BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang. tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cerebral palsy (CP). CP merupakan gangguan kontrol terhadap fungsi motorik

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gangguan Neuromuskular

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju

CEREBRAL PALSY DEFINISI KLASIFIKASI KLINIS

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik dan postur tubuh yang disebabkan oleh. gangguan perkembangan otak sejak dalam kandungan atau di masa

SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor

Kejang Pada Neonatus

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Cerebral Palsy (CP) adalah suatu kelainan gerak dan. kerusakan atau gangguan disel-sel motorik pada susunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus

PENGARUH MOBILISASI TRUNK TERHADAP PENURUNAN SPASTISITAS PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI

BAB I PENDAHULUAN. progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat. maturasi serebral (Mahdalena, Shella. 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB I PENDAHULUAN. menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai akibat. dalam kelompok CP (Hinchcliffe, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. serebelum sehingga menyebabkan keterbatasan aktivitas. 1, 2

Topografi: Letak gangguan di otak Etiologi: Penyebab dan saat terjadinya gangguan

BAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan suatu anugerah yang Tuhan berikan untuk orangtua.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Brain Development in Infant Born with Small for Gestational Age

Dr. Soeroyo Machfudz, Sp.A(K), MPH Sub.bag Tumbuh Kembang/Ped. Sosial INSKA RS. Hermina / Bag. IKA FK-UII Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal sesuai usianya, baik sehat secara fisik, mental,

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT CEREBRAL PALSY. Disusun Oleh: Yessi Pratiwi Okviani

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada ketidakmampuan untuk mengendalikan fungsi motorik, postur/ sikap dan

LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL. Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto

Small for Gestational Age: What We Have Worried about?

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan. Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan

BAB I PENDAHULUAN. maupun pada anak dengan hambatan tumbuh kembang. Pembangunan. tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

CEREBRAL PALSY DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA Darto Saharso Kelompok studi neuro-developmental Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr.

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah cerebral palsy (CP). CP merupakan kelainan atau

Rehabilitasi pada perdarahan otak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan merupakan pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, kemampuan, dan kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) DI YPAC SURAKARTA

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS HEMIPARESE POST STROKE NON HEMORAGE DEXTRA DI RSUD SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi diperlukan manusia Indonesia yang berkualitas,

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang secara menyeluruh. Termasuk pembangunan di bidang kesehatan.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa.

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

Karina Eka Ratnasari, Nur Susanti Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

HUBUNGAN RIWAYAT BBLR DENGAN RETARDASI MENTAL DI SLB YPPLB NGAWI Erwin Kurniasih Akademi Keperawatan Pemkab Ngawi

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurfitri Amelia Rahman, 2013

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak adalah kondisi Cerebral Palsy (Rosenbaum, 2007).

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus

BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palsi serebral 2.1.1 Definisi Palsi serebral adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan kelompok penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah buruk pada usia selanjutnya. Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisfer, dan palsy mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian pergerakan tubuh. Jadi, penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat. 11 2.1.2 Etiologi Palsi serebral adalah penyakit dengan berbagai macam penyebab Hal-hal yang diperkirakan sebagai penyebab palsi serebral adalah sebagai berikut : 11-15 a. Prenatal : Penyebab utama palsi serebral pada periode 7 ini adalah

8 malformasi otak kongenital. Sedangkan penyebab lainnya adalah: infeksi intrauterin (infeksi Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes virus dan sifilis), trauma, asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain- lain), toksemia gravidarum, maternal seizure disorder, dan sangat jarang yaitu faktor genetik, kelainan kromosom. b. Perinatal : Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: anoksia / hipoksia yang dialami bayi selama proses kelahiran, trauma (disproporsi sefalopelvik, sectio caesaria), prematuritas, dan hiperbilirubinemia. c. Postnatal : Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: trauma kepala, infeksi (meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan), anoksia, dan luka parut pada otak setelah operasi. 2.1.3 Patofisiologi Patofisiologi dari palsi serebral sangat berkaitan dengan proses perkembangan otak manusia dan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan tersebut. Perkembangan otak manusia dan waktu puncak terjadinya meliputi berikut: 14

9 1. Neurulasi primer Minggu 3-4 kehamilan 2. Perkembangan Prosensefalik Bulan 2-3 kehamilan 3. Proliferasi neuronal Bulan 3-4 kehamilan 4. Migrasi neuronal Bulan 3-5 kehamilan 5. Organisasi Bulan 5 dari kehamilan sampai bertahun-tahun pasca kelahiran 6. Mielinisasi Lahir sampai bertahun-tahun pasca kelahiran Penelitian kohort telah menunjukan peningkatan risiko pada anak yang lahir sedikit prematur atau postterm (42 minggu) dibandingkan dengan anak yang lahir pada 40 minggu. 14 A. Cedera otak atau perkembangan otak abnormal Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi, cedera atau perkembangan abnormal dapat terjadi setiap saat, sehingga presentasi klinis palsi serebral bervariasi (apakah karena kelainan genetik, etiologi toksin atau infeksi, atau insufisiensi vaskular). Misalnya, cedera otak sebelum 19 minggu kehamilan dapat mengakibatkan defisit migrasi neuronal; cedera antara minggu ke-19 dan 34 dapat mengakibatkan leukomalasia periventrikular ( foci nekrosis coagulative pada substantia alba yang berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara minggu ke-34 dan ke-40 dapat mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal. 14 Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung

10 pada berbagai faktor pada saat cedera, termasuk distribusi pembuluh darah ke otak, efisiensi aliran darah otak dan regulasi aliran darah, serta respon biokimia jaringan otak untuk oksigenasi. 14 B. Prematuritas Stres fisik pada bayi prematur dan ketidakmatangan pembuluh darah otak dan otak dapat menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor resiko yang signifikan untuk palsi serebral. Sebelum matur, distribusi sirkulasi janin masih kurang baik, sehingga terjadi hipoperfusi pada substantia alba periventrikular. Hipoperfusi dapat mengakibatkan perdarahan matriks germinal atau leukomalasia periventrikular. Antara minggu ke-19 dan 34 usia kehamilan, daerah substantia alba periventrikular yang berdekatan dengan ventrikel lateral adalah daerah yang paling rentan mengalami cedera. Karena daerah-daerah tersebut membawa serat yang bertanggung jawab atas kontrol motorik dan tonus otot kaki. Cedera ini dapat terjadi dengan manifestasi klinik seperti diplegi spastik (yaitu, kelemahan tungkai, dengan atau tanpa keterlibatan lengan ). 14 C. Periventrikular leukomalasia Ketika lesi lebih besar yang menjangkau daerah saraf descenden dari korteks motor dan melibatkan centrum

11 semiovale dan korona radiata, manifestasi klinik dapat terjadi pada ekstremitas bawah dan atas. Leukomalasia periventrikular umumnya simetris dan menyebabkan cedera iskemik substantia alba pada bayi prematur. Cedera asimetris pada substantia alba periventrikular dapat menghasilkan satu sisi tubuh yang lebih terpengaruh dari yang lain. Hasilnya hampir sama dengan hemiplegi spastik tetapi lebih terlihat sebagai kejang diplegia asimetris. Matriks germinal di daerah periventrikular sangat rentan terhadap cedera hipoksiaiskemik karena lokasinya di zona perbatasan vaskular antara zona akhir arteri striata dan thalamik. 14 D. Perdarahan periventrikular - intraventrikular Banyak ahli telah menentukan berat ringannya perdarahan periventrikular-perdarahan intraventrikular menggunakan sistem klasifikasi, yang pada awalnya dijelaskan oleh Papile dkk pada 19711 sebagai berikut: 14 1. Grade I perdarahan subependimal dan/atau matriks germinal 2. Grade II perdarahan subependimal dengan ekstensi ke dalam ventrikel lateral tanpa pembesaran ventrikel 3. Grade III perdarahan subependimal dengan ekstensi ke dalam ventrikel lateral dengan pembesaran ventrikel 4. Grade IV sebuah perdarahan matriks germinal yang

12 meluas ke parenkim otak yang berdekatan, terlepas dari ada atau tidak adanya perdarahan intraventrikular E. Cedera vaskuler serebral dan hipoperfusi Saat matur, ketika sirkulasi ke otak hampir menyerupai sirkulasi serebral dewasa, cedera pembuluh darah pada saat ini cenderung terjadi paling sering pada distribusi arteri serebral tengah, mengakibatkan palsi serebral tipe spastik hemiplegi. Ganglia basal juga dapat terkena, sehingga terjadi palsi serebral tipe ekstrapiramidal atau diskinetik. 14 2.1.4 Manifestasi klinis dan klasifikasi Hingga saat ini, palsi serebral diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi, yang dibagi dalam empat kategori, yaitu: 11 1. Palsi serebral spastik Merupakan bentuk palsi serebral terbanyak (70-110%). Pada kondisi ini, otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan mengalami kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, ketika penderita berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik ritme berjalan, yang dikenal dengan gait gunting (scissors gait). Anak dengan spastik hemiplegi, dapat disertai tremor hemiparesis. Penderita tidak dapat mengendalikan gerakan

13 tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan yang berat. Palsi serebral spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu: a. Monoplegi: satu ekstremitas saja, biasanya lengan. b. Diplegia: mengenai keempat ekstremitas. Tapi biasanya tungkai lebih berat dari lengan. c. Triplegia: mengenai tiga ekstremitas. Paling banyak mengenai kedua lengan dan satu tungkai. d. Quadriplegia: keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama. e. Hemiplegia: mengenai salah satu sisi dari tubuh. 2. Palsi serebral atetoid Bentuk palsi serebral ini memiliki karakteristik: penderita tidak bisa mengendalikan gerakan menggeliat dan gerakannya lamban. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot dan lidah. Akibatnya, anak tampak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria), palsi serebral atetoid terjadi pada 11-19 % penderita palsi serebral. 3. Palsi serebral ataksid Pada kondisi ini terjadi gangguan dalam fungsi keseimbangan dan koordinasi gerakan. Berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar dan meletakkan kedua

14 kaki dengan posisi saling berjauhan. Penderita juga kesulitan melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis dan mengancingkan baju. Mereka juga gemetaran. 4. Palsi serebral campuran Kondisi ini sering ditemukan pada seorang penderita. Biasanya penderita memiliki lebih dari satu bentuk palsi serebral. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid. Tetapi, kombinasi lainnya juga mungkin dijumpai. Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan dan kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas normal: 16 a. Derajat I Tidak terdapat keterbatasan dalam berjalan. b. Derajat II Berjalan tenpa alat bantu, keterbatasan dalam berjalan di luar rumah dan di lingkungan masyarakat. c. Derajat III Berjalan dengan alat bantu mobilitas, keterbatasan dalam berjalan di luar rumah dan di lingkungan masyarakat. d. Derajat IV Kemampuan bergerak sendiri terbatas, menggunakan alat bantu gerak yang cukup canggih untuk berada di luar rumah dan di lingkungan masyarakat (seperti: kursi roda dan skuter). e. Derajat V Kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun sudah

15 menggunakan alat bantu canggih. 2.1.5 Gejala awal Tanda awal palsi serebral, biasanya terlihat pada usia kurang dari tiga tahun. Orang tua mulai mencurigai ketika fungsi motorik anak tidak normal. Bayi dengan palsi serebral sering mengalami keterlambatan perkembangan, misalnya pada usia enam bulan belum bisa tengkurap. Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot. Penurunan tonus otot/hipotonia membuat bayi tampak lemah dan lemas, kadang floppy. Peningkatan tonus otot/hipertonia membuat bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus, bayi pada periode awal tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang menjadi hipertonia setelah dua sampai tiga bulan pertama. Anakanak palsi serebral dapat pula menunjukan postur abnormal pada satu sisi tubuh. 11 2.1.6 Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh harus dapat menyingkirkan beberapa diferensial diagnosis seperti penyakit degeneratif, tumor medula spinalis, atau distrofi muskularis. Tergantung pada keparahan dan sifat kelainan neurologis. EEG dasar, dan CT scan dindikasikan untuk menentukan lokasi dan luas lesi struktural atau malformasi kongenital yang terkait. Pemeriksaan tambahan dapat mencakup uji pendengaran dan

16 fungsi penglihatan. Karena palsi serebral biasanya disertai dengan spektrum kelainan perkembangan yang luas, pendekatan multidisipliner adalah yang paling penting dalam penilaian dan manajemen anak dengan palsi serebral. 17 2.1.7 Terapi Tujuan utama neurorehabilitasi pada anak dengan palsi serebral adalah untuk mengerti kekuatan dan kelemahan tiap-tiap anak berdasarkan pada kombinasi spesifik gangguan motorik dan gangguan terkait yang ditemukan, serta untuk membangun rencana perawatan komprehensif untuk anak dan keluarga. Tujuan akhir adalah untuk memperoleh tingkat kebebasan tertinggi yang masih mungkin dicapai anak-anak ini di dalam keluarga mereka, kelompok teman sebaya, dan masyarakat yang lebih luas. 18 Terapi fisik dan okupasional sering bermanfaat dalam menangani gangguan motorik. Menempatkan dan menangani anak ini sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk meminimalkan kesulitan dengan postur tubuh, kontrol badan, dan makan. Tendon yang kuat dapat diregangkan dengan latihan pasif dan aktif, sehingga dapat mempertahankan kesegarisan (alignment) tulang, sendi, dan jaringan lunak untuk mencegah kontraktur. Pada kasus yang lebih berat, pembidaian dapat diperlukan untuk mencegah kontraktur pada ekstremitas. Prosedur ortopedik digunakan untuk memperbaiki kontraktur yang tidak memberikan respon terhadap

17 tindakan medis dan untuk membangun kembali keseimbangan motorik di antara kelompok otot yang berlawanan. Tujuan lain terapi fisik dan okupasional adalah untuk meningkatkan kekuatan otot pada otot yang lemah dan untuk menimbulkan pola perkembangan normal. Analisis gaya jalan terkomputerisasi dapat untuk membantu identifikasi kelompok otot spastik spesifik yang mempengaruhi gaya berjalan. 18 Pengobatan sering tidak berhasil dalam mengurangi spastisitas dan mempengaruhi gerakan abnormal. Diazepam meningkatkan penghambatan prasinaptik melalui reseptor benzodiazepin dan dapat mengurangi spastisitas yang berasal dari serebral. Pengobatan ini dapat efektif terutama bagi anak dengan status emosional yang dapat berpengaruh juga pada keparahan spastisitas atau gerakan abnormal, dan bermanfaat juga untuk menghilangkan nyeri akibat spasme. Dantrolene sodium, suatu derivat fenitoin memiliki efek relaksasi langsung pada otot rangka. Dosis awal sebaiknya diberikan 1 mg/kg dua kali sehari dengan peningkatan secara bertahap hingga dicapai hasil yang baik, tetapi dosis total sebaiknya tidak melebihi 110 mg empat kali sehari. Baclofen dapat menurunkan spastisitas tetapi secara umum kurang efektif untuk ensefalopati statik daripada untuk cedera medula spinalis. Dosis obat ini harus disesuaikan secara teliti pada tiap-tiap individu, dimulai dengan 5 mg tiga kali sehari yang ditingkatkan hingga dosis harian total 60 mg. Toksin botulinum bermanfaat

18 dalam pengobatan distonia fokal dan sekarang sedang dievaluasi untuk pengobatan spastisitas yang berasal dari serebral. Serangan kejang sebaiknya ditangani dengan antikonvulsan. 18 Pembedahan dilakukan jika terjadi kontraktur berat dan menyebabkan masalah pergerakan yang parah. Dokter bedah akan mengukur panjang otot dan tendon, menentukan dengan tepat otot mana yang bermasalah. Jika otot yang dibedah tidak tepat, akan menyebabkan masalah baru. Maka, dibutuhkan alat yang bisa menganalisa gait secara tepat. 11 Teknik bedah lain adalah selektif dorsal root rhizotomy. Teknik ini ditujukan untuk menurunkan spastisitas pada otot tungkai, dengan menurunkan jumlah stimulasi yang mencapai otot tungkai melaui syaraf. Dalam prosedur tersebut, dokter berupaya melokalisir dan memilih untuk memotong saraf yang terlalu dominan yang mengendalikan otot tungkai, walaupun disini terdapat kontroversi dalam pelaksanaannya. 11 2.1.8 Prognosis Prognosis palsi serebral, di negeri yang telah maju misalnya Inggris dan Skandinavia, terdapat 20-25% penderita palsi serebral mampu bekerja sebagai buruh penuh dan 30-50% tinggal di institut palsi serebral. Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik; makin banyak gejala penyertanya (retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran)

19 dan makin berat gejala motoriknya, makin buruk prognosisnya. 19 2.1.9 Pencegahan Beberapa penyebab palsi serebral dapat dicegah atau diterapi, sehingga kejadian palsi serebral pun dapat dicegah. 20 Adapun penyebab palsi serebral yang dapat dicegah atau diterapi antara lain: 1. Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat pengaman pada saat duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala saat bersepeda, dan eliminasi kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan, pengamatan optimal selama mandi dan bermain. 20 2. Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir dengan fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfusi tukar. Inkompatibilitas faktor rhesus mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan darah rutin ibu dan bapak. Inkompatibilitas tersebut tidak selalu menimbulkan masalah pada kehamilan pertama, karena secara umum tubuh ibu hamil tersebut belum memproduksi antibodi yang tidak diinginkan hingga saat persalinan. Pada sebagian besar kasus, serum khusus yang diberikan setelah kelahiran dapat mencegah produksi antibodi tersebut. Pada kasus yang jarang, misalnya jika pada ibu hamil antibodi tersebut berkembang selama kehamilan pertama atau produksi antibodi tidak

20 dicegah, maka perlu pengamatan secara cermat perkembangan bayi dan jika perlu dilakukan transfusi ke bayi selama dalam kandungan atau melakukan transfusi tukar setelah lahir. 20 3. Rubella atau campak jerman pada ibu hamil dapat dicegah dengan memberikan imunisasi MMR saat ibu masih kecil. 20 Sebagai tambahan, sangat baik jika kita berpedoman untuk menghasilkan kehamilan yang baik dengan cara asuhan pranatal yang teratur dan nutrisi optimal dan melakukan eliminasi merokok, konsumsi alkohol dan penyalah-gunaan obat. Walaupun semua usaha terbaik yang sudah dilakukan oleh orang tua dan dokter, tetapi masih ada anak yang terlahir dengan palsi serebral, hal tersebut karena sebagian besar kasus palsi serebral tidak diketahui sebabnya. 20 2.2. Pengetahuan 2.2.1 Pengertian pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pada umumnya, sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui indera penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). 21 Tingkatan pengetahuan ada enam yaitu: 21,22,23 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

21 telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang telah dipelajari atau diterima. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap suatu objek dapat menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan terhadap suatu objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi & kondisi yang sebenarnya di dalam kehidupan. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen yang masih ada kaitannya satu sama lain. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai pada tahap analisis adalah apabila seseorang dapat membedakan atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. 5) Sintesis (Synthesis)

22 Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi yaitu kemampuaan untuk melakukan penilaian terhadap objek. Misalnya, pada tahap ini individu dapat menilai seseorang yang terkena palsi serebral melalui tanda, gejala, serta gambaran klinis lainnya. Tingkat pengetahuan dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif sebagai berikut: 22 1) Baik : Hasil presentase 76%-110% 2) Cukup : Hasil presentase 56%-75% 3) Kurang : Hasil presentase kurang dari 56% 2.2.2 Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Faktor internal 1) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke

23 arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. 22 2) Pekerjaan 22 3) Umur Usia adalah umur individu mulai saat dilahirkan. Pada umumnya, seiring bertambahnya usia, seseorang akan lebih matang dalam berpikir, bekerja dan menerima informasi. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya dibandingkan orang yang belum tinggi tingkat kedewasaannya. 22 4) Pengalaman sakit Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi di masa lalu. 24 2. Faktor eksternal 1) Faktor lingkungan Faktor lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar individu dan mempengaruhi perkembangan

24 dan perilaku seseorang. 22 2) Sosial-budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. 22 3) Media massa (sumber informasi) Informasi yang diperoleh dari pendidikan baik formal maupun informal, dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Media massa mempunyai peranan penting sebagai sarana penyampaian informasi karena pesan-pesan yang disampaikan berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. 24 4) Tingkat ekonomi Berdasarkan riset Depkes RI, diketahui bahwa kelompok dengan tingkat ekonomi rendah dan kelompok dengan pengeluaran rumah tangga per kapita yang tinggi memiliki tingkat kesadaran yang rendah dalam mengenali suatu penyakit. 25 Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam menghitung tingkat ekonomi, salah satunya dengan upah minimum kabupaten/ kota (UMK). 26 2.3 Pengetahuan orang tua tentang palsi serebral Pada penelitian yang dilakukan oleh Sunil Karande, dkk. didapatkan bahwa pengetahuan orang tua tentang palsi serebral masih

25 sangat rendah, terutama mengenai definisi, etiologi, dan manajemen terapi pada anak palsi serebral. Rendahnya pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh faktor sosioekonomi dan pendidikan. 7 Edukasi mengenai palsi serebral pada orang tua terutama edukasi mengenai cara pencegahan palsi serebral dengan pemeriksaan antenatal yang baik diharapkan dapat menurunkan angka kejadian palsi serebral pada anak. Selain itu, dengan adanya edukasi tentang gejala dan manajemen terapi yang tepat dari palsi serebral diharapkan seorang anak yang dicurigai memiliki manifestasi ke arah palsi serebral dapat segera dibawa oleh orang tua ke dokter untuk mendapatkan terapi yang tepat sejak awal agar penyakit ini tidak menimbulkan disabilitas yang berat pada anak. 7 2.4. Komunikasi kesehatan Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi interpersonal, maupun komunikasi massa. 27 Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama 20 tahun terakhir. Komunikasi kesehatan didefinisikan secara luas oleh Everret Rogers sebagai segala jenis komunikasi manusia yang berhubungan dengan kesehatan. Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi

26 massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan. 28 Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi langsung, tatap muka antara satu orang dengan orang lain baik perorangan maupun kelompok. komunikasi ini tidak melibatkan kamera, artis, penyiar, atau penulis skenario. Komunikator langsung bertatap muka dengan komunikan, baik secara individual, maupun kelompok. 27 Komunikasi antarpribadi dapat efektif apabila memenuhi tiga hal di bawah ini: 1) Emphaty, yakni menempatkan diri pada kedudukaan orang lain (orang yang diajak berkomunikasi). 2) Respect, terhadap perasaan dan sikap orang lain. 3) Jujur, dalam menanggapi pertanyaan orang lain yang diajak berkomunikasi. 27 Dalam penelitian kali ini, metode penyuluhan kelompok digunakan oleh peneliti sebagai metode komunikasi kesehatan. Kemudian, metode penyuluhan yang digunakan oleh peneliti adalah metode ceramah dengan media proyektor yang berisi slide presentasi dan leaflet. 9 Metode ceramah (preaching method) adalah sebuah metode pengajaran dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada responden yang pada umumnya mengikuti secara pasif. 10 Dengan metode ini pendidik mudah menguasai audiens, selain itu metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah dan untuk peserta yang berjumlah lebih dari 15 orang. 9 Namun, metode ini cenderung membuat peserta didik kurang aktif dan jika terlalu lama dapat

27 membuat jenuh. 10 Metode yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan pretest dan posttest adalah kuesioner. Bila dalam metode wawancara dan pengamatan peneliti berhubungan langsung dengan responden, dengan metode kuesioner, hubungan itu dilakukan melalui media, yaitu daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden. Namun, dalam beberapa pertanyaan terkadang bahasa yang digunakan dalam kuesioner sulit dipahami oleh responden. Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan pula pendampingan secara langsung oleh peneliti kepada responden dalam pengisian kuesioner. 29 Metode kuesioner mempunyai beberapa kelebihan seperti: responden dapat menjawab pertanyaan dengan lebih leluasa tanpa dipengaruhi oleh sikap mental hubungan antara peneliti dan responden, responden dapat memikirkan secara matang sebelum menjawab pertanyaan karena tidak terikat oleh cepatnya waktu yang diberikan kepada responden dalam menjawab pertanyaan sebagaimana dalam wawancara, dan proses analisis data mudah dilakukan karena pertanyaan yang diajukan sama. 29 Selain memiliki kelebihan-kelebihan tersebut, metode kuesioner juga memiliki beberapa kelemahan. Bila peneliti tidak berhadapan muka secara langsung dengan responden, maka kuesioner dapat diisi oleh orang lain. Selain itu, data yang diperoleh hanya terbatas pada pertanyaanpertanyaan yang ada di kuesioner, berbeda dengan metode wawancara dimana peneliti dapat menggali lagi lebih lanjut data-data yang

28 berhubungan dengan pertanyaan wawancara. 29 Dalam pelaksanaan penelitian, selain menggunakan metode kuesioner, untuk mengantisipasi kesulitan dalam menemui responden saat posttest, maka peneliti menggunakan metode wawancara telepon di dalam pengumpulan data. Meningkatnya popularitas wawancara telepon disebabkan oleh kemajuan teknologi, sehingga peneliti dapat langsung berkomunikasi dengan responden tanpa dibatasi ruang dan waktu. 30 Penggunaan wawancara telepon mempunyai beberapa keuntungan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mackman diperoleh bahwa wawancara telepon memiliki beberapa keuntungan, antara lain: data yang diperoleh memiliki kebenaran yang sama dengan wawancara tatap muka, lebih murah dibandingkan dengan wawancara tatap muka dan tidak bersifat intimidasi. 31 Sedangkan, penelitian yang dilakukan oleh Raymond Opnedakker menyatakan bahwa wawancara telepon memiliki jangkauan akses lebih luas daripada wawancara tatap muka. 32 Selain memiliki beberapa keuntungan, wawancara telepon juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari wawancara telepon yaitu peneliti sulit menilai bahasa tubuh responden. Selain itu, peneliti tidak mengetahui situasi di mana responden berada sehingga peneliti mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk menciptakan suasana wawancara yang baik daripada wawancara tatap muka langsung. Responden juga dapat dengan tiba-tiba menghentikan wawancara jika ada keperluan yang lebih mendesak. 32