah y maupun arah x (total luas 2 m x 275 m). Terdapat 6 buah blok bangunan dengan tinggi bangunan 3 meter dari permukaan tanah. Blok type A berukuran x (225 meter x 225 meter) dan blok type B berukuran x 5 (75 meter x 35 meter). Jarak antara blok type A dan B adalah grid (225 meter). Lebar saluran adalah 6 grid (25 meter) dengan kedalaman 3 meter dan kemiringan dasar.2. kemiringan lahan.5 ke arah saluran. Nilai kekasaran manning untuk sungai diambil.4. untuk lahan.5 dan untuk bangunan.. Beberapa skenario banjir disimulasikan dengan menggunakan kontur artificial yaitu sebagai berikut: - banjir akibat hujan - banjir akibat debit dari hulu - banjir akibat hujan dan debit dari hulu Masing-masing skenario dibedakan berdasarkan syarat batas (boundary condition) dan syarat awal (initial condition). IV-6

IV.4. Banjir Akibat Hujan IV.4.. Skenario Syarat batas untuk hujan dimasukkan dalam bentuk intensitas terhadap waktu. Intensitas hujan puncak 25 mm/jam, terjadi pada saat t = detik. Hujan berakhir pada saat t = 3 detik. Syarat Batas Intensitas vs Waktu 25 2 I (mm/jam 5 5 5 5 2 25 3 t (detik) Gambar IV.5 Syarat batas hujan IV.4..2 Hasil dan Analisis Hasil pemodelan dari skenario berupa kontur air, vektor kecepatan, dan visual dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. IV-7

IV-8

IV-9

Gambar IV.6 Kontur air skenario IV-2

IV-2

Gambar IV.7 Vektor kecepatan skenario IV-22

IV-23

IV-24

Gambar IV.8 Visual skenario Hasil pemodelan menunjukkan bahwa genangan terjadi di seluruh daerah dikarenakan hujan yang terjadi merata. Dari hasil vektor kecepatan, dapat terlihat air akibat hujan merata tersebut mengalir mengikuti kemiringan lahan yang kemudian masuk ke dalam sungai. Hasil pemodelan juga memperlihatkan karakteristik banjir perkotaan dimana terdapat air yang memerlukan waktu yang lebih lama untuk masuk ke dalam saluran karena terhalang bangunan. IV.4.2 Banjir Akibat Debit dari Hulu IV.4.2. Skenario Syarat batas untuk debit dari dimasukkan dalam bentuk kecepatan terhadap waktu. Kecepatan aliran pada saat saluran penuh diberikan sebagai base flow, sedangkan pada saat banjir berubah linear terhadap waktu dengan puncak 4 m/s pada saat t = 4 menit, berlahan menurun hingga kembali menjadi base flow pada saat t = 5 menit. IV-25

Syarat Batas Kecepatan vs Waktu v (m/detik 6 5 4 3 2 2 4 6 8 t (detik) Base Flow Input Gambar IV.9 Syarat batas input dari hulu IV.4.2.2 Hasil dan Analisis Hasil pemodelan dari skenario 2 berupa kontur air, vektor kecepatan, dan visual dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. IV-26

IV-27

Gambar IV.2 Kontur air skenario 2 IV-28

IV-29

Gambar IV.2 Vektor kecepatan skenario 2 IV-3

IV-3

Gambar IV.22 Visual skenario 2 Dari hasil pemodelan seperti terlihat pada gambar diatas, dapat dilihat pada waktu detik ketinggian air pada hulu saluran sudah mulai mengalami kenaikan. Input dari hulu sungai selama 5 menit terlihat jelas memyebabkan luapan air banjir pada waktu detik. Banjir sudah tampak surut pada waktu 2 detik dan setelah 4 detik, genangan sudah tidak terlihat lagi. IV.4.3 Banjir Akibat Hujan dan Debit dari Hulu IV.4.3. Skenario Pada skenario ini, syarat batas hujan dan debit dari hulu yang telah disebutkan sebelumnya pada skenario dan skenario 2 digabung. IV.4.3.2 Hasil dan Analisis Hasil pemodelan dari skenario 3 berupa kontur air, vektor kecepatan, dan visual dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. IV-32

IV-33

IV-34

Gambar IV.23 Kontur air skenario 3 IV-35

IV-36

Gambar IV.24 Vektor kecepatan skenario 3 IV-37

IV-38

IV-39

Gambar IV.25 Visual skenario 3 Hasil pemodelan memperlihatkan pada waktu detik hujan sudah mengakibatkan terjadinya genangan dan kenaikan muka air di hulu saluran sudah mulai terjadi. Pada waktu 2 detik genangan sudah mulai surut seiring berakhirnya hujan (t = 3 detik) dan debit dari hulu hanya berupa base flow. Skenario ini memperlihatkan masih adanya genangan air pada waktu 8 detik. Kondisi ini tentunya berbeda dengan skenario dan skenario 2 dimana genangan air hampir tidak terlihat lagi pada waktu 6 8 detik. IV.5 Simulasi Aliran Permukaan Akibat Hujan pada DAS Batang Kuranji, Padang Model digunakan untuk melakukan simulasi aliran limpasan permukaan akibat hujan pada studi kasus DAS Batang Kuranji. DAS ini dipilih karena tersedia data hujan dan pengukuran debit yang cukup lengkap. Stasiun curah hujan yang digunakan untuk menghitung debit aliran sungai Batang Kuranji Daerah Korong Gadang ini adalah Stasiun Gunung Nago, Stasiun Batu Busuk, dan Simpang Alai. Data curah hujan harian tersedia dari tahun978 sampai tahun 24. Stasiun pencatatan debit yang digunakan adalah Stasiun Gunung Nago, dengan catatan data data debit yang tersedia dari tahun 985 sampai tahun 24. IV-4

Gambar IV.26 Lokasi Studi Kasus Gambar IV.27 Visualisasi 3D DAS Batang Kuranji IV.5. Skenario Input model berupa kontur topografi dari dari DAS Batang kuranji. Identifikasi sungai sulit dilakukan mengingat daerah yang cukup luas dan kontur perbukitan yang cukup kompleks. Karenanya, simulasi akan dilakukan dengan initial IV-4

condition sungai dalam keadaan kosong. Sehingga hidrograf output hanya hidrograf akibat hujan saja. S45 S37 S29 9 7 25 33 4 49 57 65 73 8 89 97 5 3 2 29 37 45 S2 S3 S5 S97 S89 S8 S73 S65 S57 S49 S4 S33 S25 S7 S9 S 2.-22. 2.-2. 9.-2. 8.-9. 7.-8. 6.-7. 5.-6. 4.-5. 3.-4. 2.-3..-2..-. 9.-. 8.-9. 7.-8. 6.-7. 5.-6. 4.-5. 3.-4. 2.-3..-2..-. Syarat batas dinding Gambar IV.28 Syarat batas DAS Batang Kuranji Karena model yang digunakan adalah model dinamik, maka domain model tidak harus mengikuti catchment dari DAS. Secara otomatis, arah aliran akan mengikuti kontur (adanya suku Z+h). Di punggung bukit, arah aliran akan terbagi menjadi IV-42

dua, ke luar DAS dan masuk ke DAS. Untuk memudahkan analisis, domain model diatur sehingga outlet sungai berada di sekitar node,,,2 dan 2,. Syarat batas bebas ditetapkan pada grid-grid di ujung. Untuk menjaga agar air hujan yang turun di DAS hanya bisa keluar dari sungai, maka syarat batas bebas diganti dengan syarat batas dinding di node-node sekitar outlet sungai pada bagian sekitar outlet sungai. Model disimulasikan dengan interval waktu.5 detik selama waktu simulasi 24 jam (864 detik). Dari data pengukuran debit di sungai Batang Kuranji, maka nilai base flow dari sungai dapat diketahui. Sehingga hidrograf total hasil simulasi dapat diubah menjadi hidrograf total dengan menambahkan nilai base flow. IV.5.2 Hasil dan Analisis Hidrograf hasil simulasi dibandingkan dengan data pengukuran dan juga pendekatan dengan Nakayasu. Hidrograf outlet Kuranji 3 25 Q (m3/detik) 2 5 Model Data Pengukuran Nakayashu 5 Baseflow 4 8 2 6 2 24 t (jam) Gambar IV.29 Hidrograf DAS Batang Kuranji Karena data pengukuran tidak memberikan keterangan mengenai waktu saat dilakukan pengukuran. Maka diasumsikan pengukuran dilakukan pada pukul IV-43

5., pukul. jam 6.. Diasumsikan bahwa pengukuran pada pukul 5. adalah debit puncak akibat hujan yang terjadi. Debit puncak paling besar didapat dari hasil simulasi. Hal ini dikarenakan tidak diperhitungkannya infiltrasi pada suku lateral discharge (rain). IV-44

Bab IV IV. Hasil dan Analisis...IV- Simulasi Banjir Akibat Dam Break...IV- IV.. IV..2 Skenario...IV- Hasil dan Analisis...IV-3 IV.2 Simulasi Aliran Permukaan Akibat Hujan Pada Suatu Lahan...IV-5 IV.2. Perbandingan dengan Hidrograf Sintetik...IV-5 IV.2.2 Perbandingan Volume Genangan Hasil Model dengan Volume Genangan dari Hidrograf Sintetik...IV-8 IV.3 Simulasi Rambatan Banjir Akibat Debit dari Hulu Pada Saluran Terbuka...IV-3 IV.3. IV.3.2 Skenario...IV-3 Hasil dan Analisis...IV-4 IV.4 Simulasi Banjir di Perkotaan...IV-5 IV.4. IV.4.2 IV.4.3 Banjir Akibat Hujan...IV-7 Banjir Akibat Debit dari Hulu...IV-25 Banjir Akibat Hujan dan Debit dari Hulu...IV-32 IV.5 Padang IV-4 Simulasi Aliran Permukaan Akibat Hujan pada DAS Batang Kuranji, IV.5. IV.5.2 Skenario...IV-4 Hasil dan Analisis...IV-43 Gambar IV. Model setup untuk kalibrasi...iv- IV-45

Gambar IV.2 Gambar IV.3 Gambar IV.4 Gambar IV.5 Gambar IV.6 Gambar IV.7 Gambar IV.8 Gambar IV.9 Gambar IV. Gambar IV. Gambar IV.2 Gambar IV.3 Gambar IV.4 Gambar IV.5 Gambar IV.6 Gambar IV.7 Gambar IV.8 Gambar IV.9 Gambar IV.2 Gambar IV.2 Gambar IV.22 Bentuk grid studi terdahulu...iv-2 Model bangunan dengan metoda finite difference...iv-2 Hasil kalibrasi di titik-titik kontrol...iv-4 Model setup untuk perbandingan dengan metoda empirik...iv-6 Perbandingan hidrograf hasil model dan Nakayasu...IV-8 Titik-titik grid...iv-9 Potongan AA...IV- Potongan BB...IV- Model setup perbandingan volume genangan...iv- Hasil hidrograf untuk perbandingan volume genangan...iv-2 Perbandingan dengan kinematic wave...iv-4 Error perhitungan metoda kinematic...iv-5 Kontur artificial daerah perkotaan...iv-6 Syarat batas hujan...iv-7 Kontur air skenario...iv-2 Vektor kecepatan skenario...iv-22 Visual skenario...iv-25 Syarat batas input dari hulu...iv-26 Kontur air skenario 2...IV-28 Vektor kecepatan skenario 2...IV-3 Visual skenario 2...IV-32 IV-46

Gambar IV.23 Gambar IV.24 Gambar IV.25 Gambar IV.26 Gambar IV.27 Gambar IV.28 Gambar IV.29 Kontur air skenario 3...IV-35 Vektor kecepatan skenario 3...IV-37 Visual skenario 3...IV-4 Lokasi Studi Kasus...IV-4 Visualisasi 3D DAS Batang Kuranji...IV-4 Syarat batas DAS Batang Kuranji...IV-42 Hidrograf DAS Batang Kuranji...IV-43 Tabel IV. Tabel IV.2 Perhitungan hidrograf Nakayasu...IV-7 Tinggi genangan dan elevasi dasar...iv-9 IV-47