BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peserta anak didik pada masa kini tidak hanya mementingkan pada aspek pengetahuannya, melainkan juga pada aspek sikap dan keterampilannya. Khususnya pada keterampilan anak didik, anak didik dituntut untuk mampu berpikir secara kreatif, inovatif, dan mampu menemukan hal hal baru yang belum pernah dibayangkan sebelumnya. Pemerintah melalui Amanat Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal 31 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk itu, pendidikan di Indonesia merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Sesuai dengan Undang Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Poin (1) adalah sebagai berikut : Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara Pemerintah telah menjalankan amanat UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) tersebut dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Penerapan Kurikulum 2013 juga merupakan salah satu tindakan pemerintah untuk mencapai kemajuan bangsa melalui pendidikan. Hal ini didasarkan pada keikutsertaan Indonesia pada forum internasional, seperti Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA), sejak 1
2 tahun 1999 Indonesia memliki peringkat yang cukup rendah dibandingkan dengan negara negara lain. Ironi memang dimana siswa Indonesia merupakan masa masa produktif dan sebagian besar tidak memiliki pola pikir yang cenderung kreatif, inovatif, dan aktif. Dengan adanya Kurikulum 2013 tersebut, seorang guru juga dituntut untuk mampu mengembangkan pola pikir anak yang semula dari Teacher Centered Learning (TCL) menjadi Student Centered Learning (SCL). Perubahan pola pendidikan ini diperlukan agar siswa mampu menemukan secara mandiri pokok pokok pembahasan yang belum mereka ketahui sebelumnya. Kurikulum 2013 juga mengajak siswa untuk selalu membantu setiap teman. Hal ini terlihat pada proses pembelajaran yang diarahkan untuk bekerja secara kelompok. Dengan adanya kerja kelompok ini, siswa akan menjadi lebih mudah memahami ilmu ilmu yang belum mereka pahami dengan bertukar pikiran dengan teman sebayanya. Indikator indikator penerapan Kurikulum 2013 pada proses pembelajaran meliputi menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan Kurikulum 2013 Sikap Pengetahuan Keterampilan Menerima nilai Mengingat Mengamati Menanggapi nilai Memahami Menanya Menghargai nilai Menerapkan Mengumpulkan informasi Menghayati nilai Menganalisis Menalar Mengamalkan nilai Mengevaluasi Mengomunikasikan - Mencipta - (Sumber : Salinan Permendikbud No. 104 Tahun 2014) Untuk mengetahui siswa telah melaksanakan semua kegiatan yang diacu pada Kurikulum 2013, ada beberapa indikator yang dapat digunakan. Salah satunya dengan indikator keterampilan proses sains siswa.
3 Menurut Ramli (2011), keterampilan proses sains (KPS) sangat penting bagi siswa, mengingat seluruh pengalaman sains harus menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah yang digunakan bertujuan untuk meningkatkan pengalaman baru bagi siswa dalam mencapai pengetahuan baru. Tanpa metode ilmiah, siswa tidak akan menemui pengetahuan baru secara komprehensif. Selain itu, kemampuan proses sains membantu siswa untuk mampu menalar dengan jeli bagaimana sains tersebut berada sekaligus menjawab tantangan zaman di tengah era globalisasi saat ini. Keterampilan proses sains memiliki dua tipe, yaitu Keterampilan Proses Dasar dan Keterampilan Proses Terpadu. Keterampilan Proses Dasar mempunyai klasifikasi sebagai berikut : pengamatan, pengukuran, menyimpulkan, meramalkan, menggolongkan, dan mengkomunikasikan. Sedangkan Keterampilan Proses Terpadu meliputi pengontrolan variabel, interpretasi data, perumusan hipotesis, pendefinisian variabel secara operasional, dan merancang eksperimen. Untuk sekolah dasar dan menengah, keterampilan proses sains yang cocok adalah keterampilan proses sains dasar. Hal ini dikarenakan siswa belum memiliki cukup ilmu untuk mengembangkan potensi dan bekerja secara metode ilmiah dengan menggunakan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses sains siswa dapat dibantu dengan berbagai model pembelajaran berbasis masalah. Salah satu model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran problem posing. Problem posing merupakan model pembelajaran berbasis masalah yang dimana menuntut siswa untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang ada dengan bantuan pembentukan atau pengajuan soal berdasarkan informasi dan situasi yang diberikan (Herawati, 2010). Model pembelajaran Problem Posing akan menumbuhkan keaktifan siswa dalam mencapai suatu permasalahan yang harus dijawab, dan juga dapat mengembangkan kemampuan proses sains seperti pada indikator yang telah disebutkan di atas. Model pembelajaran Problem Posing ini sangat cocok untuk mata pelajaran yang memiliki dasar matematika (Ghufroni, 2013). Dalam ilmu kimia, materi yang memiliki dasar matematika adalah Stoikiometri.
4 Materi stoikiometri adalah materi yang paling dasar dalam hal perhitungan kimia. Materi ini ibarat jantung bagi penerapan ilmu kimia lainnya, terutama materi yang memiliki konsep perhitungan semua seperti laju reaksi, kesetimbangan kimia, dan lain lain. Materi stoikiometri pada kurikulum 2013 merupakan materi yang sangat kompleks. Hal ini terlihat dari beberapa pokok materi seperti konsep mol dan perhitungan kimia. Dengan banyaknya materi tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa materi stoikiometri pada kurikulum 2013 dianggap sebagai materi kimia yang cukup sulit dipahami oleh siswa. SMA Negeri 1 Sukoharjo merupakan salah satu sekolah permodelan Kurikulum 2013 dimana semua kelas telah diterapkan sistem kurikulum 2013. Dalam penerapannya, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran Kimia di SMA Negeri 1 Sukoharjo sebesar 75. Apabila siswa yang mengikuti mata pelajaran Kimia ingin lulus, maka wajib hukumnya untuk memperoleh nilai minimal 75. Sebaliknya, apabila siswa memperoleh nilai dibawah KKM dianggap tidak lulus dan harus mengikuti program remidial. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah, khususnya guru, pada materi stoikiometri pada tahun ajaran 2014/2015 kurang begitu memuaskan. Hal ini terlihat dari nilai pengetahuannya yang persentase ketuntasan siswanya kurang dari 75%. Adapun nilai rata rata kelas dan persentase ketuntasan siswa dalam materi stoikiometri ditunjukkan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Persentase Ketuntasan Siswa dalam Materi Stoikiometri Kelas X IPA 1 sampai X IPA 4 Tahun Ajaran 2014/2015 Kelas Nilai Rata Rata Kelas Ketuntasan Siswa (%) X IPA 1 76,05 65 X IPA 2 75,23 50 X IPA 3 75,62 62,1 X IPA 4 80,51 73,86 (Sumber : Dokumentasi SMA Negeri 1 Sukoharjo)
5 Model yang digunakan di kelas pada guru yang bersangkutan cenderung monoton dan sedikit membosankan siswa. Untuk itu, perlu adanya suatu inovasi keterbaruan cara atau metode pembelajaran pada siswa. Materi stoikiometri memang cenderung membosankan karena materi yang sangat kompleks tersebut. Upaya peningkatan tersebut dapat digunakan dengan berbagai inovasi dan berbantuan teknologi pembelajaran yang sudah disediakan oleh pihak sekolah. Hampir setiap kelas memiliki fasilitas LCD dan Proyektor. Bantuan teknologi ini bisa membantu guru untuk menciptakan media pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan bagi siswa dalam mendalami ilmu kimia dasar, khususnya stoikiometri. Karena yang dilihat biasanya berasal dari aspek pengetahuannya, maka diperlukan media yang mampu mendongkrak prestasi belajar siswa. Media yang baik akan mendorong siswa untuk mau berorientasi prestasi yang tinggi. Inovasi media yang cocok untuk materi stoikiometri adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS mampu membantu siswa untuk menemukan serta mengembangkan konsep matematika, dan mempermudah kegiatan pembelajaran yang mampu meningkatkan interaksi yang efektif antara siswa dengan guru sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam peningkatan prestasi belajar (Mariani, 2013). Materi stoikiometri merupakan materi yang penting dalam pembelajaran kimia selanjutnya. Selain itu, stoikiometri merupakan konsep kimia yang lebih banyak melibatkan proses perhitungan matematis, sehingga diperlukan model pembelajaran yang efektif dan efisien membantu siswa memahami materi tersebut. Model yang relevan untuk materi ini adalah model pembelajaran Problem Posing berdasarkan penelitian penelitian sebelumnya. Pada materi stoikiometri pula mengandung unsur keterampilan proses sains siswa dimana pada kerangka materi berurutan dan berkesinambungan. Berdasarkan pengamatan yang ada pada kelas X MIA 6, siswa disana cenderung kurang aktif dibandingkan dengan kelas kelas lainnya. Pada kelas tersebut siswa kurang terlibat dalam membangun konstruksi pemahaman konsep
6 kimia. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1.3 tentang Hasil Ujian Akhir Semester (UAS) Ganjil kemarin. Kelas X MIA 6 mendapat nilai rata rata kelas terendah. Tabel 1.3. Hasil Rata Rata Nilai Ujian Akhir Semester Ganjil SMA Negeri 1 Sukoharjo Ketuntasan Kelas Nilai KKM Siswa Nilai Rata Rata (%) X MIA 5 75 61 81,06 X MIA 6 75 58 79,69 X MIA 7 75 62 82,24 (Sumber : Dokumentasi Nilai UAS Semester Ganjil SMA Negeri 1 Sukoharjo) Untuk mempelajari materi stoikiometri, juga diperlukan suatu pendekatan keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains ini akan membantu menilai sejauh mana pemahaman siswa terhadap keseluruhan materi stoikiometri. Dengan beberapa indikator seperti mengamati, mengomunikasikan, mengklasifikasi, mengajukan pertanyaan, memprediksi, menafsirkan data, menerapkan konsep, dan membentuk hipotesis, siswa diharapkan dapat menguasai pemahaman konsep stoikiometri. Namun, berdasarkan hasil pratindakan yang dilakukan pada hari Selasa, tanggal 15 Maret 2016 menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kriteria Keterampilan Proses Tinggi masih di bawah 75%. Dari 40 siswa Kelas X MIA 6 SMA Negeri 1 Sukoharjo, hanya 26 siswa yang memiliki kriteria Keterampilan Proses Sains Tinggi. Jika dipersentasekan hanya memperoleh 65%. Tentu saja hal ini perlu diperhatikan mengingat pentingnya keterampilan proses sains dalam pemahaman siswa mengenai keseluruhan materi ini. Dari data ini memperkuat bahwa keterampilan proses sains siswa Kelas X MIA 6 SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015 / 2016 perlu diberi perhatian lebih. Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar dan keterampilan proses sains siswa pada materi stoikiometri. Dengan menerapkan model
7 pembelajaran Problem Posing diharapkan mampu memberikan solusi permasalahan pada materi stoikiometri kelas X MIA 6. Judul penelitian yang diangkat adalah Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing dilengkapi Media Pembelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Stoikiometri Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015 / 2016. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas ditemukan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah penerapan model pembelajaran Problem Posing dilengkapi media pembelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi Stoikiometri? 2. Apakah penerapan model pembelajaran Problem Posing dilengkapi media pembelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS) dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi Stoikiometri? C. Tujuan Penelitian Dari uraian rumusan masalah, maka tujuan penelitian kali ini adalah : 1. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Problem Posing dilengkapi media pembelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi Stoikiometri. 2. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Problem Posing dilengkapi media pembelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi stoikiometri. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Sebagai sarana pemberian informasi terkait penerapan model pembelajaran Problem Posing dilengkapi media pembelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS) pada materi Stoikiometri.
8 2. Manfaat Praktis a. Siswa dapat melatih dan mengembangkan prestasi belajar dan kemampuan proses sains dengan menjawab berbagai masalah yang dihadapi siswa. b. Guru dapat termotivasi untuk menerapkan model pembelajaran Problem Posing dilengkapi media pembelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai inovasi pembelajaran yang diterapkan di kelas. c. Peneliti dapat memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan model pembelajaran Problem Posing dilengkapi media pembelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS). d. Peneliti lain dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai pedoman dan acuan untuk mengembangkan penelitian yang temanya sama maupun berbeda.