BAB V HASIL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV LAPORAN PENGUMPULAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. dengan spontanitas dan menyenangkan.sesuatu yang dilakukan anak. orang dewasa (Utami& Sulistyaningrum, 2014, h.59).

Tulisan yang mempunyai pengait kata Alat Permainan edukatif APE kreatif ala TBIF

Mila Harlisa*, Amirul Amalia**, Dadang K***

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga

BAB I PENDAHULUAN. masa peka dalam perkembangan aspek berpikir logis anak. Usia 4-6 tahun

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS ANAK MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF DARI KARDUS BEKAS DI TK GESI I, SRAGEN SKRIPSI

STIMULASI TUMBUH KEMBANG ANAK UNTUK MENCAPAI TUMBUH KEMBANG YANG OPTIMAL

kreatif yang dimiliki oleh anak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

Membangun Kreatifitas dengan Mainan Edukatif 'Building Block'

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah seseorang yang akan menjadi penerus bagi orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.dalam standar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. perlakuan yang diberikan pada anak harus memperhatikan karakteristik pada

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayu Nurmalasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah kunci perubahan karena mendidik adalah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. karakter dan kepribadian anak. Berdasarkan Undang - undang Sistem. Pendidikan Nasional NO.20 Tahun 2003 BAB I ayat 14, menyatakan

Rentang perhatian pada anak pra-sekolah sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya

PENGGUNAAN PERMAINAN BALOK DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK AL KAUSAR

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sepanjang hayat (long life learning). Kegiatan membaca

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa. Peningkatan kualitas SDM, jauh lebih mendesak untuk segera

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan otak diusia balita akan berdampak pada usia dewasanya nanti,

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI

PEMBAHASAN DAN PENYELESAIAN MASALAH. II.1 Mainan Anak Edukatif II.1.1 Definisi Mainan Anak Edukatif

Pengembangan Keterampilan Motorik Halus melalui Menjahit Untuk Anak Usia Dini *

PROGRAM KEGIATAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK * Ika Budi Maryatun, M.Pd (Diadaptasi dari subdit TPA dir.paud, PNF, Kemendiknas)

BAB 1 PENDAHULUAN. desain taman dan desain interior, lukisan, rancangan busana, pahatan, jahitan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah proses pembinaan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

DIRJEN PMPTK DEPDIKNAS.R.I YAYASAN PENGEMBANGAN PEREMPUAN DAN ANAK AMRIHSAE

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dina Febriyanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan diharapkan akan menjadi pelaku dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Usia kanak-kanak yaitu 4-5 tahun anak menerima segala pengaruh yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak dilakukan berbagai kalangan, baik oleh instusi-instusi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. keinginan orang tua untuk memberikan bimbingan belajar kepada anak-anaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak pra sekolah yaitu anak dengan usia 4-6 tahun yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dalam perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BUKU PANDUAN BAGI GURU DALAM MENSTIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 3-4 TAHUN

2016 PENGARUH MED IA PUZZLE KERETA API D ALAM MENYAMBUNGKAN SUKU KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK D OWN SYND ROM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan analisis data yang diperolah selama penelitian dan sesuai

KREATIF LEWAT MENGGUNTING DAN MENEMPEL

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul sehingga nantinya akan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN DI LEMBAGA PAUD ISLAM TERPADU MUTIARA HATI BABAGAN KECAMATAN LASEM KABUPATEN REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

Belajar Sambil Bermain: Metode Mendidik Anak Secara Komunikatif

Lilis Maghfuroh Dosen S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan terutama,

Lilis Maghfuroh Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. mengingat, berpikir, bahasa, sosial emosional dan fisik, sehingga dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah PAUD yang membahas pendidikan untuk anak usia 0-6 tahun.

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan anak karena merupakan masa peka dalam kehidupan anak. Masa

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat di zaman modren saat. Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. tentang sistem pendidikan nasional (2009:69) pasal 1 yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

PELATIHAN PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN ALAT PERMAINAN UNTUK MENSTIMULASI PERKEMBANGAN ANAK USIA 0 3 TAHUN

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual. Aziz Alimul (dalam Erwan: 2005). Definisi anak usia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. lanjut, pendidikan dimulai dari sejak dini hingga akhir kelak. Dalam hal ini

5 Permainan Motorik Halus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk. spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Masa ini dapat disebut juga sebagai The Golden Age atau masa. pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden age)

BAB 1 PENDAHULUAN. Animasi berasal dari kata Animation yang ada dalam kata bahasa inggris to

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun menurut. Undang-Undang Republik Indonesia, dan 0-8 tahun menurut

BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN DAN ANALISIS HASIL

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PEMILIHAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF PADA ANAK USIA DI KOTA PADANG

MAKALAH. 7 Permainan Untuk Meningkatkan Kecerdasan Otak Anak Pada Golden Period. Untuk memenuhi tugas matakuliah. Teknologi Informasi dalam Kebidanan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan sangat cepat, hal ini terlihat dari sikap anak yang terlihat jarang

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sosial dan kebijakan sosial muncul sebagai konsep. baru yang mewarnai konstalasi paradigma pembangunan sebelumnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses membantu mengembangkan dan. yang lebih baik, pendidikan ini berupa pembelajaran.

Manfaat Deteksi Dini. Tumbuh Kembang Anak SERI BACAAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PUSAT ALAT PERMAINAN EDUKATIF. No Gambar Nama Manfaat dan Cara Bermain Harga (Rp) MAINAN KAYU

PERAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI (Studi di PAUD Geger Sunten, Desa Suntenjaya) Iis Nurhayati. STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

Transkripsi:

BAB V HASIL PENELITIAN A. Kesimpulan Per Subjek 1. Subjek 1 a. Peran orangtua dalam bermain dengan anak Subjek selalu bermain dengan anak-anaknya, karena subjek adalah seorang ibu rumah tangga yang sebagian besar waktunya ada di rumah. b. Alat permainan yang diberikan dan kegunaannya Subjek pertama menggunakan balok untuk melatih gerak motorik anak yaitu agar anak bisa menyusun balok-balok tanpa jatuh sampai tinggi, selain itu untuk melatih kognitif anak yaitu dengan mengenalkan bentuk juga warna dan balokbalok tersebut digunakan untuk berhitung. Subjek juga menggunakan botol-botol bekas yang diisi air dan diberi pewarna untuk mengajari anak tentang warna. Tidak hanya tentang warna saja, tapi subjek juga mengajari anak bagaimana cara menuang dari botol satu ke botol lain agar isinya tidak tumpah. Kemudian saat subjek sedang memasak, subjek juga memberikan adonan makanan untuk anakanaknya agar bisa bermain. Selain adonan, subjek juga memberikan hiasan dari makanan tersebut yang terkadang berupa huruf atau angka supaya anak subjek bisa belajar 82

83 perbedaan huruf dan angka. Subjek juga membiarkan anakanaknya berlari-larian supaya gerak motorik kasar anak bisa terlatih. Dengan menggunakan mobil-mobilan subjek juga bisa mengajarkan anak bermain peran, belajar menghitung dan warna. c. Pertimbangan dalam memberikan alat permainan Subjek memberikan alat permainan dengan mempertimbangkan segi keamanan, segi kecocokan dengan usia anak-anaknya, juga permainan yang mendorong anakanaknya untuk bergerak aktif dan juga permainan yang mendidik. d. Pengertian dan informasi tentang APE Menurut subjek APE adalah jenis-jenis permainan yang fungsinya tidak hanya hiburan semata namun juga memiliki fungsi mendidik. Subjek mendapatkan informasi tentang APE dari sosial media seperti instagram. e. Mainan yang digolongkan sebagai APE Mainan-mainan yang dapat dikategorikan sebagai APE menurut subjek adalah mainan-mainan yang fungsinya tidak hanya memberikan kesenangan dan hiburan saja bagi anakanak, tetapi juga berfungsi sebagai media untuk belajar. f. Syarat-syarat APE Syarat APE menurut subjek adalah mainan yang dapat mendidik anak-anaknya. g. Fungsi APE

84 Fungsi APE yang utama adalah sebagai alat belajar untuk anak-anaknya. h. Cara menggunakan APE Subjek memodifikasi permainan yang sudah ada. Sebagai contoh, subjek menggunakan mobil-mobilan untuk mengajari warna, jumlah, bermain peran, dan sebagainya. i. Permainan yang digunakan sudah tergolong APE atau belum Menurut subjek mainan tersebut sudah bisa dikategorikan sebagai APE, karena subjek tahu fungsi dari mainan yang diberikan tersebut, tahu bahan-bahan yang digunakan, dan juga subjek mengetahui dengan pasti kalau mainan tersebut tentunya aman untuk digunakan anak-anaknya. 2. Subjek 2 a. Peran orang tua dalam bermain dengan anak Subjek adalah seorang ibu rumah tangga, dan sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah, sehingga setiap hari subjek pasti bermain dengan anak-anaknya. b. Alat permainan yang diberikan dan kegunaannya Subjek menggunakan balok untuk melatih kognitif anak, yaitu untuk mengenalkan besar kecil kepada anak, logika untuk menyusun balok dimulai dari balok yang berukuran besar terlebih dahulu. Untuk mengenalkan bentuk dan warna subjek menggunakan playdough. Terkadang subjek mengganti playdough dengan adonan kue pada saat subjek sedang

85 membuat kue. Untuk melatih motorik kasar anak subjek membiarkan anak-anaknya berlari-larian dan bermain sepeda. Selain untuk melatih motorik juga untuk melatih sosialisasi anak subjek dengan teman sebayanya. Subjek juga terkadang memberikan anaknya bermain puzzle untuk melatih anak mengenal bentuk dan melatih logika anak untuk dapat memasang-masangkan keping puzzle tersebut. c. Pertimbangan dalam memberikan alat permainan Selain kesesuaian dengan umur, subjek juga mempertimbangkan dari segi bahan apakah bahan dari permainan tersebut aman dan terhindar dari bahan-bahan beracun, juga menyesuaikan dengan jenis kelamin serta mainan-mainan yang tidak mengandung unsur kekerasan. d. Pengertian dan informasi tentang APE APE adalah bentuk permainan yang sifatnya tidak hanya hiburan semata namun juga mendidik. Subjek mendapat informasi tentang APE dari web, instagram dan juga facebook. e. Mainan yang digolongkan sebagai APE Mainan seperti building block, lego, puzzle dan flash card dapat digolongkan sebagai APE karena dari permainanpermainan tersebut ada unsur edukatif. f. Syarat-syarat APE Syarat-syarat APE menurut subjek adalah mainan yang dapat merangsang kreatifitas dan imajinasi anak, merangsang

86 kognitif anak dan untuk melatih kemampuan motorik anak subjek. g. Fungsi APE Fungsi APE menurut subjek yaitu sebagai sarana untuk mendidik anak-anaknya serta untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif anak. h. Cara menggunakan APE Subjek memodifikasi permainan yang sudah ada seperti dengan balok-balok tidak hanya disusun-susun saja tapi juga untuk mengajari bentuk, warna, dan jumlah. i. Permainan yang digunakan sudah tergolong APE atau belum Mainan yang diberikan oleh subjek kepada anaknya sudah bisa dikatakan sebagai alat permainan edukatif karena anbak subjek bisa mendapat nilai eduaktif dari mainan tersebut. 3. Subjek 3 a. Peran orang tua dalam bermain dengan anak Sebagai seorang wiraswasta, subjek menghabiskan sebagian besar waktunya di toko. Saat di toko sedang sepi, subjek akan bermain dengan anaknya, namun jika tokonya ramai maka anak subjek akan bermain dengan karyawankaryawan subjek. b. Alat permainan yang diberikan dan kegunaannya Subjek menggunakan puzzle untuk melatih konsentrasi anak. Subjek menggunakan benda-benda yang ada disekitar

87 namun penggunaannya hanya sebatas untuk mengajarkan jumlah dan warna saja. Dari permainan yang sudah ada subjek menggunakan boneka anaknya untuk bermain peran dan mengajarkan anak agar bertanggung jawab terhadap bendabenda miliknya. Subjek juga sesekali membiarkan anaknya untuk bermain sepeda di depan toko. c. Pertimbangan dalam memberikan alat permainan Pertimbangan subjek dalam memberikan alat permainan yaitu apakah mainan tersebut aman dan menyesuaikan jenis kelamin anaknya. d. Pengertian dan informasi tentang APE Menurut subjek alat permainan edukatif menurut subjek adalah alat permainan yang bersifat mendidik. Subjek mendapatkan informasirmasi tentang alat permainan edukatif ini dari teman-temannya juga dari TV dan internet. e. Mainan yang digolongkan sebagai APE Subjek mengatakan semua jenis permainan dapat digolongkan menjadi alat permainan edukatif, karena dari sebuah mainan dapat di manfaatkan jumlahnya, warnanya, dan lainnya. f. Syarat-syarat APE Subjek mengatakan bagaimana nilai edukatif itu dapat di ambil manfaatnya tergantung pada orang yang menggunakannya. Jika sebuah alat permainan hanya digunakan untuk sekedar bermain maka permainan tersebut

88 tidak berfungsi mendidik tetapi hanya berfungsi sebagai hiburan saja. g. Fungsi APE Fungsi-fungsi dari alat permainan edukatif menurut subjek yaitu untuk membantu perkembangan anak, seperti perkembangan motorik, perkembangan kognitif, melatih konsentrasi dan lainnya. h. Cara menggunakan APE Subjek memodifikasi mainan yang sudah ada, sebagai contoh dari sebuah boneka subjek dapat bermain peran, selain bermain peran subjek juga dapat mengajari anak cara bertanggung jawab untuk merawat boneka tersebut supaya tidak cepat rusak. i. Permainan yang digunakan sudah tergolong APE atau belum Subjek mengaku bahwa belum semua mainan yang diberikan untuk anaknya dapat digolongkan sebagai APE, namun sudah ada beberapa yang dapat digolongkan sebagai APE. B. Rangkuman 1. Peran orang tua dalam bermain dengan anak Subjek satu dan subjek dua setiap harinya memang selalu bermain dengan anaknya karena keseharian mereka berada di rumah, maka bermain dengan anak menjadi kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari. Pada subjek ketiga, bermain tidak menjadi

89 hal yang rutin karena bermain dengan anak dilakukan hanya pada saat toko sedang sepi saja. 2. Alat permainan yang diberikan dan kegunaannya Alat-alat permainan yang digunakan oleh ketiga subjek kebanyakan sama, seperti puzzle, lego, balok, playdough, dan pensil warna juga benda-benda konkrit disekitar. Subjek pertama menggunakan alat permainan yang sudah ada untuk dimodifikasi penggunaannya sedemikian rupa sehingga fungsi yang didapatkan lebih banyak. Tidak hanya itu saja, subjek juga mengkreasikan objek-objek yang ada disekitar seperti botol-botol bekas yang kemudian dimanfaatkan untuk digunakan sebagai APE. Untuk subjek kedua, subjek memang memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai APE, hanya saja subjek belum bisa memanfaatkan objek-objek yang ada disekitar untuk dimanfaatkan sebagai APE. Subjek hanya mengandalkan alat permainan yang sudah ada saja yang kemudian mainan tersebut dikreasikan lagi penggunaannya, sehingga dari satu buah permainan didapatkan beberapa fungsi bagi perkembangan anak. Subjek hanya sesekali saja menggantikan playdough dengan adonan kue. Subjek ketiga dengan pengetahuannya yang terbatas tentang APE hanya sesekali saja memodifikasi alat permainan yang sudah ada dan benda-benda disekitar agar menjadi APE. Subjek juga jarang menggunakan objek-objek disekitar untuk digunakan sebagai APE. 3. Pertimbangan dalam memberikan alat permainan

90 Ketiga subjek mempunyai kesamaan yaitu alat permainan yang diberikan untuk anak harus dilihat dari segi keamanan baik bahan maupun kemasan. Akan tetapi, pada subjek dua dan subjek tiga, keduanya tidak mempertimbangkan nilai edukatif dari alat permainan yang dipilih. 4. Pengertian dan informasi tentang APE Ketiga subjek mendapatkan informasi tentang APE dari sosial media seperti instagram dan facebook, selain itu juga dari TV dan informasi dari teman-teman subjek. Subjek satu saat ditanyai informasi tentang APE dengan antusias menunjukkan beberapa akun di instagram yang berkembang dalam bidang APE. Subjek juga menunjukkan akun ibu-ibu lain yang menurut subjek lebih kreatif dalam membuat APE. Subjek secara aktif mencari informasi tentang APE. Subjek dua juga mendapatkan informasi dari meida sosial dan juga sempat mengikuti seminar tentang APE. Selain itu subjek dua juga sempat memesan APE dari sebuah web, namun subjek tidak menjelaskan lebih jauh lagi. Subjek tiga saat ditanyai nampak kurang tertarik dan hanya menjawab seadanya saja bahwa subjek mengetahui APE dari teman-temannya dan dari berita di TV. 5. Mainan yang digolongkan sebagai APE Menurut ketiga subjek mainan yang dapat digolongkan sebagai APE adalah mainan-mainan yang tidak hanya memberikan hiburan saja tapi juga sarat akan nilai edukatif.

91 6. Syarat-syarat APE Syarat-syarat APE menurut ketiga subjek adalah mainan yang mengandung unsur edukatif, yang berfungsi mengajarkan sesuatu pada anak-anak saat digunakan. 7. Fungsi APE Ketiga subjek setuju bahwa fungsi APE selain sebagai hiburan juga sebagai alat belajar. 8. Cara menggunakan APE Subjek pertama memodifikasi permainan yang sudah ada seperti misal mobil-mobilan, subjek akan menggunakan karpet dan membangun terowongan untuk mobil-mobilan tersebut dan anak-anaknya diminta untuk memarkirkan mobil-mobilan tersebut. Subjek kedua juga menggunakan mobil-mobilan misalnya untuk mengajari jumlah, warna dan bermain peran. Subjek ketiga biasanya menggunakan boneka untuk bermain peran dan dari bermain peran ini subjek juga sekaligus mengajarkan anaknya untuk bertanggung jawab terhadap barangbarang miliknya. 9. Permainan yang digunakan sudah tergolong APE atau belum Subjek satu yang kerap membuat sendiri mainan untuk ketiga anaknya mengatakan alat permainan yang diberikan sudah bisa disebut APE, karena subjek tahu pasti bahan serta fungsi dari mainan-mainan yang ada. Subjek dua mengatakan alat permainan yang diberikan untuk anak-anaknya sudah dapat disebut APE karena dari mainan itu anak-anak subjek mendapat nilai edukatif,

92 sedangkan subjek ketiga mengatakan bahwa dari alat permainan yang ada belum semua dapat dimaksimalkan penggunaannya sehingga belum semua alat permainannya dapat digolongkan sebagai APE, selain itu walaupun subjek tiga mengatakan bahwa subjek memperhatikan sisi keamanan saat membeli alat permainan, subjek masih memberikan anaknya malam yang notabene mengandung zat yang berbahaya bagi anak. C. Pembahasan Hermawan (2013, h.51) mengatakan dalam buku How to Teach Baby to Read disebutkan bahwa pada saat usia anak berkisar antara nol sampai enam tahun, anak memiliki kemampuan menyerap informasirmasi yang luar biasa dan masa-masa inilah masa yang paling sempurna untuk mulai dilakukannya pembelajaran. Namun banyak orang tua yang kurang mengerti akan hal ini dan membiarkan masa-masa emas ini lewat begitu saja. Padahal, pada usia ini adalah usia yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi perkembangan anak selanjutnya. Ibu merupakan orang terdekat anak. Sebelum mengenal orang lain umumnya seorang anak terlebih dahulu mengenal sosok ibunya. Oleh karena itu seorang ibu memiliki peran penting bagi perkembangan anaknya lebih dari siapapun, sebab ibulah yang meletakkan dasar-dasar kepribadian anak. Melalui interaksinya dengan anak seorang ibu, disadari maupun tidak, telah mengajarkan dan menstimulasi berkembangnya berbagai aspek perkembangan

93 anaknya. Bermain merupakan salah satu bentuk media interaksi ibu dan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang alat permainan edukatif dan bagaimana mereka mempergunakan mainan edukatif merupakan sesuatu hal yang penting untuk diketahui. Pengetahuan ibu yang baik akan APE dapat diterapkan pada anak dalam kegiatan sehari-hari. Dari pengetahuan ibu yang baik ini pula dan dari adanya informasirmasi-informasirmasi tentang APE, ibu dapat berkreasi membuat sesuatu yang baru bagi anak (Ormrod dkk, 2006, h.255). Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Sheridan (2008) bahwa orangtua, khususnya ibu, merupakan guru alami bagi anak, tempat alami bagi anak adalah di rumah dan alat alami bagi anak untuk belajar adalah mainan. Penggunaan alat permainan edukatif ini terbilang baru di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang baik akan penggunaan, syarat-syarat, fungsi-fungsi serta pemanfaatan bagi perkembangan anak oleh ibu. Disebutkan oleh Soetjiningsih (dalam Rohmah, 2012, h.9) bahwa ciri-ciri alat permainan eduaktif adalah dapat digunakan dalam berbagai cara yang artinya dapat dimainkan dengan bermacam-macam tujuan, manfaat dan dapat menjadi bermacam-macam bentuk; ditujukan terutama untuk anakanak dan berfungsi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan kecerdasan serta motorik anak; segi keamanan harus sangat diperhatikan baik dari bentuk maupun penggunaan; dan membuat anak terlibat secara aktif. Selain harus mengetahui dan

94 mendalami ciri-ciri tersebut, seorang ibu yang mendampingi anaknya harus mengetahui pula tujuan dari alat permainan edukatif. Tujuan alat permainan edukatif yaitu untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak seperti perkembangan motorik, bahasa, kognitif, sosialisasi. Jika di lihat pada ciri-ciri APE diatas, yang paling memenuhi definisi tersebut adalah subjek satu. Subjek satu ini dapat menggunakan sebuah benda untuk digunakan dengan berbagai macam cara namun tetap menghasilkan nilai edukatif. Sebagai contoh, saat subjek memegang sayuran, subjek bisa mengajari anaknya nama sayuran tersebut, warna, dan jumlah dari sayuran tersebut. Subjek kedua juga sudah bisa menggunakan sebuah benda dengan berbagai macam cara seperti menggunakan mobil-mobilan untuk belajar bentuk dan warna. Namun sayangnya, subjek kurang dapat memanfaatkan objek-objek disekitar untuk dijadikan alat permainan. Subjek ketiga walaupun kurang bisa menggunakan benda yang sudah ada, tapi sudah mencoba menggunakan boneka untuk bermain peran dengan anaknya. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan subjek yang berbeda satu sama lain tentang APE. Pengetahuan ibu yang baik tentang alat permainan edukatif ini juga akan mempengaruhi pemberian alat permainan edukatif kepada anak. Subjek pertama dan kedua yang mengetahui lebih banyak tentang alat permainan edukatif dan sudah menerapkanyadan membuahkan hasil yaitu penggunaan yang sudah cukup maksimal pada anak-anaknya, berbeda dengan subjek ketiga yang pengetahuan

95 tentang alat permainan edukatifnya masih kurang dibandingkan dengan dua subjek yang lainya, sehingga dalam memberikan mainan kepada anaknya subjek masih belum dapat memaksimalkan penggunaannya dan terkesan asal-asalan dalam memberikan alat permainan pada anaknya. Subjek satu dengan sengaja mencari tahu informasirmasi tentang APE dengan memanfaatkan media sosial yang tengah marak, sehingga pengetahuannya tentang APE lebih luas jika dibandingkan dengan dua subjek lainnya. Subjek dua juga memiliki pengetahuan yang baik tentang APE karena subjek dua juga sering mencari informasirmasi tentang APE. Namun, subjek dua ini kurang memanfaatkan adanya benda-benda di sekitar seperti yang dilakukan oleh subjek satu. Pada subjek tiga karena sehari-hari subjek sudah sibuk di toko maka subjek tiga ini kurang mencari tahu tentang APE dan kurang memperhatikan mainan-mainan yang diberikan untuk anaknya. Mainan-mainan yang sudah adapun kurang dimaksimalkan penggunaannya karena adanya keterbatasan pengetahuan tentang APE ini sendiri pada subjek tiga. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang dikemukakan oleh Rohmahbahwa jika ditinjau dari pengetahuan ibu tentang pemberian stimulasi alat permainan edukatif (APE) diperoleh delapan ibu (delapan puluh persen) mempunyai pengetahuan kurang dan dua ibu (dua puluh persen) mempunyai pengetahuan baik. Padahal perkembangan motorik anak sangat tergantung dari stimulasi yang diberikan ibu sebagai orang yang terdekat dengan anak. Oleh karena itu ibu perlu mempunyai pengetahuan yang cukup dan keterampilan

96 dalam memberikan rangsangan pada balitanya, sehingga perkembangan motorik anak akan lebih optimal (Soetjiningsih dalam Rohmah, 2012). Goldstein (2003, h.3) mengatakan anak-anak akan mendapatkan banyak keuntungan dari bermain dan teman sepermainan. Teman bermain anak yang pertama adalah orangtua, akan tetapi setelah anak mencapai usia sekolah mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya. Orang tua tidak perlu berhenti bermain dengan anak-anak mereka. Bermain mempunyai keuntungan baik bagi anak maupun orang tua. Anak dan orang tua akan bersenang-senang dalam menghabiskan waktu bersama, dan dapat memahami satu sama lain dalam suasana bermain yang bebas tekanan. Dalam bermain, orang tua akan langsung mempengaruhi perkembangan anak mereka. Interaksi bermain antara orang tua dan anak juga akan menimbulkan kedekatan. Pada subjek ketiga, sebagai seorang wiraswasta, subjek nampaknya kurang meluangkan waktu untuk bermain dengan anak. Subjek hanya bermain dengan anak di kala toko sedang tidak ramai saja. Padahal menurut Tandry (2015, h.111) untuk mendukung tumbuh kembang, terutama kecerdasan anak, orang tua perlu menyediakan waktu bermain dengan si kecil secara khusus dan rutin, sedangkan subjek tiga tidak rutin bermain dengan anak, tidak seperti subjek satu dan subjek dua yang memang meluangkan waktunya untuk bermain dengan anak-anak. Goldstein (2003, h. 19) juga mengatakan bahwa anak tidak membutuhkan mainan yang mahal. Mainan-mainan dari bahan

97 sederhana seperti botol maupun kaleng bekas dapat dipergunakan oleh subjek satu sedemikian untuk digunakan sebagai alat permainan eduaktif. Selain dengan menggunakan bahan-bahan sederhana, hal-hal sederhana seperti sering mengajak anak mengobrol juga dapat meningkatkan tumbuh kembang anak. Dengan banyak mengajak anak mengobrol menurut Asfandiyar (2012, h.67) dapat melatih kecerdasan linguistik anak. Hal ini dapat dilihat pada subjek satu yang juga sering mengajak anak pertamanya mengobrol, karena subjek merasa anak pertamanya belum terlalu lancar mengobrol. Subjek dua dan tiga pun juga melakukan hal yang serupa pada anak-anak mereka. Lalu ada juga puzzle yang dapat merangsang kecerdasan visual-spasial anak yang sudah diterapkan oleh semua subjek. Pada dasarnya, subjek tiga yang walaupun pengetahuannya akan APE terbilang kurang jika dibandingkan dengan dua subjek lainnya, sebenarnya sudah banyak mempunyai alat permainan yang dapat dikategorikan sebagai APE. Hanya saja subjek belum dapat menggunakannya dengan maksimal dan subjek masih kurang mencari informasirmasi tentang APE ini. Pada penelitian yang sudah dilakukan, peneliti menemukan adanya kelemahan. Kelemahan yang dimaksud yaitu adanya keterbatasan obeservasi yang dilakukan. Akibat observasi yang dilakukan sangat terbatas, maka peneliti lebih mengandalkan apa yang dikatakan oleh subjek penelitian. Observasi yang dilakukan peneliti tidak dilakukan berhari-hari namun dilakukan hanya beberapa jam saja, yaitu saat anak pulang sekolah sampai menjelang waktu makan

siang saja. Oleh karena itu, hasil observasi yang didapat pun menjadi kurang maksimal. 98