BAHAN DAN METODE. Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat m diatas

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAHAN DAN METODE. Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 1000

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi

BAHAN DAN METODE. tempat ± 30 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Awal Juli sampai

BAB III METODE. kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial.

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan. yang digunakan adalah benih kacang panjang (Parade),

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. MATERI DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada

III. METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan Percut

BAB III MATERI DAN METODE. sampai panen okra pada Januari 2017 Mei 2017 di lahan percobaan dan

TATA CARA PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2017 di Lahan

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Agroteknologi Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse Jurusan Bioloi Fakultas Sains dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE. Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, terletak dijalan

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan September November 2016.

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksankan di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir,

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

TATA CARA PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. PBSI Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2014 sampai bulan Januari 2015

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

3. METODE DAN PELAKSANAAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Tata Cara penelitian

III. BAHAN DAN METODE

III. MATERI DAN METODE

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. MATERI DAN METODE

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

III. BAHAN DAN METODE

III. MATERI DAN METODE. Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

III. MATERI DAN METODE. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl,

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

BAB 111 BAHAN DAN METODE

BAB III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Lahan Percobaan, di daerah Ketep, kecamatan

III. METODE KEGIATAN TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Selongisor RT 03 RW 15, Desa Batur,

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan kampus Universitas Islam Negeri

III. MATERI DAN METODE. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, selama 3 bulan dimulai dari

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

Transkripsi:

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat 1.250 m diatas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Desember 2009. Bahan dan Alat Bahan bahan yang digunakan antara lain bibit kubis, daun sirsak (Annona muricata L.), daun serai (Andropogon nardius), babadotan (Ageratum conyzoides L.), daun nimba (Azadirachta indica L.) air, deterjen sebagai perekat, pupuk dan insektisida Curacron 500 EC. Alat alat yang dipergunakan antara lain cangkul, meteran, knapsack sprayer (volume 5 liter), gembor, plat, meteran, alat tulis, kalkulator, timbangan, pisau, blender, dan detergen sebagai perekat. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan di lapangan dengan menggunakan Metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) non-faktorial yang terdiri dari 6 perlakuan dan masing masing diulang 4 kali. Adapun perlakuan yang diuji adalah: M0 1 = Kontrol (tanpa perlakuan) M0 2 = Pembanding (insektisida Curacron 500 EC) M1 = Larutan daun sirsak (Annona muricata L.) M2 = Larutan daun babadotan (Ageratum conyzoides L.)

M3 = Larutan daun nimba (Azadirachta indica L.) M4 = Larutan daun serai (Andropogon nardius L.) Model linier dari rancangan yang digunakan adalah: Yij = µ + αi + βj + εij Dimana: Yij = nilai pengamatan dari ulangan ke i dengan perlakuan ke j µ = nilai tengah umum αi = pengaruh ulangan ke-i βj = pengaruh dari perlakuan ke-j εij = galat percobaan dalam unit percobaan ulangan ke-i yang mendapat perlakuan ke-j Jika analisis sidik ragam menunjukkan beda nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (DMRT) (Bangun, 1991). Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Lahan Lahan dibersihkan dari gulma dan sisa sisa tanaman dengan menggunakan babat kemudian dikumpulkan dan dibakar. Tanah dicangkul sedalam 30-40 cm lalu dilakukan pengapuran dan dibiarkan selama 3-4 hari supaya mendapat sinar matahari, kemudian tanah dicangkul kembali sampai tanah homogen sambil dibersihkan dari sisa akar gulma maupun tanaman. selanjutnya tanah diratakan dan dibuat plot plot dengan ukuran 3 m x 3,6 m sebanyak 24 plot, kemudian dibuat lubang tanam dan dimasukkan pupuk kandang sekitar 19 ton/ha, pupuk N 370 kg/ha, pupuk P 85 kg/ha dan pupuk K 480 kg/ha ditutup tipis dengan tanah dan dibiarkan selama 1 minggu.

Pembibitan Terlebih dahulu bibit kubis disemai, setelah disemai siram persemaian dengan hati-hati sehingga tidak merusak bibit yang telah disemai rapi. Setelah bibit berumur 3 minggu dapat dipindahkan ke pertanaman. Penanaman Setelah bibit kubis berumur 3 minggu dipembibitan maka sudah siap dipindahkan ke pertanaman. Jarak tanam 60 cm x 60 cm dengan bentuk segi empat. Diambil bibit dari persemaian diusahakan akar serabut tidak banyak yang rusak. Tanam bibit tersebut sedalam leher akar, akar serabut diatur dalam keadaan tersebar, sedang akar tunggang dimasukkan ke lubang dalam keadaan tegak lurus. Tutup lubang dengan tanah halus, lalu tekan pelan pelan tanah sekitarnya usahakan tanaman dalam posisi tegak lurus. Pemeliharaan Jika hujan tidak turun setelah tanam maka dilakukan penyiraman sampai tanaman tumbuh, penyiraman dilakukan setiap sore hari. Bila ada bibit yang mati atau pertumbuhannya kurang baik maka dilakukan penyulaman. Penyulaman tidak boleh lebih dari 10 hari, karena jika lebih maka pertumbuhan menjadi kurang seragam. Saat tanaman berumur 25 hst dilakukan pemupukan susulan dengan dosis ½ pemupukan awal. Ditentukan tanaman sample sebanyak 120 tanaman untuk diamati setiap satu minggu sekali. Pembuatan Larutan Insektisida Nabati Bagian yang segar (daun) dicuci untuk membersihkan dari kotoran yang melekat kemudian diblender sebanyak 100 g setelah diblender ditambah 1 liter air

dan disaring agar tidak terdapat kotoran yang menyumbat nozel atau sprayer. Larutan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki knapsack untuk segera diaplikasikan dengan volume larutan sebanyak 400 l/ha. Aplikasi dilakukan 30 hst dengan interval waktu 1 minggu sekali. Waktu aplikasi pada pagi hari pukul 07.30 pagi (Mulyaman, dkk, 2000). Pemanenan Panen dilakukan apabila krop telah menjadi keras, bisa dirasakan dengan memegang atau menekan kepala kubis tersebut. Lalu potong krop dengan menggunakan pisau yang tajam. Dalam pemanenan ini harus hati hati karena kubis ini sangat mudah rusak. Setelah dipanen dipisah antara kubis yang bagus dan yang kurang bagus untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Peubah Amatan Jumlah Populasi Pengamatan jumlah populasi dilakukan dengan cara mengamati setiap daun pada 120 tanaman sample dengan gejala serangan hama P.xylostella L. yang menyerang tanaman kubis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan populasi hama. Dilakukan satu hari sebelum aplikasi setiap 1 minggu sekali sejak tanaman berumur 29 hst. Pengamatan jumlah populasi dilakukan dengan cara mengamati setiap krop pada 120 tanaman sample dengan gejala serangan hama C. binotalis Zell. yang menyerang tanaman kubis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan populasi hama. Dilakukan satu hari sebelum aplikasi setiap 1 minggu sekali sejak tanaman mulai membentuk krop.

Persentase Serangan Persentase serangan dihitung dengan cara menghitung 120 jumlah tanaman sample yang terserang dan membagikannya dengan jumlah seluruh tanaman dan dikalikan 100%. Pengamatan dilakukan satu hari sebelum aplikasi setiap minggunya. Persentase serangan ini dapat dihitung dengan rumus: P = a 100% a + b Keterangan: P = persentase serangan (%) a = jumlah tanaman yang terserang b = jumlah tanaman yang tidak terserang (Dirjen Pangan, 1999). Produksi Produksi dihitung dengan menghitung berat crop tanaman kubis/ plot lalu dikonversikan ke ton dan hektar (ha). Keterangan: Y=produksi dalam ton/ha X=produksi dalam kg/plot L=luas plot (m 2 ) (Sudarmono dan Sudarsono, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter yang diamati selama penelitian ini adalah jumlah populasi, persentase serangan dari hama P.xylostella L.dan C.binotalis Zell., serta produksi. Hasil yang diperoleh selama penelitian ini adalah sebagai berikut: Jumlah Populasi P.xylostella L. Data pengamatan jumlah populasi P.xylostella L. dari pengamatan pertama sampai pengamatan kedelapan dan daftar sidik ragamnya masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 2,3,4,5,6,7,8,9. Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan jumlah populasi pada lampiran dapat dilihat pada Table 1. Tabel 1. Rataan Populasi P.xylostella L. pada pengamatan 29(I), 36(II), 43(III), 50(IV),57(V),64(VI),71(VII), dan 78(VIII) hst. Perlakua n Pengamatan I II III IV V VI VII VIII MO1 2.25 5.25a 7.5a 14.5a 13.5a 12.5a 11.75a 7.25a MO2 2.25 1.25b 2c 5d 4.5c 2.5c 1c 0.5d M1 2 1.5b 4.25b 9.5b 8.5b 8d 6.25b 3.75b M2 1.5 2.5b 5.5a 11b 10b 9.5b 7.75b 5b M3 0.5 1.5b 3.75b 8.75c 8.75b 6.75c 5.75b 2c M4 0.5 3a 6.25a 12.5a 11.5a 10.25b 8b 6.25a Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan. Dari Table 1 dapat dilihat bahwa pada pengamatan kedua sampai keempat terjadi peningkatan populasi. Hal ini disebabkan karena pada saat pengamatan pertama sebelum dilakukan pengaplikasian insektisida nabati populasi dari hama P.xylostella sudah terdapat di tanaman sehingga sehingga sudah sulit dalam pengendaliannya.

Dari Table 1 dapat hilihat bahwa insektisida nabati yang paling efektiv untuk mengendalikan P.xylostella adalah larutan daun nimba (M3) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (MO1) tanpa perlakuan karena memiliki notasi yang berbeda nyata. Selain itu jika larutan daun nimbi (M3) dibandingkan dengan insektisida nabati lain yang digunakan antara lain larutan daun sirsak (M1), larutan daun babadotan (M2) dan larutan daun serai (M4) juga terdapat notasi yang berbeda nyata dimana larutan daun nimba lebih efektif untuk mengendalikan P.xylostella. Hal ini disebabkab karena insektisida nabati bersifat spesifik dalam mengendalikan hama tertentu dilapangan sehingga diantara insektisida nabati yang digunakan larutan daun nimba yang paling spesifik untuk mengendalikan P.xylostella. Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan Mulyaman,dkk (2000) yang menyatakan bahwa keunggulan lain yang dimiliki oleh pestisida nabati dibandingkan dengan pestisida kimiawi antara lain tidak menimbulkan pencemaran, lebih bersifat spesifik, residunya relatif pendek, mudah terurai di alam, dan kemungkinan OPT tidak mudah berkembang. Dari Tabel 1. dapat dilihat juga bahwa larutan daun nimba (M3) jika dibandingkan dengan insektisida kimia terdapat notasi yang berbeda nyata. Penggunaan insektisida kimia masih lebih efektiv dalam mengendalikan hama P.xylostella di lapangan. Akan tetapi jika dilihat dari dampak negatif penggunaan insektisida kimia yang berlebihan bagi lingkungan dan tanaman, sehingga penggunaan insektisida nabati dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan insektisida kimia di lapangan. Sehingga pengendalian terhadap terhadap organism pengganggu tanaman dilapangan tidak hanya menggunakan insektisida kimia yang berlebihan.

Tingkat jumlah populasi P.xylostella selama penelitian dengan tingkat perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 16. 16 14 Jumlah Populasi (ekor) 12 10 8 6 4 2 0 I II III IV V VI VII VIII Pengamatan MO1 MO2 M1 M2 M3 M4 Gambar 16. Histogram jumlah populasi (ekor) P.xylostella dengan beberapa tingkat perlakuan. Jumlah Populasi C. binotalis Zell. Data pengamatan jumlah populasi C. binotalis Zell. dari pengamatan pertama sampai pengamatan keenam dan daftar sidik ragamnya masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 10, 11, 12, 13, 14, 15. Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan jumlah populasi dapat dilihat pada Tabel 2. Table 2. Rataan jumlah populasi C. binotalis Zell. pada pertanaman kubis pengamatan 43(I), 50(II), 57(III), 64(IV), 71(V), 78(VI) hst. Perlakuan Pengamatan I II III IV V VI MO1 2 2.5 18a 16.5a 25.5a 19.5a MO2 0 0 0 0 3.25b 1.5b M1 0 0 9b 9.25a 18.75a 13.25a M2 0 0 0 2.5b 6.75b 2.75b M3 0 0 0 4.75a 7.25b 3b M4 0 2 5.25b 8a 18.5a 9.5a Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

Dari Table 2 dapat dilihat bahwa insektisida nabati yang paling efektiv untuk mengendalikan C.binotalis adalah larutan daun babadotan (M2) dan larutan daun nimba (M3) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (MO1) tanpa perlakuan karena memiliki notasi yang berbeda nyata. Dibandingkan dengan insektisida nabati lain yang digunakan antara lain larutan daun sirsak (M1), dan larutan daun serai (M4) juga terdapat notasi yang berbeda nyata dimana larutan daun babadotan (M2) dan larutan daun nimbi (M3) lebih efektif untuk mengendalikan C.binotalis. Hal ini disebabkan karena insektisida nabati mampu membasmi atau mengusir hama di lapangan sesuai dengan spesifik insektisida nabati itu untuk mengendalikan hama sasaran tertentu. Karena setiap insektisida nabati memiliki kandungan zat tertentu yang berperan sebagai pestisida yang memiliki cara kerja yang berbeda beda. Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan Suryaningsih dan Hadisoeganda (2004) yang menyatakan bahwa cara kerja (mode of action) pestisida nabati dapat sebagai biotaksis (beracun), pencegah makan (antifeedant/feeding deterrent), penolak (repellent) atau pengganggu alami. Dari Tabel 1. dapat dilihat juga bahwa larutan daun babadotan (M2) dan larutan daun nimba (M3) jika dibandingkan dengan insektisida kimia terdapat notasi yang berbeda nyata. Penggunaan insektisida kimia masih lebih efektiv dalam mengendalikan hama C.binotalis di lapangan. Insektisida nabati ini belum dapat digunakan sebagai satu-satunya alternatif untuk mengendalikan hama C.binotalis di lapangan akan tetapi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk dapat mengurangi pemakaian insektisida kimia yang sering digunakan berlebihan di lapangan dan mengurangi efek negatif yang ditimbulkannya bagi lingkungan dan mahkluk hidup.

Tingkat jumlah populasi C.binotalis selama penelitian dengan tingkat perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 17. 30 Jumlah Populasi (ekor) 25 20 15 10 5 0 I II III IV V VI Pengamatan MO1 MO2 M1 M2 M3 M4 Gambar 17. Histogram jumlah populasi (ekor) C.binotalis dengan beberapa tingkat perlakuan. Persentase Serangan P.xylostella L. Data pngamatan persentase serangan P.xylostella L. dari pengamatan pertama sampai pengamatan kedelapan dan daftar sidik ragamnya masing-masing dapt dilihat pada Lampiran 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23. Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan persentase serangan pada lampiran dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Persentase Serangan P.xylostella L. pada pengamatan 29(I), 36(II), 43(III), 50(IV), 57(V), 64(VI), 71(VII), dan 78(VIII) hst. Perlakuan Pengamatan I II III IV V VI VII VIII MO1 10 40a 50a 75a 90a 80a 75a 55a MO2 15 10b 5b 10d 15c 10c 10c 5d M1 10 5b 30a 45b 50b 45b 40b 25b M2 0 5b 35a 55b 55b 50b 45b 35b M3 0 0 10b 35c 45b 40b 25b 15c M4 0 20a 40a 60a 70a 65a 50a 50a Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa persentase serangan P.xylostella yang terendah terdapat pada parlakuan M3 (larutan daun nimba) memiliki notasi yang berbeda nyata dengan perlakuan MO1 (kontrol). Larutan daun nimbi (M3) dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan insektisida nabati yang lain seperti M1 (larutan daun sirsak), M2 (larutan daun babadotan) dan M4 (larutan daun serai) juga memiliki notasi yang berbeda nyata terhadap persentase serangan dari hama P.xylostella. Sehingga dapat disimpulkan bahwa insektisida nabati yang paling efektif untuk menekan persentase serangan serangan dari P.xylostella adalah larutan daun nimba (M3). Tabel 2 juga menunjukkan bahwa dari pengamatan pertama sampai pengamatan ketiga persentase serangan P.xylostella semakin menurun, tetapi pada pengamatan keempat mulai meningkat dan tertinggi pada pengamatan kelima selanjutnya menurun kembali. Hal ini disebabkan karena populasi hama ini biasanya memiliki tingkat serangan tertinggi pada saat tanaman berumur 6-8 minggu setelah tanam. Akan tetapi populasinya akan menurun jika umur tanaman semakin tua dan krop sudah mengeras. Hal ini sesuai dengan literatur Permadi dan Sastrosiswojo (1993) yang menyatakan bahwa tingkat populasi larva P. xylostella yang tinggi biasanya terjadi pada 6 8 minggu setelah tanam. Tingkat populasi yang tinggi dapat mengakibaatkan kerusakan yang berat pada tanaman kubis.

Tingkat persentase serangan P.xillostella selama penelitian dengan tingkat perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 18. Persentase Serangan (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 I II III IV V VI VII VIII Pengamatan MO1 MO2 M1 M2 M3 M4 Gambar 18. Histogram persentase serangan (%) P.xillostella dengan beberapa tingkat perlakuan. Persentase Serangan C. binotalis Zell. Data pengamatan persentase serangan C. binotalis Zell. dari pengamatan pertama sampai pengamatan keenam dan daftar sidik ragamnya masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 24,25,26,27,28, dan 29. Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan persentase serangan pada lampiran dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Persentase Serangan C. binotalis Zell. pada pertanaman kubis pengamatan 43(I), 50(II), 57(III), 64(IV), 71(V), 78(VI)hst. Perlakuan Pengamatan I II III IV V VI MO1 5 5 30a 35a 50a 35a MO2 0 0 0 0 5b 5b M1 0 0 20a 15a 30a 25a M2 0 0 0 5b 15b 10b M3 0 0 0 5b 15b 10b M4 0 5 10b 15a 30a 15a Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa persentase serangan terendah terdapat pada perlakuan M2 (larutan daun babadotan) dan M3 (larutan daun nimba) memiliki notasi yang berbeda nyata dengan perlakuan MO1 (kontrol) dengan persentase serangan tertinggi. Persentase serangan perlakuan M3 (larutan daun nimba) juga memiliki notasi yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan insektisida nabati yang digunakan pada perlakuan M1 (larutan daun sirsak) dan M4 (larutan daun serai). Maka dapat diketahui bahwa dari beberapa insektisida nabati yang digunakan yang paling efektiv untuk menekan persentase serangan dari hama C.binotalis adalah larutan daun babadotan(m2) dan larutan daun nimbi (M3). Pada Table 4 dapat dilihat bahwa pada pengamatan pertama sampai ketiga jumlah populasi dari hama C. binotalis sangat sedikit ditemukan dan mulai pengamatan keempat terjadi peningkatan hal ini disebabkan karena biasanya hama ini aktif menyerang tanaman kubis berumur 49-85 hst pada saat tanaman kubis mulai membentuk krop. Hal ini sesuai dengan literatur Deptan (2008) yang menyatakan setelah mencapai instar ketiga larva memencar dan menyerang daun bagian lebih dalam menggerek ke dalam krop dan menghancurkan titik tumbuh. Ulat krop dapat menyerang sejak fase awal pra pembentukan krop (0 49) hari setelah tanam (hst) sampai fase pembentukan krop (49-85 hst).

Tingkat persentase serangan C.binotalis selama penelitian dengan tingkat perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 19. 60 Persentase Serangan (%) 50 40 30 20 10 0 I II III IV V VI MO1 MO2 M1 M2 M3 M4 Pengamatan Gambar 19. Histogram persentase serangan (%) C.binotalis dengan beberapa tingkat perlakuan Produksi Data pengamatan produksi dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 30. Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan larutan babadotan dan nimba memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan produksi kubis pada lampiran yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Produksi Krop Kubis (ton/ha). Perlakuan Produksi I MO1 27.77 MO2 49.92 M1 36.80 M2 38.12 M3 40.76 M4 32.84 Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan M3 yaitu 35.64 ton/ha. Produksi terendah terdapat pada perlakuan MO1 yaitu 28.74 ton/ha. Hal ini berarti bahwa pemberian beberapa insektisida nabati memiliki tingkat keefektifan yang berbeda. Dapat dilihat dari pengaplikasian masing-masing insektisida nabati dimana semakin efektif dapat menurunkan jumlah populasi dan persentase serangan sehingga diikuti dengan kehilangan hasil yang semakin kecil. Tingkat hasil produksi selama penelitian dengan tingkat perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 20. 60 Rataan Produksi (ton/ha) 50 40 30 20 10 MO1 MO2 M1 M2 M3 M4 0 I Gambar 20. Histogram Hasil Produksi dengan beberapa tingkat perlakuan Penggunaan insektisida kimia dalam penelitian ini berfungsi sebagai pembanding bagi insektisida nabati, untuk mengetahui seberapa besar keefektifan dari setiap insektisida nabati untuk mengendalikan hama P.xylostella dan C.binotalis. Dari setiap pengamatan diketahui bahwa insektisida kimia itu lebih efektif dari insektisida nabati dapat dilihat dari sedikitnya jumlah populasi dan

persentase serangan hama yang ada pada perlakuan insektisida kimia. Disamping keefektifannya insektisida kimia ini memiliki pengaruh yang kurang baik bagi lingkungan dan mahluk hidup. Penggunaan insektisida nabati dapat bermanfaat untuk mengurangi penggunaan insektisida kimia.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Insektisida nabati yang paling efektif untuk mengendalikan P.xylostella L. adalah larutan daun nimba (M3), dan untuk mengendalikan C.binotalis Zell. adalah larutan babadotan (M2) dan nimba (M3). 2. Jumlah populasi P.xylostella L. tertinggi terdapat pada perlakuan MO1 (kontrol) sebesar 14,5 ekor dan terendah pada perlakuan M3 (larutan nimba) yaitu sebesar 0,5 ekor. 3. Jumlah populasi C.binotalis Zell. tertinggi terdapat pada perlakuan MO1(kontrol) sebesar 25.5 ekor dan terendah pada perlakuan M2 (larutan babadotan) yaitu sebesar 2,5 ekor. 4. Pesentase serangan P.xylostella L. tertinggi terdapat pada perlakuan M01 (kontrol) sebesar 90% dan terendah pada perlakuan M3 (larutan nimba) yaitu sebesar 10%. 5. Persentase serangan C.binotalis Zell. tertinggi pada perlakuan M01 (kontrol) sebesar 50% dan terendah pada perlakuan M2 (larutan babadotan) dan M3 (larutan nimba) sebesar 5%. 6. Hasil produksi yang dihasilkan tertinggi terdapat pada perlakuan M3 (larutan nimba) yaitu 40.76 ton/ha dan terendah terdapat pada perlakuan MO1 (kontrol) yaitu 27.77 ton/ha. Saran Disarankan agar dilakukan pengendalian P.xylostella L. dengan larutan nimba dan untuk C.binotalis Zell. dengan larutan babadotan atau nimba.